Be My Wife (Complete)

By arohaBEBE

908K 26.6K 2.3K

18++++ Yohana Mulyono harus mau menerima perjodohan yang diajukan oleh neneknya, orang yang telah merawat dan... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
30
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
59-60
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
88
89 (Tamat)
90 (extra 1)
91 (extra 2)
Cuap2
92 (extra 3)

87

7.6K 257 34
By arohaBEBE

Memaafkan bukanlah hal yang sulit jika kita tahu apa yang akan kita dapat setelah melakukannya dengan ketulusan.

& & & & & & & & & & & & & & &

Terima kasih teman2 yang masih setia sama Nuel & Hana.

Selamat membaca.

Jangan lupa tekan bintang.

Jangan lupa komen.

Maaf jika ada typo2 dimana2. Maaf jika alurnya agak berantakan.

Terima kasih semua... ^_^

& & & & & & & & & & & & & & &

87. Be My Wife

Terang.

Hana masih setia mengusap kepala bayi laki-laki yang ada dalam gendongannya dengan gerakan pelan, lembut dan penuh rasa sayang. Hana baru saja menyusui bayinya, bayinya sudah dibuat bersendawa. Hana memperhatikan bayinya, malam ini Hana tidak membedong bayinya. Hana tersenyum melihat bayinya mengeliat pelan merasa nyaman dengan belaian sang ibu. Gemas, Hana memberikan ciuman bertubi-tubi dipipi sang bayi yang sama sekali tidak terusik oleh ulah sang ibu mungkin karena bayinya sudah kenyang.

"Kamu mirip siapa sih sayang?" tanya Hana kini mengusap pipi bayi-nya dengan senyum yang terus terukir diwajahnya. Hana melirik pada seseorang yang saat ini menemani dirinya. Bukan. Bukan hanya saat ini, tapi menemani sejak awal ia di rumah sakit untuk melakukan persalinan.

Terlihat orang itu tengah duduk di sebuah kursi dekat ranjangnya. Orang tersebut terlihat lelah, matanya terpejam, kepalanya hampir terkulai karena rasa kantuk. Orang yang tadi sangat mencemaskan keadaanya juga bayinya.

Flashback On

Deby menggerak-gerakkan bibirnya, ia sedang menimang-nimang bayi yang ada di dalam box. Menggoda bayi yang terlihat masih membuka matanya tersebut. Bayi itu menggeliat pelan disertai menguap lebar membuat Deby kini ikut membuka mulutnya mengikuti gerakan sang bayi yang sedang menguap. Sudut-sudut bibir Deby terangkat, jari telunjuknya menyentuh pelan pipi gembil si bayi karena ia merasa gemas.

"Avilash Lucas Sanjaya." Deby membaca nama yang tertera pada kertas yang tertempel di box bayi. "Nama panggilannya siapa, Yoh?" Deby menoleh pada teman karibnya dan mendapati teman karibnya tersentak pelan atas pertanyaannya. Hal itu membuat Deby mengetahui siapa yang memberi nama pada bayi mungil berjenis kelamin laki-laki tersebut. "Enggak kamu tanyain ke Pak Nuel, siapa nama panggilan anak kalian?"

Mengabaikan teman karibnya yang terlihat berfikir Deby kembali menimang bayi yang mempunyai nama Avilash Lucas Sanjaya. "Hidung kamu mancung, sayang. Mirip Papah kamu deh... Untung enggak mirip Mamah kamu ya, sayang." tanpa sadar Hana mengerucutkan bibirnya tidak terima mendengar pernyataan teman karibnya. Pernyataan itu bukan hanya terlontar dari Deby saja melainkan dari Bibi dan sepupunya yang tadi sempat menengok keadaannya. Hana cukup terkejut dengan keberadaan sang Bibi. Ternyata Bibinya memang dipanggil sepupunya untuk mengurus dirinya jika telah melahirkan.

