El Academy [Proses Revisi]

Door RiaethShiba

79.8K 5.3K 399

[Fantasy-Minor Romance] Three Kingdom The Series #1 Hembusan Rusa yang Bebas. Itu adalah arti namanya; Oilien... Meer

El Academy-Victorian
Chapter 1 : Flamers
Meet The Character!
Chapter 2 : Dandelion
Chapter 3 : Si Rambut Silver
Chapter 4 : Ujian
Chapter 5 : Aukwood
Chapter 6 : Necklace
Chapter 7 : Teman atau Musuh?
Chapter 7.5 : Teman atau Musuh?
Chapter 9 : The Last Day
Chapter 10 : Ini Salah!
Chapter 11 : Pangeran Malam
Chapter 12 : A Time to Remember
Chapter 13 : Lost that "Blue"
Chapter 14 : Saying Good "Bye"
Chapter 15 : Red Rose
Chapter 16 : Doll
Chapter 17 : The Meaning
Chapter 18 : Let Me?
Chapter 19 : White Lie
Chapter 20 : Cold Truth Or Warm Dare?
Chapter 21 : Something Changed
Chapter 22 : Untrusted
Chapter 23 : Grey Suicide
Attention Please!
Chapter 24 : Heart of Fire
Chapter 25 : Can You See My Heart?
Chapter 26 : Fall Behind
Chapter 27 : Termodinamika
Chapter 28 : Apriori

Chapter 8 : His Brother

2.4K 178 11
Door RiaethShiba

[Revisi]

Jangan lupa tinggalkan jejak!
Vote maupun komentar kalian sangatlah berharga 😊

Oke, selamat membaca!

🌊 🌊 🌊

Oilien Feyna Aksana POV

"Kenapa kau bisa tahu aku ..." Mulutku membisu tiba-tiba. Namun yang lebih aneh adalah ketika ia malah mengatakan ...

"Bagaimana bisa aku tidak mengenalmu?"

Sungguh, aku benar-benar dibuat bingung oleh tokoh penting sejarah Victorian ini. Ya, itu kalau dia memang Sir Edrick seperti yang dikatakan. Namun jujur saja, aku percaya, sulit untuk berbohong padaku dengan menyerupai leluhur seperti itu tanpa alasan pasti. Jelas ia memiliki alasan untuk muncul di hadapanku.

Mungkin aku memang ditunjuk menjadi pahlawan dunia ini.

Oh, aku dan pikiran kecilku.

"Bagaimana bisa begitu?" tanyaku lagi.

"Karena aku sudah menduga ini akan terjadi." Bulu mata lentiknya menyapu berbagai pandangan. Sempat ia melirik ke arah teman sekelompokku tidur, lalu tersenyum samar.

"Apa kau pernah mendengar perkataan, 'jangan melihat sesuatu dari penampilannya'?"

Refleks aku mengangguk. Bukankah kata-kata itu sangatlah populer?

"Itulah yang terjadi padaku."

Eh?

"Aku selalu diasingkan, dinomorduakan, dan selalu dipandang sebagai pribadi yang buruk di buku sejarah duniamu. Benarkan?" tanyanya dengan senyuman sendu.

Tentu saja aku langsung mengangguk tipis. Memang benar itu terjadi. Aku memang pernah mendengar sejarah bahwa Sir Edrick bertengkar dengan Sir Levion hanya untuk merebut kekuasaan milik Sir Levion. Sayang sekali, beliau dikalahkan oleh Sir Levion dengan kekuatannya yaitu Red Eyes. Akhirnya Sir Edrick membuat kekuatan terlarang itu, bloody control untuk menyerang balik Sir Levion.

Kelanjutannya? Sir Levion sekarat. Beliau hampir tidak bisa bertahan apabila adiknya, Lady Gloretha, tidak mencegah kakaknya sendiri untuk membunuh Sir Levion. Akhirnya, Sir Edrick menyerah dan pergi meninggalkan Victorian tanpa ingin kembali merebut kerajaan lagi.

"Bagaimana bila itu bukanlah kejadian sebenarnya? Apa kau akan percaya?" tanyanya dengan seulas senyum yang ditampakkannya padaku.

Aku mengedikkan bahuku tanda aku tidak mengerti. Lelaki itu berdecak, lalu menghembuskan napas malas. "Benar-benar mirip denganku."

Hah? Maksudnya?

"Levion, adikku itu, dia memang licik. Jujur saja, seribu kali lebih baik aku merendam tubuhku di lahar panas, ketimbang menyakiti saudaraku sendiri akibat ingin merebut kekuasaan miliknya." Lelaki itu terkekeh sendu, matanya menerawang ke udara. "Aku tidak pernah berbuat begitu."

Sebentar, aku rasa aku ingin berpikir lebih normal dari biasanya. Namun semua kejadian ini sama sekali tidak terdengar normal!

"Kekuatanmu, Red Eyes. Itu salahku," ucapnya dilanjutkan kekehan itu lagi. Maksudnya apa sih? Kenapa ia terus mengatakan hal yang random begitu?

