Wolf Grey : A Girl Meets Were...

Door shihanssi

21.1K 3.3K 652

[Completed] © Copyright, 2018 _________________________________________ "Because I love you, I will protect y... Meer

Coming Soon
1. Christmas Eve
2. Hugo Boss Bottled
3. Warm And Cozy
4. Black Suit
5. About Wolf Grey
6. Remember Me
7. Habit
8. Tell Me
9. Days Without You
11. Just Friend
12. Reason Why
13. Heartbreaking
14. Hard To Me
15. The War : Part 1
16. The War : Part 2 End
17. I Miss You - End
Epilog

10. Days With You

725 122 38
Door shihanssi

Main Cast :
• Bae Jinyoung
• Kim Sohyun

Tekan ⭐ sebelum membaca 😘

.
.
.

"Jinyoungie." guman Sohyun dalam tidurnya. Membuat Daniel mau tidak mau harus menghentikan kepalanya untuk mendekat pada bibir mungil itu.

.
.
.

Klik

Daniel menutup pintu coklat itu dengan pelan. Senyum kecil nya terus mengembang dibibir tipisnya seraya menggelengkan kepalanya. Ia tidak pernah mempercayai apa yang hampir ia lakukan kepada Sohyun.

Mencium bibirnya? Astaga, hantu apa yang menyeruak dalam pikirannya sampai ia senekad itu ingin melakukannya.

Untung saja hari ini Jinyoung tidak berada disekitar Sohyun. Entah apa jadinya jika pria berwajah kecil itu tiba-tiba hadir dan melihat apa yang dilakukannya. Yang terjadi hanyalah serigala panggang.

Dreeedd... Dreeddd

Daniel merogoh benda kecil yang sedari tadi bergetar di saku jas hitamnya. Ia baru saja memikirkan Jinyoung, dan sepertinya Jinyoung merasa jika ia sedang dipikirkan oleh Daniel.

Ibu jari Daniel menggeser ikon hijau itu, kemudian mendekatkan smartphone nya kegendang telinganya.

"Ada apa?"

"Apa semua baik-baik saja?"

Daniel mengangguk pelan, meski Jinyoung tidak akan pernah tahu jika ia sedang mengangguk untuk menjawab pertanyaannya.

"Lumayan, kau tidak perlu mengkhawatirkan keadaan Sohyun disini."

Daniel mendengar suara tawa renyah di seberang sana. Dan itu membuat ia ikut mengangkat kedua sudut bibirnya.

"Bagaimana perjalananmu hari ini?" tanya Daniel, ia melangkah mendekati kulkas dan membukanya. "Apa wanita itu tidak melakukan hal yang aneh padamu?"

"Seperti biasa. Dia menyambut ku dengan hangat, mungkin aku akan jatuh cinta padanya jika ia terus-terusan melakukan hal itu kepadaku."

"Jangan gila Bae Jinyoung. Mau kau kemanakan Sohyun disini jika kau bersama wanita ular itu?"

Daniel kembali mendengar suara tawa atasannya itu. Kali ini pria diseberang sana tertawa dengan besar.

"Heii i just kidding men. Lagi pula aku tidak akan mungkin jatuh cinta dengan wanita lain selain Bae Sohyun."

Gelas kaca itu melayang di udara. Gerakan Daniel yang ingin meneguk air minumnya harus terhenti ketika pria diseberang sana mengganti marga Sohyun dengan mudah. Dan entah mengapa Daniel merasa tidak suka jika marga Sohyun berubah menjadi Bae.

Daniel lebih suka jika marga itu menjadi ...

"Kang-ssi apa kau baik-baik saja disana?" suara diseberang sana membuyarkan lamunan Daniel. Pria itu memilih meletakkan gelas beningnya diatas meja.

"Ya ada apa?"

"Tidak apa-apa, ah ya apa yang dilakukan Sohyun saat ini?"

Daniel menoleh menatap datar pintu coklat di sebelahnya. "Dia sedang tidur. Ia cukup kelelahan hari ini."

"Hm."

"Kalau begitu sudah dulu, aku harus kembali kerumah untuk istirahat."

