FATAMORGANA

By bloominbomnal

129K 16K 901

Jangan jadikan janji kita hanya sebatas fatamorgana __________________________________ Inspirated by BTS ©Haz... More

Kim Seokjin
Min Yoongi
Kim Namjoon
Jung Hoseok
Park Jimin
Kim Taehyung
Jeon Jungkook
[1] Langkah Awal
[2] Memulai Lembar Baru
[3] Keluarga Kedua
[4] Tumbang
[5] Lagu Tentang Hujan
[6] Maaf, Bu
[7] Pesan Terakhir
[8] Terlahir kembali
[10] Mimpi yang terwujud
[11] Sebuah kalung
[12] Tumbang (2)
[13] Munculnya Prasangka
[14] Terungkap
[15] Semuanya (tidak) baik-baik saja
[16] Kehidupan lain seorang idol (bagian 1)
[17] Kehidupan lain seorang idol (bagian 2)
[18] Apa yang harus kulakukan?
[19] Kecewa
[20] Jujur
[21] Lantas, kenapa kau pergi?
[22] Dimana kau?
[23] Hoseok dan Masa Lalunya
[24] Satu-satunya yang dipercaya
[25] Min Yoongi kami
[26] Perpisahan
[Final Chap]
2 5 3 1

[9] Dibalik sebuah akting

3.1K 414 35
By bloominbomnal


5 Februari 2015


Lelaki itu mengenakan kemeja putih dan celana pendek hitam, duduk termenung, ditangannya menangkupkan sesuatu. Enam kelopak bunga. Ia menatap sebentar, sebelum tiga sekon berikutnya berjalan ke tengah ruangan dan meletakkan enam kelopak itu ke lantai. Ia berlutut, mematikkan api ke enam kelopak itu, lalu memandangnya yang terbakar pelan-pelan, seiring air matanya menuruni pipinya.

Kemudian ia berdiri, mundur teratur hingga punggungnya bersentuhan dinding. Suasana mendadak gelap, bak proyektor, sebuah cahaya muncul dan menghantam dada kirinya. Ia menatap enam kelopak yang seolah tergambar dalam kemejanya, satu tangannya terangkat guna menyentuhnya. Enam kelopak bunga. Satu mewakili satu sahabatnya yang telah pergi. Satu terbakar, maka satu penyesalan ia tanggung. Dan ia menanggung semua penyesalan itu.

"Mianhae," ia berbisik, sangat lirih seraya matanya memejam.


"Okay, CUT!" teriakan itu mengintrupsi, lalu ruangan kembali terang seperti semula.

"Gamsahabnida!" Ia langsung membungkuk guna mengucapkan terima kasihnya. Mengatakan pada semua staff yang telah bekerja keras untuknya.

"Kerja bagus, Seokjin,"

"Gamsahabnida,"

Selesai sudah. Ini hari ketiganya syuting, dan ia selalu sendirian. Ia jadi jarang beraktivitas dengan membernya yang lain. Ia tidak seberuntung Hoseok, Jimin, Jungkook, dan Taehyung yang lokasi syutingnya dalam satu bangunan, lalu Namjoon dan Yoongi yang berdekatan, setidaknya mereka masih bisa  bercengkrama. Ia merasa kesepian. 

"Selamat, Seokjin, syuting individu-mu sudah selesai. Kita tunggu yang lain, kemudian kalian akan berkumpul untuk syuting bersama, okay?"

"Ne, gamsahabnida PDnim," Seokjin membungkuk sekali lagi pada PD yang mengatur seluruh pengambilan gambarnya. Pria paruh baya itu menepuk bahunya pelan, lalu mempersilahkannya untuk istirahat.

Ia gunakan waktu luang itu untuk menghubungi satu membernya. Rasa-rasanya, ia rindu berbincang dengan mereka, entahlah, mereka seolah sudah terbiasa hidup bersama dan melewati hari demi hari bersama. Jadi, wajar jika Seokjin merindukan suasana itu. 

