Stole The Bastard Heart

By kiranaabella

373K 14.5K 410

All Rights Reserved | Based on The Bastard Series. The first book of The Bastard Series. All stories contain... More

1. Meet The Trouble Maker
Cast 1
2. You?!
3. He's My Boss!
Cast 2
4. Let's Start This Game
5. Playing With The Real Bastard
6. I'm Not Afraid of You Boss
Cast 3
7. Plan
8. At Night Party
9. A Day With Jerk
10. The Devil Side
11. Secret
12. New Routine
13. A Good Devil
14. Overthinking
INFO
15. Devil's mission
16. This is wrong
17. Devil's Plan
18. Gonna be mine
19. Stupid Sean
20. I Like You
21. Marriage aren't one of my planning
22. Huh..Bad day ever
23. I Dont Know How To Explain That
24. Between Feeling and Logic
25. Stupid Feeling or Stupid Sean?
26. Fail
27. Leave me alone
28. All Over
29. Back to Stranger I
30. Back To Stranger II
31. Shouldn't Have Met
32. Disturbing
INFO
33. Ups..
34. My Heart Almost Melts
35. I'll Marry You
37. Finally
38. I'll Be Yours for a Thousand Lives
39. Never Tear Us Apart
40. Officially Mrs. Lawrence

36. Sean and His Struggles

3.1K 145 1
By kiranaabella

Satu minggu setelah mengatakan kalimat keramat itu, Megan bahkan tidak ingin melihat hidung pria itu.

Menikah agar bisa memperkosanya dengan bebas? Kurang ajar! Apa pria itu menyamakan dirinya dengan binatang?

Pekerjaan Megan masih seperti biasa.

Megan juga mendengar kabar burung bahwa dirinya akan dipindahkan ke perusahaan Stern. Apa hubungan perusahaan Fulton dengan Stern? Pertukaran pegawai kah?

Sebelum berita itu menjadi kenyataan, Megan sudah mendatangi Mr. Fulton untuk membuktikan kebenarannya. Dan surprise..Kabar itu memang benar.

"Mr. Fulton, saya tau jika anda tidak benar-benar ingin melepas pegawai seperti saya 'kan?"

"Kau pegawai yang kompeten, Megan. Saya juga sebenarnya bersyukur bahwa kau menjadi pegawai Fulton,"

"Jadi, mengapa anda ingin memecat saya dan memperkejakan saya di Stern?"

"Itu keinginan pemilik Stern,"

"Mr. Fulton dengan berat hati saya menolak. Anda bahkan tidak memiliki alasan konkret, mengapa saya harus berhenti dari Fulton."

Mr. Fulton menghela nafas. Wajah yang tak lagi muda itu menatap wajah pegawainya yang juga menatapnya..dengan tajam.

Pria tua itu tertawa pelan.
"Apa kau sebegitu ingin bekerja disini?"

"Presentase 98%." Balas Megan. Tidak 100%, ia menyisihkan 2% karena gaji yang ia terima tidak sesuai dengan dirinya yang harus lembur setiap hari.

"Baiklah. Nanti akan saya sampaikan kepada Mr. Lawrence."

"Terima kasih, Mr. Fulton. Saya sangat menghargai itu."

"Saya permisi."

Megan kemudian menundukkan kepalanya sopan dan berlalu dari ruang petinggi Fulton tersebut.

Di dalam lift tak henti-hentinya perempuan ini mengumpat.

"Sean! Awas saja kau." Monolognya. Ya, ia tau jika masalah ini pasti ada campur tangan Sean Lawrence. Siapa lagi? Ada hal apa sehingga dirinya di lempar ke perusahaan Stern, anak perusahaan Lawrence Enterprise?Pasti ulah si pemilik Stern, Sean Richard Lawrence.

Kaki berbalut heels 9cm itu berjalan menuju sebuah ruangan. Divisi personalia. Rumah keduanya, tempat ia menghabiskan waktu hingga jam 1 pagi. Mengejutkan 'bukan?

Keadaan kantor hari ini tidak terlalu sibuk. Hanya mengoreksi beberapa laporan bulanan kemudian di berikan kepada manajer.