"Tapi...bibir kamu...mirip deh sama punya Mamah kamu." Kini Hana merasa bangga bahwa ada bagian dari dirinya yang terdapat pada bayinya.

"Arti nama bayi kamu apa, Yoh?" kembali Deby menoleh saat bertanya dan kembali didapati temannya terlihat berfikir. Deby menghela nafas kini Deby mendekat pada teman karibnya –ibu dari si bayi- yang sedang duduk diatas ranjang.

"Kamu masih diemin Pak Nuel ya?" tanya Deby secara langsung dengan tatapan menuduh.

Hana menatap teman karibnya sekilas kemudian berpaling.

Kembali Deby menghela nafas. Deby heran kenapa teman karibnya bisa menjadi keras kepala. "Emang mau sampai kapan kamu diemin suami kamu?" tanya Deby dengan sabar. "Kamu juga perlu dengerin penjelasan dia, Yoh." Deby meraih tangan Hana, namun tidak membuat teman karibnya itu menoleh padanya. "Apa yang kamu khawatirkan, hm?"

Hana mengerjap-ngerjapkan matanya yang sudah menumpuk banyak air. Hana berusaha untuk menahan agar air itu tidak meluncur dan membasahi pipinya.

"Kemana teman aku yang dulu bilang? Tiap orang berhak mendapatkan kesempatan. Memaafkan dan tidak menyimpan dendam hal yang akan membuat hati kita damai." Deby tersenyum miring. "Ternyata bisanya Cuma teori, praktek nol." Cibir Deby.

Hana menyentak genggaman tangan Deby namun tidak sampai terlepas. Hana menatap Deby tidak terima. "Kamu enggak tahu, Deb. Gimana rasanya dimanfaatkan?" ucap Hana dengan tenggorokan yang tercekat.

Deby menatap lembut teman karibnya. "Katakanlah, aku enggak tahu gimana rasanya, Yoh. Tapi...aku enggak buta untuk melihat cinta yang begitu besar yang dimiliki Pak Nuel buat kamu."

Hana terisak mendengar perkataan Deby, air mata yang sudah ia tahan kini jatuh membasahi pipinya. Hana juga bukan orang buta yang tidak bisa melihat cinta yang dimiliki suaminya untuknya. Hana juga tidak mati rasa untuk bisa merasakan perasaan tulus dari suaminya. Namun...entah mengapa hati Hana tetap meragu.

"Yoh...ada yang ingin ketemu sama kamu." Kening Hana berkerut, tatapannya menyiratkan kebingungan mendengar perkataan Deby. "Aku hanya ingin kamu tidak menjadi keras kepala barang sejenak saja. Aku harap kamu bisa mendengarkan dengan baik." Deby tersenyum sembari menggenggam lebih erat memberi Hana keyakinan bahwa orang yang akan menemuinya tidak akan menyakitinya.

Hana melihat Deby beranjak meninggalkannya. Hana terlihat mengawasi pintu ada perasaan cemas barang secuil dan bertanya dalam hati siapa orang yang Deby maksud.

Suara langkah kaki membuat Hana lebih memfokuskan diri. Pupil mata Hana membesar secara perlahan mengetahui siapa yang sedang berjalan kearahnya.

"Yohana." Sapa orang yang dimaksud Deby. Orang tersebut tersenyum canggung pada Hana. Dapat dilihat keharuan pada raut wajah orang tersebut.

"Nenek." Lirih Hana.

"Aku harap kamu tidak mengusirku." Ucap orang tersebut, Mira, nenek mertuanya. Mira berjalan pelan mendekati box bayi yang berada disebelah ranjang cucu menantunya. Dilihatnya bayi mungil yang kini sudah memejamkan matanya. Mira melihat nama yang tertera. "Nama yang bagus." Ucapnya sembari tersenyum. Mira tahu cucunya tidak akan sembarangan memberi nama pada cicitnya.

Hana memperhatikan Mira yang masih setia menatap bayinya. Hana juga dengan jelas melihat senyum Mira untuk bayinya.

