Emerald Eyes 1&2

By amateurflies

1.1M 74.7K 5.3K

Aku sempat merasakan semuanya. Desir perih mencintai seseorang hanya dalam satu waktu. Waktu saat kita dipert... More

Teaser
Trailer 257's
New Trailer
Prolog
1. Perkara nama
2. Terciduk
3. Lawden Hall
4. Gadis tak dikenal
5. Aranasya Lawden
Meet The Characters!
6. Pisau Berdarah
7. Her Emerald Eyes
8. Bangkai Tikus
9. Pengecut!
10. Tidak baik-baik saja
11. Sepotong kalimat yang membahagiakan
12. Aksi Adnan
13. Pertemuan tak disengaja
14. Kecurigaan Madam Loly
15. Tuduhan
16. Perkara penting
Eyes Updates
17. Sadar diri
18. Sebagian yang sempat hilang
19. Tatapanmu
21. Life saver
22. Pilihan
23. Teori Cinta Yudan
24. Ancaman
25. Reject
26. Sebuah Misi
27. Kalimat yang Tak Terucap
28. Mengungkapkannya
29. Petunjuk Pertama
30. Cowok Tengil
31. Agresif(?)
Survei
32. Penyusup!
33. Salah Sangka
34. Praktikum
35. Kecewa
36. Berhenti Egois!
Series Terbaru (SOON)
Pengumuman
ESTIMASI TERBIT DAN INFO

20. Cemas

14.5K 1.6K 42
By amateurflies

[play video👆 jangan lupa vomment]

Dari sekian banyak hal yang tidak Adnan suka di dunia, yang paling tidak dia sukai adalah ketika melihat seseorang yang ia sayangi tersakiti.

• • •

Langkah Adnan dan Nasya tiba-tiba berhenti ketika mereka yang baru saja kembali dari taman telah mendapati Madam Loly dan Pak Surapto sudah berdiri menghalau jalannya tepat di depan gerbang Lawden Hall. Nasya yang sedetik sebelumnya masih tertawa-tawa mendengar cerita-cerita konyol Adnan, kini diam tergugu dengan kepala menunduk. Menghindari kontak mata dengan dua orang di hadapannya itu. Salah satu tangannya langsung memegang erat sebelah lengan Adnan.

Suhu tangan Nasya yang dingin menempel di lengannya, sontak membuat Adnan menoleh ke arahnya. Melihat Nasya yang nampak seperti orang ketakutan, seketika sebelah tangan Adnan yang lainnya tahu-tahu bergerak meraih tangan Nasya agar membebaskan lengannya, setelah itu ia pindahkan tangan dingin itu ke dalam genggamannya. Membuat Nasya langsung melihat ke arahnya. Sampai saat pandangan mereka bertemu, Adnan memberi senyuman yang menenangkan. Melalui raut wajah juga sorotan mata-nya, Adnan seolah bicara 'tidak perlu takut, semua akan baik-baik saja'.

Setelah melihat Nasya tidak begitu ketakutan lagi, barulah Adnan membalas tatapan tajam milik Madam Loly tanpa rasa takut sedikit pun. Bahkan bisa dibilang sorot mata Adnan jauh lebih tajam dibanding Madam Loly. Berbeda sekali ketika dia menatap Nasya tadi.

"Pak Surapto, antar Nasya ke kamarnya. Pak Lawden sudah menunggu sejak tadi. Adnan biar saya yang urus," titah Madam Loly yang sudah diburu emosi. Tatapan matanya tidak bergeser sesenti pun dari kedua bola mata Adnan.

Baru juga tangan Pak Surapto ingin mengambil alih tangan Nasya, tiba-tiba Adnan menjauhkan tangannya yang masih menggenggam tangan Nasya dari jangkauan Pak Surapto. "Gak perlu. Biar saya aja yang anter," tegasnya kemudian.

Sambil melipat kedua tangannya, Madam Loly membuang napas kasar. Sorot matanya makin menusuk lebih dalam kedua manik mata murid tengil yang berdiridi depannya sekarang. Dia benar-benar naik darah dibuatnya. "Pak, cepat antar Nasya ke kamarnya!"

"Baik, Madam," sahut Pak Surapto lantang. Lalu dengan cukup kasar, tangan besarnya itu memisahkan tangan Adnan dan Nasya secara paksa. Sehingga Adnan tidak bisa lagi berbuat apa-apa. Dia hanya bisa memandangi Nasya yang sudah berlalu semakin jauh dari posisi berdirinya, mengikuti arah langkah Pak Surapto.