"Baiklah, jangan lupa kau harus mengirim beberapa berkas yang kuminta."

"Arasseo." Daniel menjauhkan ponselnya dan menggeser ikon merah untuk mengakhiri panggilan luar negeri itu. Ia menghela nafas pelan, mata sipitnya kembali terangkat untuk menatap pintu kamar coklat yang tingginya hampir dua meter.

~~••

Sohyun mengikat rambutnya ke atas, mengekspos leher jenjangnya yang putih dan mulus. Sesekali tangannya bergerak memperbaiki kacamata bening yang bertengker di hidungnya.

Pupil itu bergerak membaca setiap dialog dalam layar laptopnya. Kemudian tangannya meraih sebuah naskah yang diletakkan tidak jauh dari mejanya. Matanya yang sibuk bergerak mencari dialog yang ia coret di atas kertas putih itu.

Inilah pekerjaan Sohyun diakhir pekan yang cerah. Berkat Jongin Sohyun harus menghabiskan akhir pekannya dirumah dengan beban mengganti beberapa dialog. Uhh sialan.

Rasanya Sohyun ingin mengumpat saja dihadapan pria berkulit tan itu. Tidak bisakah pria itu menerima saja dialognya, toh dia hanya mengucapkan dan memperagakannya didepan kamera.

Sebenarnya bukan keinginan Sohyun yang menjadikan Jongin sebagai Han Dong Woo, namun pria berkepala plontos dari Chicago itu yang meminta agar Jongin ikut serta dalam film Wolf Gray. Mereka dekat, seperti saudara dan sahabat.

Selebih itu Sohyun tahu semua, dari asal mula pertemanan kedua pria berbeda profesi. Jongin itu sangat berpengaruh pada Key Company. Dulu Key Company adalah perusahaan indrusi perfilman dalam nominal kecil, bahkan bisa dibilang perusahaan indrusi perfilman yang gagal. Tapi semenjak Jongin menjadi donatur pada Key Company, dan membjbtangi salah satu film produksi Key Company perusahaan itu menjadi terkenal. Film-film yang ditayangkan di bioskop laris manis.

Dan mereka sanggup menarik Sohyun masuk kedalam perusahaan industri tersebut.

Sohyun menghela nafas kecil. Ia membungkukkan badannya, menempelkan dahinya pada keyboard laptopnya. Seandainya saja Jongin tidak menjadi orang yang berpengaruh untuk Key Company ia bisa saja mendiskusikan hal ini kepada sutradara tentang siapa yang pas untuk karakter Dongwoo.

"Ada apa?"

Sohyun terserentak kaget. Buru-buru ia mengangkat kepalanya dan menengok dan mendapati wajah tampan begitu dekat disampingnya.

Daniel ikut menundukkan badannya. Mengunci tubuh Sohyun dengan tubuhnya yang berada tepat dibelakang Sohyun. Pria itu meletakkan dengan santai Jajangmyeon di atas meja.

Wajah tampan itu menoleh, saat menatap Sohyun. Ia tersenyum lebar, sehingga matanya menyipit membentuk garis lurus.

Sohyun mengerjap-ngerjapkan matanya dengan imut. Ia ingin memperbaiki posisinya, tapi tubuh Daniel yang menguncinya membuatnya kesulitan untuk bergerak. Tidak lagi kedua tangan kekar itu berada disamping tubuhnya.

Sohyun menelan ludahnya kasar. Ini sudah beberapa detik berlalu, dan pria itu masih bertahan pada posisinya, mengunci dirinya dengan posisi seperti itu dan menatap lekat wajahnya.

Sesuatu yang aneh mulai mengusik indra penciuman Sohyun. Aroma mint bercampur sedikit aroma apel yang manis sedikit mengganggu pernapasan Sohyun. Awalnya Sohyun tidak suka aroma mint itu, namun perlahan aroma apel yang manis membuatnya sedikit lebih nyaman.

Dan, tubuh Daniel yang begitu dekat pada punggungnya membuat Sohyun merasakan sesuatu yang tidak asing lagi baginya. Seolah ia pernah merasakan sentuhan hangat dan nyaman ini.

