Wolf Grey : A Girl Meets Were...

By shihanssi

21.2K 3.3K 652

[Completed] Ā© Copyright, 2018 _________________________________________ "Because I love you, I will protect y... More

Coming Soon
1. Christmas Eve
2. Hugo Boss Bottled
3. Warm And Cozy
4. Black Suit
5. About Wolf Grey
6. Remember Me
7. Habit
8. Tell Me
9. Days Without You
10. Days With You
11. Just Friend
12. Reason Why
13. Heartbreaking
15. The War : Part 1
16. The War : Part 2 End
17. I Miss You - End
Epilog

14. Hard To Me

571 129 32
By shihanssi

Main Cast :
• Bae Jin Young
• Kim Sohyun

Tekan ⭐ sebelum membaca
.

.
.

Mingyu menghela nafas panjang  setelah ia berhasil membujuk Sohyun untuk makan. Selama beberapa hari setelah Sohyun siuman, wanita itu memilih untuk diam, mengabaikan makanannya, minum obat tidak teratur.

Ia hanya diam, duduk diatas kursi roda sembari mengamati awan yang bergerak cerah di balik jendela kamar inapnya.

Jinyoung?

Entah, beberapa hari setelah Sohyun sadar. Pria itu tidak pernah memunculkan batang hidungnya.

Menjenguk, atau sekedar melihat dari jauh pun Jinyoung tidak pernah melakukannya. Pria itu mendadak menghilang dari kehidupan Sohyun, tanpa meninggalkan jejak. Membuat Mingyu bingung dengan sifat rivalnya itu.

Seriuskah Jinyoung pada Sohyun? Jika tidak, bisakah Jinyoung melepaskan Sohyun agar Mingyu dapat mengisi kekosongan hati Sohyun.

"Setelah ini jangan lupa minum obatmu," ucap Mingyu yang hanya dianggukkan oleh Sohyun sebagai jawaban.

Untuk kesekian kalinya Mingyu hanya menerima anggukan. Selama ini suara indah itu tertahan di dalam, membiarkan kepalanya yang menjawab, mengangguk dan menggeleng. Hanya itu.

Itu lebih baik daripada melihat Sohyun hanya diam seperti mayat hidup. Tanpa respon sekalipun.

Mingyu mengeraskan rahangnya. Memperbaiki posisi duduknya dengan tangan terulur meraih jemari indah Sohyun.

"Sohyun-ah, ada apa? Katakan padaku jika kau memiliki beban. Aku akan mencoba untuk membantumu, jangan seperti ini terus aku tidak bisa menahannya lagi."

Sohyun menundukkan pandangannya, enggan menatap mata hazel milik Mingyu.

Memilih untuk diam, tak menjawab pertanyaan Mingyu. Membuat pria disebelahnya mengerang kesal.

"Kau merindukan Jinyoung? Apa kau ingin dia berada disini menemanimu?"

Mengigit bibirnya perlahan saat telinganya mendengar nama Jinyoung disebut. Sohyun memejamkan matanya perlahan, bersamaan kristal bening itu mengalir dipipinya.

Ia merindukan Jinyoung, sangat merindukan kekasihnya itu. Bahkan saat ini ingin sekali Sohyun memeluk tubuh hangat kekasihnya, tapi ia tidak bisa.

Dirinyalah yang membuat kekasihnya itu pergi.

Menjauh darinya.

Untuk kedua kalinya Mingyu mengeraskan rahangnya. Mencoba menahan marahnya karna Sohyun memilih bungkam daripada memberikannya jawaban.

Mingyu tidak mengerti bahasa isyarat wanita. Ia tidak tahu harus melakuakan apa disaat wanita memilih diam daripada menjawab pertanyaannya, memilih mengurungkan dirinya disaat ia memiliki masalah, dan yang terpenting disaat ia menangis. Mingyu tidak mengerti, ia butuh diberitahu agar ia bisa melakukan apa yang seharusnya dilakukan disaat wanita seperti itu.

"Hiks, a-aku, hiks." Sohyun menundukkkan wajahnya semakin dalam, menutup wajahnya dengan telapak tangannya.

Dadanya semakin sakit, sampai ia tidak bisa lagi menahan rasa yang teramat sakit dalam hatinya.

Entah untuk keberapa kalinya Mingyu menghela nafas panjang. Ia juga sakit, sakit melihat wanita yang cintai menangis, tersiksa karna merindukan seseorang.

Mendekatkan tubuhnya, menarik tubuh Sohyun mendekap pada tubuhnya yang hangat.

"Aku akan membawa Jinyoung kemari, tenanglah."

Sohyun menggelengkan kepalanya dalam dekapan Mingyu. Menolak atas usul pria berkulit tan itu.

"Jangan" ucapnya dengan suara sumbangnya.

Ia merindukan Jinyoungnya, tapi ia tidak ingin bertemu dengannya. Sohyun yang telah mengusir Jinyoung, membuat pria itu menjauh darinya.

Semua berawal darinya.

Yah dirinyalah,

Penyebab semua ini.

.

Malam itu, disaat semua orang terbang kealam mimpinya. Menyisahkan kesunyiaan.