"Kamu ikut ke ruangan saya," perintah Madam Loly dengan tegas pada Adnan, yang kemudian ia berjalan lebih dulu meninggalkan Adnan yang masih mematung beberapa detik.

🍐

"Lepasin saya, Pak. Saya mohon," lirih Nasya pada Pak Surapto dengan suara yang sudah terdengar bergetar, ketakutan. Nasya memang benar-benar takut untuk bertemu papanya sekarang. "Gak mau, Pak. Saya gak mau ketemu Papa saya," Nasya mengerahkan seluruh tenaganya untuk menarik salah satu tangannya tangannya dari cengkraman kuat tangan besar milik Pak Surapto. Nasya juga sudah memberontak, namun Pak Surapto tetap diam dan menggiring paksa agar ia tetap mengikuti langkahnya.

Meskipun sebenarnya, Pak Surapto tidak benar-benar sampai hati melakukan hal tersebut. Karena bagaimanapun juga, Pak Surapto masih memiliki hati nurani. Pak Surapto sangat tidak tega melihat Nasya menangis. Tetapi, Pak Surapto hanya menjalankan tugas di sini. Dan dia harus patuh agar dapat bertahan pada pekerjaannya. "Pak, saya gak mau ketemu Papa," Nasya mengulangi permohonannya.

Pak Surapto diam sejenak, menghentikan langkah kakinya. Namun sedetik kemudian bapak bertubuh bugar itu menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Jika mengikuti perasaannya, anak istrinya di rumah mau makan apa nanti? Dengan demikian, sebisa mungkin Pak Surapto dengan tegas menyingkirkan segala rasa ibanya pada Nasya.

"Maaf, Non, saya hanya menjalankan tugas di sini," sahut Pak Surapto selepas berdebat dengan suara batinnya sendiri.

🍐

Madam Loly menarik napasnya yang terasa berat itu panjang-panjang, lalu membuangnya perlahan. Dengan mata terpejam, wanita keturunan Belanda itu memijat kepalanya yang terasa pusing tujuh keliling. Ia sangat tidak habis pikir dengan jalan pikiran Adnan yang nekat membawa Nasya keluar dari asrama. Dan karena kelakuan anak didiknya itu, tadi dia sempat kena semprot Pak Lawden lantaran dikira gagal dalam memonitori siswa. Terbukti bila sudah seperti ini, siapa lagi yang kena getahnya sekarang selain dirinya?

"Kamu tahu kalau seluruh murid asrama dilarang keras untuk mendekati anak pemilik asrama?" tanya Madam Loly yang akhirnya membuka suara setelah sekian menit sempat terdiam duduk berhadapan.

Adnan diam tidak menjawab sepatah kata pun. Bukan, Adnan tidak menjawab bukan karena kehabisan kata-kata. Adnan tidak menjawab karena kepalanya terus sibuk memikirkan Nasya, sampai-sampai suara Madam Loly tersamarkan olehnya. Adnan sangat mencemaskan Nasya sekarang. Adnan takut, hanya karena ulahnya Nasya akan habis terkena marah Pak Lawden. Adnan takut Nasya kenapa-napa.

"ADNAN!!!" Gertakan Madam Loly yang diiringi dengan gebrakan meja seketika membuat Adnan tersentak bukan main. Membuatnya sadar, kalau dirinya sedang diinterogasi sekarang.

"Iya, Madam."

"Kamu tahu kalau seluruh murid asrama dilarang keras untuk mendekati anak pemilik asrama? Tapi kamu malah berani-beraninya membawa dia keluar!" Madam Loly bertanya mengulangi pertanyaannya yang sebelumnya belum dijawab oleh Adnan. Namun kali ini ditambah dengan kalimat penegas di belakangnya.

"Saya tahu, tapi saya punya alasan kenapa saya melakukan itu." Dengan tegas Adnan menyanggah.

"Saya tidak mau tahu alasan kamu."

"Ck," Adnan berdecak sebal. Sebenarnya apa, sih, mau wanita ini? Tadi bertanya, sekarang giliran disahuti, malah tidak ingin tahu.

"Kesalahan ka― Adnan!"

Belum habis Madam Loly bicara, tanpa pamit Adnan bangkit dari duduknya, kemudian berlalu begitu saja meninggalkan ruang kesiswaan. Sesungguhnya Adnan tidak memiliki waktu untuk meladeni pertanyaan-pertanyaannya yang dilontarkan Madam Loly, sekarang. Ada hal yang jauh lebih penting bagi Adnan yang harus ia lakukan daripada ini. Yang mendesak pikirannya sampai-sampai tidak lagi bisa berpikir logis.