"Bagaimana bisa begitu?" tanyaku dengan lirih. Ketika lelaki itu mengayunkan tangannya di udara dengan gerakan memutar, aku mendudukkan diriku di atas rerumputan. Kulihat air danau mulai memperlihatkan keajaiban. Terlihat dua sosok pria dan satu orang wanita muncul dari air yang digerakkan lelaki ini dengan kekuatannya. Salah satu dari mereka kukenali. Ya, dia adalah lelaki di dekatku saat ini, lelaki yang mengaku dirinya Sir Edrick.

"Itu aku," ucap Sir Edrick sembari menunjuk ke arah lelaki tampan dengan rambut hitam panjang. Dia tersenyum tulus bagaikan seorang malaikat yang singgah ke dunia ini.

"Itu saudara kembar tak identikku, Yukihiro Levion Lazarius, dan perempuan di sebelah sana ..." Suara Sir Edrick berubah menjadi serak, terdengar menyakitkan seperti menyimpan segala kesedihan. "Gloretha Bernia Lazarius, dia adalah adik perempuanku."

"Levion adalah anak yang paling periang, bijaksana, kekanakan, dan dewasa di saat yang sama. Dia adalah seseorang yang paling kusayangi setelah Gloretha dan ibuku."

Aku mendengarkan ceritanya sambil melihat Sir Edrick yang mulai menggerakan tangannya untuk memperlihatkan adegan lain. Sekarang air itu merubah diri mereka menjadi dua lelaki tadi yang kuyakini adalah Sir Levion dan Sir Edrick, sedang berjalan beriringan.

"Pada suatu hari, kami datang dan menemukan dunia yang lebih luas daripada dunia kami sebelumnya. Kami bertemu banyak bangsa yang biasa disebut dengan bangsa penyihir. Mereka tidak memiliki tuan maupun raja, alias hidup bebas tanpa beban sama sekali. Akhirnya kami mencoba berbaur bersama dan saling mengenal juga mempelajari sihirnya." Sir Edrick tersenyum dengan manisnya. Duh, jangan sampai aku terpesona lagi dengan seorang kakek-kakek!

"Aku memiliki elemen air, Gloretha elemen cahaya, sedangkan Levion, dia ..."

"Dia?"

"Dia tidak memiliki kekuatan apapun."

"Hah?" ucapku refleks. Bukankah Sir Levion memiliki kekuatan yang begitu hebat? Dia bahkan dinobatkan menjadi orang pertama yang paling kuat diikuti Sir Edrick sebagai pendampingnya.

"Namun dia merasakan gejala yang aneh dari matanya. Itu semua sama seperti gejala yang kau rasakan beberapa waktu yang lalu," ucap Sir Edrick sambil menatap lurus manik mataku. Duh, dia memang tahu itu.

Kulihat sekarang wujud dua pria tadi terganti dengan sosok Sir Levion yang berdiri dengan ketakutan. Apalagi sebuah cairan yang kuyakini adalah ... darah, keluar dari mata indahnya.

"Dia mempunyai gejala kekuatan legenda itu, Red Eyes."

Aku mengerjapkan mataku beberapa saat ketika danau itu menunjukan adegan di mana Sir Levion berdiri tepat pada sebuah pohon dan menghanguskan pohon itu melalui tatapan mata saja. Akhirnya dengan satu kedipan netra miliknya, pohon itu menjadi hangus tak bersisa.

Ya Tuhan, ternyata kekuatan itu begitu mengerikan! Aku yang memiliki gejala yang sama, jadi takut untuk melakukan apapun sekarang.

"Semakin lama, dia semakin sulit mengontrol kekuatannya. Hatinya semakin terselimuti oleh kabut dan menutup akses orang lain untuk memasukinya."

Sir Edrick menengadahkan kepalanya menatap bintang-bintang, sedangkan aku hanya terdiam memandanginya tanpa berkedip. Dia memang sangat tampan!

Sudah berapa kali sejak aku memuji kakek-kakek ini ..., tampan? Walaupun aku masih belum yakin kalau dia memang Sir Edrick, sih. Tetapi bukankah itu sama saja gila? Bagaimana aku bisa berpikiran seperti itu?!

Kepalaku menggeleng sembari menautkan kedua tanganku untuk menghindari hal yang tidak diinginkan; membuat tanganku kembali memukuli kepalaku seperti sebelumnya.

"Suatu hari ada seorang raksasa yang muncul di Victorian. Entah bagaimana caranya raksasa Darkwood bisa sampai di wilayah itu. Raksasa itu sulit dikalahkan oleh elemen biasa, apalagi seperti diriku ini. Levion yang mengetahuinya, sigap melawan raksasa itu dengan kekuatan miliknya. Oleh karena itu, semua orang menganggapnya sebagai pelindung dunia mereka."

Aku terdiam menatap adegan demi adegan yang terukir dengan cantik di sana. Ya, adegan di mana seorang raksasa membakar dan menghancurkan rumah penduduk desa. Hingga seorang pria dengan baju kulit hewan datang dan menatap raksasa itu seolah-olah dia adalah musuh yang mudah, padahal sudah menimbulkan kekacauan besar. Detik selanjutnya, raksasa itu mengerang kesakitan dan terambau di sebuah rumah penduduk tanpa ada bekas luka fisik yang menonjol.

