Emerald Eyes 1&2

By amateurflies

1.1M 74.7K 5.3K

Aku sempat merasakan semuanya. Desir perih mencintai seseorang hanya dalam satu waktu. Waktu saat kita dipert... More

Teaser
Trailer 257's
New Trailer
Prolog
1. Perkara nama
2. Terciduk
3. Lawden Hall
4. Gadis tak dikenal
5. Aranasya Lawden
Meet The Characters!
6. Pisau Berdarah
7. Her Emerald Eyes
8. Bangkai Tikus
9. Pengecut!
10. Tidak baik-baik saja
11. Sepotong kalimat yang membahagiakan
12. Aksi Adnan
13. Pertemuan tak disengaja
14. Kecurigaan Madam Loly
15. Tuduhan
16. Perkara penting
Eyes Updates
17. Sadar diri
18. Sebagian yang sempat hilang
19. Tatapanmu
20. Cemas
21. Life saver
22. Pilihan
23. Teori Cinta Yudan
24. Ancaman
26. Sebuah Misi
27. Kalimat yang Tak Terucap
28. Mengungkapkannya
29. Petunjuk Pertama
30. Cowok Tengil
31. Agresif(?)
Survei
32. Penyusup!
33. Salah Sangka
34. Praktikum
35. Kecewa
36. Berhenti Egois!
Series Terbaru (SOON)
Pengumuman
ESTIMASI TERBIT DAN INFO

25. Reject

14K 1.3K 116
By amateurflies

Kalau kamu seperti ini terus, Papa tidak akan segan-segan menendang anak itu dari asrama ini!

• • •

BERHENTI, ATAU KAU DALAM BAHAYA!

Madam Loly tersenyum saat membaca sebuah kalimat yang ditulis dengan pilok merah yang terdapat pada dinding ruangannya. Untuk pertama kalinya dia sudah tidak kaget lagi ketika teror itu ditujukan padanya. Karena itu artinya, dugaannya benar 100%. Ia diteror setelah beberapa hari lalu memberi hukuman pada lima anak yang sejauh ini menjadi tersangka utama dalam analisanya. Lima anak yang sejak awal memang sudah ia curigai.

Sebenarnya, Madam Loly memberikan hukuman pada Daniel, Ethan, Adnan, Yudan, dan Lukas hanya untuk mengetes, juga memantapkan diri kalau ia tidak salah menuduh orang. Kalau semisal dia mendapat teror lagi setelah itu, sudah sangat bisa dipastikan kalau kecurigaannya selama ini terjawab. Dan ternyata pagi ini dia benar-benar mendapat teror.

Sekarang yang harus dirinya lakukan tinggal menunggu sampai anak-anak itu menyerahkan tugasnya pada deadline yang sudah ditentukan. Karena hanya pada hari itu ia memiliki kesempatan untuk berhadapan dengan mereka di ruangannya. Dengan demikian, ia tinggal memaksa mereka untuk mengakui perbuatannya. Sekaligus memaksa mereka untuk menghentikan segala aksi pemberontakan mereka.

"Berhenti atau kau dalam bahaya," Madam Loly kembali melantunkan kalimat itu diiringi dengan senyuman miring. "Kalian pikir saya takut?" gumamnya kemudian.

🍐

"Eh, pinjem ponsel dong." Masuk-masuk ke dalam kamar, tiba-tiba saja Adnan langsung terlihat gusar, kontan membuat keempat temannya yang sedang melepas lelah setelah seharian menjalankan aktivitas sekolah plus menyelesaikan lebih dari seratus soal yang ditugaskan oleh Madam Loly, kebingungan melihatnya.

"Buat apaan?" Ethan bertanya tanpa ekspresi.

"Buat nelpon Nasya," jawab Adnan dengan sekali sambar.

"Emang dia bisa main ponsel? Setahu gue bokapnya gak pernah kasih izin dia buat pegang ponsel," tanya Daniel menyela.

"Gue minta dia pegang ponsel gue tanpa sepengetahuan bokapnya. Gue juga udah ajarin gimana cara penggunaannya. Sekarang gue mau nelpon dia buat mastiin keadaannya, makanya gue harus pinjem salah satu ponsel lo pada,"

"Jangan pinjem punya gue, dah, gue mau main ML abis ganti baju. Lumayan, sepuluh menit sebelum makan malem." Belum apa-apa Yudan sudah antisipasi.

Yudan itu memang paling tidak mau meminjamkan ponselnya. Bukan pelit, dia hanya belajar dari pengalaman ketika Lukas meminjam ponselnya. Mempercayai ponselnya di tangan Lukas. Dan saat dikembalikan, Yudan sudah tidak lagi mendapati aplikasi kesayangannya pada ponselnya. Dengan tidak sengaja Lukas malah menghapus aplikasi Mobile Legend pada ponselnya.