BRAK!

"Keterlaluan itu anak!" Tentu saja kelakuan Adnan barusan itu benar-benar berhasil menyulut emosi Madam Loly, sampai dia menggebrak mejanya sendiri.

🍐

Kini Pak Surapto dan Nasya sudah berdiri di hadapan pintu kamar Nasya. Sesaat sebelum mengambil tindakan lebih lanjut, Pak Surapto sempat menoleh sebentar ke arah gadis malang itu. Nasya menggeleng pelan menatapnya. Matanya yang sudah memerah menyorot penuh harap pada Pak Surapto. Nasya masih berharap agar sekuriti itu tidak menyerahkannya pada papanya. Membuat Pak Surapto kini berada di ambang kebimbangan.

Tok tok tok

Harapan Nasya sama sekali tidak terwujud ketika Pak Surapto tahu-tahu mengetuk pintu besar yang kokoh itu.

"Siapa?" Suara berat dan tegas milik Pak Lawden terdengar dari dalam sana.

"Saya dan Non Nasya, Pak,"

Tanpa menyebutkan namanya, Pak Lawden sudah mampu mengenali suara Pak Surapto, pekerja lamanya yang selalu dia tugaskan untuk membawa Nasya kembali padanya. Karena yang Pak Lawden kira, Nasya itu kabur dari asrama. Walaupun pada kenyataannya, gadis itu tidak kabur. Bahkan ada niatan untuk kabur pun tidak.

Cklek

Pintu terbuka, menunjukkan sosok pria gagah yang tak luput dengan balutan jas bermerk. Pak Lawden. Kedua matanya langsung menatap lurus ke arah Nasya. Membuat Pak Surapto secara spontan langsung membebaskan pergelangan tangan Nasya dari cengkramannya.

"Kamu boleh kembali bertugas," perintah si pemilik asrama pada Pak Surapto.

"Baik, Pak." Tanpa banyak bicara lagi, Pak Surapto bergegas.

Setelah memantau berlalunya Pak Surapto sampai memasuki lift, barulah perhatian Pak Lawden kembali tertuju pada putrinya. "Cepat masuk. Papa ingin bicara," ujar Pak Lawden dengan nada dingin. Dengan sangat kasar, tangannya menarik salah satu lengan Nasya.

Selepas menutup dan mengunci kembali pintu itu rapat-rapat, Pak Lawden mendorong tubuh Nasya sampai gadis itu sempat oleng mundur beberapa langkah ke belakang.

"Sejak kapan kamu berani berlaku seperti ini?!" Tanpa basa-basi Pak Lawden langsung bertanya tegas.

Nasya terdiam.

"Jawab Nasya! Sejak kapan kamu berani kabur-kaburan seperti ini?!" bentak Pak Lawden kian kalap dirundung emosinya sendiri. Pak Lawden menatap putrinya nanar. "Berani kamu sekarang menentang perintah Papa?!"

🍐

Adnan berlari menuju lift. Lalu menekan tombol segitiga yang mengarah ke bawah berkali-kali. Hingga tak lama kemudian pintu lift itu terbuka. Syukurlah kali ini lift Lawden Hall bisa diajak kerjasama dengannya. Cepat-cepat Adnan masuk ke dalamnya lalu menekan tombol yang terdapat angka satu di permukaannya.

Ting

Lift berdenting. Pintu otomatis itu terbuka tepat di lantai satu gedung B. Dengan secepat mungkin Adnan keluar, berlari menuju gedung D. Adnan sungguh sudah tidak peduli bagaimana nasibnya nanti setelah melanggar aturan yang paling fatal dalam sehari. Adnan tidak peduli jika dia akan mendapat hukuman yang berlipat-lipat ganda nantinya. Intinya Adnan sama sekali tidak peduli akan dirinya sendiri. Karena yang Adnan pedulikan sekarang hanyalah Nasya.

Setelah memasuki gedung D yang tidak lebih luas dari gedung B itu, Adnan berlari lagi menuju lift. Kini jarinya gusar menekan tombol segitiga yang mengarah ke atas. Detik demi detik yang terasa lama ketika kita sedang menunggu, benar-benar membuat Adnan nyaris gila sekarang. Bagaimana tidak? Rasa khawatirnya terus saja mendesak dirinya tanpa ampun, mengharuskannya sesegera mungkin menghampiri Nasya, sedangkan pintu lift di hadapannya itu sejak tadi tak kunjung terbuka.