"Boleh aku duduk?" tanya Mira setelah ia selesai melihat cicit-nya. Mira melihat cucu menantunya mengangguk pelan, mengiyakan. Mira duduk di kursi sebelah ranjang Hana.

Hana dan Mira saling berpandangan tanpa kata yang terucap. Mira merasa bersyukur bahwa dihadapannya ia masih melihat cucu menantunya memberikan senyuman walaupun tipis.

Mira menunduk sejenak kemudian menatap mata Hana. "Nenek minta maaf...Nenek minta maaf, Yoh." Ucap Mira tak kuasa menahan tangis, terdengar suaranya yang menyangkut ditenggorokan. "Nenek harap...kamu mendengar penjelasan dari nenek." Hana menyeka air mata yang kembali menetes dipipinya.

Tidak ada bantahan yang keluar dari mulut Hana. Mira menganggap itu adalah ijin yang diberikan oleh cucu menantunya. Inilah kesempatan Mira untuk menjelaskan semua karena Mira tahu waktunya tidak banyak. Mira tidak ingin Nuel mendapati bahwa dirinya menemui istrinya.

Mira berusaha menjelaskan kenapa semua bisa terjadi. "Kamu tahu bukan, kenapa aku dan nenekmu melakukan perjodohan?" Hana tahu dan masih ingat dengan cerita dari neneknya tentang perjanjian antara dua sahabat yang akan menikahnya putra-putri mereka. Hana juga masih ingat bagaimana nasib yang menimpa keluarga dari sahabat neneknya.

"Seharusnya...bukan Nuel yang menikah dengan kamu melainkan...Gideon." Mata Hana membulat sempurna. Jujur diakui oleh Hana bahwa ia tidak tahu tetang hal yang baru saja disampaikan oleh Mira.

"Aku berencana akan menjodohkan kamu dengan Gideon. Cucu pertamaku. Namun sebelum hal itu terjadi. Aku mengetahui bahwa Gideon menemui keluarga kandungannya. Bukan, bukan aku tidak memperbolehkan Gideon menemui keluarga kandungannya. Melainkan...keluarga kandung dari Gideon mempunyai rencana yang...bisa dibilang jahat. Tepatnya adalah ibu kandung dari Gideon yang begitu membenciku. Benci karena kesalah pahaman yang terjadi berpuluh tahun lalu. Maka aku beralih menjodohkan Nuel denganmu."

"Nuel, awalnya tidak mau menerima perjodohan tersebut karena...ada wanita lain yang ia cintai." Mira mengucapkan dengan hati-hati kalau-kalau perkataannya semakin menambah kebencian Hana pada suaminya. "Namun ketika aku memberitahukan alasannya kenapa aku memilihnya untuk menjodohkan dirinya denganmu. Nuel berfikir dan akhirnya...Nuel memutuskan menerima perjodohan tersebut. Aku tahu bahwa saat Nuel menerima perjodohan tersebut, Nuel ingin memberitahu pada Gideon bahwa ia lebih layak dari Gideon. Dan juga Nuel ingin membalas sakit hati karena...wanita yang ia cintai lebih mencintai Gideon." Mira tersenyum lemah mengingat kelakuan dari cucu-cucunya yang terlibat cinta.

"Mengenai surat yang kamu temukan di ruang kerja suamimu. Hal tersebut memang sudah menjadi konsekuensi dari pernikahan yang kalian jalankan. Apabila Gideon yang akhirnya menikah denganmu. Gideon pun akan menerima semua itu."

"Aku butuh seorang penerus, Yohana. Aku membutuhkan seorang penerus untuk membuat Gary's Group tetap berdiri. Maka aku membuat surat tersebut."

"Namun...ada hal yang aku tekankan pada Nuel. Bahwa ia harus segera mempunyai anak jika ingin menguatkan statusnya. Jika hal itu terjadi maka ibu dari Gideon tidak bisa berbuat banyak untuk mempengaruhi Gideon."