Mereka, --Sohyun dan Jinyoung--, Masih terjaga, sampai jarum pendek itu menunjukkan angka 11. Sohyun mendudukkan dirinya diatas bangsal, menyandarkan punggungnya disandaran bangsal yang sudah di beri bantalan agar terasa nyaman.

Menundukkan wajahnya, terlalu sakit melihat wajah sembab Jinyoung.

Sementara pria itu, terdiam. Netra hitamnya menatap punggung tangan Sohyun yang saling bersentuhan.

Suasana yang mereka ciptkan semakin awwkard. Hanya berdiam diri dengan isi kepala yang berbicara.

"Mianhe." Suara husky itu mengambil ahli perhatiaan Jinyoung. Ia mengangkat pandangannya menatap lekat kekasihnya itu.

"Maafkan aku yang melukaimu."

"Nope. Kau tidak melukaiku." Jinyoung menggelengkan tangannya. Tangannya terulur menghelus surai Sohyun, menyingkirkan anak rambut Sohyun yang menghalangi tatapannya kebelakang telinganya.

Sohyun mengangkat wajahnya. Menatap lekat wajah tirus kekasihnya, mata deep itu menatapnya dalam, sangat delam hingga menembus hatinya, menggores luka baru.

"Aku mencintai Daniel saat kau pergi, aku tidak bisa menahan perasaanku saat itu. Aku sungguh menyesal, seharusnya a,ak,aku-"

Jinyoung menggeleng, mencoba menarik kedua sudut bibirnya melengkung keatas.

"Itu sudah berlalu, aku ada disini. Aku akan berusaha membuatmu hanya mencintaiku. Melihat kearah ku lagi, hanya menyebut namaku dalam hati dan pikiranmu."

"...kau pernah bilang, biarpun kau jatuh cinta dengan yang lain. Kau akan tetap kembali padaku. Karna kau tahu dimana tempat yang paling nyaman buat hatimu."

"...aku akan tetap menunggu hatimu untuk kembali padaku. Aku sudah menunggu selama beberapa tahun untuk ini. Tidak apa-apa jika sekarang aku memulai untuk menunggu lagi, menunggu hatimu kembali."

Sohyun menggeleng. Kenapa Jinyoung harus mengatakan kalimat itu? Sohyun yakin jika hati Jinyoung tidak baik-baik saja. Ia menghela nafas, mencoba menjernihkan pikirannya yang mendadak kacau. Banyak hal yang yang tiba-tiba saja muncul disana, air mata Jinyoung, dan rasa sakit yang saat ini dirasakan kekasihnya.

"Aku mencintaimu Bae Sohyun, sangat mencintaimu."

Sohyun memejamkan matanya, membiarkan air matanya keluar membasahi pipi gembilnya. Pernyataan cinta Jinyoung terlalu sakit untuk didengarnya.

Ia telah menyakiti Jinyoung, tetapi pria itu tetap mencintainya dengan tulus.

Katakanlah Sohyun adalah wanita brengsek saat ini. Tidak bisa menahan perasaan untuk tidak jautuh cinta pada pria lain disaat kekasihnya tak bersamanya.

Dan disaat ia telah ketahuan berselingkuh, pria itu masih mencintainya, menunggu hatinya untuk kembali lagi.

Jinyoung bangun dari kursinya, mendekat dan duduk di tepi ranjang. Memeluk Sohyun sangat erat, membiarkan pundaknya menjadi basah karna air mata kekasihnya itu.

"Aku tidak akan membiarkanmu pergi untuk kedua kalinya. Tidak peduli kau tidak mencintaiku lagi, asal kau berada disisiku aku bahagia."

Tidak Bae Jinyoung, kau tidak bahagia. Hati Sohyun mencelos mendengar pernyataan kekasihnya itu.

Air mata itu semakin deras mengalir dipipi gembilnya. Menetes dan membasahi pundak Jinyoung.

Ia tidak bisa, melukai Jinyoung semakin dalam.

Tidak lagi.

Sohyun mencintai Jinyoung, sangat mencintainya.

Jinyoung adalah sumber kebahagiaan, malaikat pelindungnya.

Dan juga

Cintanya.

Namun, Sohyun tidak ingin membuat Jinyoung semakin terluka.

Jinyoungnya harus bahagia... meski tanpanya.

"Ayo kita hentikan ini, Bae Jinyoung."

Perlahan Sohyun melepaskan pelukannya. Matanya yang telah memerah menatap lekat wajah Jinyoung.

Jinyoung menatapnya datar. Masih diam dan sibuk dengan pikirannya yang mencoba mengartikan satu persatu kalimat yang baru saja Sohyun ucapkan.

"Aku ingin kita putus." Ulang Sohyun, kali ini dengan kalimat yang sederhana dan mudah dimengerti.

Tiga detik kemudian, Jinyoung menggelengkan kepalanya cepat, manik hitamnya bergerak gelisah,  mencari celah kebohongan diraut wajah Sohyun. Berharap wanita itu hanya bercanda.

Tidak, Jinyoung tidak ingin berpisah dengan Sohyun.

Wanita itu sangat berarti baginya.

Tidak ada yang jauh berarti lagi bagi Jinyoung, kecuali Sohyun.

"Tidak So-ya, katakan jika kau hanya bercanda."

Sohyun menggelengkan kepalanya perlahan. "Maafkan aku."

Hanya kata maaf yang bisa keluar dari mulut Sohyun saat ini.

