SAMUDERA (SUDAH TERBIT) ✔

By Mlyftr96

1.4M 139K 17.3K

Beberapa part dihapus demi kepentingan penerbitan. Highest rank : #14 in Teen Fiction [26/07/2018] Bukan tent... More

Samudera - 1
Samudera - 2
Samudera - 3
[Bukan Update] Samudera dan Oceana
Samudera - 4
Samudera - 5
Samudera - 6
Samudera - 7
Samudera - 8
Samudera - 9
Samudera - 10
Samudera - 11
Samudera - 12
Samudera - 12
Samudera - 13
Samudera - 14
Samudera - 15
Samudera - 16
Samudera - 17
Samudera - 18
Samudera - 19
Samudera - 20
Samudera - 21
Samudera - 22
Samudera - 23
Samudera - 24
Samudera - 25
Samudera - 26
Samudera - 27
Samudera - 28
Samudera - 29
Samudera - 30
Samudera - 31
Samudera - 32
Samudera - 33
Samudera - 34
Samudera - 35
Samudera - 36
Samudera - 37
Samudera - 38
Samudera - 39
Samudera - 40
Samudera - 41
Samudera - 43
Samudera - 44
Samudera - 45
Samudera - 46
Samudera - 47
Samudera - 48
Samudera - 49
Samudera - 50
Extra Part

Samudera - 42

17.2K 2.3K 292
By Mlyftr96

Sebenernya part ini mau aku update pas ultahku tanggal 26 juni besok wkwk

Tapi karena tanganku gatel pengen up sekarang, jadi aku up

Jangan lupa vote dan comment

♥ ♥ ♥

Oceana membuka sweater yang ia pakai, kemudian melilitkan ke perut Samudera, setidaknya hal itu bisa sedikit menutup lukanya.

Gadis itu menyeka air matanya, kemudian menatap Reyhan. "Rey, lupakan dulu ego lo, pikirkan seorang manusia yang gak bersalah menjadi korban tusukan lo."

"Yaudah sih biarin aja, kalau dia mati ya tinggal dikubur," balasnya enteng.

"Ini bukan tentang dia sahabat atau mantan gue, ini tentang kemanusiaan." Oceana mengangkat tubuh Samudera yang lebih besar dari bobot tubuhnya dengan kekusahan.

Ara menghela napas, kemudian ia membantu Oceana mengangkat tubuh Samudera untuk dibawa ke mobil lelaki itu yang ada di depan rumah.

Oceana sedikit mengulas senyum, setidaknya Ara masih punya setitik kebaikan di hatinya untuk menolong Samudera.

♥ ♥ ♥

Setelah sampai di pelataran rumah sakit, Oceana membopong tubuh Samudera keluar dari mobil. Beberapa perawat yang melihat hal itu langsung berlarian ke arah Oceana dengan mendorong brankar pasien.

Samudera dibawa ke ruang UGD dan langsung ditangani oleh dokter Alvaro yang memang sedang bertugas di sana.

Ini bukan perkara Oceana adalah seseorang yang pernah menjadi sahabatnya, pacarnya, mantannya atau seseorang yang masih ia cinta. Ini adalah murni rasa kemanusiaan, rasa empati melihat seseorang yang rela berkorban untuk dirinya.

"Dia kehilangan banyak darah, golongan darah O stoknya lagi kosong dan pasien harus segera dioperasi," jelas dokter Alvaro kepada Oceana setelah memeriksa keadaan Samudera.

Oceana memijat pelipisnya dan segera ia menghubungi Vina menggunakan ponsel salah seorang perawat yang memang ia kenal, karena golongan darah Bundanya adalah O. "Iya, dok. Saya udah menghubungi pihak yang mungkin bisa membantu."

"Segera urus administrasinya, biar pasien segera dipindahkan ke ruang rawat." Setelah itu sang dokter melenggang pergi, sementara Oceana segera ke bagian administrasi.

Oceana memindahkan Samudera ke ruangan VVIP, gadis itu menatap wajah pucat pasi lelaki di hadapannya. "Aku memang masih sayang sama kamu, tapi untuk kembali, hatiku belum bisa, rasa yang ada gak pernah sama lagi, Sam."

"Menjadi aku itu sakit, Sam. Aku menunggu kamu selama bertahun-tahun ternyata kamu sudah memiliki seorang anak."

Setitik air mata jatuh ke pipi Oceana. "Dulu kamu dengan mudahnya mengumbar janji-janji manis yang kemudian buat aku melayang ke angkasa, dan pada akhirnya janji itu hanyalah bualan yang membuat aku terjerat ke dalam luka mendalam."

"Jika saja aku bisa mengulang masa lalu, aku memilih tetap menjadi sahabat kamu, bukan mengubahnya menjadi cinta yang membawa luka."

Tak lama kemudian muncul Vina dan Axel, anak kecil berusia 6 tahun itu langsung menangis melihat sang Ayah yang terbaring lemah seperti ini. "Papa, gak boleh pergi, nanti Ax sama siapa? papa jangan pergi!" ujar Axel di sela isakannya yang membuat Oceana dan Vina terenyuh.

Oceana langsung mengangkat tubuh Axel ke dalam dekapannya, seraya menghapus air matanya. "Semua akan baik-baik aja, Ax gak boleh nangis, masa jagoan nangis, hmmm."

"Tapi Ax gak mau Papa pergi."

"Mending Ax berdoa untuk kesembuhan Papa."

Bocah itu mengangguk patuh. "Semoga Papa baik-baik aja, Ax janji akan jadi anak yang baik, Ax gak akan nakal lagi, asal Papa bangun dan main sama Ax lagi."