Ia tolehkan kepalanya ke jam dinding. Waktunya pulang, tetapi mengapa semua karyawan disini sangat betah untuk duduk?

Ini bukan lagi jaman inlander yang dipaksa kerja rodi. Modernisasi memang tidak memengaruhi orang untuk mencari uang.

"Lebih baik aku pulang." Ucap Megan. Lagipula, tugasnya sudah selesai.

Sebelum ia meninggalkan gedung yang menjadi tempat ia mencari uang. Teleponnya bergetar.
Ia keluarkan telepon itu dan mendapati sang ibu yang menelponnya.

Tumben.

"Halo mom." Sapa Megan.

"MEGAN SANDERS! BISA-BISA KAU INGIN MENIKAH TANPA MEMBERITAHU IBU?! ANAK DURHAKA INI!"

Megan menjauhkan ponsel dari telinganya. Pekikan keras dari sang ibu lama-lama membuat gendang telinganya pecah.

"Hah? Apa? Siapa menikah?" Bingung Megan. Siapa juga yang ingin menikah?!

Sebentar,

Dahi perempuan ini mengerut. Ia berpikir sejenak.

"Aku tidak menikah. Siapa juga yang menyukai perempuan gila kerja sepertiku."

"Ada pria tampan yang datang kerumah. Sepertinya dia konglomerat."

Megan melotot. Siapa lagi?! Ciri-ciri itu sangat pas untuk menggambarkan Sean Lawrence.

Pria yang baru-baru ini mengejarnya. Pria yang ingin ia lupakan benar-benar kembali dan mengusik perasaannya.
Bukan perempuan jika tidak tersipu pada perlakuan lembut pria. Namun, Megan sudah bertekad untuk tidak terbujuk rayuan gila Sean.

Megan bukan perempuan kaku yang tidak mengerti gerak-gerik pria yang mendekatinya. Raleigh dan Edmund-kedua pria naas itu pernah menyatakan perasaannya tetapi Megan menolak dengan tegas.

Seseorang pernah memberitakan kabar jika Megan adalah penyuka sesama jenis. Salah, bahkan ini benar-benar salah.
Megan hanya takut di permainankan.
Sean adalah salah satu orang yang mempermainkan perasaannya.
Dijadikan bahan taruhan. Siapa yang tidak sakit hati jika dijadikan objek dari bahan taruhan?
Perempuan memiliki perasaan yang sensitif dan mudah pecah.

Namum, akhir-akhir ini dinding yang ia buat setinggi mungkin pada akhirnya akan roboh sejalan dengan usaha Sean untuk mendekatinya.

Sekarang saja, pria itu dengan percaya diri datang ke Seattle. Kampung halaman Megan.
Bodoh jika Megan tidak melihat keseriusan pria itu, namun tetap saja ia kurang yakin pada pria yang pernah membohonginya tersebut.

"Aku bisa gila." Monolognya. Dengan langkah cepat ia tinggalkan gedung yang tidak terlalu tinggi itu.
Perasaannya dongkol. Yang ada dipikirannya hanya menyabet wajah sok seorang Sean.

Enam jam mengudara membuatnya seperti perempuan mengenaskan.
Tadi, sepulang dari kantor, dengan terburu-buru ia mengemas beberapa baju yang akan ia bawa ke Seattle. Adiknya-Morgan bahkan ia tinggal tanpa memberikan penjelasan.
Persetan, adiknya sudah dewasa. Ia akan memberi penjelasan nanti.

"Pak, tolong antar saya ke Sand Point Way."

Supir taksi tersebut mengangguk dan menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang.

Sekarang pukul satu dini hari.
Megan mendesah. Ia tanpa pikir panjang untuk datang kemari.
Sean-pria itu mana mungkin masih berada di rumahnya.

Ah, nanti saja. Ia akan berbicara empat mata dengan pria itu.
Yang dipikirkannya sekarang hanya ingin tidur.
Masalah kantor, ia akan minta ijin dengan alasan sakit. Klasik memang.

Tok
Tok
Tok

Beberapa kali ketokan pintu tidak membuat sang pemilik rumah membuka pintu. Masih terlihat sepi dan tenang.
Megan menggeram. Apa orangtuanya sedang dinas?
Sekadar informasi, orangtua Megan adalah seorang polisi setempat.
Jarang berada dirumah, namun kasih sayang tak pernah orangtuanya lupakan.