Ini sulit bagi Sohyun.

Ia mencintai Jinyoung, menginginkan pria itu tetap bersamanya hingga ia mati. Namun, ia tidak bisa.

Mengharapkan hal itu sama saja membuat Jinyoung semakin terluka.

Seandainya malam itu tidak pernah terjadi, seandainya saja Ia tidak pernah jatuh cinta dengan Daniel.

Maka malam ini tidak akan pernah terjadi.

"Tapi kenapa? Aku menerimamu kembali, dan menunggu sampai kau mencintaiku lagi."

Aku masih mencintamu Bae Jinyoung - guman Sohyun dalam hati. Menundukkan wajahnya dalam-dalam.

"Maafkan aku, aku tidak bisa melanjutkannya lagi."

"Berikan aku alasannya."

Sohyun terdiam beberapa detik, menghela nafas pelan sebelum akhirnya membuka mulut untuk berbicara. "Aku sudah tidak pantas untukmu. Aku menghianatimu dan -"

"Aku sudah tidak peduli dengan apa yang terjadi pada malam itu. Yang kuinginkan hanya memulainya dari awal bersamamu, hanya itu..."

"...Kau bahkan sudah berjanji tidak akan meninggalkanku. Apa kau ingin mengingkari janjimu untuk kedua kalinya?"

Sohyun mengangkat wajahnya, menatap gurat marah di wajah Jinyoung.

Pria bersurai madu itu mengeraskan rahangnya, tangannya sudah mengepal erat hingga buku-buku jarinya memutih. Ia dapat merasakan telapak tangannya yang terasa nyeri karena tertusuk oleh kuku panjangnya sendiri. Tapi, rasa sakit itu tidak ada apa-apanya jika di bandingkan dengan sakit yang sudah di rasakannya sejak beberapa hari yang lalu. Sakit yang ia tau tidak ada obatnya sampai kapanpun. Sakit yang akan selalu di rasakannya seumur hidupnya. Mungkin.

Jinyoung bangun dari duduknya, mengunci tatapannya pada Sohyun yang mendongak saat ia bangun dari duduknya.

"Baiklah, jika itu yang maumu Sohyun-ah. Kau bahkan tidak bisa menepati janjimu untuk kedua,-tidak, janji yang kau ingkari sudah banyak. Maafkan aku jika pernah berbuat salah padamu."

"...hiduplah dengan.baik.Kim.Sohyun." ucap Jinyoung penuh dengan penekanan. Memutar badannya dan melangkah dengan cepat meninggalkan Sohyun.

Sohyun menggelengkan kepalanya, butiran kristal itu kembali keluar dari matanya.

Dadanya semakin sakit. Terkoyah, bahkan hancur berkeping-keping.

Ia yang menginginkan perpisahan ini, namun hatinya menolak jika ia benar-benar menginginkannya.

Bisakah Sohyun memutar waktu kembali, ia ingin menghilangkan perkataannya tadi atau jika bisa meniadakan moment dimana ia mencintai Kang Daniel.

...

Jinyoung berdiri didepan cermin full body. Merapikan rambutnya yang sedikit berantakan dan... berbeda. Sekarang, pria itu telah mengganti warna rambutnya menjadi hitam legam.

Ia terlihat semakin tampan dengan rambut hitamnya. Ia tersenyum, tangannya bergerak menyapu rahangnya yang tirus dan tegas, entah sudah berapa banyak lemak dipipinya menghilang dan membuat pipi menirus seperti ini.

Kemudian, pandangannya bergerak pada kantung matanya yang semakin dalam. Pekerjaannya yang banyak membuat dirinya mengabaikan tidurnya.

Ahh bahkan 'pekerjaan' hanya pelarian yang membuatnya melupakan masalahnya dengan Sohyun.

Klik

Jinyoung membalikkan badannya setelah pintu kamarnya terbuka lebar, memperlebar jalan masuk pria tua masuk kekamarnya.

"Ketuk pintu sebelum masuk ayah."

Sehun tersenyum, mundur beberapa langkah. Setelah berada dihadapan pintu putih itu, tangannya bergerak mengetuknya sesuai permintaan sang putra.

Jinyoung memutar matanya malas. "Ada apa?" Melangkahkan kakinya menuju king size miliknya. Mendudukkan bokongnya disana.

"Mau berangkat kekantor lagi?" Tanya Sehun saat dirinya tepat berada dihadapan sang putra.

Menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Sehun tersenyum, tangannya dilipatkan diatas perutnya.

"Istirahatlah sehari, lihat kantung matamu. Uhh menakutkan." ujar Sehun dengan nada sedikit meledek.

"Ada rapat penting yang tidak bisa ku batalkan."

"Biarkan ayah yang menanganinya. Kau istirahatlah dan hilangkan kantung matamu itu."

"Ayah."

"Tidak ada penolakan Bae Jinyoung. Istirahatlah,"

"Aku akan istirahat, tapi nanti."

"Kalau begitu temui Sohyun, bagaimana?"

Pergerakan tangan Jinyoung yang semula memasukkan beberapa berkas kedalam tasnya terhenti saat ayahnya dengan lancang menyebut nama yang selama beberapa hari ini ingin dilupakannya.

