Hari ini Zea bermaksud untuk mengajak Sean berduaan, ia bosan jika hanya berdiam diri di istana sembari menunggu pria itu datang. Zea kesal karena beberapa hari ini pria itu sama sekali tak memperdulikannya karena ia di sibukkan dengan masalah yg menyangkut Clan Reinhardt, jadi jangan salahkan Zea jika ia memaksa pria itu untuk menghabiskan waktu berduaan dengannya saja.
Zea berjalan menuju lemari pakaiannya dan memilih baju yg pas untuk kencannya hari ini. Ia tak peduli jika harus meminta duluan untuk berkencan, yg terpenting adalah berjalan berduaan dan menghabiskan waktu bersama walau hanya satu hari saja. Setelah mendapatkan baju yg di inginkannya, tanpa membuang-buang waktu lagi gadis itu memakainya dan berjalan menuju kaca untuk melihat penampilannya sendiri.
" Perfect! " pekiknya senang.
Baju yg di kenakan Zea
Setelah itu ia berjalan meninggalakan kamarnya dan tak lupa mengambil tas kecil yg ada di atas meja. Banyak perajurit dan pelayan berlalu-lalang sembari menunduk hormat saat Zea berjalan melewati mereka, ia terus berjalan menyusuri lorong istana sembari bernyanyi untuk dirinya sendiri. Saat ia berjalan tiba-tiba saja matanya menangkap seorang pria yg sangat ia kenal.
" Morning kak? " sapanya dengan tersenyum senang.
Pria itu adalah Zee, kakaknya sendiri yg sedang berbicara dengan salah satu perajurit. Zee memincingkan matanya heran melihat penampilan adiknya, mau pergi kemana dia pagi-pagi begini, begitulah pikirnya. Zea yg mengerti maksud tatapan kakaknya langsung saja tersenyum malu sembari berbisik.
" Aku mau berduaan dengan uncle Sean. " bisiknya pelan dan hal itu berhasil membuat Zee terkejut akan perkataan adiknya. Ia berpikir bahwa pamannya yg satu itu sedang sibuk hari ini namun kenapa Zea tadi berkata begitu, lalu mana yg benar.
" Bukankah dia sibuk hari ini Zea?. " Zee bertanya namun tak di gubris oleh adiknya karena gadis itu sudah melenggang pergi meninggalkan Zee yg menatapnya dengan alis berkerut. Entah apa yg akan di lakukan adiknya namun semoga saja ia baik-baik saja karena Zee tak suka adiknya kenapa-napa atau bahkan menangis.
Sedangkan di kerajaan Ruthven, terlihat seorang pria berambut silver tengah duduk sembari menopang dagu. Ia baru saja mencari jejak keberadaan Clan Reinhardt yg menghilang tanpa jejak , tak hanya Sean saja yg mencari keberadaan mereka namun sahabatnya yg lain juga berusaha keras agar bisa menemukan keberadaan mereka.
" Aarrgghh sialan! " makinya kesal. Ia berharap bisa melenyapkan clan yg dulu hampir saja membunuh matenya namun ia kesulitan mencari keberadaan mereka yg menghilang tanpa jejak bagaikan di telan bumi.
Tavros yg melihat kekesalan rajanya pun hanya bisa menunduk dan tak berani berbicara. Ia tahu bahwa pria itu akan terus-menerus memaki seperti itu dan tak akan ada yg bisa menghentikannya, selain calon ratunya sendiri. Tavros menghembuskan nafas berat, dalam hatinya ia berharap bahwa calon ratunya datang hari ini juga atau hal buruk akan terjadi di istana ini karena amarah rajanya yg tak terkendali.
Sedangkan di luar gerbang istana kerajaan Ruthven, terlihat seorang gadis berambut hitam tengah berjalan anggun melewati lorong demi lorong istana itu. Sesekali gadis itu akan tersenyum ramah saat berpaspasan dengan seorang pelayan atau bahkan perajurit istana. Begitu juga dengan para pelayan dan perajurit yg melihat gadis itu pun langsung membungkukkan badanya, memberi hormat.
Gadis itu adalah Zea, ia sedari tadi bersenandung kecil sembari melangkahkan kakinya menuju ruangan di mana Sean berada. Gadis itu mendongakkan kepalanya saat tiba di depan pintu besar, ia menyunggingkan senyum ke pada para penjaga pintu tersebut seraya menyuruh mereka untuk membukakan pintu. Setelah pintu terbuka, ia langsung saja melesat masuk dan menghapiri Sean yg tengah duduk sembari memakai tak jelas.
Gadis itu mengerutkan dahinya heran, ia heran melihat Sean yg terus saja memaki tak jelas bahkan pria itu tak menyadari akan keberadaanya. Tavros yg melihat calon ratunya datang pun langsung membungkukkan badannya memberi hormat. Ia bermaksud untuk memberi tahu Sean akan datangnya gadis itu namun lagi-lagi ia tak berani berbicara saat Sean sedang di landa amarah, maka dari itu ia memilih untuk diam.
" Ada apa denganmu? " Zea bertanya dan hal itu membuat Sean terkejut karena ia tak mengetahui akan keberadaan Zea yg kini tengah berdiri di depannya. Ia terlalu fokus dengan pikirannya sendiri sehingga tak menyadari akan datangnya gadis itu.