"Sepertinya aku akan tidur seperti pengemis." Megan bermonolog. Ia terlalu menyayangi uangnya untuk menginap di hotel.

Perempuan itu kemudian teringat sesuatu. Di pintu belakang, orangtuanya sering menaruh kunci di balik batu sekadar berjaga-jaga.

Megan tersenyum puas. Akhirnya ia tidak jadi gelandangan.

Ia seperti terlempar ke masa lalu. Suasana rumah ini tidak berubah. Bahkan, furnitur rumah tidak ada yang berubah sejak ia belum dilahirkan.

Lama sekali. Dua tahun ia tidak pulang. Perempuan sibuk dan juga mengurus Morgan yang masuk kuliah.

"Aku sungguh merindukan rumah." Gumamnya lirih.

***

Sinar pagi seakan keluar dengan gembira. Kicauan burung masih terdengar. Perumahan yang jauh dari jangkauan jalan raya.

"AHH!"

Teriakan seseorang mengusik tidur perempuan yang sedang bergelut di sofa depan televisi.

"MEGAN! ANAK INI BENAR-BENAR!"

"BANGUN! SEJAK KAPAN KAMU BERADA DIRUMAH?!"

Sungguh mengusik. Mata biru itu terlihat. Ia melihat ibunya sedang mencak-mencak dengan wajah menyeramkan.

"Hi mom, long time no see."  Sapa Megan dengan senyum yang menurut ibunya sangat menyebalkan.

"Kamu masih punya waktu menyapa?! Bangun!"

Dengan terpaksa Megan bangun. Ini baru pukul lima pagi. Seharusnya ia masih bergelut dengan sang mimpi.

Ibunya duduk dengan posisi di depan Megan. Seragam polisinya membuatnya semakin terlihat tegas.

Teringat pada Sean yang datang kerumahnya membuat Megan menatap sang ibu dengan serius. Rasa kantuk yang ia rasakan tiba-tiba menghilang.

"Mom, tolong jelaskan siapa pria yang datang kerumah."

Ibunya mendelik. Seharusnya ia yang bertanya. Anak perempuannya ini tiba-tiba dilamar oleh seorang konglomerat.

"Seharusnya mom yang bertanya! Pria itu sepertinya sangat mengenalmu. Jangan berpura-pura."

"Aku bahkan tidak memiliki kekasih. Apa pria itu bernama Sean Lawrence?"

"Kau mengenalnya. Dasar anak durhaka. Kau bahkan tidak mengabari orangtuamu jika pulang ke Seattle. Adikmu bagaimana? Kau tinggal dia sendirian?"

"Morgan sudah dewasa, mom."

Ibunya menghela nafas. Ia sudah mengetahui hubungan tidak jelas antara anak perempuannya dan Sean.

"Berbicaralah dengannya. Ibu tau jika kau sudah cukup dewasa dalam menanggapi masalah. Terlebih ini percintaanmu."

Megan tersenyum singkat.
"Ya, aku tau. Nanti aku akan menghubunginya."

"Mom aku lapar." Lanjut Megan dengan cengengesan. Ia benar-benar tidak makan sejak kemarin sore. Ia hanya sempat makan roti di pesawat.

"Kelakuan dan umur sangat bertolak belakang." Gumam Ibunya pelan sambil menggeleng.

TBC

Akhirnya ( ˘ ³˘) Update
Kejar deadline banget ini mah ya haduh
Kalo ceritanya mulai ngawur, tolong maapkannn huhuu
maklum pikiran kebelah-belah

Tapi semoga kalian suka ya~
Sampai bertemu di part selanjutnya hihi

Continue Reading

You'll Also Like

592K 25.3K 40
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...
309K 16.3K 26
Mature Content ❗❗❗ Lima tahun seorang Kaia habiskan hidupnya sebagai pekerja malam di Las Vegas. Bukan tanpa alasan, ayahnya sendiri menjualnya kepad...
2.8M 299K 50
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
2.7M 26.2K 27
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...