Yah, Jinyoung ingin melupakan Sohyun. Bahkan menyerah akan cintanya.

"Tidak. Kumohon jangan membahasnya lagi."

"Kau serius? Jinyoung-a apa kau akan tetap seperti ini, kau bilang mencintainya, akan melindunginya dan menjadikannya pendampingmu untuk menghacurkan kutuk-"

"Tidak lagi, aku akan mencintai orang lain. Sudahlah yah, aku harus berangkat sekarang." Jinyoung bangun dari duduknya, menyambar tas jenjengnya.

Melangkah beberapa langkah meninggalkan Sehun. Hingga akhirnya langkahnya harus terhenti saat suara ayahnya mengintrupsi pergerakannya.

"Dia seperti mayat hidup dirumah sakit, dia merindukanmu."

Jinyoung mengeraskan ragangnya. Memutar badannya menatap tajam sang ayah.

"Lalu apa yang harus kulakukan? Berjuang lagi? Ayah, dia yang memintaku untuk berhenti, memintaku untuk melepaskannya. Apa aku harus memohon kepadanya disaat dia yang telah meminta hal itu."

"Ayah mengerti, tapi cobalah untuk memahaminya. Dia memintamu untuk berhenti semata-mata agar kau tidak semakin terluka olehnya. Oke, dia salah karna mencintai Daniel, dan kau terluka karna hal itu, dia melihatmu menangis karna dia berselingkuh dengan Daniel. Tidak bisakah kau tahu jika ia merasa sangat menyesal karna melukaimu. Membuatmu menangis seperti itu."

Jinyoung terdiam. Membiarkan dirinya hanyut dalam pikirannya yang kacau.

"Dia memintamu pergi, dan percayalah jika itu tidak benar. Sohyun membutuhkanmu, dia mencintamu."

"Bagaimana bisa ayah yakin?" Tanya Jinyoung dengan satu alis yang terangkat naik.

Sehun tersenyum, "Tadi malam Kim Mingyu menelfonku, ia meminta ku untuk memberitahumu tentang Sohyun. Dia merindukanmu." masih dengan tersenyum menatap Jinyoung yang kini menundukkan wajahnya.

"Ayah hanya memintamu untuk bersikap dewasa Bae Jinyoung. Jika kau mencintainya, kejar dia. Jika tidak maka lepaskan dan terima wanita yang ku pilihkan."

"Ayah!"

Sehun melangkah mendekat, menepuk pundak putranya dan meremasnya kuat.

Menolehkan wajahnya, menatap lekat bola mata hitam puteranya.

"Jika kau ingin melepaskannya, maka biarkan dia bahagia saat melepasmu. Begitu dengan dirimu. Jangan siksa diri kalian."

...

"Aku harap kau suka aku membawamu kemari." ucap Mingyu, sembari mendorong kursi roda Sohyun. Membawa wanita itu ke taman dekat rumah sakit.

Wanita itu hanya diam, memandangi sekitarnya yang tampak sedikit ramai. Beberapa orang berpakaian piyama pasien duduk disana dengan suster yang mendampinginya.

"Tempat ini akan jadi ramai jika sore hari."

"Kenapa?"

Mingyu tersenyum. "Ada banyak kupu-kupu yang berterbangan saat sore hari." ucapnya, melangkah memutari Sohyun, berdiri tepat dihadapan wanita itu.

"Kau mau kupu-kupu?" Sohyun menggelengkan kepalanya pelan. Netra hitamnya bergerak mengamati sekitarnya, lengkungan senyum lebar terpatri dibibir para pasien saat kupu-kupu yang entah dari mana bergerak disekelilingnya.

Mingyu mengamati Sohyun, ia tersenyum kecil saat melihat kedua sudut bibir Sohyun melengkung keatas.

Senyum yang selama ini diharapkannya selama beberapa hari ini. Senyum yang membuat jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya. Dan senyum yang membuatnya ingin menghentikan waktu hanya untuk terus melihat senyum dari Sohyunnya.

"Kuharap kau terus tersenyum seperti ini."

Mengalihkan pandangannya menatap Mingyu.

"Aku lebih suka melihatmu tersenyum daripada murung seperti kemarin."

"Maafkan aku membuatmu khawatir."

Mingyu menggelengkan kepalanya. "Tidak apa-apa, aku mengerti keputusanmu untuk membiarkan Jinyoung jauh darimu."

Sohyun terdiam, menundukkan kepalanya.

"Tapi-" ucap Mingyu yang sengaja di putusnya. Membuat Sohyun mau tidak mau mengangkat wajahnya untuk menatapnya.

"Tapi aku akan berusaha membuat kalian berdua bersatu lagi seperti dulu."

"Dokter Kim."

Mingyu tersenyum, mengulurkan tangannya untuk menghelus surai coklat emas Sohyun. "Kalian berdua tidak boleh berpisah lebih lama. Aku tidak ingin suatu hari nanti aku melewat batas ku untuk menyukaimu."

"...aku menyukaimu tapi bukan berarti aku harus memiliki mu selamanya. Aku ingin melihatmu tersenyum lagi dengan bersamanya,"

"Aku tidak bisa." potong cepat Sohyun, "Aku tidak mau membuatnya terluka lebih dari ini."

"Lalu kau ingin melukai dirimu, dengan membuatnya menjauh?"