Parahnya lagi, ketika ia mengunggah ulang games tersebut, ia lupa password akunnya. Dan yang membuat Yudan semakin tersayat-sayat, mau tidak mau dia harus mengulang level dari awal, sedangkan di akunnya yang lama dia sudah berada pada level yang tinggi. Rasanya waktu itu Yudan ingin sekali mengutuk Lukas, mendorongnya dari atas rooftop asrama. Namun sayangnya dia masih takut dosa, takut dipenjara juga. Ah, sudahlah, Yudan langsung menggeleng cepat, menyingkirkan ingatan pahit itu dari kepalanya.

"Yaelah, sebentar doang, sih. Gak nyampe lima menit," ucap Adnan kian gusar.

"Lagian pake segala nelpon, bentar lagi juga ketemu di ruang makan," celetuk Lukas yang sudah melepas baju seragamnya dengan kaus sehari-hari.

"Gak bisa. Kelamaan,"

"Nih, pake punya gue aja."

Tahu-tahu Daniel menjulurkan tangannya yang sudah memegang ponsel pada Adnan. Dengan cepat Adnan menyambar ponsel itu. Ibu jarinya langsung bergerak lincah mengetikkan nomor ponselnya sendiri.

"Lo khawatir banget, ya, Nan, sama Nasya?" ujar Daniel, bertanya dengan sebelah alis yang terangkat sedikit.

Adnan yang terlalu fokus mendengarkan bunyi tuut... tuut... tuut pada ponsel Daniel, sampai tidak mendengar pertanyaan yang dituturkan oleh si pemilik ponsel. Adnan malah sibuk berjalan bolak-balik seperti setrikaan dengan menempelkan ponselnya pada daun telinganya.

"Yagitulah, kalau kita udah sayang sama satu cewek, wajar. Apalagi kemaren Adnan cerita, kalau hidupnya Nasya gak taunya gak sama kayak yang kita liat dari luar."

"Gaya lo, udah kayak pakar cinta, Dann. Lo aja masih jomblo sampe sekarang," Lukas menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menertawai Yudan. Karena Lukas tahu betul, kalau Yudan pernah cerita padanya, bilang kalau dia sudah menjomblo lebih dari dua tahun, setelah diselingkuhi oleh mantan pacarnya.

"Bacot, jing." Dengan kesal Yudan melempar bantalnya ke muka Lukas. "Suka gak ngaca jadi orang. Move on dulu lah yang bener!" balas Yudan tidak mau kalah.

Seketika Lukas skak mat. Lukas lupa kalau dia juga pernah bercerita kalau dirinya belum bisa move on dari mantan pcarnya yang terakhir sejak lulus SMP sampai sekarang.

"Berisik lo berdua!" Adnan mengomel sambil berdesis, lantaran merasa terganggu dengan cuitan kedua temannya yang tiada habisnya itu.

Di sisi lain, Ethan yang memilih untuk menjadi penonton dan tidak mencampuri obrolan teman-temannya hanya tersenyum menyaksikannya. Walaupun, sejujurnya Ethan merasa heran ketika melihat Adnan sampai sebegitunya karena Nasya. Ethan heran, pasalnya dia belum pernah merasakan apa yang Adnan rasakan. Dia belum pernah menyukai gadis manapun bahkan sampai detik ini.

🍐

Drt drt drt

Nasya yang malam itu sedang belajar, tiba-tiba merasakan getaran pada ponsel yang ia taruh di kantung kardigannya. Namun saat hendak mengeluarkan ponsel tersebut dan menjawab panggilannya, niatnya harus diurungkan kembali saat tahu-tahu saja pintu kamarnya terbuka, menampakkan sosok papanya.

"Mamamu sudah menanti-nanti kedatanganmu di rumah. Apa begitu caramu untuk membalas kasih sayangnya selama ini?!" Pak Lawden bertanya dengan sentakan yang bertubi-tubi pada anak gadis satu-satunya yang tengah duduk di kursi meja belajarnya.

Nasya terdiam, tidak menyahuti segala ucapan papanya itu. Ia berusaha keras untuk menahan diri dengan bersikap acuh dan tetap fokus mengerjakan tugas yang diberikan guru private-nya tadi siang. Bersikap seolah telinganya tertutup rapat sehingga tidak dapat mendengar apa pun.

"Cukup Aranasya! Dengarkan Papa bicara, kamu harus ke rumah, agar mamamu tidak kesepian,"

Nasya masih belum mengeluarkan suara. Sejauh ini dia masih sanggup menahan sikap gila papanya. Meskipun sekarang tetes demi tetes air matanya sudah mulai menjatuhi buku tulisnya yang terbuka. Tangan kanannya masih terus sibuk menulis, sementara tangan kirinya meremas kertas pada bukunya cukup kuat. Nasya berusaha keras untuk menahan segala sesak yang kini melilit pernapasannya, menahan isakannya agar tidak terdengar oleh papanya.

"Dasar anak tidak tahu diri! Berhenti bersikap seperti ini!"

"Papa yang seharusnya berhenti bersikap seperti ini!" Nasya bangkit dari tempat duduknya, lalu berbalik, berdiri di hadapan papanya dengan menyorot tajam kedua mata papanya. "Harusnya Papa yang seharusnya berhenti menyiksa aku dengan sikap gila Papa!"

