ROSY

By labiangla

24.7K 4.3K 1.3K

Agni Samandriel - mostly known as Sammy - decided to join Leo's band to heal his brokenheart, to forget the g... More

0,1 - you've had it enough
0,2 - his support system
0,3 - the ultimate reason why
0,4 - that son
1,0 - all over the places
2,0 - wedding song list
3,0 - iris pelangi
3,1 - still, that iris pelangi girl
4,0 - XO/OX
5,0 - hit the fourth degree
5,1 - do you want some churros?
5,2 - oh what a date
5,3 - spark without flame
6,0 - her final exam
6,1 - hey aisya
6,2 - yellow mellow
6,3 - a walking atm
7,0 - a dream, a mission
7,1 - missed calls
7,2 - discussion after rehearsal
7,3 - on the way back home
8,0 - madgirl in action
8,1 - fire to fire
8,2 - quit that tone
8,3 - thanks, maddie
9,0 - work work work
9,1 - promised date
9,2 - what did i just see
9,3 - assistance
9,5 - chicken feet
10,0 - back in time
10,1 - lyrics slash diary
10,2 - hello from the other side
10,3 - running into him
10,4 - tick talk
11,0 - your own heart beat
11,1 - on wheels with you
½ mood boards
11,2 - take me with you
11,3 - she's in the rain
12,0 - a table for two
☆ giveaway time ☆
☜ YAY ☞
13,0 - i dont know you
13,1 - reminiscing the past

9,4 - river flows in you

448 86 67
By labiangla

AISYA melirik Dylan. Sebenarnya ia agak ragu ketika Sammy memintanya untuk main piano sambil bernyanyi. Bukan karena Sammy mungkin akan menilai kemampuan musikalnya, tapi Aisya hampir tidak pernah mempertontonkan permainan pianonya di depan orang lain kecuali Dylan dan teman-teman band Dylan. Tampil di atas panggung jelas tidak masuk dalam hitungan.

Sammy merasakan adanya perubahan air muka Aisya, lantas bertanya. "Kenapa, Sya?"

"Grogi, Sam," alih-alih Aisya, justru Dylan yang memberikan jawaban.

Tawa Sammy langsung pecah. "Kenapa grogi deh, kan gue bukan Ahmad Dhani? Gue nggak bakal ngamuk kalau suara lo tiba-tiba out of tone atau salah pitch. Santai aja, Sya."

"Duileh mentang-mentang udah pernah dinilai Ahmad Dhani," seloroh Aisya.

Sammy tertawa lagi. "Ya makanya, lo relaks aja. Bukan audisi ini. Gue cuma pengin tau karakteristik suara lo, gaya musik lo. Nanti ke depannya kita bakal satu band, jadi harus satu aliran, ya kan?"

Aisya mengangkat bahunya. "Iya sih."

"Ya udah, mulai yuk," Sammy menekan satu tuts untuk mencairkan suasana.

Aisya menarik napas dalam-dalam. Dylan bangkit dari duduknya, "Eh gue jemput nyokap dulu ya."

"Nyokap lo di mana?" tanya Sammy.

"Arisan. Ya udah ya, gue cabs. Kalau telat nanti kena omel, tahu sendiri kan nyokap nggak doyan nunggu."

Tanpa menunggu persetujuan lawan bicaranya, Dylan sudah menghilang dan lalu terdengar suara deru mobil meninggalkan garasi.

Aisya melirik Sammy, "Janji ya kamu nggak bakal ngehakimi lagu yang aku nyanyiin."

"Hahaha iya, iya," Sammy sepakat.



Satu persatu kenangan
Kita terhempas waktu
Detik demi detik berlalu
Kita semakin jauh
Sejak kapan begini
Rinduku terkikis perih
Tak mampu bersama lagi
Maafkanlah diriku
Tak sanggup mengerti
Kau pergi
Meninggalkan aku
Cinta
Kau lepas pergi


Sammy terdiam. Padahal Aisya sudah berhenti memainkan piano dan lagunya pun usai tiga menit yang lalu. Aisya harus mencolek lengan Sammy supaya laki-laki itu tersadar entah dari apa.

"Gimana?"

Sammy tersenyum. "Lagu bikinan lo sendiri ya?"

Aisya mengangkat bahu.

"Kok gitu?"

"Instrumental pianonya bikinan orang lain, aku cuma iseng nambahin lirik, yang bikin instrumental juga palingan nggak tahu," jawab Aisya apa adanya.

Sammy mengerutkan kening. "Siapa?"

"Ada, seseorang."