Sohyun menunduk, matanya berair, terasa panas dan perih.

"Apa kau pernah memikirkan perasaannya ketika kau memintanya untuk menjauh?"

Sohyun memejamkan matanya, air matanya kembali jatuh membasahi pipinya. Dirinya disadarkan jika keputusannya itu semakin membuat Jinyoung terluka.

Ini memang sulit untuk Sohyun, tapi hal ini lebih sulit bagi Jinyoung. Dilepaskan begitu saja, dikhianati oleh wanita yang dicintainya, bahkan ia rela menerimanya kembali. Memulai kembali kisah mereka.

Menutup mulutnya rapat-rapat, berisaha sekuat mungkin agar suara isakan tangisnya tidak didengar oleh Mingyu.

Mingyu tersenyum, ia tahu wanita itu menangis. "Aku akan membelikan susu pisang. Aku akan meminta suster membawamu ke kamar. Tunggulah disana."

.
.

Mingyu melangkahkan kakinya dilorong rumah sakit, dengan sekantong susu pisang dan beberapa onigiri kesukaan Sohyun.

Senyumnya terus mengembang saat para pasien dan perawat menyapanya.

Langkahnya terhenti saat matanya melihat sosok pria berdiri, menyenderkan tubuhnya pada dinding.

"Bae Jinyoung."

Jinyoung menoleh, memperbaiki posisi berdirinya tegap.

"Akhirnya anda datang juga." Mingyu mendekat, masih dengan senyum yang mengembang dibibirnya.

"Mau bertemu dengan Sohyun?"

Jinyoung menatap datar, tidak menjawab iya atau tidak atas pertanyaan Mingyu.

"Bagaimana keadaannya?"

"Mulai membaik, meski ia harus menggunakan kursi roda untuk melakukan kegiatannya.

"Apa segitu parah?"

"Tidak, jangan terlalu khawatir begitu Bae Jinyoung."

Jinyoung menundukkan kepalanya. Apakah terlalu mencolok jika ia khawatir dengan kondisi Sohyun. Jujur saja, setelah hari itu ia benar-benar memutuskan kontaknya dengan Sohyun. Tidak ingin lagi mencari tahu kondisi mantan kekasihnya,

"Aku senang kau akhirnya datang. Dia sangat membutuhkanmu, dan kuharap kalian bisa memperbaikinya."

"Kenapa kau-"

Mingyu hanya tersenyum manis, membuat Jinyoung mengerutkan kedua alisnya bingung.

"Aku hanya ingin melindunginya dari kakakku, aku menyukainya tapi dia mencintaimu, ia hanya bahagia bersamamu. Dia tersenyum sangat manis ketika bersamamu, mata berbinarnya terlihat indah ketika memandangmu... Aku tidak bisa membuatnya seperti itu ketika bersamaku, bahkan Daniel tidak akan pernah bisa."

"Tapi Sohyun mencintainya."

Mingyu menggelengkan kepalanya. "Kupikir itu bukan cinta, dia hanya menganggumi sosok Daniel." ucapnya  "Sudah, pergilah keruangannya dan berikan ini." lanjutnya sembari memberikan kantong makanan Sohyun.

"Tolong buat dia bahagia lagi."

Jinyoung mengambil ahli kantong itu, kemudian tersenyum manis. "Gomawo."

.

"Bagaimana dengan keadaan Jeon Somi?"

Daniel menghenikan kegiatannya mengupas apel, netranya bergerak menatap lekat Sohyun.

"Kau masih mengkhawatirkannya setelah apa yang dia lakukan padamu?"

"Aku tidak khawatir dengannya, tapi aku khawatir dengan produksi Wolf Grey."

"...aku takut jika Wolf Grey terancam batal karna Jeon Somi terluka."

Tangan Daniel terulur menghelus surai coklat emas Sohyun. "Kau tidak perlu mengkhawatirkan hal itu lagi, dia sudah mulai membaik. Bahkan besok dia akan kembali memulai akting."

"Bagaimana bisa?"

"Werewolf memiliki kemampuan untuk sembuh lebih cepat. Jadi tidak perlu khawatir lagi, sekarang pikirkan bagaimana keadaanmu agar cepat pulih."

Sohyun mengangguk, menyenderkan tubuhnya di kepala kasur. Ia terdiam, memikirkan banyak hal dikepalanya. Jinyoung, senyumnya, kehangatannya dan ...

Sohyun menoleh menatap Daniel yang kembali mengupas apel.

Ia ingin bertanya hal ini sejak lama, tapi selalu tertunda, ada banyak hal yang membuatnya mengurungkan niatnya untuk menayakan hal ini.

"Daniel-ssi."

"Hm"

"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Daniel mengangkat wajahnya, memandang Sohyun dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Um, m-maksudku apa kita pernah bertemu di Jepang tahun lalu?"

Daniel tersenyum, menganggukkan kepalanya, ia menunduk melanjutkan pekerjaannya mengupas apel.

"Pernah."

Hanya satu kata yang diucapkan Daniel, tapi mampu membuat mata Sohyun membulat seperti kucing.

"Benarkah?"

"Iya, saat itu kau tidak sengaja menabrak Jinyoung dengan barang belanjaanmu."