"Maka dari itu, setiap ada kejahatan, Levion akan melawannya dan ia akan mendapat pujian. Hal itu terus saja dia lakukan hingga dia diangkat menjadi Raja Victorian yang pertama." Hal itu sedikit mirip dengan sejarah Victorian, walaupun sedikit berbeda sih.

Bedanya? Memang sejak awal Sir Levion seorang penyihir yang hebat hingga membuat seluruh Victorian bangga memilikinya sebagai raja. Apalagi karena sikapnya pada rakyat yang begitu baik, layaknya seorang bangsawan dermawan.

"Setiap hari, pujian selalu didapatkan olehnya. Setiap hari pula ia menjadi pribadi yang sombong dan tidak mau mendengarkan nasihat orang lain. Hingga suatu saat, hal itu terjadi ..."

"Hal itu?"

Sir Edrick tersenyum miris dan terlihat ada setetes air mata miliknya yang terjatuh. "Levion jatuh cinta."

Hei, bukankah itu normal? Kenapa Sir Edrick sampai harus meneteskan air mata?

Lagipula, Sir Levion saat itu memang menikah dengan seorang putri bangsawan dari daerah lain untuk memperluas kekuasaan. Bisa saja karena itu ... beliau jatuh cinta 'kan?

"Dia jatuh cinta terhadap ..." Sir Edrick menjentikkan jari menampilkan seorang wanita cantik yang tidak asing bagiku.

"I-itu ..."

Senyuman Sir Edrick membuat bibirku melongo saking kagetnya. "Dia jatuh cinta pada adik kami sendiri, Gloretha."

What? Sungguh, tidak ada kejadian yang lebih gila jika disandingkan dengan kasus ini. Bagaimana mungkin seorang kakak laki-laki mencintai adiknya sendiri?

Jika hal itu benar, maka Sir Levion ini memang orang gila. Sangat gila hingga membuatku ingin melayangkan pukulan manisku pada wajah tampannya.

"Levion selalu menghalalkan segala cara demi mendapatkan Gloretha. Bahkan ia memaksa Gloretha untuk bersamanya dan mengancamnya. Tentu saja aku sebagai kakak sama sekali tidak terima," ungkap Sir Edrick semakin sendu. Lelaki ini memiliki masa lalu yang berat, aku ikut prihatin terhadapnya.

Uh, aku jelas juga tidak akan terima.

"Hingga puncaknya, Levion menghamili Gloretha dengan paksa. Jelas aku tidak terima, jadi aku--"

"Tunggu sebentar!" teriakku sembari menggelengkan kepala. Ucapannya sungguh membuatku muak. "Kau berbohong, 'kan? Tidak ada di buku sejarah manamun yang menuliskan Sir Levion menghamili adiknya sendiri, Lady Gloretha! Itu gila, benar-benar gila."

Tanpa kuduga, Sir Edrick terkekeh. "Kau masih tidak percaya bahwa aku adalah Sir Edrick? Mungkin saat tiba di Kastil Dawn kau akan percaya."

Aku menaikkan satu alisku. Memang di Kastil Dawn ada apa?

"Ada lukisanku, kenanganku, buku-bukuku, catatanku, dan juga ...," ucapnya menggantung ketika hendak menjawab pertanyaan di benakku.

"Dan?"

"Keturunan dari pengawal setiaku," jawabnya kelewat santai. Aneh, tetapi aku merasa ia benar-benar tulus dalam mengatakannya. Bahkan aku tidak melihat sedikit pun kebohongan di manik matanya.

Apakah aku harus percaya dengan cerita menyedihkan yang ia sampaikan? Atau bahkan sosoknya sekarang?

Masalahnya, jika aku yang menjadi Sir Edrick ... mungkin Sir Levion sudah kubunuh dengan tanganku sendiri. Tidak kaget jika banyak orang menganggap Sir Edrick jahat, kecuali mereka tahu kebenarannya.

Ya, kalau memang Sir Edrick yang ini nyata.

"Oh ya, aku ingin memberitahumu kalau kalung seruling yang kau bawa itu ..." Dahiku berkerut, mengingat suatu benda yang kuletakkan di dalam saku rok milikku. "Itu punyaku."

Spontan, aku mengeluarkan benda itu. Seruling yang di maksud Sir Edrick, entah mengapa terlihat bercahaya. Dengan cahaya biru samar, membuatku mampu melihat apa yang terukir di badannya.

Aozora Edricko Lazarius.

Wow, sungguh di luar prediksi.

"Sir Edrick," panggilku dengan lembut. "Aku mempercayaimu." Walaupun jujur saja ... masih banyak hal janggal yang berkecamuk di kepalaku layaknya semut yang mengerumuni televisi.

Lagi-lagi ia tersenyum. Entah kali berapa ia tersenyum, entah kali berapa aku selalu saja memujinya dalam hati.

Pesonanya seperti reputasi kakek-kakek yang bahkan mampu mengikat gadis di bawah umur saking tampannya ia. Aku bergidik ngeri membayangkan itu semua.

"Apa kau pernah berpikir bagaimana perasaanku saat itu?" tanyanya yang kubalas dengan anggukan. Itu pasti sangat menyakitkan, pasti. Bahkan membayangkannya saja aku tidak sanggup.