Plak

Tanpa segan-segan Pak Lawden mendaratkan tamparan pada pipi Nasya. "Siapa yang ajari kamu untuk melawan Papa?!"

Belum sempat Nasya menjawab, pria itu langsung mendorong tubuh anak gadisnya sekuat tenaga. Bahkan sampai tubuh mungil itu tersungkur di atas lantai. Menendangnya sampai tesudut di pojok dinding kamar.

Sementara Nasya hanya bisa terisak kesakitan tanpa mengeluhkan rasa sakitnya.

"Pasti anak itu yang sudah mendoktrin pikiramu! Iya, kan?!" sentak Pak Lawden lagi. Kedua matanya yang sudah memerah seperti orang kesetanan, melotot tajam ke arah Nasya, membuat Nasya tidak berani melihat ke arahnya. "Kalau kamu seperti ini terus, Papa tidak akan segan-segan menendang anak itu dari asrama ini!"

Mendengar ancaman papanya, dengan cepat Nasya memegangi sebelah kaki papanya. "Jangan, Pa." Kepalanya menggeleng kuat. "Aku mohon jangan sakiti dia lagi. Dia gak tahu apa-apa, Pa," Ia memohon di sela-sela tangisannya.

"Diberitahukan untuk seluruhnya, waktu makan malam tinggal tiga puluh menit lagi. Semua diwajibkan untuk sudah berada di ruang makan tepat lima belas menit sebelum makan malam dimulai." Tiba-tiba bel otomatis yang menyerupai suara seorang wanita terdengar menggema di seluruh penjuru asrama.

Tanpa melanjutkan pembicaraan, Pak Lawden menyingkirkan tangan Nasya dari kakinya dengan begitu kasar, sampai tubuh Nasya lagi-lagi tersungkur ke belakang. "Cepat, samarkan memarmu," perintahnya seraya berjalan ke meja rias Nasya. Mengambil sebuah krim kulit yang terpajang di atasnya, lalu melemparnya ke arah Nasya.

Dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celananya, pria pemilik asrama itu berlalu dengan gagah keluar dari kamar Nasya selepas membenarkan posisi dasi dan jasnya yang licin.

Drt drt drt

Saat papanya sudah menghilang di balik pintu kamarnya yang sudah tertutup kembali, dan ponselnya bergetar untuk yang kesekian kalinya, barulah Nasya mengambil ponselnya dari dalam kantung. Pada layar benda pipih itu terpampang deretan nomor tanpa nama. Sama persis seperti apa yang dikatakan Adnan padanya, ketika ada panggilan masuk, akan muncul dua ikon bulat berwarna merah dan hijau. Nasya ingat kalau Adnan bilang kalau dia harus menggeser ikon bulat yang berwarna hijau. Namun jarinya malah tergerak untuk menggeser ikon yang berwarna merah. Nasya terpaksa melakukan itu, karena dia tidak ingin Adnan kembali berurusan dengan papanya. Nasya juga tidak ingin masalahnya ini hanya menambah beban pikiran Adnan. Nasya tidak ingin merepotkan cowok itu lagi.

🍐

Adnan menjauhkan ponsel di genggamannya dari telinganya. Ia menatap layar yang berukuran sekitar 5 inch itu dengan alis berkerut rapat. "Di-reject?" gumamnya kemudian.

Saat Adnan ingin mengulangi panggilannya lagi, tiba-tiba saja ponsel itu sudah ditarik oleh si pemiliknya, Daniel. "Udah, nanti aja lanjutin lagi. Sekarang kita makan malem dulu."

Adnan merasakan seseorang menepuk bahunya. Ketika menoleh, sudah ada Ethan berdiri di sebelahnya.

"Mending lo liat secara langsung buat mastiin gimana keadaannya. Bisa jadi lo khawatir karena lo terlalu berpikir berlebihan," saran Ethan yang akhirnya langsung diiyakan oleh Adnan. Karena biasanya, saran orang yang mempunyai pikiran normal seperti Ethan suka sesuai adanya.

===

To be continue...

A/n: apa pendapatmu tentang part ini? tentang Emerald sejauh ini?

Bonus foto selingkuhan author

Continue Reading

You'll Also Like

4.9M 371K 52
โ—Part terbaru akan muncul kalau kalian sudah follow โ— Hazel Auristela, perempuan cantik yang hobi membuat kue. Dia punya impian ingin memiliki toko k...
5.7M 241K 56
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
RAYDEN By onel

Teen Fiction

3.6M 221K 67
[Follow dulu, agar chapter terbaru muncul] "If not with u, then not with anyone." Alora tidak menyangka jika kedatangan Alora di rumah temannya akan...
ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2.1M 115K 59
"Walaupun ูˆูŽุงูŽุฎู’ุจูŽุฑููˆุง ุจูุงุณู’ู†ูŽูŠู’ู†ู ุงูŽูˆู’ุจูุงูŽูƒู’ุซูŽุฑูŽ ุนูŽู†ู’ ูˆูŽุงุญูุฏู Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...