Ingatan itu terputar kembali kepala Sohyun, menyadarkan dirinya jika pria yang ditabraknya saat itu benar-benar Jinyoung.

Jantung Sohyu berdebar cepat hanya karna mengenang kembali Jinyoungnya.

Daniel mengangkat wajahnya, tersenyum menatap wajah Sohyun. Wanita terlihat menggemaskan dengan ekspresi terkejut namun otak yang bekerja memutar kenangannya bersama Jinyoung.

Perpaduaan ekspresi yang tidak bisa digambarkan bukan.

"Saat itu Jinyoung berencana untuk mengikutimu kemanapun kau pergi, dia ingin melindungimu. Bahkan dia tau semua jadwalmu termasuk pergi mendaki di gunung fuji melewati hutan aokigahara."

"Jinjjayo?"

Daniel hanya mengangguk, menyuapi Sohyun agar memakan apel yang baru saja dikupasnya. Sohyun menurunkan pandangannya, menatap apel manis itu di berikan kepadanya.

Mengangkat tangannya, mengambil kupasan  apel dan memakannya sendiri. Ia tidak ingin pria berpundak lebar itu menyuapinya.

"Terus, saat aku berada dalam berbahaya di sana apa-eum" Sohyun berdehem sebentar sebelum melanjutkan ucapannya."Apa dia datang menolongku?"

Kali ini Daniel menggelengkan kepalanya. Tangannya.kembali terulur menyuapi apel ke dalam mulut Sohyun, ia ingin menyerah untuk menyuapi cintanya itu.

Sohyun kembali menurunkan pandangannya, menatap lekat jemari Daniel yang mengarah ke mulutnya. Sekali lagi Sohyun menolak, merebut apel tersebut dari tangan Daniel.

"Lalu siapa yang menolongku?"

"Aku." ucap Daniel, meletakkan piring diatas nakas. Menyisahkan beberapa potong apel kupas disana.

"Uhuk-"

Daniel memberikan air putih pada Sohyun. Sohyun meminumnya dengan rakus, sampai air itu berjatuhan membasahi selimutnya.

"Pelan-pelan Sohyun-ah." Daniel bangun dari duduknya, menepuk pelan pundak Sohyun, dan mengambil gelas putih yang kosong karena kebanyak tumpah.

Wanita itu masih terbatuk, ia masih terkejut dengan jawaban pria berpundak lebar tersebut.

Sementara Daniel, menarik selimut bangsal, membiarkan selimut itu jatuh kelantai, ia tidak ingin Sohyunnya menjadi demam karna menggunakan selimut yang basah.

Perlahan batuk itu mereda. Sohyun terdiam, memandangi wajah Daniel yang terlihat datar dimatanya. Bola mata hitam itu bergerak gelisah, mencari sedikit saja kebohonhan di wajah Daniel.

Sohyun berharap apa yang didengarnya tadi adalah bohong. Tidak mungkin Daniel yang menolongnya dari suhu dingin hari itu.

Ia masih ibgat betul aroma tubuh pria yang memeluknya. Jelas aroma apel khas, dan aroma itu jelas milik Jinyoung. Berbeda dengan Daniel yang memiliki aroma mint.

"Ta-tapi, aroma it-"

"Kami miliki parfrum yang sama saat itu, aku baru menggantinya beberapa bulan yang lalu." ucapnya terduduk di pinggir bangsal. "Kau masih tidak percaya Sohyun-ah jika aku yang menolongmu saat itu?"

"Tapi bagaimana bisa?"

"Bisa saja, tidak mungkin Jinyoung terus menerus berada disisimu selama 24 jam, dia juga sibuk mengurusi perusahaan. Seperti yang terjadi beberapa hari yang lalu, disaat dia pergi meninggalkanmu untuk urusan bisnis."

"...ada saatnya dia tidak berada disisimu dan akulah yang menjadi penggantinya. Sohyun-ah-"

"Hentikan Daniel. Aku tidak mau mendengarnya lagi."

"Sohyun dengarkan dulu."

"Tidak, sebaiknya kau keluar Daniel-ssi. Aku tidak suka kau yang seperti ini, kau terlalu egois."

Daniel tersenyum masam, "Egois untuk mencintaimu kupikir itu bukan masalah."

Sohyun terdiam, tangannya dibawah sana meremas dengan kuat ujung bajunya. Ia ingin marah atas sikap Daniel saat ini.

Sohyun tidak suka Daniel yang egois, ia tidak suka Daniel yang tidak merasa bersalah pada Jinyoung. Sohyun lebih suka pada Daniel yang kaku dan murah senyum. Kemana Danielnya yang dulu?

Sohyun memperbaiki posisinya tertidur, memiringkan badannya dan membelakangi pria berpundak lebar tersebut.

"Keluarlah Kang Daniel, aku mau tidur."

Suara bangsal itu berbunyi nyaring saat Daniel bergerak menjauh dari pinggir bangsal. Ia masih berdiri disana, memandangi punggung kecil milik Sohyun bergerak pelan.

Daniel menurunkan pandangannya, melirik sejenak selimut yang sengaja dijatuhkan kelantai. Ia sedikit membungkuk, meraih selimut tebal itu.

"Aku akan mengambilkan selimut baru. Tidurlah yang nyenyak." ucap Daniel sebelum akhirnya ia melangkah meninggalkan Sohyun di ruanganya seorang diri.