Yaampun, padahal baru hari ketiga. Bagaimana jika nanti mereka telah sukses dan diperbolehkan pulang? Bagaimana dengannya? Apa ia akan pulang ke rumah dan menemui ayahnya?

"Yeoboseyo, Seokjin hyeong?"

Seokjin berkedip, suara di seberang telah menariknya kembali ke dunia nyata. Ia tersenyum, padahal tau jika orang di sana tak akan melihatnya.

"Oh, Namjoon-ah,"


~~~


"Tenggelamkan dirimu, tiga detik,"

Lelaki yang terendam dalam bathup itu mengangguk. Ia bernapas dulu, sebelum menyelamkan perlahan seluruh tubuhnya dalam bathup. Berakting seolah ia melakukan sebuah percobaan bunuh diri.

"CUT!"

Kepalanya segera naik, meraup udara, mengusap wajahnya yang basah. Ia tersenyum cerah, turun dari bathup dan langsung disambut salah satu staff yang memberinya berlapis-lapis handuk.

"Ya, wajahmu benar-benar serius, kau melakukannya seolah memang berniat. Aku tak tahan untuk tidak tertawa," Hoseok menghampiri, menepuk Jimin dengan iringan tawa.

"Ah, hyeong  juga begitu. Wajahmu tadi benar-benar seperti pecandu obat. Tapi, kau tidak perlu kedinginan sepertiku, kan,"

"Setidaknya kau tidak merasakan betapa pahitnya vitamin-vitamin yang kumasukkan sekaligus dalam mulutku. Rasanya, aku tidak mau meminum vitamin dalam beberapa hari ini,"

Mereka berdua tertawa. Hoseok menemani selagi Jimin berganti baju hangat.

"Bagaimana jika kita ke lokasi syuting Jungkook dan Taehyung?" ajak Jimin setelahnya, yang disetujui saja oleh Hoseok. Toh, syuting mereka sudah selesai.



Sesampainya disana, mereka menemui Jungkook yang tampak menganggur. Ia hanya duduk dan memainkan handphonenya.

"Oi, Jungkook-ah,"

"Oh, Hoseok hyeong, Jimin hyeong, sudah selesai?"

Hoseok duduk di sebelah Jungkook, sedangkan Jimin berdiri di hadapannya, memainkan anak rambut Jungkook yang kusut, sengaja untuk mendukung perannya.

"Bagaimana denganmu?" tanya Hoseok.

"Aku akan pergi ke lokasi syuting berikutnya. Ah, sepertinya aku akan pulang malam."

"Kau tidak menyelesaikannya disini?" kali ini Jimin bersuara, masih setia memainkan puncak kepala Jungkook.

"Tidak. Masih ada lagi scene. Dengar-dengar, ada adegan aku dipukuli oleh dua orang asing,"

"Wah, bagaimana kau melakukannya? Apa kau pernah dipukuli temanmu di sekolah?"

Jungkook terdiam saat mendengar pertanyaan Jimin. Ingatannya kembali pada masa SMA-nya, dimana ia adalah anak yang sering kena bully. Kakak kelasnya sering meminta uangnya, kadang teman sekelasnya, meminta ia untuk mengerjakan tugasnya. Oh, jangan ditanya bagaimana ia saat berakting dipukuli, Jungkook sering menerima itu, dulu.

"Jungkook! Kita harus berangkat!"

Jungkook segera berdiri. Tanpa menjawab pertanyaan Jimin, ia berpamitan.

"Aku pergi dulu, hyeong! Sampai bertemu di dorm nanti malam,"

Jimin dan Hoseok menatap punggung sang maknae yang perlahan menjauh. Saling bertatapan untuk beberapa sekon, sebelum pada akhirnya Hoseok dipanggil.

Oh, rupanya syutingnya belum selesai sampai disitu. Ia lupa bahwa masih ada satu adegan lagi.

"Aku pergi dulu. Kau lebih baik menonton Taehyung berakting, ia dapat adegan sadis,"

"Benarkah? Dari mana hyeong tau?"

"Aku membaca skript-nya sekilas, ia membunuh ayahnya disitu,"

"Wah! Daebak! Baik, aku pergi ke sana sekarang. Hyeong juga, hati-hati. Sampai bertemu di dorm!" Jimin langsung berlari, meninggalkan Hoseok yang juga harus bergegas ke lokasi syuting berikutnya.