"Apa ini dialog baru?" tanya Daniel, manik hazelnya bergerak menatap monitor dihadapannya.

Sohyun mengangguk kaku. Ia mencoba menggerakkan sedikit badannya agar pria berbahu lebar itu sadar dengan posisinya.

Daniel menoleh. Ia sepenuhnya sadar dengan ketidaknyamanan Sohyun. Tapi ia suka, ia suka melihat raut wajah terkejut itu menatapnya, ia suka ketika pupil itu melebar dengan sempurna, dan ia suka aroma bayi itu masuk kedalam indra penciumannya.

Sohyun mengganti aroma tubuhnya sekarang.

"Aku sudah membelikan pesananmu. Sebaiknya anda segera memakannya sebelum mienya membengkak." Daniel menjauhkan dirinya, ia berdiri tegap disamping Sohyun. Wanita itu mengangkat wajahnya memandang wajah Daniel yang lebih tinggi darinya.

"Apa kau membutuhkan sesuatu?"

Sohyun menggeleng.

Daniel tersenyum kecil. Gigi kelincinya bahkan terlihat dan itu menggemaskan.

"Baiklah, aku harus kembali ke kantor. Jinyoung memintaku untuk mengurusi berkas yang dia tinggal."

"Jam berapa kau akan kembali?"

Bodoh, kenapa Sohyun mempertanyakan hal yang biasa dia tanyakan pada Jinyoung.

"Heung~ mungkin sebelum makan siang. Kenapa?"

Sohyun menggeleng kaku. Daniel tersenyum, tangannya terangkat mengacak surai coklat emas itu.

"Sebelum makan siang mau jalan-jalan sebentar diluar? Kebetulan cuaca sangat cerah"

"Apa bisa?" Sohyun mengangkat wajahnya. Tangannya yang lentik bergerak untuk merapikan rambutnya yang sudah diacak-acak oleh Daniel.

"Bisa, nanti aku akan menjempumu jika semua urusan perusahaan selesai."

Sohyun mengangguk pasrah. "Baiklah. Tapi..."

Daniel terdiam. Menunggu kelajutan ucapan yang sengaja diputuskan oleh Sohyun.

"Bisakah kau mengupaskan apel untukku?"

.
.
.

Disinilah mereka, dihadapan hamparan luas sungai han.

MerekaㅡDaniel dan Sohyunㅡ, duduk diatas rumput liar yang bersih, pandangan mereka lurus kedepan.

Tidak ada diantara mereka yang membuka suara untuk menghentikan suasana yang awkward ini. Sohyun terlalu sibuk membuang penaknya dengan mengamati sungai han dihadapannya, sementara Daniel sibuk mengamati ciptaan tuhan yang duduk disampingnya.

"Kau suka?" tanya Daniel dan hanya diaggukkan Sohyun sebagai jawaban.

"Apa Jinyoung sudah menghubungi mu?"

Sohyun menggelengkan kepalanya pelan. "Belum, sepertinya ia sibuk disana."

Daniel mengangguk pelan. Pria itu mengamati Sohyun lamat-lamat, ia tidak bisa mendapati garis kekesalan di wajah Sohyun saat sang kekasih belum mengabarinya. Wanita itu terlihat biasa-biasa saja ketika Jinyoung belum menghubunginya.

Padahal saat Jinyoung bilang akan ke China, wanita itu jelas tidak suka dan sudah memikirkan bagaimana hari-harinya tanpa melihat Jinyoung dan sentuhan hangat pria itu.

"Sohyun-ssi."

Sohyun menengok.

"Apa yang kau suka dari Jinyoung?"

Hening

Entah hantu apa yang merasuki Daniel sampai ia dengan mudahnya mengeluarkan pertanyaan seperti itu.

Sohyun mengangkat satu alisnya. Pertanyaan macam apa itu, hal yang disukai dari sosok Jinyoung

"Aku tidak tahu. Aku hanya suka semua yang ada pada dirinya."

Daniel terdiam. Ia mencoba menarik kedua sudutnya membentuk sebuah senyum. Tapi itu sangat sulit.

