[Sebelas]
"Ngeluluhin hatinya si kembaran Kutub Utara? Itu urusan gue."
-Chica.
"Terserah. Asal jangan nangis kalau misalnya lo yang baper sendiri. Gue ga."
-Rafa.
🙈🙉
"MISS! MISS!, IH! DENGERIN SAYA DULU DONG, MISS! PLEASE!"
Chica hampir berkata berulang-ulang seperti itu setengah jam, demi menumpulkan tugasnya kepada Miss Herald. Tugas untuk melengkapi nilainya yang kosong melompong itu.
Miss Herald tidak mendengarkan Chica. Miss Herald malah sibuk mendengarkan musik menggunakan earphone kesayangannya.
"Yeah! Yeah! Aha!"
Chica yang melihat itu menepuk jidatnya. Kenapa gue harus punya guru kayak gini, sih? Dasar guru jaman now! Mukanya doang kayak ABG, tapi gayanya kayak ABG alay-alay, batin Chica kesal.
Tok! Tok! Tok!
"Masuk. Yeahh! Good job! Dududu!"
Chica mengatur nafasnya dengan perlahan. Sabar Chica, sabar. Giliran anak kesayangannya aja, diladenin. Giliran gue? Aku mah apa atuh. Anak baik disayang doi, batinnya.
"Permisi, Miss." Melihat Rafa yang datang, Miss Herald langsung merespon dan melepaskan earphone-nya.
"IH! GILIRAN RAFA AJA! MISS TEGA! SUNGGUH TERLALU! HATI INI TERSAKITI, MISS! SETENGAH JAM SUDAH TERBUANG SIA-SIA,"
Miss Herald berusaha menaikkan sebelah alisnya, sok-sok mengikuti Rafa padahal tidak bisa. Athasil, kedua alisnya naik bersamaan.
"Siapa yang bilang sia-sia? Saya memang sengaja akan berbicara dengan kamu setelah Rafa datang menemui saya karena saya akan berbicara kepada kalian berdua. Lumayan, hitung-hitung untuk menghemat suara saya yang nan in--"
"Mohon to the point saja." Rafa memotong ucapan Miss Herald. Bukan maksudnya tidak sopan, tapi ketika Miss Herald sudah berbicara ngelantur, pasti bisa kesana-kemari.
"Oke, karena Chica memiliki banyak nilai-nilai yang kos--"
"Ya, Chica lengkapinlah, Miss!" Chica memotong perkataan Miss Herald.
Miss Herald yang mendengar ucapannya dipotong oleh Chica melototkan matanya.
"Miss belum selesai berbicara! Jangan dipotong! Nanti kamu kena karma dipotong nikah, loh!"
Chica mencibir di dalam hati. Anjir! Giliran tadi dipotong sama Rafa, ga dimarahin. Giliran sama gue? Dimarahin! Anjir tuh guru!"
"Miss." Rafa mengingatkan Miss Herald untuk jangan keluar dari topik kembali karena dirinya sedang sibuk mengerjakan proposal yang ada.
"Chica belum banyak menguasai pelajaran yang ada, kecuali sejarah. Dia sangat menguasai pelajaran sejarah. Jikapun dilengkapi, nilainya pelajaranan lain akan tetap jelek dan tidak membantu. Jadi, Miss minta kamu untuk menjadi mentornya Chica untuk sementara waktu,"
"Apa untungnya untuk saya?"
Rafa menaikkan alisnya sebelah. Sementara Miss Herald yang telah yakin Rafa akan menanyakan pelajaran itu, menunjukkan seukir senyumnya.
"Nilai A+ untuk semua mata pelajaran jika kamu berhasil membuat nilai Chica menjadi diatas 80, bagaimana?"
Rafa tampak berfikir sejenak lalu menganggukkan kepalanya. Sementara Chica, dia hanya mendapat adegan menonton saja.
"Tapi, Miss."
"Tidak ada kata tapi-tapian! Atau, nilai kamu akan Miss jadikan nol semua!"
Mentor gue si kembaran es di Kutub Utara ini? Aha! Gue jadiin kesempatan buat makin deket aja sama Rafa! Biar dia baper sama gue! Terus gue mampusin, deh! batinnya.
🙈🙉
"Kerjain!"
Chica langsung tersentak. Bagaimana tidak? Diajarkan saja belum, bagaimana bisa mengerjakannya?