"Apa itu alasan Sir Edrick membuat ramuan yang dapat membuat kekuatan Bloody Control?" Dengan dugaanku yang akurat, Sir Edrick mengangguk.

"Aku ingin menyelamatkan Gloretha dari Levion yang membuatnya menerita. Bahkan para penduduk pun tidak bisa berbuat apa-apa dan menuruti segala perintah Levion agar kerajaan mereka aman."

Terlihat di danau tak lagi menunjukkan adegan cerita miliknya. Namun tergantikan dengan berbagai hewan manis yang melompat-lompat bebas dalam wujud air. Salah satu bentuk hewan di sana membuatku tersenyum simpul.

Itu rusa.

"Aku menyerang Levion saat Gloretha hendak ia paksa lagi untuk menuruti nafsu bejatnya. Tak kusangka, kekuatan itu bekerja dengan baik. Jujur saja, menghentikan peredaran darahnya membuatku sedikit takut jika itu mampu membunuhnya, namun jelas aku menahan itu semua agar tidak terjadi apapun padanya. Banyak pasang mata berada di sana, mungkin salah satu dari mereka itu yang menulis sejarah dunia ini."

Aku mengangguk mengerti.

"Gloretha yang tidak kuat apabila melihat Levion kesakitan, langsung saja menghentikanku saat itu." Aku melihat air mata dari pelupuk netra Sir Edrick jatuh ke pipinya.

"Dia menyuruhku pergi karena penyeranganku pada Levion bisa dianggap pengkhianatan. Aku sempat menolaknya. Bahkan aku siap dihukum sebegitu beratnya hanya untuk keselamatan adikku."

Ya Tuhan, aku membayangkan kejadian itu di dalam hati. Membuat bibirku sontak meringis, tak paham lagi.

"Akhirnya karena paksaannya yang semakin menjadi, aku pergi meninggalkan kerajaan ini. Hingga di luar sana aku bertemu dengan sesosok gadis berambut cokelat yang berasal dari keluarga sederhana. Kupikir kau tahu apa maksudku menceritakan ini."

Mataku melebar, diikuti dengan senyumku yang terbit layaknya bunga bermekaran di musim semi. "Sir Edrick jatuh cinta?"

Wah, aku bisa melihat rona merah samar timbul di wajah tampannya! Sungguh, itu lucu sekali.

Lelaki itu membuat gerakan abstrak di udara yang mengakibatkan seorang wanita terbentuk dengan senyuman manis. Tunggu, kenapa ..., kenapa wanita itu mirip seperti ...

Ibuku?

"Namanya Ovrana Abilene Delmont. Dia adalah seorang penyihir dengan kekuatan yang unik bagiku. Mungkin kalau kau pernah mendengar cerita The Lonely Wolf?"

Kepalaku menengadah, mulai menerawang. Dahulu, aku memang pernah diceritakan dongeng itu oleh ibuku. Isinya mengenai seorang gadis yang dikucilkan masyarakat akibat dirinya yang seorang animal change berwujud serigala. Dia tidak bisa mengendalikan kekuatannya itu sehingga orang-orang takut padanya. Pada suatu hari, gadis itu bertemu dengan seorang pria yang membantunya menghadapi dunia kejam. Akhirnya mereka berdua jatuh cinta, lalu melewati kehidupan yang sulit hingga memutuskan untuk saling mengikat. Sayang, pernikahannya hanya dihadiri oleh kedua orang tua gadis itu saja. Tidak ada yang mau menjadi tamu di pernikahannya.

Para penduduk desa bergosip ria mendengar pernikahan gadis itu. Namun pada akhirnya, pasangan kekasih itu menunjukkan diri mereka kepada dunia. Gadis yang sebelumnya seseorang yang kumuh, kotor, dan terkucilkan bisa bertransformasi menjadi seorang gadis cantik dengan kekuatan yang bisa ia kendalikan akibat bantuan dari lelaki itu-seperti menemukan pawangnya. Walaupun begitu, pandangan penduduk masih tetap sama. Bahkan gadis itu dianggap sebagai seorang pembohong dan memanipulasi penampilannya.

Akhirnya lelaki yang berstatus sebagai suaminya itu, membuat keajaiban di desa. Penduduk desa diperlihatkan bagaimana perjuangan gadisnya selama ini dari caci maki mereka semua. Mereka semua menonton adegan itu di atas langit yang tiba-tiba mendung akan turun hujan. Setelah adegan itu berakhir, mereka semua terdiam sembari perlahan menatap gadis itu intens.

Gadis itu mulai ketakutan karena semua tatapan yang dilayangkan padanya dan hampir bertransformasi lagi menjadi serigala. Hal itu ditandai dengan tumbuhnya bulu-bulu halus di sekitar tangan dan kakinya.

"Aku akan selalu disisimu bahkan hingga maut menjemputku. Tak peduli bagaimanapun dirimu, aku akan selalu jatuh cinta padamu." Itu yang dikatakan suaminya saat ia hendak bertransformasi. Alhasil, tubuhnya mulai normal kembali. Tak ada lagi tanda-tanda kekuatan serigalanya muncul tiba-tiba.