Jantung Daniel terasa dilempar ribuan beton. Terasa sangat berat dan sakit, ia tidak tahu kenapa rasanya sesakit ini dan seharusnya ia tidak mempertanyakan hal yang membuat dirinya terluka.

"Lalu bagaimana denganku?"

Sohyun tersenyum. Ia melempar pandangnya lurus kedepan.

"Senyummu dan kenyamanan yang kau berikan hari ini."

"...Satu hari ini kau membuatku lebih nyaman. Kau tahu jika aku sedikit frustasi dengan dialog yang harus diubah dan Jinyoung tidak ada di dekat ku. Tapi kau," Sohyun menengok. Ia mengangkat kedua sudut bibirnya membentuk senyum yang paling indah.

"Kau membantuku dengan kenyamanan dan senyummu. Hari bersamamu tidak akan pernah kulupakan. Mulai hari ini dan selamanya."

Wajah yang tadinya kusut, kini lurus dan cerah, beton-beton yang tertumpuk di jatungnya terasa terangkat dan diganti dengan ribuan kupu-kupu yang menyebar dalam perutnya.

"Apa kau serius?"

Sohyun mengangguk. Ia kembali mengedarkan pandangannya pada hamparan luas sungai Han.

"Dan kuharap hari seperti ini tidak akan berakhir meski Jinyoung telah kembali dari China."

Daniel mengangguk. Ia juga tidak ingin hari seperti ini berakhir, hanya karna Jinyoung kembali mengisi hari-hari Sohyun, menarik wanita itu sedikit menjauh darinya.

Bahkan Daniel sudah tidak peduli jika Sohyun adalah milik atasannya. Belum ada hubungan yang pasti dalam hubungan Jinyoung dan Sohyun.

Mereka masih bisa berakhir, dan Daniel siap untuk merebut Sohyun dari Jinyoung saat hari itu tiba.

"Kau mau sesuatu?"

Sohyun menengok. "Kau akan membelikanku?"

"Iya."

"Apapun?"

Sekali lagi Daniel mengangguk. Apapun akan dia belikan untuk Sohyun, bahkan jika Sohyun meminta dirinya untuk membunuh seseorang ia akan mengiyakan.

.

Sohyun memandang lurus, hamparan luas sungai han yang menjadi daya tarik indra penglihatannya. Ini sudah tiga bulan berlalu ia mengunjungi sungai han setelah ia bergelut untuk menulis skenarnio Wolf Gray.

Ingatan-ingatan kecil terngiang di kepala kecilnya. Masa kecilnya bersama Jinyoung adalah sesuatu yang menggemaskan. Ia sudah ingat kenangan masa kecilnya bersama Jinyoung, tidak semuanya, hanya sebagian kecil dan itupun atas bantuan Jinyoung yang terus membantunya mengingat kenangan yang nyaris ia lupakan.

"Ice cream stawberry?"

Sebuah ice cream strawberry di sodorkan didepan wajah Sohyun. Sohyun terkekeh dan mengambil ahli ice cream dari tangan Daniel.

"Gomawo."

Daniel tersenyum, ia mendudukkan tubuhnya di sebelah Sohyun, diatas hamparan rumput liar. Ekor mata Daniel menangkap Sohyun yang menikmati ice cream pemberiaannya. Melihat bagaimana lidah itu menjilati permukaan ice cream yang dingin.

Sohyun yang merasa diamati langsung menengok. Menatap Daniel dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Ada apa?"

Daniel membulat. Tatapan Sohyun terlalu mendadak, ia mengalihkan pandangannya lurus.

Jantung Daniel berpacu tidak karuan. Ia tidak tahu harus mengatakan apa, setelah ia kedapatan sedang memandangi wajah kekasih direkturnya.

Manik hitam Sohyun masih memandangi wajah Daniel. Pria itu masih diam, dan tidak menyadari jika ice creamnya sudah mulai memeleh.

"Daniel ice cream mu meleleh." Sohyun menepuk pundak Daniel, menyadarkan pria itu jika ditangannya sudah mengalir soft pink.