"Lagi pula, keinginan untuk melihat kalian mempunyai anak bukan semata-mata untuk memperjelas siapa yang menjadi ahli waris melainkan...aku sendiri ingin segera mempunyai seorang cicit sama seperti harapan mendiang nenekmu." Kembali air mata Hana membasahi pipi. Hana teringat mendiang neneknya dulu selalu ingin diberi seorang cicit. Hana tersenyum mengingat tiap peristiwa yang pernah ia lalui bersama dengan neneknya.

"Rini. Nenekmu, dia bukan tidak mengetahui tentang apa yang ada dalam surat yang kamu temukan." Hana kembali dibuat terkejut mendengar hal-hal yang selama ini tidak ia ketahui. "Rini mengetahui apa yang sedang aku alami. Dan...sebagai seorang sahabat yang baik. Rini tidak pernah sedikit pun menganggap aku akan memanfaatkan keadaan. Memanfaatkan cucunya." Mira menghapus air matanya.

"Rini percaya bahwa aku tidak akan menyakitimu. Namun...tanpa sadar ternyata aku telah menyakitimu, Yohana. Aku tidak bisa menjaga kepercayaan Rini." Mira dan Hana mulai terisak.

"Tolong jangan benci Nuel. Jika kamu ingin membenci. Bencilah wanita tua yang tidak tahu diri ini. Bencilah aku saja, Yoh." Mira berucap dengan sesenggukan telapak tangannya menepuk-nepuk dada cukup keras.

Hana meraih tangan Mira yang digunakan untuk menepuk dada, membuat gerakan Mira terhenti. "Jangan salahkan Nuel, Yoh... Salahkan aku saja. Salahkan wanita tua yang begitu egois ini. Kalau kamu marah. Marah saja padaku, Yoh."

"Nek...Nek..." Hana yang menangis mencoba memanggil Mira yang masih mengucapkan kata maaf serta terus menyalahkan diri.

Mata Hana dan Mira yang basah saling tatap. Hana tersenyum pada Mira. "Nek..." tangan Hana dan Mira bertaut. "Jika aku membenci Nenek sama saja aku membenci Nenekku sendiri. Jika aku menyalahkan Nenek sama saja aku menyalahkan Nenekku sendiri. Dan...aku, tidak bisa marah pada Nenekku sendiri begitu pula padamu Nek." Ucap Hana dengan susah payah karena menangis.

"Maafkan aku, Yoh..." ucap Mira mengiba.

Hana menggeleng pelan. "Aku yang seharusnya meminta maaf, Nek." Mira akan berucap tapi dengan cepat Hana melanjutkan ucapannya. "Aku selalu memikirkan semua sendiri."

"Tidak...Yoh. Tidak...Kamu tidak pantas meminta maaf. Aku yang membuat semua kesalah pahaman ini. Membuat kamu berfikir yang tidak-tidak."

"Nek..." Hana mengeratkan genggamannya meminta perhatian.

"Aku minta maaf, Yoh. Aku mohon kamu jangan berpisah dengan Nuel. Ia hampir gila saat mencarimu. Nuel sampai tidak memperhatikan dirinya." Pernyataan yang diucapkan Mira adalah hal yang Yohana dapat dengan jelas melihatnya, perubahan dari suaminya.

"Aku mohon kamu jangan berpisah dari Nuel. Aku sudah mendapatkan hukuman dengan Nuel marah dan benci padaku juga...ia meninggalkan aku. Nuel rela meninggalkan semua kemewahan untuk bisa bersamamu, Yoh."

Harus berapa kali lagi Hana dibuat terkejut? Nuel, suaminya meninggalkan Neneknya. Nenek yang selama ini sudah merawat dan membesarkannya dengan kasih sayang yang melimpah layaknya keluarganya sendiri. Nuel juga meninggalkan apa yang ia miliki hanya untuk bisa bersama dengan dirinya.