Untuk sepersekian detik, Sammy tersadar bahwa bukan hanya dirinya yang punya kisah. Bahkan gadis yang menurutnya galak seperti Aisya pun memiliki cerita yang bisa dituturkan lewat kata-kata. Sammy harus mengakui kalau Aisya memang punya suara yang lembut. Berbeda dengan suara saat ia bicara sehari-hari. Yang paling penting adalah ketika Aisya bernyanyi, ia menyanyikannya dengan seluruh perasaan. Tadi, Sammy bisa merasakan pilu dari lagu yang dinyanyikan Aisya.

"Mantan ya?" tanya Sammy separuh iseng, separuh ingin tahu. Keingintahuan itu sepenuhnya dilandasi karena Sammy ingin mengakrabkan diri dengan Aisya, karena notabene mereka akan jadi satu tim.

Aisya nyengir kecut. "Bukan. Belum sempat ada apa-apa, sih."

"Kenapa?"

Aisya menoleh, "Apanya?"

"Kenapa nggak sempat ada apa-apa?" kejar Sammy.

Aisya mengangkat bahu lagi, "Nggak tahu. Mungkin dia ilfeel di tengah perjalanan? Atau nemu yang lebih dari aku? Atau...ya gimana ya, Sam. It's life. Everything happens. Jadi aku nggak bisa berbuat banyak."

"Kenapa nggak lo aja yang ngomong duluan?"

Aisya menekan satu tuts rendah, "Ngomong apa? Aku aja nggak yakin sama situasi kami waktu itu. Jangan-jangan cuma aku aja yang nganggep gitu. Kan nggak lucu."

"Maybe he didn't deserve you after all."

"Maybe, but maybe I didn't try hard enough."

Sammy terdiam lagi.

Aisya turun dari kursi, lalu merebahkan tubuh ke sofa. Sammy harus memutar tubuhnya agar bisa berhadapan dengan perempuan itu.

"Tapi lo ada perasaan sama dia kan, Sya?"

"I did, tapi ya udahlah ya, udah lama juga kejadiannya," komentar Aisya pelan, "Lagipula aku nggak mau bikin hubungan Dylan sama dia makin kacau."

Satu alis Sammy terangkat.

"Dia temen SMP Dylan," lanjut Aisya seolah menyadari pertanyaan yang muncul di benak Sammy seiring dengan terangkatnya alis laki-laki itu.

Bibir Sammy membulat.

"Jadi kamu sama mantanmu putus kenapa?" kali ini giliran Aisya yang melontarkan pertanyaan. Entah sebagai etika agar bukan hanya Sammy yang mendengarkan, atau ia hanya iseng supaya pembicaraan itu beralih topik, atau benar-benar ingin tahu.

"LDR? Orang ketiga? Restu orang tua? Beda keyakinan? Udah nggak cocok? Bosen?"

Sammy tersenyum tipis.

"Oh. Lebih rumit dari sekadar itu ya?" Aisya langsung menyimpulkan.

"Lagu lo bagus. Gue suka," ujar Sammy membelokkan percakapan dan mengutarakan pujiannya. Dua manusia itu saling melemparkan topik, masing-masing tak ingin membicarakan mengenai sejarah—kisah yang sudah lalu.

Aisya terkekeh. "Kata orang sih, karya seni bakal terasa lebih nyata kalau dibikin pas lagi sedih-sedihnya, hahaha."

"Sepakat."

"Jadi.. Gimana? Kamu nggak apa-apa, aku join band?" tanya Aisya.

Sammy tersenyum.

"Trims."

"Guelah yang harusnya bilang makasih. Padahal lo harusnya fokus sama bisnis toko kue, bukan malah ngikut kita ke lomba ginian," Sammy menggaruk tengkuknya yang kemungkinan besar tak gatal.

Aisya nyengir. "I'd do anything for Dylan."

"Lucky to be Dylan."

Aisya menoleh. Sammy mengangkat bahunya, "Gue anak tunggal. Ada sih, adek dari bokap gue yang baru, tapi dia masih kecil. Namanya Aji."

"Kamu nggak sayang sama dia?"

"Ya sayanglah, Sya. Adek gue," sambar Sammy sebelum Aisya salah paham. Gadis itu mengerutkan alis. "Terus tadi kenapa bilang Dylan beruntung? Kamu kan juga punya Aji."

Alih-alih menjawab keingintahuan Aisya, Sammy justru melemparkan senyum tipis. Aisya makin heran dengan jawaban tersebut. Tapi lalu ia tak ambil pusing dan segera turun dari kursi piano.

"Mau puding susu nggak, Sam?"

"Bikinan lo?"

"Iya."

"Mau."

Tidak sampai lima menit kemudian, Aisya muncul dengan dua mangkuk kecil berisikan puding susu yang dilumuri vla cokelat. Aisya menyodorkan satu mangkuk ke arah Sammy. Laki-laki itu berterima kasih.

"Sya," panggil Sammy sambil menyendok puding.

Aisya mendongak. "Apa?"

"Lo percaya nggak kalau cinta itu bisa nguap seiring waktu?"