Jimin membungkuk pada beberapa staff yang ditemuinya. Ia masuk ke salah satu kamar apartement yang lusuh, mengibaskan tangannya beberapa kali, bau alkohol begitu menusuk indera penciumannya. Oh, bagaimana Taehyung bisa tahan dengan bau seperti ini.

"Taehyung-ah," panggilnya. Sahabatnya itu tengah memegang botol soju--yang terbuat dari mika, seperti sedang mempraktikkan sesuatu. "Sedang apa?"

"Oh, aku ada adegan yang... yah... cukup sulit,"

"Apa?"

"Memukul ayahku, dengan botol ini,"

"Heol, itu menyeramkan,"

Taehyung hanya tersenyum, tanpa Jimin tahu, senyum itu benar-benar menyembunyikan kepedihan.

"Kita mulai! Taehyung, bersiap!"

Jimin buru-buru minggir, berdiri di belakang cameramen.

"Take one!"

BRAK!

"ANDWAE!"

Jimin terperangah. Tak berani menyela saat Taehyung harus mengulangi adegannya, dimana ia mendobrak masuk dan memukul kepala ayahnya dengan botol, lagi dan lagi, sampai take ke-7, dan PDnim menerimanya. Scene berikutnya adalah yang ditunggu Jimin.

"Posisimu seperti ini. Cengkram bahunya, lalu tusuk, berulang kali. Kau menepis kakakmu, lalu setelah dia tak sadarkan diri, kau mulai menyadari apa yang kau lakukan. Kerahkan aktingmu, ingat, ini hanya satu take. Nah, sekarang balur tanganmu dengan darah imitasi," salah seorang PD memandunya, menepuk bahu Taehyung yang mengangguk, kemudian kembali pada tempatnya. "Kau siap?"

Taehyung mengangguk lagi.

"Sijak!"

Dan apa yang dilakukan Taehyung selanjutnya, sukses membuat Jimin meneguk ludahnya, menatap ngeri pada sahabatnya yang tengah berakting menusuk ayahnya. Bulu roma Jimin meremang, ia tak menyangka pada sahabatnya yang melakukannya dengan baik. Bahkan, terlalu baik, sampai rasanya seperti nyata. Tatapan sahabatnya benar-benar berubah kelam, bengis, tak berperasaan, dan penuh dendam. Jimin melihat itu semua pada manik cokelat itu.

"Geumanhae, Taehyung-ah!"

"Lepaskan!"

BRUK!

Taehyung menjatuhkan botolnya. Pria di hadapannya telah roboh, dan ia mulai melangkah mundur. Menyandarkan punggungnya pada dinding, merosot, menatap kedua tangannya yang berlumur darah. Ia meraung pedih, mengacak rambutnya. Kekalutan atas amarah membuatnya buta, sementara wanita di sebelahnya--yang ia tepis, ikut menangis.

"CUT!"

Tepuk tangan segera menyambut selesainya scene berdarah itu. Taehyung memeluk sang lawan akting, mengucapkan maaf berulang kali karena berlaku kasar.

"Kerja bagus, Taehyung-ah,"

"Gamsahabnida, kerja bagus semuanya,"

Selesainya, Jimin segera menghampiri. Ia merangkul sahabat terdekatnya itu, menepuk dada Taehyung tanda bangga.

"Wah, aktingmu benar-benar keren. Kau pantas menjadi actor, Tae,"

"Kau berlebihan,"

"Hey, aku sedang memujimu, seharusnya kau senang. Apa-apaan dengan tatapanmu tadi? Apa kau pernah memukul seseorang?"

Jika Jimin menanyakan apa Jungkook pernah dipukul seseorang, maka Taehyung sebaliknya. Ia berharap kali ini mendapat jawaban, ia benar-benar penasaran bagaimana sahabatnya bisa berakting sebaik itu.

"Ah, tentu saja tidak. Jangankan menyakiti seseorang, bahkan hewan pun tak pernah kusakiti."

'Karena ayahku selalu menyakitiku.'

"Lalu, dari mana tatapan membunuhmu itu? Kau melakukannya nyaris sempurna,"

"Astaga, itu tadi hanya akting, Jimin-ah,"

'Atau... tidak?'

"Ya, sahabatku memang terbaik!"

Dan Taehyung tersenyum lebar, sekali pun ia sedang konflik dengan batinnya sendiri. 