.

Seorang pria dengan sweter hitamnya berdiri membelakangi pintu kamar Sohyun, tangannya bergerak hendak membuka pintu kamartepat dihadapan kamar milik Sohyun.

Pria berpundak lebar itu melirik sejenak pria dengan setelan sweter hitam yang kepalanya ditutup dengan hoodie, netra hazelnya bergerak turun mengamati kantong belanjaan yang dibawa pria itu.

Terlepas dari rasa penasaran, Daniel memutuskan untuk pergi meninggalkan kamar Sohyun, ia tidak ingin Sohyunnya kedinginan karena tidak menggunakan selimut.

Pria yang sejak tadi berdiri di depan pintu kamar inap orang lain pun membalikkan badannya, ia menoleh kearah pemilik punggung lebar itu menjauh dan menghilang saat berbelok.

Perlahan tangannya bergerak keatas kepalanya, melepas hoodie yang sengaja dikenakannya untuk menyembunyikan dirinya dari Daniel.

.

Suara isakan itu menggema di ruangannya, Sohyun tidak bisa berhenti untuk tidak menangis malam ini.

Semua tentang Jinyoung kembali berputar dikepalanya. Mengingatkan dirinya bagaimana pria itu melindunginya dan mencintainya.

Dimulai saat ia masih kecil, saat pemburu hewan mulai mengincarnya karna melihat aksinya yang melanggar hukum. Pria itu melindunginya, menaruhkan nyawanya hanya untuk menyelamatkannya. Bahkan disaat ia ingin melindungi Youngnya, lagi-lagi Jinyoung yang melindunginya.

Saat dirinya nyaris tertabrak saat malam natal, ia tahu betul jika dia adalah Jinyoungnya.
Dan disaat ia berada di Jepang, pria itu ikut bersamanya kesana hanya untuk memastikan dirinya aman. Bahkan meminta Daniel untuk mengawasinya saat dirinya sibuk mengurusi perusahaan.

Ketika rumahnya terbakar, ayah dan neneknya meninggal di rumah itu, Meninggalkannya seorang diri. Sohyun pikir hidupnya menjadi suram, tak akan pernah ada lagi yang akan melindunginya. Namun nyatanya, Jinyoung selalu bersamanya. Melindunginya dari bahaya apapun, setia di sisinya, memperhatikannya dari jauh.

Semua yang dilakukan Jinyoung hanya melindunginya, menjaganya agar tetap aman. Sohyunlah proritas Jinyoung selama ini, mengabdikan dirinya hanya untuk melindungi dan mencintai Sohyun.

Terus apa yang Sohyun berikan pada Jinyoung?

Menyakitinya dan melepaskannya.

Menyakiti pria yang selama ini mencintainya dengan tulus. membuang jauh-jauh fakta jika mereka berbeda. Menerima dirinya sebagai manusia, hanya manusia yang dicintai oleh Bae Jinyoung.

Sohyun merutuki kebodohannya, yang telah menyakiti dan melepaskan Jinyoung. Ingin rasanya ia memutar kembali waktu, menghilangkan waktu saat ia jatuh dalam pesona Daniel, menghilangkan waktu dimana ia meminta Jinyoung pergi darinya.

Ia ingin semuanya kembali normal lagi. Menginginkan Jinyoungnya kembali kesisinya, mencintainya, memeluknya dan melindunginya.

Sohyun menangis semakin keras, memukul dadanya yang terasa sesak. Seolah ada sesuatu diikatkan dijantungnya sehingga pasokan oksigen tersendat disana.

Menyakitkan, sangat menyakitkan.

Klik

Orang itu masih berdiri di bibir pintu, mmenutupnya perlahan. Matanya indahnya berair, ia ingin menangis saat telinganya mendengar suara tangis Sohyun.

Hatinya mencelos sakit. Jinyoung ingin memeluk punggung mungil itu, menenangkan Sohyun, menghapus jejak air mata dipipinya.

Jinyoung ingin melakukannya. Namun, kenyataan menghantamnya. Ia tidak berhak atas itu, dia sudah tidak berhak memeluk Sohyun.

Namun,

Tap ... Tap

Jinyoung melangkah mendekat. Persetan dengan fakta jika ia sudah tidak berhak. Sohyunnya menangis, dan sudah dipastikan wanita itu menangis karna dirinya.

Wanita itu terluka, jauh lebih terluka daripada dirinya.

Jinyoung menghentikan langkahnya. Berdiri tidak jauh dari bangsal Sohyun.

"So-ya." panggilnya dengan nada seraknya. Dapat dilihatnya punggung itu menengang setelah Jinyoung memanggil namanya.

Sohyun enggan untuk membalikkan badannya. Terlalu takut jika yang memanggilnya itu hanya ilusinya. Sohyun menginginkan Jinyoung berada disini, memeluknya dan menenangkannya. Namun, Jinyoung telah memutuskan untuk pergi.

"So-ya, ini aku. Bae Jinyoung."

Perlahan Sohyun membalikkan badanya, mata sembabnya menatap sosok pria berdiri di sampingnya. Ia tersenyum meski hatinya sakit.

Matanya membulat, segera mungkin memperbaiki posisinya terduduk.

"Young-a, hiks."