Oceana mencium kening Axel dengan penuh kasih, dan ia menurunkan Axel. "Ax, temani Papa ya, Kak Oceana sama Nenek temui dokter dulu." Axel mengangguk, kemudian mendekat ke arah Samudera.

"Na, ini Bunda bawa baju ganti, baju kamu udah banyak noda merah." Oceana meraih paper bag itu dan segera menuju toilet.

♥ ♥ ♥

"Tensi Ibu Vina rendah, jadi tidak biasa mendonorkan darahnya untuk pasien," ujar dokter Alvaro setelah membaca hasil dari pemeriksaan yang dilakukan oleh Vina. "Saya juga sudah menghubungi pihak PMI dan stok untuk golongan darah O memang sedang kosong." Setelah itu dokter Alvaro melenggang pergi.

Oceana menghela napas lelah. "Bun, Bang Ian golongan darah O 'kan?"

"Iya, tapi kan Bang Ian lagi ke Bali sama Ayah."

"Bun, suruh Abang pulang cepat sebelum terjadi hal yang buruk."

"Takut waktunya gak nuntut, mending kamu hubungi keluarganya, siapa tahu di antara mereka ada yang golongan darah O."

"Aku gak ada nomornya Tante Rania atau Aurel, Bun."

"Mending kita ke Axel, mungkin dia tahu."

Oceana dan Vina kembali ke ruang rawat Samudera. Ibu dan anak itu saling melempar pandang, menatap Axel yang terus berdoa untuk sang Ayah. Oceana menghampiri Axel. "Ax, punya nomornya Nenek Rania atau Tante Aurel?"

Axel menoleh. "Kata Ayah, Tante Rania sama Aurel lagi ke Palembang."

Oceana terdiam sesaat, menatap Samudera yang masih enggan membuka matanya. Kemudian ia meminjam ponsel Vina untuk menghubungi Adrian.

"Bang Ian, pulang cepat sekarang!"

"Apa? Abang masih ribet di sini."

"Bang, Samudera butuh transfusi darah, dan sekarang stoknya kosong. Cuma Abang yang bisa tolong sekarang."

"Oh."

"Bang, Samudera gini karena tolongin aku. Gak ada waktu lagi, ini menyangkut nyawa Samudera."

Tuuutttttt.

Panggilannya terputus secara sepihak.

"Bangggggggg!" suara Oceana meninggi. "Bun, tolong hubungi Bang Ian lagi," ia memberikan ponsel itu kepada Vina.

Pandangan Oceana mengarah kepada Samudera, ia mengecek nadinya yang semakin melemah, segera Oceana memencet tombol darurat dan tak lama kemudian muncul dokter Alvaro untuk melakukan pemeriksaan.

Dokter Alvaro menghela napas pelan. "Pasien harus segera melakukan transfusi darah agar segera dioperasi. Saya sudah menghubungi pihak rumah sakit lain, stoknya ada tapi tidak bisa diproses cepat, sedangkan pasien tidak memiliki banyak waktu lagi."

Tangis Axel semakin kencang mendengar penuturan sang dokter. "Papa, gak boleh tinggalin Ax, nanti Ax sama siapa kalau Papa pergi," tangisnya pecah, air matanya semakin mengalir deras.

Dokter Alvaro kembali berbicara. "Saya permisi dulu, masih ada pasien yang harus saya tangani."

"Iya, dok."

Oceana menatap Samudera sekilas, kemudian ia meraih tubuh Axel dan memeluknya, lalu membisikkan kata-kata penyemangat. "Jika seandainya Papa pergi, Axel gak usah takut. Nanti Kak Oceana yang akan rawat kamu." Kemudian Oceana mencium kening bocah 6 tahun itu. "Jangan nangis lagi, kita harus berdoa untuk Papa."

Vina mendekat dan menepuk pundak Oceana. "Bunda udah coba hubungi Bang Ian tapi nomornya gak aktif."

Oceana menghela napas panjang lalu menghembuskannya, ia tidak sanggup jika Samudera pergi karena menolong dirinya, itu akan membuat dirinya sangat amat merasa bersalah.

Tuhan, selamatkan Samudera demi Axel, seorang anak yang masih membutuhkan kasih sayang dari orangtua. Selamatkan dia yang aku cintai, aku mohon.

Axel mendekati Papanya dan kemudian berucap, "Papa pernah janji untuk selalu temani Ax, tepati janji itu, Pa. Jangan buat Ax benci Papa karena Papa gak menepatinya."

"Ax janji gak akan mengeluh lagi kalau Papa jarang di rumah karena kerja, Ax gak akan nakal lagi. Ax janji, Pa."

Axel terdiam kemudian cairan bening itu kembali menetes. "Yang Ax punya cuma Papa."

Hati Oceana dan Vina tertohok mendengar pengakuan Axel, ucapannya terdengar tulus dan menyakitkan secara bersamaan. Siapapun yang berada di posisi Axel pasti akan merasakan hal yang sama.

"Cukup Mama yang pergi secepat itu, Papa jangan."

♥ ♥ ♥

Continue Reading

You'll Also Like

46.3K 1.1K 25
Coba tebak, selain merah, seperti apakah warna cinta? Apakah putih atau mungkin juga abu-abu? Bingung? Kau bisa tahu jawabannya disini, di masa ini...
UNCHANGED By Jullya

Teen Fiction

691K 41.3K 84
❝Maybe it's not about the happy ending, maybe it's about the story.❞ WARNING: This story is contain harsh words and another bad content, for story ne...
680K 93.4K 42
Bagi Khayana, remaja perempuan yang kehilangan minat hidupnya karena dihantui trauma masa lalu, Enand adalah pahlawan. Bagi Enand, si bocah serampan...
3.2M 158K 22
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...