~~~


"Tatap aku, bocah! Jangan sok hebat!"

BUGH

BRAK

Di celah antara dua pertokoan yang sudah sepi, seorang remaja tampak dihajar oleh kedua pria. Punggungnya menabrak rolling door, pukulan demi pukulan ia terima, dan yang dapat ia lakukan hanya mengerang. Toh, melawan tak ada gunanya.

"Kutanya sekali lagi, dimana si Min sialan itu?" suara pria itu mengudara lagi, kali ini terbesit emosi karena sifat keras kepala remaja di hadapannya.

"Mati saja!" desis remaja itu tanpa takut.

Dan ia kembali di pukuli.

"Sudah cukup. Kita hanya membuang waktu saja, ayo, pergi,"

Remaja itu terduduk lemas. Nyeri menyerang seluruh tubuh--terutama perutnya. Ia mengatur napasnya yang memburu, sebelum kembali bangkit. Jalannya tertatih, ia menyebrang tanpa melihat keadaan. Sampai sebuah cahaya datang dari sisi kirinya. Ia menatap mobil yang melaju itu, tak beranjak sekali pun, seolah berdiam adalah jalan yang terbaik.  

Dan.

"CUT!"

Selesai sudah. Pada akhirnya, setelah mengambil take beberapa kali, Jeon Jungkook bisa kembali ke dorm.


~~~


"Sungguh, aku merasa terbakar walau jarak api itu cukup jauh. Sangat panas,"

"Ah, Yoongi hyeong sedang melebih-lebihkan,"

"Diam kau, atau mau kutenggelamkan dirimu lagi ke bathup?"

"Namjoon, dia yang paling mudah melakukan adegannya. Cukup hanya, berdiam, mengisi bensin, menerima uang, dan melakukan rap. Wahh,"

"Hyeong tau sendiri kan, aku memang buruk dalam akting,"

"Hoseok-ah, bagaimana adeganmu?"

"Hoseok hyeong satu lokasi denganku, dan dia meminum banyak obat, benar-benar seperti pecandu, "

"Ya, kau tidak tau apa yang kulakukan di lokasi syuting berikutnya. Aku terus menjatuhkan diri di trotoar, lututku memar,"

Mereka tengah berbincang mengenai adegan syuting yang dilakukan hari ini, berkumpul seperti biasa, kecuali Jungkook, adik kecil mereka belum juga pulang syuting. Yoongi sempat pamer, karena syuting di tengah api itu keren baginya. Namun, Jimin yang tak mau kalah hanya menganggapnya lelucon, yang dibalas ancaman maut dari pemilik marga Min itu. Seokjin sempat menelepon Namjoon, oleh karenanya, ia tau apa-apa saja adegan sang leader. Hoseok mengeluh lututnya yang memar, jika dihitung, ada tujuh take ia berakting pingsan. Sedangkan... Taehyung? Ia hanya sesekali tertawa, tapi tak menimpali apa yang dipeributkan.

"Bagaimana denganmu, Tae?" Seokjin bertanya lagi, kali ini pada Taehyung yang dilihatnya terus diam di sebelah Namjoon.

"Emm--"

"Taehyung benar-benar keren! Aku bersumpah, dia melakukan perannya dengan penuh penghayatan. Aku merinding," sahut Jimin.

"Memang, adegan apa yang kau mainkan?"