Sang gadis serigala langsung memeluk tubuh suaminya erat untuk berterima kasih dengan sangat. Seluruh penduduk desa yang tadinya hanya terdiam dan menonton, mulai bertepuk tangan lalu mengucapkan kata maaf kepada gadis serigala yang pernah mereka maki. Sungguh, indah sekali dan begitu ... manis.

Sstelah aku diceritakan, aku mempunyai keinginan untuk memiliki seorang suami yang mampu membuatku kuat dan begitu berharga. Walaupun banyak hal yang terjadi, dia akan selalu ada dan menerimaku apa adanya.

Wah, impian sekali. Mana ada lelaki seperti itu di zaman sekarang? Apalagi dengan aku dan keluargaku yang seperti ini. Keluarga Stromhold, memang masih ada, namun anggaplah hilang dari muka bumi akibat kejadian beberapa tahun yang lalu.

"Itu cerita yang sangatlah indah. Aku diceritakan oleh ibuku sewaktu aku masih kecil," tuturku dengan pandangan menerawang ke angkasa.

"Itu adalah cerita istriku, Ovrana Abilene Delmont, dan aku."

Tunggu, bukankah itu ...

"Bukankah itu hanya sebuah dongeng?" tanyaku pada akhirnya.

Sir Edrick terkekeh dan menggerakkan tangannya lagi di udara. Air danau memperlihatkan bagaimana perjuangan seorang gadis menulis sebuah kisah hidup dengan pena tinta di tangannya.

"Istriku itu memiliki hobi menulis. Sering sekali ia menulis mengenai kisah hidupnya, imajinasi miliknya, atau bahkan pengalaman aslinya. Buku yang ia buat pun sampai ada di tangan bangsawan Victorian saking indahnya." Senyum Sir Edrick merekah, aku ikut tersenyum sesaat setelahnya.

"Hingga pada suatu hari, aku mendengar berita dari istana." Seketika raut wajah Sir Edrick mulai menyendu. Aku berpikir, mengapa beliau bisa mengubah ekspresinya secepat itu?

"Sesuatu yang membuatku tak bisa menahan diri untuk melukai Levion, terjadi."

Aku bertanya-tanya, apa itu?

"Apa yang kau maksudkan, Sir?" tanyaku sembari memasukkan kembali kalung seruling itu pada kantong milikku.

"Gloretha ... dia ..." Terdengar napasnya dan bibirnya tercekat. Seakan tak mampu melanjutkan, namun ia harus melakukannya.

"Dia meninggal dunia akibat tidak mematuhi perintah Levion untuk membunuh darah dagingnya. Ya, Gloretha menghanyutkan anaknya ke lautan dan berharap ada pelaut yang akan merawatnya. Apalagi fakta bahwa Gloretha hendak dipinang lelaki lain yang mengakui kalau anak yang dikandung Gloretha adalah anaknya. Padahal jelas bukan, Levion tahu itu. Sayangnya ia tidak mampu mengakuinya."

"Mengapa Sir Edrick bisa tahu hal itu sedangkan Sir Edrick sendiri tidak ada di sana?" tanyaku terheran-heran. Bukankah sebelumnya Sir Edrick pergi dari kerajaan?

"Karena selain mempunyai kekuatan air, aku mampu melihat masa lalu dan beberapa kepingan masa depan. Waktu itu, aku sedang tidak bekerja. Makanya aku memilih untuk mengecek keadaan Gloretha dan Levion di istana. Namun ketika melihat apa yang terjadi, sungguh di luar nalar, aku tidak terima."

"Tanpa berpikir lagi, aku kembali ke Kastil Dawn dengan kecepatan yang tidak bisa kuperkirakan sendiri. Sampai di sana, aku langsung melawan Levion hingga kami berdua hampir melenyapkan Hutan Aukwood waktu itu."

Seketika wajahku memucat. Hutan Aukwood sebesar dan seluas ini ... hampir dilenyapkan kedua bersaudara itu sendiri?

"Hingga akhirnya kami berdua sekarat. Ketika tahu waktuku tak lama lagi, aku menggumamkan satu mantra yang membuatku mampu hidup dalam bentuk jiwa. Alhasil ia marah, lalu menunjuk diriku dan mengutuk salah satu anak keturunanku untuk mempunyai kekuatan yang sama sepertinya, Red Eyes," ucapnya panjang lebar sembari tersenyum ke arahku. Tunggu, maksudnya ini 'kan ...

Sir Edrick turun dari batu besar itu, menarikku berdiri, lalu mendekapku dengan erat sekali. Walaupun aku tidak bisa merasakan detak jantungnya, kehangatan tubuhnya masih mampu kurasakan.

Aku hanya mematung, tanpa mampu membalas.

"Maafkan aku memberimu beban tanggung jawab kekuatan sebesar itu. Ini semua kesalahanku," bisiknya penuh dengan perasaan di pendengaranku. Sontak aku menahan napas, ketika ia semakin mendekap tubuhku hingga tubuh jangkungnya mulai terlihat transparan.

Sir Edrick, perlahan tubuhnya mulai menghilang terbawa angin malam.

"Waktuku untuk berwujud manusia sudah habis, aku pergi dahulu." Lelaki ini melepaskan pelukannya, namun ia memilih menggenggam satu tanganku erat dengan senyuman lebar. "Suatu saat aku akan menemuimu kembali. Tenang saja! Walaupun aku tidak terlihat ..., sampai kapan pun, aku akan selalu menjagamu, Rusaku."

