My Idol is My Boyfriend

By jullyaws

238K 10.3K 833

Sebuah kisah cinta yang klise dan terkesan biasa, seorang fans yang di pertemukan dengan idolanya. Berteman d... More

TAXI
Feelings
Date?
Fallin Love?
Misunderstanding
Best Day Ever
Just Friend
Hmm
Accident
Something Odd
Uncovered
You
Move
Holiday
Bungalow
She's back
Troublemaker
Insane
Packing
See You
Long Distance Relationship
WTF
Surprise
Sorry
London
Tour
First Anniversary
Yes, London
PARIS
PARIS (2)
PARIS (3)
Will You Marry Me?
Wedding Dress
Aw
With You
Ending
After Story
BONUS

Hurt

4.2K 241 25
By jullyaws

Niall

"Niall." Harry membuka pintu dan langsung masuk bersama Zayn Liam Louis dan mereka langsung menghampiriku.

"Lo kenapa ngelakuin ini sih sama Ayesa? Kasian tau, dia pingsan." ucap Harry dengan raut wajah kecewa.

"Dia pingsan?" tanyaku kaget.

"Kenapa lo mutusin dia? Bukanya lo bilang sendiri sama gue kalau dia yang terbaik buat lo?" tanya Zayn.

"Tel me, kid." Pinta Liam.

"Lo kenapa sih?" tanya Louis.

"Lo semua nggak tau apa gue rasain, gue bingung dengan keadaan ini!" kataku yang aku rasa kepalaku akan pecah karena terlalu banyak memikirkan masalah.

"Iya makanya lo cerita sama kita. Gue tau tadi lo nembak Lucy nggak pake hati lo, gue tau tadi lo mutusin Ayes nggak dari hati lo gue tau! Lo di paksa kan?" tanya Harry.

"Lo jadian sama Lucy?" tanya Louis kaget.

"Kan tadi udah gue bilang gue bingung. Gue di paksa iya, gue di hantui rasa bersalah, gue di hantui rasa kasian, dan gue juga di ancam gue di hantui sama semuanya AAARRGGGHHHHHHHH!" aku mengerang frustasi sambil mengacak-ngacak rambutku.

"Calm boy, tenangin diri lo!" Zayn megusap-ngusap punggungku berusaha menenangkanku.

"Lo semua nggak tau kan gue di ancam sama Lisa? Gue di ancam di laporin ke polisi dan Lisa juga ngancem gue bakalan bikin hidup Ayesa menderita kalau gue nggak mau bertanggung jawab atas kesalahan gue ini." kataku menarik nafas dan mulai berbicara lagi.

"Lisa bilang gara-gara gue umur Lucy nggak panjang lagi, pembuluh darah di otaknya sobek dan lama kelamaan bakalan pecah dan Lisa terus-terusan nyalahin gue," kataku sambil berusaha tetap tenang. "Dan lagi Lisa bilang kan kalau Lucy suka sama gue udah lama, dan Lisa minta gue buat jadi cowoknya Lucy sampai abis waktu Lucy dan Lisa minta sama gue kalau bisa di akhir hidupnya dia ngerasaain gimana bahagianya hidup dengan orang yang dicintainya." Lanjutku.

Mereka semua diam mendengar penjelasanku akhirnya Louis angkat bicara.

"Nikah maksud lo?" tanya Louis.

"Iya! Gimana gue nggak setres, mana gue udah bikin Ayesa nangis sampai dia pingsan gitu" kataku lagi.

"Lebih dari itu." kata Harry.

"Apa?" tanyaku bingung.

"Lo udah bikin dia sakit hati, bayangin dia mengidolakan lo dia ngefans banget sama lo, tau dia kenal sama lo aja kayaknya dia udah seneng banget dan sampai bisa jadian lagi, eh udah terbang tinggi-tinggi terus di jatohin gitu aja, lebih baik lo ngomong deh sama dia kasih penjelasan." jelas Harry panjang lebar.

"Gue tau gue salah, gue emang bodoh!" aku sangat terpukul akan kejadian ini.

