Chapter 22 : Untrusted

1K 100 4
                                    

Kau tahu? Sejujurnya aku suka cara bicaramu yang lembut.
Namun faktanya, aku terluka—saat mengetahui bahwa itu semua hanyalah sebuah kebohongan.

- Unknown -


🎆🎆🎆

Oilien Feyna Aksana

Kubilang, jangan pernah bertanya. Sekalipun itu mendesak dan penting, jangan pernah bertanya mengenai dia. Ya, dia. Siapa lagi? Siapa lagi yang bisa membuat kepalaku pusing dengan semua kepribadiannya yang menjengkelkan? Dia berkata kalau dia akan datang menjemputku, maka aku akan menunggu. Dia berkata hanya sebentar, yah memang. Tetapi mungkin arti kata "sebentar" yang ia maksudkan, berbeda dengan apa yang kupikirkan.

Sudah hampir 3 jam aku menunggu, ditemani badai salju yang meraup banyak toko-toko jalanan. Terlihat jendela kaca berembun, membuatku ingin menggambar sesuatu di sana.

Butiran salju.

Aku bukanlah orang yang mudah percaya orang lain. Namun, aku juga bukan orang yang akan mengkhianati janji. Apalagi oleh seseorang yang membuatku berpikir tak ada harapan untuk kembali tanpanya.

Coba bayangkan, bagaimana mungkin? Bagaimana mungkin aku kembali ke akademi sedangkan ragaku berada jauh hampir ribuan kilometer dari sana?

Kalian tahu? Aku tidak membawa apapun. Aku tidak membawa uang sepeserpun untuk kujadikan jaminan jika aku menaiki kendaraan untuk bertransportasi. Atau bahkan aku tidak memiliki apapun untuk kukorbankan jika aku ingin kembali ke sana.

Yah, untung saja. Untung saja pemilik toko ini benar-benar baik. Seorang wanita yang umurnya sudah lebih dari setengah abad mempersilahkanku untuk berlama-lama. Ya, walaupun mau tak mau aku harus mengembalikan kalung bercahaya itu ke tempat asalnya.

Di tempat ini, hanya tinggal aku dan si nenek. Para pembeli yang lain telah pergi memilih untuk menghindari badai di tempat lain yang mungkin lebih indah. Aku bisa apa? Yang kubisa hanya menunggu. Aku tak tahu tempatku untuk pulang.

"Nek," panggilku pelan kepada sang penjual yang terlihat lelah dan berpeluh di cuaca yang amat dingin ini. "Biasanya badai salju di sini berapa lama?"

"Kau bertanya padaku?" Nenek itu berbicara, alisnya terangkat, terlihat terkejut.

"Iya, Nek," ucapku dengan raut serius. "Memangnya kenapa, Nek?"

"Tidak apa-apa." Nenek itu tersenyum, menyuruhku mendekat. "Aku tidak ingin berbohong kepadamu. Badai ini kadang memakan lebih dari 5 jam untuk berhenti."

"Ah, begitu ...," ucapku dengan hembusan kecil yang berasap.

"Kau bukan penduduk asli Victorian 'kan?" Sang nenek bertanya padaku, sembari menatap lurus manik mataku—membuatku sedikit ngeri.

Tak ingin berbohong, aku menggeleng. Beliau mengerti, lalu duduk di kursi goyangnya yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri.

"Aku mengenal seseorang sepertimu. Lama sekali, puluhan tahun yang lalu. Dia baik padaku, pada semua orang. Tetapi dia dikhianati dan membuat orang-orang tak lagi percaya padanya," ujar nenek penjual tiba-tiba membuatku mengerutkan alis.

"Mengenal seseorang sepertiku?"

Nenek tersenyum, dia menyuruhku mendekat, lalu membuatku duduk di sebuah kursi kecil dari kayu yang tak jauh dari sana.

El Academy [Proses Revisi]Where stories live. Discover now