Perlahan, tapi pasti, lelaki itu melepaskan genggaman tangannya dan berjalan mundur. Tubuhnya semakin memudar hingga tak lagi terlihat oleh mata telanjang. Walaupun begitu, aku yakin.

Lelaki itu masih berada di sini, bersamaku, mengawasiku.

Sedetik kemudian aku merasakan mataku berair, kepalaku mulai berat, pusing, hingga akhirnya tanpa sadar menjatuhkan diri di hamparan rumput sembari memejamkan mata.

🐺 🐺 🐺

Author POV

"Feyna."

"Feyna."

"Feyna, bangun!"

Manik mata cokelat itu terbuka perlahan. Bulu mata lentiknya sayup-sayup menerawang-masih terasa berat untuk sepenuhnya terbuka. Hingga satu sosok lelaki di hadapannya membuat dirinya terlonjak dan sadar seketika.

"Zeon?" tanya gadis itu dengan tatapan curiga pada lelaki berambut silver di depannya. Sungguh, seingatnya tadi ... ia tidak bersama dengan Zeon, namun bersama ...

Feyna bangkit dari tidurnya dan menatap ke sekitar. Tunggu, dia tadi bersama siapa?

Samar-samar bayangan wajah pria tampan tersenyum mulai datang membayangi pikirannya. Seketika ia mulai sadar akan yang terjadi hingga ia bisa berakhir terkapar di rerumputan ini.

Wow, apakah itu tadi nyata? Sangat tidak masuk di akal.

"Feyna, kau tidak apa-apa?" Zeon melambaikan tangannya pada gadis yang terlihat linglung sekarang. Aneh, Zeon terheran mengapa Feyna bisa tidur di sini sedangkan teman-temannya tidur nyaman di perapian yang hampir padam.

Apakah dia diusir dari kelompoknya? Jelas tidak mungkin!

"Kenapa kau bisa ada di sini?" tanya mereka bersamaan. Feyna langsung mengerjapkan mata, tidak percaya dengan apa yang ia lihat dan dengar.

"Kau lihat kejadian tadi?" Feyna tak peduli dengan pertanyaan Zeon tadi, sekarang yang penting adalah ini. Matanya terus melihat Zeon yang terlihat gusar sendiri, mungkin ia bingung ingin menjawab apa.

"Kejadian apa?" tanya Zeon balik yang membuat kedua alis Feyna langsung naik. Apakah ia tadi bermimpi dan ia di sini karena berjalan dalam tidur?

Kalau itu benar, maka semua yang ia pikirkan adalah khayalan. Namun ... perasaannya mengapa terasa sangat nyata?

Ketika ia mengingat sesuatu sebagai bukti, tangannya bergerak mengambil kalung seruling dengan cahaya biru samar di kantongnya. Matanya melebar, tidak percaya. Lagi-lagi itu.

Aozora Edricko Lazarius.

Nyata, Sir Edrick yang menemuinya tadi memang nyata. Namun ... apakah Feyna harus percaya dengan cerita beliau? Bahkan fakta bahwa Feyna adalah ... keturunannya yang dikutuk?

"Feyna?" Zeon kembali memanggil gadis yang melamun itu. Sontak Feyna mengerjap, memasukkan kalung itu kembali lalu mulai salah tingkah.

"Y-ya?"

Zeon tersenyum sendu, lalu mendudukkan dirinya di atas rerumputan yang sedikit basah. Ekor matanya melihat Feyna ikut duduk di sampingnya. Sungguh, mati-matian Zeon mengulum senyumnya sekarang.

"Bagaimana kau bisa di sini?" tanya Zeon lagi. Ah, Feyna frustrasi karena tidak tahu mau menjawab apa.

"Tadi berjalan-jalan, lalu ketiduran," alibi Feyna dengan hati menangis. Kenapa ia sebodoh ini dalam membuat alasan? "Aku bahkan sempat lupa aku tiduran di sini dan ikut kaget ketika bangun."

Jujur saja, yang terakhir ia tidak berbohong sama sekali.

Zeon terkekeh kecil, pupilnya melebar ketika menatap wajah gadis itu dari samping. "Kau masih juga bodoh."

Gadis itu berdecak tidak terima. "Namanya juga makhluk hidup, tidak luput dari kesalahan."

Refleks Zeon meringis, kata-kata Feyna seperti menampar sebagian besar organ tubuhnya. Pas sekali, hingga bibirnya kelu untuk membalas.

Keheningan di antara mereka mulai mengalun layaknya senar biola. Bukan keheningan canggung maupun ketidaknyamanan, tetapi keheningan di mana mereka mampu bergelut sendiri dengan pikiran mungil mereka.

"Aku minta maaf."

Celetukkan Zeon dalam keheningan yang lama ini sontak membuat mulut Feyna membeo. "Maaf?"

Lelaki itu tersenyum canggung, menengadahkan kepalanya menatap taburan bintang. "Soal kemarin sore. Aku benar-benar menyesal waktu itu."