Zea mengulurkan tanganya bermaksud untuk menyentuh wajah Sean namun hal tak terduga membuat gadis itu memekik terkejut. Bagaimana tidak, karena saat ini Zea tengah berada di pangkuan Sean dengan kaki mengangkang dan wajah saling berhadapan. Jika ia memiliki jantung seperti ibunya maka bisa di pastikan jantungnya akan berdebar kencang. Ia duduk gelisah di pangkuan Sean hingga membuat pria itu menggeram karena gairah yg tiba-tiba saja meluap.
Tavros yg melihat hal itu langsung saja berdiri dan membungkuk hormat seraya berpamitan untuk undur diri. Sekarang hanya ada mereka berdua di ruangan tersebut, Zea yg menyadari bahwa ruangan tersebut adalah ruangan terbuka maka dengan cepat ia mendorong wajah Sean yg sedari tadi terus saja menciuminya. Sean menggeram tertahan karena Zea mengganggu kesenangannya namun ia sadar bahwa di sini bukanlah tempat yg tepat untuk menyerang matenya.
Dengan sigap Sean mengendong tubuh Zea dan melesat dengan cepat ke arah kamarnya. Zea hanya bisa pasrah akan tindakan yg di lakukan Sean pasalnya ia juga sangat merindukannya. Setelah sampai di dalam kamarnya, Sean dengan cepat menidurkan Zea di atas ranjang dan langsung menindihi tubuh mungil gadis itu. Pria itu sungguh merindukan gadis yg tengah berada di bawah kungkungan tubuhnya.
" Aku sangat merindukanmu sayang. " gumam Sean seraya menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Zea.
Zea menahan nafas saat ia merasakan kecupan, jilatan dan gigitan kecil di lehernya. Sean tak bisa mengontrol hasratnya sendiri bahkan ia berusaha menjauhkan tubuhnya dari tubuh gadis yg tengah berada di bawah kungkungannya namun ia tetap tak bisa karena tubuh gadisnya sangat menggiurkan dan membuatnya hilang kendali.
" Eghhh... " Zea mendesah kecil saat Sean tengah memainkan lidahnya di ceruk leher gadis itu.
Desahan keluar dari bibir mungil Zea bagaikan alunan musik yg mengalun indah di telinganya, sungguh merdu dan ia tak tahan lagi. Sean mengangkat kepalanya dari ceruk leher Zea untuk melihat bagaimana wajah gadis itu sekarang, ia terkekeh kecil saat melihat rona merah yg muncul di pipi gadisnya. Sean menjulurkan tangannya ke ceruk leher gadis itu lalu ia mulai memiringkan wajahnya untuk melumat bibir gadis yg selalu berhasil menggodanya.
Cup
Zea memejamkan matanya saat gadis itu merasakan sesuatu yg basah, lembut dan kenyal telah menempel tepat di bibirnya. Sean menciumnya, ciuman lembut yg berubah menjadi ciuman panas dan menuntut. Ia berusaha mengimbangi serangan yg di berikan Sean padanya meski ia sedikit kewalahan. Ciuman penuh gairah dan rasa rindu tertuang menjadi satu dalam lumatan panjang.
" Aku tak tahan lagi sweetheart, ku mohon hentikan aku atau hal buruk akan terjadi hari ini juga. " gumam Sean parau, ia tengah di liputi gairah dan siap membawa gadisnya dalam kenikmatan surga dunia namun pikirannya kembali sadar bahwa ia tak bisa melakukan lebih dari ini pada gadisnya karena ada dua orang yg akan membunuhnya bila ia melakukan hal seperti itu pada Zea.
Zea yg mendengar perkataan Sean langsung saja menahan tubuh pria yg berada di atasnya agar tersadar dan tak melakukan hal lebih dari sekedar ciuman panas, Sean berusaha mengontrol kembali tubuhnya yg di liputi gairah. Pria itu memejamkan matanya sembari bangkit dari atas tubuh Zea, ia melirik gadis yg masih terengah-engah akibat ciuman panas tadi, tangannya terulur untuk mengusap pipi gadis yg sangat di cintainya.
" Ehem... lebih baik kita keluar dari kamar ini atau hal buruk akan terjadi lagi. " kata Zea yg mencoba mengajak Sean untuk keluar kamar. Ia berpikir bahwa berjalan-jalan hari ini sangatlah menyenangkan apalagi langit begitu cerah dan cocok untuk menghabiskan waktu berduaan.
Sean mengangguk sembari mengulurkan tangannya untuk membantu Zea berdiri. Zea menerima uluran tangan Sean dan sedetik kemudian ia melepasnya lagi, gadis itu mendengus kecil saat melihat kondisinya begitu berantakan akibat ulah Sean tadi. Sean hanya bisa menatap gadis itu sembari terkekeh. Tak ada hal yg menyenangkan selalin berduaan dengan gadisnya, begitulah yg ada di pikiran Sean.
Mereka berjalan berdampingan dengan tangan Sean yg memeluk pinggang Zea possessive, seolah-olah ia menunjukkan bahwa Zea adalah milikannya melalui sikap possessive nya itu. Mereka adalah pasangan serasi dan cocok sekali, begitulah pikir semua orang yg melihat kebersamaan mereka berdua. Dalam hati mereka berdoa agar kebersamaan raja dan ratunya abadi selamanya.