Air itu kembali mengalir dipipinya, butiran kristal itu turun semakin deras. Sohyun tidak tahu, apakah pria itu hanya ilusi atau nyata. Ia hanya berharap agar pria itu tetap berdiri disana dan tidak akan pernah pergi lagi.

"Hiks, maafkan aku... Hiks" ucapnya dengan suara serak khas orang menangis.

"Jangan meminta maaf So-ya."

Sohyun menundukkan kepalanya, menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Ia harus minta maaf, semua yang dilakukannya adalah salah dan menyakiti Jinyoung.

Ia tidak pernah memikirkan perjuangan dan perasaan Jinyoung.

"A-aku minta maaf, aku salah, aku menyakitimu, aku-"

Grep

Jinyoung menarik tubuh Sohyun. Membenamkan wajah Sohyun di dadanya. Sudah cukup Jinyoung mendengar permintamaafkan Sohyun, ia sudah tidak ingin mendengarnya lagi.

Hanya memeluknya, menenangkan Sohyun. Berharap wanita itu segera berhenti untuk menangis.

"Aku merindukanmu So-ya." ucapnya, tangannya terangkat menghelus surai coklat emas milik Sohyun. Dihelusnya dengan lembut dan penuh dengan kasih sayang.

Sohyun melingkarkan tangannya, memeluk pinggang Jinyoung sangat kuat, seolah tidak akan membiarkan Jinyoung pergi lagi darinya.

"bogoshipda." ucap Sohyun pelan. menenggelamkan wajahnya didada bidang Jinyoung, membiarkan sweter hitam itu basah karna air matanya yang terlampau banyak.

Sohyun memeluk Jinyoung erat, semskin erat. Ia tidak ingin lagi pria itu meninggalkannya.

Jinyoung menundukkan wajahnya, mengecup surai lembut Sohyun. Aroma bayi yang beberapa hari ini dirindukannya, bahkan sentuhan wanita itu, Jinyoung sangat merindukannya. Rasanya ingin mati saja selama beberapa hari ia mencoba melupakan semua yang ada pada Sohyun.

Pria itu melepaskan pelukannya, membuat sedikit jarak antara mereka. Kedua tangannya bergerak menyentuh pipi gembil Sohyun, menuntun agar wanita menatap matanya.

Tiga detik saling menatap. Jinyoung mendekatkan wajahnya, Sohyun yang mengertipun menutup matanya perlahan.

Cup~

Jantung Sohyun berdebar tidak karuan saat bibir hangat itu menyentuh bibirnya yang dingin. Benda kenyal yang selama ini dirindukannya terasa nyata menyentuh bibirnya.

Hanya menempelkannya, tidak lebih. Jinyoung tidak ingin melewati batasnya, ia hanya ingin menyalurkan cintanya dengan itu.

Tanpa mereka sadari, kegiatan mereka saat ini sedang diamati oleh orang lain. Pria itu berdiri dibalik pintu, mengamati kegiatan itu di jendela pintu.

ia menatap Jinyoung seolah pria itu adalah buruaannya. Mata hanzelnya mengkilat, penuh dengan amarah yang meluap.

Daniel tidak merelakan jika pada akhirnya Sohyun kembali pada Jinyoung.

Pria itu telah membaut Sohyunnya terluka selama berhari-hari. Ia tidak pernah ada buat Sohyun disaat wanita itu terluka. Jinyoung hanya mementingkan pekerjaan daripada Sohyun.

Daniel membalikkan badannya, merogoh saku jakt deminnya. Mengeluarkan kartu nama yang didapatnya saat ia bersama Sohyun di sungai Han.

Terdiam sejenak, mamandangi lamat-lamat nama yang tertera di kartu nama tersebut. Daniel menekan beberapa angka di ponselnya, menghubungi pemilik kartu nama tersebut.

"Yeobseoyo."

"Ini aku, Kang Daniel yang bertemu denganmu di sungai Han."

Diseberang sana terdiam sejenak, mencoba mengingat kembali siapa yang ditemuinya di Sungai Han.

"Ahhh, anda. Ada apa?"

Daniel menolehkan wajahnya, kembali menatap Jinyoung dan SSohyun yang kini tengah berpelukan. Matanya berapi-api melihat adegan itu lagi,

"Aku butuh bantuanmu."

🍁🍁🍁

Tbc

Hayo, disini masih ada team Sohyun Daniel? Masih pengen Sohyun sama Daniel gak nih setela membaca chapter ini? 😄😄

See you next chaper 😘

Jangan lupa voment juseyo 😍😍

Continue Reading

You'll Also Like

725K 67.7K 42
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...
68K 11K 22
[ š’ššš¬š®š”š¢š§šš ] Ayahnya datang, membawa seorang anak laki-laki bersurai gelap dan mengatakan bahwa sekarang dia adalah saudara angkat Hinata. S...
612K 64.3K 34
[M] Petaka itu dimulai kala Hermione bertemu Draco Malfoy di Hogwarts express untuk memulai tahun keenamnya. Dia menyadari ada yang aneh dengan lela...
330K 41.2K 39
[ š“šØš¦š¢šØš§šž ] Tom Riddle memiliki sebuah obsesi aneh dengan siswi baru misterius yang berhasil menarik atensinya. Dia yang memiliki surai ikal...