Daniel melirik sekilas kearah Sohyun, kemudian menatap jarinya yang dibasahi ice cream yang sudah mencair.

"Aishhㅡ ini sudah tidak bisa dimakan lagi." Gerutu Daniel mengamati soft pink diatas cone tinggal sedikit.

Sohyun terkekeh. Ia menggerakkan tangannya mengambil sesuatu didalam tas selempangnya.

"Makanya jika membeli ice cream itu cepat dimakan. Jangan melamun."

Daniel menengok, wanita disampingnya itu sudah mengelap jarinya dengan tissu yang dikeluarkan dari tasnya.

Manik hazel tidak berhenti memandangi wajah Sohyun. Pipi gembil itu terlihat sangat menggemaskan jika dilihat dari samping, bibir mungilnya yang bergerak saat mengeluarkan sepatah kata. Daniel sekali lagi ingin mencicipinya.

"Jika ingin melamun sebaiknya kau membeli makanan yang tidak mudah mencair. Kau mendengarnya Kang Daniel-ssi."

Sohyun mengangkat wajahnya. Manik hitamnya bertemu dengan manik hazel milik Daniel. Sohyun terpaku saat mereka mulai beradu tatap.

Daniel masih bertahan, ia masih memandang wajah itu, tidak peduli jika Sohyun ikut memandanginya. Daniel suka seperti ini, saat ia bisa lebih jelas memandangi wajah bulat dihadapannya.

Pria itu memejamkan matanya perlahan. Bulu matanya yang lentik terlihat jelas dimata Sohyun. Ohh shit, melihat pergerakan pria dihadapannya membuat jantung Sohyun berdebar tidak karuan. Entah sejak kapan pria dihadapannya itu terlihat sangat tampan dimata Sohyun, bahkan hanya memejamkan matanya tiga detik masih terlihat sangat tampan.

Ohh tidak, Sohyun sepertinya terpesona dengan pria dihadapannya. Ia tidak ingin mengakhiri pandangannya bersama Daniel, Sohyun masih ingin memandangi ciptaan tuhan yang luar biasa dihadapannya. 

"Aw!!"

Suara jeritan itu akhrinya menjadi salah satu pengganggu. Daniel dan Sohyun mau tidak mau menghentikan adu tatap mereka dan menatap presensi anak laki-laki yang terjatuh dari sepedanya.

Daniel bangun dari duduknya secepat mungkin, mendekati anak laki-laki yang sedang memegang lututnya.

"Kau tidak apa-apa?"

"Akhit aman."

Daniel menengok kearah Sohyun. Ia tidak mengerti bahasa anak-anak, Sohyun yang ditatap hanya mengangkat kedua bahunya tanda ia juga tidak tahu. Tapi sebenarnya ia hanya berbohong. Sohyun ingin melihat bagaimana pria berpundak lebar itu menangani anak kecil.

"Apa sakit?"

"Heung~" anak laki-laki itu mengangguk. Bibirnya dipoutkan dan matanya mulai berair.

"Dimana orang tuamu?"

"Papa, isana." anak laki-laki itu menunjuk lurus. Daniel memutar kepalanya mencoba mencari seseorang yang ditunjuk anak laki-laki itu.

Tapi, disana terlalu banyak orang. Daniel tidak tahu yang mana diantara mereka adalah orang tua anak ini.

"Bawa dia kemari," pinta Sohyun. Daniel mengalihkan pandangannya.

Daniel menggendong anak laki-laki ini, membawanya duduk disamping Sohyun. Dan dirinya duduk tepat didepan anak ini.

Manik Daniel mengamati setiap pergerakan tangan Sohyun, mulai dari membuka tasnya, mengeluarkan plaster bergambar bintang kemudian menutupi luka itu dengan plaster bintang itu.

Sohyun tersenyum, untung saja ia selalu membawa plester kemana-mana. Ekor mata Sohyun mendapati wajah polos Daniel, pria itu tidak berhenti memandangi lutut anak laki-laki dihadapannya. Mungkin plester luka itu adalah salah satu alasan mengapa pria itu masih memandangi lutut anak kecil ini.