"Lo nggak sepenuhnya salah. Kalau boleh gue saranin sekarang lo temuin dia deh, dia ada di kamar sebelah dia lagi di temenin Dani, El sama Perrie." Liam memberi saran.

"Udah lo jangan stres mikirin ancaman si nenek lampir, yang penting sekarang lo temuin Ayesa kasian dia." Kata Zayn.

"Hal terjahat seorang cowok adalah menolak wanita yang mencintainya." Kata Liam lagi.

"Tapi masih ada seorang cewek yang mencintai cowoknya lebih dari dia mencintai diri dia sendiri." Balasku.

"Little Things dong." Jawab Louis.

"Serius lou!" Harry menjitak kepala Louis.

"Temuin Ayes, Lisa biar gue yang ngomong ke dia." Ujar Liam.

"Ayo gue lo sama Harry ke Ayes, biar Lou sama Liam nemuin Lisa." ajak Zayn.

Aku bangkit dari tempat tidur sebenarnya badanku masih belum fit ataupun stabil, walaupun hanya luka-luka ringan tapi tetep aja badan kayak yang remuk.

"Oh ya bentar, baju yang gue minta bawa kan?" tanyaku pada Zayn.

"Bawa noh." Tunjuk Zayn pada tas di sudut sofa.

"Gue mau keluar rumah sakit hari ini, gue udah nggak mau disini lagi, gue udah muak!" aku langsung mengambil tas yang di tunjuk Zayn tadi dan langsung pergi ke kamar mandi.

"Kalau gitu gue ngurusin administrasi nya dulu." Zayn langsung pergi keluar.

"Gue tunggu di luar." kata Harry.

Aku berganti baju, ketika aku keluar dari kamar mandi aku kaget karena Lisa sudah berdiri di hadapanku. Firasat buruk mulai melanda, mau apa lagi sih si nenek lampir ini ih.

"Mau lo apa lagi sih?" tanyaku kasar pada Lisa.

"Lo mau kemana?" tanya Lisa.

"Pulang." jawabku singkat.

"Sekarang jam nya makan malam Lucy, dan dia minta lo yang nyuapin dia." Ucap Lisa.

"Kan bisa lo yang nyuapin." Balasku kesal.

"Dia mintanya lo." jawab Lisa tegas.

"Gue sibuk." aku berjalan meninggalkan Lisa tapi dia menarik tanganku.

"Inget janji lo!" Lisa melotot ke arahku.

Dengan kesal aku mengalah dan berjalan menuju kamar Lucy. Di depan aku bertemu Harry dan Harry hanya menatap kasihan ke arahku.


Ayesa

"Ye lo kalah, sini sini gue coret muka lo." Seru El bahagia karena di memenangkan permainan ini, yep kita sedang bermain UNO.

"Yah El menang mulu dari tadi." Gerutu Perrie.

"Kan udah gue bilang, main UNO sama si El susah menangnya." Kata Danielle.

Aku tertawa melihat tingkah laku merka, akhirnya aku dapat tertawa kembali, mereka membuat aku melupakan sejenak masalah yang sedang aku hadapi.

"Ngomong-ngomong kenapa gue di infus?" tanyaku pada mereka.

"Lo kurang nutrisi energi apalah tadi kata dokter, lo kehilangan banyak cairan karena lo terlalu lelah, makanya di masukin lewat infusan ini." jelas Danielle.

"Oh." Aku hanya ber-oh pendek.

"Gue lapar cari makan yuk El!" ajak Perrie.

"Ayo! Dani jagain Ayes." pinta El dan berlalu.

"Sip dah, beliin buat gue juga ya." Teriak Danielle.

Aku dan Danielle bercanda-bercanda sebentar lalu Danielle izin sebentar mau ke toilet.

Sepi sendiri senyap membuatku mengingat kembali kejadian barusan, hatiku sakit aku ingin menangis kembali. Ya Tuhan kenapa ini harus terjadi sih? Aku ingin menangkan diri, aku butuh refreshing.