Taehyung mengusap tengkuknya, agak aneh mengatakannya, "aku membunuh ayahku, dengan menusuknya."

Hening.

Semua menatap ngeri, tapi Jimin malah berbinar seakan ia menjadi fans dadakan seorang Kim Taehyung.

Tak lama kemudian, pintu apartement dibuka, menampakkan si bongsor Jeon dengan raut lelahnya.

"Kasihan sekali adik kita ini," Seokjin berdiri, merangkul Jungkook, mencubit pipinya pelan, "kau lelah, eo? Mau hyeong masakkan apa?"

"Tidak usah, hyeong, tadi aku sudah makan malam bersama Sejin hyeong,"

"Aku akan buatkan teh gingseng untuk semua,"

Seokjin menggiringnya duduk di sofa, sedangkan ia akan membuatkan teh gingseng hangat.

"Aku merasa sedih melihat wajahmu memar, walaupun hanya make up," ucap Namjoon, mengacak rambut Jungkook pelan.

"Kau tidak benar-benar tertinju kan?"

"Jimin bodoh, kau pikir staff kita tidak handal dalam peran, hah?" Yoongi berujar datar.

"Ya, kalau-kalau ada accident, tidak kan, Jungkookie?"

"Tidak, Jimin hyeong. Aku baik-baik saja,"

"Jja, teh gingseng untuk kalian. Setelah ini kita tidur, besok kita harus kembali syuting," titah Seokjin, meletakkan satu per satu teh gingseng di meja. Mereka menikmatinya sebentar, sampai pukul 12 malam, barulah ketujuhnya masuk ke kamar masing-masing.


~~~


Ia berdiri diambang pintu. Menatap salah satu roomate-nya dengan sendu. Pelan-pelan melangkah, meletakkan segelas air putih di nakas, lalu berjongkok di sebelah ranjangnya. Wajahnya tampak polos saat tidur, dan itu membuat hatinya tercubit.

'Pantaskah aku menjadi sahabatmu?'

"Jimin-ah," ia berbisik, lirih sekali. Tangannya merapikan sebentar anak rambut Jimin, lalu tersenyum pedih. "Kau mau tau, kenapa aku melakukan aktingku dengan sempurna?"

Ia mendekatkan bibirnya, kali ini berbisik tepat di telinga Jimin.

"Karena... aku pernah berniat melakukan itu, pada ayahku," setelahnya ia berdiri, menatap Jimin yang masih mendengkur halus, "aku benar-benar sahabat yang buruk."




TBC


Continue Reading

You'll Also Like

94.3K 15.1K 20
[ Lokal Fiction Series ] OUR PATH SERIES #2 Sendy butuh seseorang yang menjadi tempatnya untuk pulang Dan Fazka, bersedia untuk menjadi tempat Sendy...
260K 31.4K 24
[ Lokal Fiction Series ] Setiap orang punya cara tersendiri untuk menemukan jalan mereka masing - masing
105K 11.2K 61
Para pemuda dengan sejuta mimpi yang telah hancur bersama kobaran api. Berusaha mengumpulkan kembali kepingan mimpi itu dan berharap dapat kembali ut...
55.9K 3.9K 19
Andai dunia tak ada kata berbeda, mungkin kehidupan ku tak seburuk ini. Kasih sayang keluarga ? Mungkin bagi kalian sungguh mudah mendapatkan-Nya. D...