"Minta maafnya jangan padaku, tetapi ke Nathan saja langsung!" hardik Feyna sebal. "Bahkan dalam keadaan seperti itu, Nathan masih saja bersikeras bekerja membuat perkemahan. Dia tidak berniat menjelaskan apapun, aku menghargainya. Tetapi ia tidak sedikit pun menyalahkanmu."

Lagi-lagi Zeon merasa ditampar. Rasanya ada sebuah belati yang menusuk tepat di jantungnya. Duh, penyesalannya semakin bertambah saja.

"Beberapa saat setelah kau pergi, aku membawa Morgana kembali ke tempat Ezra. Ketika ia sadar, Morgana sempat bertanya-tanya tentang kejadian yang barusan dia alami. Saat itulah aku sadar kalau Morgana dikendalikan dan ..." Zeon menggantungkan kalimatnya sebentar. "Aku telah melukaimu dan ... Nathan."

Seperti yang Feyna duga sebelumnya, telah menjadi kenyataan yang ada.

Setelah Zeon berkata demikian, Feyna baru sadar kalau kejadian kemarin sore-mengingat sepertinya ini hampir menjelang pagi, lelaki ini sempat mendorongnya hingga terjengkang. Bahkan bekas luka lecet gadis itu masih tercetak jelas di bagian punggung tangan. Jujur saja, Feyna benar-benar lupa!

Namun gadis itu tetap memilih bisu.

"Aku memang bodoh," maki Zeon pada dirinya sendiri, lalu tertawa miris. "Kemarin aku berkata bahwa teman sekelompokmu, Aaric itu, tidak pantas ada di sisimu. Dia mencurigakan, bahkan aku tidak yakin ia benar-benar melindungimu. Ya, itu pikiranku sebelum kejadian kemarin ... terjadi."

Manik mata mereka bersitubruk, Zeon mulai menampakkan senyum tulus sekaligus miris miliknya. "Aku bisa melihat kemarahan yang berkobar dalam dirinya ketika aku tak sengaja mendorongmu. Pukulannya sangat menyakitkan, sungguh! Namun lebih sakit ketika ..."

Bibir Zeon terasa kelu untuk berbicara lebih jauh. Namun ia tetap akan mengatakannya. "Melihat tatapan matamu terakhir kali sebelum pergi meninggalkanku."

Tidak hanya kau, Ze, batin Feyna penuh sesak. Aku juga merasakannya.

"Bagaimana ... bagaimana aku bisa melakukan hal bodoh seperti itu? Bagaimana aku bisa mendorongmu sekeras itu? Bagaimana aku tidak berpikir terlebih dahulu? Bagaimana--"

Kedua tangan Feyna seketika jatuh pada bahu Zeon dan meremasnya kuat. Lelaki itu langsung mematung, apalagi saat Feyna tanpa sengaja memutar tubuh Zeon agar menghadap padanya. Gadis itu muak ketika mendengar celotehan tidak berguna Zeon seperti ini.

"Iya, kau itu bodoh. Memang!" bentak Feyna membuat tenggorokan Zeon mengering seketika. "Tetapi jangan bersikap lebih bodoh lagi, Zeon!"

Gadis itu menghembuskan napasnya kasar dan perlahan melepaskan cengkraman kedua tangannya di bahu Zeon. "Kau itu siapa yang ingin sempurna? Jujur saja, kalau kau bertanya apakah aku kesal, kecewa, marah, jelas! Iya! Aku kesal padamu, kecewa padamu, bahkan marah padamu. Tetapi bukan berarti aku akan melupakan kebaikanmu! Lagipula ini semua hanyalah kesalahpahaman. Aku yakin Nathan, Lunara, dan Aaric akan memaafkan perbuatanmu!"

"Tapi--"

"Tapi apa?!" bentak Feyna sekali lagi. Ya Tuhan, Zeon hanya bisa menganga melihat Feyna marah seperti ini. Sungguh, kejadian ini di luar ekspetasinya. "Penyesalan itu memang selalu berada di akhir, Ze. Tidak peduli seberapa keras kau berusaha menghilangkan perasaan itu, kau tidak akan pernah bisa!"

Feyna menghela napas, memejamkan mata sejenak. "Kecuali jika kau meminta maaf dan berjanji untuk tidak melakukan itu lagi. Aku tidak akan berkata bahwa, "Tidak apa-apa, Ze. Kau tidak salah," jelas aku tidak akan berkata seperti itu karena kau memang melakukan kesalahan!"

Jujur saja, sekarang Zeon seperti sedang dihabisi oleh Feyna membuatnya kehilangan kata-kata. Yang ia lakukan hanya mengerjap dan terus mengerjap selagi otaknya memproses apapun yang diucapkan Feyna saat ini.

"Jadi, daripada kau berkelut dengan perasaan bersalahmu, cobalah untuk meminta maaf. Sebentar lagi pagi tiba, pertemukan kedua belah pihak di sini. Sekalian kita makan bersama-sama saja, aku mulai lapar," ungkap Feyna yang diakhiri satu cengiran lebar. Lagi-lagi Zeon hanya bisa cengo, tidak percaya dengan apa yang ia lihat.

Jelas-jelas tadi Feyna sedang memarahinya, namun sedetik kemudian gadis itu menyengir lebar tanpa beban apapun. Memang Feyna adalah gadis terunik di mata Zeon saat ini.