Aku pun mencabut infusan dan keluar kamar berjalan-jalan di koridor rumah sakit, tiba-tiba ada sebuah kamar yang pintunya terbuka aku melihat ke arah dalam kamar dan DEG! jantung serasa berhenti berdetak, aku melihat ada Niall disana yang sedang menyuapi Lucy, awalnya aku belum menyadari jika itu adalah kamar Lucy, jika aku tau itu kamar Lucy aku tidak akan lewat kesini.

Pemandangan yang bikin aku sakit hati membuat kakiku nggak bisa bergerak, kaku. Ayolah please aku udah nggak kuat, dan tiba-tiba aku bersin lumayan keras dan itu membuat Niall juga Lucy yang ada disitu langsung melihat ke luar ke arahku.

"Ayesa!" panggil Niall.

Tanpa menjawab dan tanpa melihat apapun aku langsung berlari sekencang mungkin menjauh dari situ. Saat aku berlari Niall terus berteriak namaku dan sepertinya ia mengejarku.

"Ayes please stop aku mau ngomong!" teriak Niall dan akhirnya Niall berhasil menarik tanganku.

"Lepasin!" bentakku pada Niall.

"Ayes please dengerin aku dulu!" Niall berusaha menahan tanganku.

"Niall tinggalin aku sendiri, aku lagi pengen sendiri. Aku kecewa sama kamu!" ucapku sambil menepis tangan Niall dan akhirnya aku berhasil kabur dari Niall. Tapi Niall masih terus mengejarku, karena aku tak melihat sepenuhnya kedepan aku menabrak seseorang.

"Ayesa!" teriak seseorang itu yang ternyata mengenalku.

Aku terduduk dan langsung mendongakkan kepala ke atas. CARA! "Cara!" teriakku.

"Lo ngapain lari-lari? Lo kenapa nangis?" tanya Cara bingung.

"Bawa gue pulang!" kataku langsung menarik tangannya dan memaksanya untuk membawaku pulang.

"Kenapa balik? Gue kan mau nengok Niall. Sa woles kenapa Sa jangan tarik-tarik lo kenapa nangis?" tanya Cara bertubi-tubi.

"Nanti gue jelasin sekarang bawa gue balik." aku langsung mencari-cari mobil Cara dan akhirnya ketemu, aku langsung meminta kunci mobil Cara dan aku langsung masuk kedalam mobil.

Cara pun berjalan pelan, saat Cara akan masuk kedalam mobil seseorang mendahului Cara dan ia pun langsung masuk ke kursi kemudi. Aku terlonjak kaget ketika aku mengetahui Niall sudah duduk di sampingku dengan raut wajah yang sulit diartikan. "Please jangan lari lagi, dengerin aku dulu." Niall menggenggam tanganku erat bahkan sangat erat sekali.

"Nggak Niall! Tinggalin aku sendiri!" aku langsung menepis kembali tangan Niall dan aku langsung keluar mobil dan berlari sejauh mungkin.

Niall terus mengejarku dan memanggil namaku tapi tidak aku pedulikan. Saat aku merasa sudah berlari sangat jauh dan aku sangat lelah aku menabrak seseorang hingga kami berdua terjatuh. "Awwwwww!" teriak orang yang aku tabrak.

"Sorry." aku berusaha bangun lalu membantunya bangun.

"Ayesa!" teriak orang yang aku tabrak tadi.

Aku mendongak dan menemukan Lisa di hadapanku, oh my God. Mimpi burukku semakin cepat datangnya ternyata.

"Lo kalau jalan liat-liat dong pake mata!" bentak Lisa dengan mata membulat penuh dan alis yang menunjukkan kemarahan.

Aku memutar mataku kesal, lalu berusaha bangkit dan berdiri sambil membersihkan celana dan bajuku dengan menepuk-nepuknya. "Kebetulan lo ada disini, gue mau ngomong sama lo." ucap Lisa yang melakukan hal yang sama sepertiku.

"Ngomong apa?" tanyaku bingung.

Nih si nenek lampir mau ngomong apaan lagi sih, nggak liat apa mataku udah segede gini, masih aja pengen buat aku nangis.

"Secara kan lo udah putus sama Niall ya, satu hal lagi deh gue minta sama lo jangan deket-deket Niall lagi dan jangan temuin Niall lagi soalnya Niall sama Lucy adik gue akan menikah secepatnya." ucap Lisa.