"Argh!" Adnan mengerang. Kepalan tangannya tidak segan menonjok pintu otomatis itu. Cowok itu benar-benar sedang berada di puncak emosinya sekarang. Kali ini, mau tidak mau dia harus memakai lift. Karena kamar Nasya yang berada di lantai dua belas sangat tidak memungkin baginya untuk naik menggunakan tangga. Yang ada dia bisa mati kehabisan napas di pertengahan jalan.

Satu detik

Dua detik

BRAK

Adnan menendang pintu itu sekuat tenaga yang ia miliki. Berharap akan terbuka secepatnya. Adnan sudah tidak bisa menguasai dirinya lagi ketika rasa cemasnya terhadap Nasya kian menjalar. Meskipun dia sendiri tidak tahu, apakah rasa khawatirnya ini masih tergolong wajar atau sudah kelewat jauh dari batas kewajaran? Yang dia tahu, dia hanya tidak ingin terjadi apa-apa pada gadis itu.

Sampai sekitar lima detik kemudian, barulah pintu itu membelah dirinya. Dengan cepat Adnan mengambil langkah masuk. Lalu menekan tombol yang terdapat angka dua belas. Lantai demi lantai dilewati oleh lift yang ditumpanginya itu. Hingga tiba di lantai tujuan, pintu itu kembali terbelah. Menampakkan suasana lorong lantai dua belas yang selalu sepi. Adnan berlari langsung menuju kamar Nasya. Saat dia berdiri tepat di depannya, samar-samar pendengaran Adnan mampu menangkap suara Nasya yang sedang menangis.

BRAK

Tanpa mengetuk lagi, Adnan langsung mendobrak pintu kamar Nasya dengan menendangnya sekuat tenaga yang ia miliki. Di dalam sana dia melihat Nasya yang sedang duduk meringkuk ketakutan di pinggir ranjangnya. Di depan gadis itu Adnan juga mendapati sosok Pak Lawden yang tengah bersiap melayangkan pukulan mengarah pada Nasya. Namun belum sempat itu terjadi, dobrakan pintu yang disebabkan oleh Adnan seketika mampu menghentikan Pak Lawden.

Adnan berjalan masuk semakin dalam. Tangannya dengan cepat mengambil tangan Nasya. Menarik tubuh mungil gadis itu agar berdiri di belakangnya.

"Siapa kamu?! Berani-beraninya kamu masuk! Anak saya biarlah jadi urusan saya, jangan pernah ikut campur!" Pak Lawden menyorot tegas mata Adnan, memberi peringatan. "Nasya, sini!" tegasnya pada Nasya yang berdiri mengumpat di balik punggung Adnan.

Belum sampai Pak Lawden menyentuh Nasya, Adnan sudah buru-buru menghalanginya. Menjauhkan Nasya dari jangkauan papanya sendiri. "Sampai kapan pun saya akan ikut campur, karena saya gak mau Nasya kenapa-napa!" tandas Adnan dengan nada bicara tidak kalah tegas. Matanya membalas tatapan Pak Lawden tanpa takut.

Dari sekian banyak hal yang tidak Adnan suka di dunia, yang paling tidak dia sukai adalah ketika melihat seseorang yang ia sayangi tersakiti. Adnan tidak suka melihat Nasya disakiti oleh siapapun, termasuk oleh papanya sendiri.

"Sekali lagi saya peringatkan, jangan pernah ikut campur, atau kamu saya keluarkan dari asrama ini!"

===

To be continue...

A/n: makin penasaran kan? siapa suruh minta aku update😂

selamat menunggu part selanjutnya, yg entah aku publish kapan.

Continue Reading

You'll Also Like

985K 61.5K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
4.6M 354K 49
❗Part terbaru akan muncul kalau kalian sudah follow ❗ Hazel Auristela, perempuan cantik yang hobi membuat kue. Dia punya impian ingin memiliki toko k...
2M 110K 53
PART MASIH LENGKAP. "Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua!" Baginya yang terbiasa dibandingkan deng...
490K 57.3K 7
"Gilaa lo sekarang cantik banget Jane! Apa ga nyesel Dirga ninggalin lo?" Janeta hanya bisa tersenyum menatap Dinda. "Sekarang di sekeliling dia bany...