Dari sekian banyaknya kata berkecamuk di pikiran Zeon, ia malah mengatakan satu kata ini :

"Wow."

Feyna jelas bingung, kenapa Zeon malah berkata begitu? Tetapi atensinya segera teralihkan ketika tiba-tiba Zeon kembali menjadi dirinya sendiri-tersenyum lebar dengan wajah sombong menyebalkan.

Sok tampan!

"Jadi, kau memaafkanku?" tanya Zeon dengan jari kelingking terangkat di udara. Entah apa yang membuat Zeon melakukan itu, namun cukup membuat senyuman tulus terbit di bibir Feyna saat ini.

"Ya, silver bodoh!" jawabnya cepat sembari menautkan kelingking mereka.

Yang mereka tidak tahu; seorang lelaki yang sedari tadi duduk nyaman di atas batu mulai menopang dagunya dan tersenyum manis. Bibirnya mengeluarkan kekehan kecil menatap sejoli yang sibuk sendiri itu.

Yah, drama yang cukup manis untuk menghiburnya hari ini.

🐋 🐋 🐋

"Yang lo lakuin itu gak keterlaluan?!"

Lelaki itu tidak menjawab. Ia hanya melirik seseorang yang kini tengah berteriak marah padanya. Benar-benar mengganggu dirinya saja.

"Target kita jelas bukan gadis elang itu, El!"

"Aku tahu," jawab lelaki itu kelewat santai. Seseorang di hadapannya menganga tidak menyangka.

"Kalau kita melukai orang lain, kita bakalan--"

"JUST SHUT UP!" teriak lelaki yang dipanggil 'El' itu dengan menggebu. Kenapa partner-nya harus secerewet ini? Apalagi dia tadi sudah membantunya 'makan' dengan nyaman.

"Marcello, jangan melakukan hal itu lagi." Sebuah suara berat yang keluar tiba-tiba membuat perdebatan panas ini terhenti.

Terdengar umpatan dari seorang lelaki yang tadi berteriak-teriak pada Marcello. Jelas ia masih marah karena Marcello selalu saja bergerak sendiri tanpa persetujuannya.

"Kau tahu kalau target kita adalah putra dari Raja Rutherford kelima," lanjut pria dengan suara berat itu sembari menyalakan putung rokok kesukaannya. Memang, jika pria itu sedang tidak ingin dibantah ... ia akan mengalakan putung rokok untuk meredakan kekesalan dalam hatinua.

"Aku sudah memperingatkanmu Marcel, jangan sampai rencana kita gagal karena kecerobohanmu."

"Ya, aku tahu," jawab Marcello dengan suara lirih. Ia tahu, ia salah. Tetapi yang tadi bukan sepenuhnya kesalahan miliknya bukan? Gadis itu juga.

Lelaki itu mengacak rambut Marcel gemas. Namun tangannya segera ditepis oleh pemiliknya. "Kau selalu saja seperti ini."

Marcello tidak menjawab. Dia malah berjalan pergi meninggalkan dua nyawa yang sedang menatapnya dengan pandangan malas seakan-akan lelah dengan sikapnya.

"Lalu sekarang apa yang akan kita lalukan, Tuan?" Lelaki yang disebut-sebut sebagai partner Marcello mulai membuka suara. Pria yang tadi mengacak-acak rambut Marcel langsung menoleh ke arahnya.

"Tentu saja melanjutkan rencana."

Pria itu tersenyum miring. "Di acara penyambutan murid baru. Pesta dansa di Kastil Dawn."

Lelaki itu mengangguk lalu pamit dengan hormat untuk menyusul Marcello yang menurutnya amat sangat menyusahkan.

"Dasar capung karnivora, partner gue yang jeleknya sejagat raya, tunggu gue kurang ajar!" teriak lelaki itu dengan suara melengking membelah angkasa.

Di lain sisi, pria yang tadi sedang mengamati mereka langsung tersenyum tipis. Ia mulai mematikan rokoknya dan membenarkan jas miliknya.

"I will do everything for you, My Lord," ucanya sebelum menghilang ditelan angin malam.

Bersambung ...

Ga verder met lezen

Dit interesseert je vast

122K 13.7K 15
(𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 3) 𝘊𝘰𝘷𝘦𝘳 𝘣𝘺 𝘸𝘪𝘥𝘺𝘢𝘸𝘢𝘵𝘪0506 ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴀʜᴜʟᴜ ᴀᴋᴜɴ ᴘᴏᴛᴀ ɪɴɪ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴᴅᴜᴋᴜɴɢ ᴊᴀʟᴀɴɴʏᴀ ᴄᴇʀɪᴛᴀ♥︎ ____...
359K 20.8K 25
KAILA SAFIRA gadis cerdas berusia 21 tahun yang tewas usai tertabrak mobil saat akan membeli martabak selepas menghadiri rapat perusahaan milik mendi...
3.6M 357K 95
Bercerita tentang Labelina si bocah kematian dan keluarga barunya. ************************************************* Labelina. Atau, sebut dia Lala...
614K 37.4K 63
(WAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!) Ini tentang Amareia Yvette yang kembali ke masa lalu hanya untuk diberi tahu tentang kejanggalan terkait perceraianny...