Ucapan Lisa barusan langsung membuat badanku menegang. NIKAH?! Habis semua harapanku bisa hidup bahagia sama orang yang aku sayang. Segampang itukah Niall menyetujui kemauan Lisa? Niall please kamu bikin aku tambah sakit. Air mataku langsung terjun sebanyak-banyaknya membasahi pipi.

"Kenapa lo nangis?" tanya Lisa sok polos.

"Lo emang cewek yang nggak punya hati!" bentakku.

"Eh yang nggak punya hati tuh elo, tau adik gue suka sama Niall masih aja di embat!" Lisa tak mau kalah.

"Mana gue tau gue aja nggak kenal sama lo sebelumnya dan asal lo tau aja ya Niall itu cintanya sama gue bukan sama adik lo!" kata-kata yang keluar dari mulutku mungkin sangat kasar, tapi hatiku sudah tidak tahan lagi.

"Sembarangan aja lo ngomong! Buktinya Niall lebih milih adik gue daripada lo!" bentak lisa lagi.

"Kalau nggak karena di paksa sama lo dia nggak mungkin mau!" kataku lagi dan langsung aku pergi berlari meninggalkan Lisa.

Ya Tuhan segini burukah kisah cintaku? Segini pahitkah? Aku langsung menyetop sebuah taksi dan langsung pulang kerumah. Sepanjang perjalanan ponselku terus bergetar tapi tak aku hiraukan sama sekali.

Sampai di rumah, Carisa menyambutku, "Ayesa, Niall gimana? Dia udah sehat?" tanyanya.

Aku tidak menjawabnya, dan aku terus berjalan menaiki anak tangga tanpa memperdulikannya.

"Sa lo kenapa? Lo habis nangis ya? Mata lo gede gitu, muka lo pucet lo sakit?" tanya Carisa bertubi-tubi "Niall kenapa? Tambah parah?" tanyanya berteriak.

Aku menarik nafasku, "Niall udah sembuh. Kalau ada yang nyariin atau nanyain gue bilang aja gue baik-baik aja gue cuman butuh istirahat." ucapku tersenyum lemah pada Carisa dan langsung masuk ke dalam kamar.

Aku langsung menjatuhkan badan di kasur dan langsung berteriak sekeras mungkin di atas bantal dan akhirnya aku menangis menumpahkan semua emosiku kedalam bantal.


Niall

Ayesa aku tau aku salah kenapa sih kamu nggak mau dengerin aku dulu? Aku berjalan gontai masuk kembali ke dalam rumah sakit setelah gagal menahan Ayesa yang langsung kabur begitu saja. Aku memijiti pangkal hidungku karena aku merasa begitu pusing, tidak—bukan pusing karena penyakit, tapi pusing karena banyaknya masalah yang sedang aku hadapi.

"Akhirnya ketemu juga."

Sebuah suara tertangkap oleh pendengaranku, suara seseorang yang sudah tidak asing lagi untukku. Aku mengedarkan pandanganku untuk mencari asal suara tersebut dan aku menemukan Louis yang menghampiri seorang wanita bersama Liam.

"Lisa?" gumamku pelan, aku pun langsung berjalan mendekati mereka bertiga.

"Niall? Lo kok disini? Kan lo harus nyuapin adik gue!" tanya Lisa heran melihat kedatanganku yang ikut bergabung bersama mereka.

"Lisa stop! Gue tau adik lo lagi sakit gara-gara Niall iya gue tau. Tapi lo jangan nyiksa Niall sama nyiksa orang yang Niall sayang dong, nggak punya hati banget sih lo!" kata Louis marah pada Lisa.

"Adik gue maunya Niall mau gimana lagi? Apa lo nggak kasian sama dia? Tadi dokter abis meriksa Lucy dan lo tau apa? Pembuluh darah di otaknya semakin besar sobeknya dan dokter bilang apa hidup dia cuman beberapa hari lagi apa lo tega liat dia menderita gara-gara ulah temen lo!" ucap Lisa dengan mata berkaca-kaca.