"Gue belum ngerti. Bahkan, lo aja belum ngejelasin, gimana cara gue kerjainnya, Raf?"
Rafa menaikkan sebelah alisnya. "Tidur?" Chica tidak mengerti maksud dari pertanyaan Rafa yang terlalu singkat, padat dan tidak jelas itu.
"Lo tidur di kelas?" Rafa mengulang maksud pertanyaannya dengan sabar.
"Eh? Enggak, tuh! Jangan-jangan lo mau kayak jadi siapa tuh? Roy Kiyoshi, ya? Udah deh, Raf. Lo tuh ga pantes sok sok cenayang-cenayang gitu, apalagi kalau cenayangnya salah, malu sendiri deh."
Rafa mengkerutkan dahinya. "Terus, lo kenapa ga ngerti?"
Chica menggaruk-garuk kepalanya tidak gatal. Bukan karena kutuan, melainkan binggung harus menjawab pertanyaan Rafa.
"Gurunya sendiri yang ngajarinnya kecepetan. Gue kan bukan robot yang cepet loading-nya. Apalagi pas gue lagi laper, bakal lama loading-nya."
"Tandanya.." Rafa sengaja menggantung perkataannya.
Chica yang mendengar Rafa menggantungkan perkataannya, mulai kepo. "Tandanya apa?"
"Otak lo di dengkul!"
Jleb.
"Emak lo dulu ngidam apa sih? Nyampe omongan lo aja ga bisa disaring sama sekali. Asal ceplas-ceplos sana-sini!" Rafa tidak menanggapi pertanyaan Chica.
"Kalau ditanya jawab, dong! Punya mulut, tapi ga digunain. Mending mulutnya kasih ke orang lain aja!"
Rafa memutar bola matanya dengan malas. "Bukan urusan lo!"
Chica menyerucutkan bibirnya dan mengembungkan pipinya. "Iya-iya gue kerjain soalnya aja."
Chica dan Rafa sama-sama fokus mengerjakan soal dihadapannya. Hanya saja, soalnya dikerjakan Rafa tingkat kesulitannya melebihi soalnya Chica. Hanya ada keheningan diantara mereka berdua.
Selain itu, mereka berdua memang sedang berada di perpustakaan. Jarang anak-anak SMA Yolanda yang pergi ke perpustakaan pada jam istirahat. Kebanyakan, lebih memilih mengisi perutnya yang sedari tadi cacingnya sudah melakukan konser.
"Selesai!"
Rafa menoleh ke arah Chica. Dahi Rafa berkerut tanda tak percaya. 30 soal yang katanya ia tak mengerti dikerjakan hanya dalam 15 menit?
Rafa mengambil buku tulis hasil hitungan-hitungan Chica. Rafa menggelengkan kepalanya.
"Bego." desis Rafa.
"Apa sih? Gue ga ngerti, dibilang otak gue di dengkul. Gue udah kerjain selesai semampu otak gue sampe otak gue berasap sana-sini, dibilang bego. Sekarang emangnya udah berubah ya jadi cewek selalu salah? Atau jangan-jangan lo saudaranya LL ya?"
Ucapan Chica yang panjang kali lebar kali tinggi itu hanya dibalas dengan sebelah alis yang terangkat.
"Iya, LL. LL itu singkatan dari Lucinta Luna. Jangan-jangan lo sebenernya cewek yang nyamar jadi cowok ya? Terus lo lagi pms, makanya marah-marah mulu," Chica menyelidiki.
"Daripada lo ngatur hidup orang lain, mending lo ngatur hidup lo sendiri!"
Chica tidak mau kalah menghadapi Rafa. "Gue kan cuma kepo! Habis sikap lo kayak cewek pms! Apa sekarang cowok bisa pms?"
"Ga usah kepo! Gue ga suka!"
Chica mengkerutkan dahinya. "Siapa juga yang nanya lo suka atau enggak? Mau lo suka kek, mau lo ga suka kek, itu urusan gue. Hak gue. Termasuk buat luluhin hati lo, itu urusan gue!"
"Whatever. Baperin gue? Silahkan!"
Senyum Chica seketika mengembang setelah mendengar ucapan Rafa.
"Tapi jangan nangis, kalau misalnya lo yang baper sendiri. Bukan gue."
Deg.
🙈🙉
-Hey, Chica!-