Sohyun mengalihkan pandangannya sesaat Daniel menyadari jika ia sedang diamati.

"Siapa namamu?"

"Woocheol."

"Woocheol-ah apa kakimu sudah tidak sakit lagi?"

Woocheol menggelengkan kepalanya. "Idak, udah idak acit agi."

Sohyun tersenyum. Jemarinya bergerak menghelus surai hitam Woocheol.

"Nam Woocheol." Panggil seorang pria. Sohyun, Woocheol dan Daniel menengok mencari sosok yang memanggil nama anak laki-laki itu.

Pria bertubuh jangkung itu mendekat. Ia menunduk kepalanya, dan disambut hangat oleh Sohyun dan Daniel.

"Kau kemana saja Woocheol-ah, ayah mencarimu." pria itu berlutut dihadapan Woocheol. Gurat kekhawatiran terlihat jelas di wajahnya.

"Woocheolie adi atuh, aki Woocheol berdarah tapi ahjumma ini udah mengobatinya." Woocheol menjelaskan dengan detail kepada pria yang sudah dipastikan adalah ayah Woocheol.

Pria jangkung itu berdiri, diikuti oleh Sohyun dan Daniel.

"Kamsahamnida.... Terimakasih sudah menolong putraku. Saya tidak tahu harus membalas kebaikan anda dengan apa."

"Tidak apa-apa, itu sudah kewajiban kami menolong seseorang."

"Terimakasih." Pria jangkung itu kembali menundukkan kepalanya. Ia benar-benar bersyukur jika anaknya berada didekat orang yang baik. Ia tidak tahu lagi jika anaknya berada ditangan yang salah.

Pria itu merogoh saku jaketnya. Mengeluarkan benda bentuk persegi. Daniel menerimanya, mata hazelnya mengamati setiap kata di dalam benda persegi itu.

"Hubungi aku kapan saja jika kalian membutuhkan bantuan."

"Ahh terimakasih."

"Ayah... Woocheolie lapar." pria jangkung itu menunduk. Ia tersenyum menatap putranya. "Ayo pulang, ayah akan membuatkan Woocheol makan malam yang enak."

"Kalau begitu kami pergi dulu." ucap Pria jangkung itu sembari menggendong putranya.

Sohyun masih terdiam, tangannya melambai kepada Woocheol.

Setelah tubuh jangkung itu semakin menjauh dari pandangan Sohyun. Wanita itu mengalihkan pandangannya mengamati Daniel yang masih serius memandangi kartu nama pria jangkung itu.

"Siapa?"

Daniel terserentak kaget. Buru-buru ia memasukkan kartu nama itu kedalam saku jas hitamnya.

"Bukan apa-apa.Kau butuh sesuatu?"

Sohyun menggeleng. Sejujurnya ia memang tidak membutuhkan sesuatu lagi. Cukup Daniel, hanya pria itu berada di sampingnya dan menghabiskan satu hari bersamanya.

Setidaknya pria itu bisa mengganti posisi Jinyoung untuk sementara waktu. Untuk mengisi kekosongan harinya.














































































Atau mungkin hatinya.

🍁🍁🍁

See you next Chapter
Jangan lupa voment 😘

Ga verder met lezen

Dit interesseert je vast

64.8K 4.7K 20
Kisah sehari-hari Sakura dan teman-temannya. Kisah yang melibatkan rasa rumit yang disebut dengan 'cinta' dalam pertemanan mereka. Warning: Fiksi, Ga...
1.2K 222 10
Peringkat satu bukan sekedar ambisi untuk Hinata. Dia rela menggunakan jam makan siang untuk belajar, mengunjungi perpustakaan lebih sering setiap ha...
5.3K 1K 16
"Sebab upah dosa adalah maut." - Roma, 6:23 Kutipan alkitab selalu ditemukan di setiap kematian mengerikan yang terjadi. The Grim Reaper adalah kasus...
30.1K 3K 27
⚠️ First story ⚠️ Disclaimer : Masashi Kishimoto Hinata Hyuga adalah seorang gadis biasa yang telah jatuh cinta sendirian di masa remajanya. Pada dia...