Hana memeluk Mira, wanita tua yang masih menyalahkan diri. Padahal jika dilihat lagi tidak sepenuhnya kesalahan ada pada Mira. Ini adalah suatu kesalah pahaman. Kesalah pahaman karena tidak adanya saling keterbukaan. Tidak adanya penjelasan.

Dan saat semua didengarkan Hana dengan seksama. Terang. Semua menjadi terang karena Hana mau membuka telinganya untuk mendengar.

Hana bukan pribadi yang mudah menyimpan dendam. Ia pernah kecewa. Tapi...jika diingat rasa kecewa yang dialami oleh Hana tak sebanding dengan peristiwa yang mempertemukannya dengan seorang laki-laki yang kini sangat mencintainya. Laki-laki yang juga telah mencuri hatinya.

Hana mengusap punggung Mira perlahan. Rasa kecewa yang ada di dirinya kini menguap.

Nenek tidak pernah ngajarin kamu buat dendam, Yoh. Nenek kasih tahu sama kamu ya... Setiap perbuatan pasti mempunyai alasannya. Dan kita harus berusaha mendengarkan dengan baik alasan tersebut dan mencoba mengerti.

Ucapan Rini, mendiang nenek Hana terngiang ditelinga Hana. Oleh karena didikan dari Rini, Hana menjadi pribadi yang baik. Dan sekarang...Hana akan membuktikan bahwa didikan Neneknya tidak sia-sia.

Flashback Off

Pelan Hana mencoba turun dari ranjang, ia ingin meletakkan bayinya ke dalam box, karena bayinya sudah kembali tidur. Suara ranjang membuat pria yang duduk tertidur itu terbangun.

"Mah. Kamu mau ngapain?" Hana melihat pria tersebut –suaminya- sedikit limbung karena tiba-tiba bangun.

Hana tersenyum pada bayi dalam gendongannya yang dengan nyamannya terlelap. "Mau taruh baby kita ke box." Hana meletakkan bayinya dengan gerakan pelan dan hati-hati.

Nuel berdiri dibelakang istrinya yang sedang meletakkan bayi mereka di box. Meski mengantuk Nuel tetap tersenyum melihat istri dan anaknya. Nuel juga merasa bahagia karena istrinya menjawab sambil menyunggingkan senyuman walaupun senyum itu diarahkan pada anak mereka. Nuel memutar kembali jawaban yang baru saja diucapkan oleh istrinya.

"Aku mau pipis." Hana berjalan melewati suaminya.

Langkah Hana terhenti karena lengannya dicekal oleh suaminya. Hana mengamati suaminya yang tengah mematung dengan mata terbuka lebar menatap lurus ke depan. Hana mengernyit aneh melihatnya.

"Coba ulangi lagi." Lirih Nuel pandangannya masih lurus ke depan.

"Aku mau pipis." Hana mengulangi kata-katanya.

Nuel kini menatap istrinya –tatapannya tajam- menggeleng pelan. "Bukan yang itu."

Dahi Hana berkerut, ia sudah mengulangi kata-katanya. Tapi suaminya menyatakan bukan kalimat itu yang ingin didengar ulang. Mata Nuel dan Hana terkunci satu sama lain sampai akhirnya pipi Hana merona mengetahui kata-kata sederhana yang sangat berarti bagi mereka.

Bersambung.

(12 Juli 2018)

# 583 – Romance

& & & & & & & & & & & & & & &

Hanya ucapan terima kasih yang bisa aku berikan untuk teman2 yang masih setia membaca BMW.

Biarlah teman2 yang rela menunggu Nuel & Hana update, selalu diberkati. Diberikan kelancaran dalam tiap usaha / pekerjaan yang sedang dikerjakan.

Semoga BMW jadi bacaan yang menghibur.

Terima kasih teman2 semua ^_^

Continue Reading

You'll Also Like

484K 19.7K 35
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...
1.6M 23K 41
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
16.5M 689K 40
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
2.5M 118K 54
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