Oh God please help me! Apa yang sekarang harus aku perbuat? Aku ada di dua sisi. Sisi pertama aku harus bertanggung jawab sama Lucy sisi kedua aku tidak ingin membuat Ayesa menderita. Tapi kenapa sedikit nggak masuk akal ya omonganya Lisa, kemarin masih ada 5 bulan tuh sisa umur Lucy, kenapa sekarang jadi tinggal hari? Apa waktu kematiannya sudah di percepat?

"Astaga!" pekik Liam kaget.

"Gue minta maaf, gue bakalan tanggung jawab." kataku dengan berat hati aku melanjutkan kalimatku.

"Lo bakalan nikahin Lucy kan sesuai permintaan gue?" tanya Lisa bersemangat.

Aku melirik ke arah Liam juga Louis.

"Semua keputusan ada di tangan lo." ucap Liam yang terlihat pasrah. Aku tahu Liam pasti mengerti posisiku yang sangat sulit ini.

"Gue cuman bisa ingetin lo ikutin apa kata hati lo." Louis menyemangatiku lalu menepuk pundakku pelan.

Aku tidak dapat memilih, hati aku sepenuhnya di Ayesa akan tetapi aku harus tanggung jawab karena kesalahan yang tidak sengaja aku lakukan kemarin, bagaimana ini?

"Gue belum bisa ambil keputusan, kasih gue waktu." kataku lagi.

"Lo nggak punya banyak waktu umur dia udah nggak lama lagi gue minta besok!" jawab Lisa.

Aku hanya mengangguk pelan dan Lisa langsung meninggalkan kita bertiga.

"Zayn sama Harry mana?" tanyaku bingung karena kedua temanku ini yang tadi katanya mau mengikutiku tapi hilang entah kemana.

"Balik duluan kali." Jawab Louis.

"Ya udah ayo balik." Ajak Liam.

"Lo duluan, gue sama El." Kata Louis langsung pergi meninggalkan kami berdua.

"Dani gimana?" tanyaku.

"Udah balik duluan tadi adiknya minta jemput." Jawab Liam.

"Oke deh ayo balik gue butuh istirahat." Kataku.

"Tadi Dani bilang kalau Ayesa lagi kejar-kejaran sama lo, terus sekarang mana dia?" tanya Liam.

"Gue udah berusaha ngejar tapi dia lari dan langsung naik taksi."jawabku lemas.

"Sebentar gue SMS dia." Liam langsung mengeluarkan ponselnya. Mungkin Liam tau kalau aku yang SMS pasti percuma, nggak akan di bales. Liam terus berkutat dengan ponselnya. Sesekali ia mendekatkan ponselnya pada telinganya berusaha untuk menghubunginya.

"Percuma nggak dibales, ditelepon juga nggak di angkat." seru Liam beberapa saat kemudian.

"Hubungi Carisa." Saranku.

Liam pun langsung mengirim pesan pada Carisa dan beberapa saat kemudian Carisa membalasnya.

"Nih Carisa bales gini." Liam menyodorkan ponselnya padaku.


From: Carisa

Tadi dia pulang dan dia bilang 'Gue baik-baik aja gue cuman butuh istirahat'


* * *

Continue Reading

You'll Also Like

1.9M 174K 55
FOLLOW SEBELUM MEMBACA JANGAN LUPA VOTE, KOMEN DAN SHARE KE SOSIAL MEDIA KAMU YA ♥️ #WattpadRomanceID **** Setelah lulus kuliah, Renata akhirnya mend...
326K 25.5K 54
Renner dan Sabila, dua orang dengan profesi yang menguras tenaga - seorang kapten polisi dan dokter emergensi, bertemu dalam sebuah keadaan yang memb...
147K 6.2K 13
"Na tau gak, ada cogan yang sering liatin kamu pas kerja?" "Ya terus?" Aluna, gadis yang sangat anti dengan kata jatuh cinta. Bagi Luna, hubungan asm...
Fantasia By neela

Fanfiction

1.5M 4.7K 9
⚠️ dirty and frontal words 🔞 Be wise please ALL ABOUT YOUR FANTASIES Every universe has their own story.