Aisya tak langsung menjawab. Ia menyuap puding terlebih dahulu, membiarkan potongan berwarna putih keruh yang rasanya manis itu meleleh di lidahnya. "Cinta itu kan perkara tindakan, Sam. Falling in love, falling out love. Diiringi kata kerja."

"Jadi?"

"Ya jelas bisa."

"Masuk akal buat lo?"

Aisya mengangkat bahu. "Ketertarikan terhadap sesuatu kan pada dasarnya bersifat temporer, Sam. Apalagi sifat alamiah manusia yang gampang bosen, ya pinter-pinter aja gitu kita melihara rasa ketertarikan itu."

"Jadi menurut lo, bosen itu alamiah?"

"Iya."

Sammy menatap Aisya seolah tak percaya dengan jawaban tersebut. Aisya mengunyah suapan kedua dari pudingnya. "Sekarang aku tanya deh, Sam. Sejak kapan kamu suka main gitar?"

"Sejak gue kecil. Sejak almarhum bokap gue ngasih hadiah gitar sebagai hadiah ulang tahun keenam," jawab Sammy apa adanya.

"Sekarang kamu umur berapa? Dua lima?"

Sammy mengangguk.

"Dan kamu masih suka main gitar. Sembilan belas tahun kamu suka sama hal yang sama," kata Aisya. "Menurut kamu kenapa?"

"Ya.. soalnya gue suka? Banget? Main gitar udah kayak bagian dari diri gue, kayaknya gue nggak pernah deh ngelewatin satu hari aja tanpa nggenjreng gitar," lagi-lagi Sammy menjawab jujur.

Aisya tersenyum lembut. "That's it, Sam. Bosen itu alamiah, semua pasti ngalamin. Yang ngebedain cuma gimana kita nyikapin hal itu."

Sammy menatap Aisya lekat.

Gadis itu menyuap pudingnya. Sammy mengalihkan pandangannya pada mangkok puding di tangannya. "Pudingnya enak."

"Makasih."

"Beneran enak, Sya. Bukan cuma enak biasa," ulang Sammy lebih pelan. Isi kepalanya carut marut. Sebagian sel sedang mencerna rasa dari puding susu buatan Aisya, sebagian sedang menyelami penjelasan yang diberikan Aisya, sebagian sedang melanglang entah kemana, dan sebagian mengingat Iris.




"Agni. Kenapa kamu nggak suka dipanggil Agni sih? Biasanya kan kita dipanggil pake nama depan tuh, kayak aku. Iris Pelangi dipanggilnya Iris," gadis dengan rambut sebahu yang separuh basah akibat baru selesai keramas sore itu, berguling di atas karpet.

Sementara Sammy, bersila dengan kedua tangan di atas meja, sibuk menggambar perspektif untuk tugas salah satu mata kuliah. Ia menanggapi sekenanya. "Aneh aja, kayak nama cewek."

"Nggak kok," Iris bangkit dari posisinya, lalu bersila di belakang Sammy. Dalam hitungan sepersekian detik, gadis itu sudah memeluk Sammy dari belakang.

Sammy tersenyum tipis. "Kenapa..."

"Nggak ada. Kamu anget. Tadi pas mandi airnya dingin banget, hehe," Iris menyandarkan kepalanya di punggung Sammy. Laki-laki itu berucap, "Iris.."

"Hm.."

"Tete kamu nempel di punggungku."

"Ya udah biarin." Iris acuh tak acuh.

Sammy bergeser dan melepaskan kedua tangan Iris yang melingkar di perutnya, ia menoleh ke belakang dan menatap gadisnya lurus. Sammy mengulurkan tangan, mencakup wajah Iris dengan kedua telapaknya. "You know I'm trying my best not to break the promise I made myself. Don't make it harder for me."

Iris mendesis, "Ya siapa suruh kamu pakai bikin janji nggak bakal ngapa-ngapain aku selain meluk sama nyium sampai kita sama-sama lulus, sama-sama punya pekerjaan, sama-sama siap bareng-bareng selamanya."

Sammy tersenyum lagi.

Iris mendesah panjang dan bangkit dari posisinya. "Susah amat punya pacar cowok baik-baik.."

Sammy tertawa. "Mau ke mana?"

"Mau ke kamar mandi, melampiaskan nafsu yang tidak tersalurkan," Iris berseloroh asal yang membuat Sammy—tak ayal terkekeh seraya menarik pergelangan tangan Iris sebelum gadis itu berlalu ke dapur. "Sini aja."

"Apaan ih? Jangan deket-deket, nanti kamu terangsang." Iris mencibir.

Sammy masih tertawa. "Sini ah," ia menarik Iris lebih dekat.

Gadis itu duduk bersila di samping Sammy. Kemudian melontarkan pertanyaan paling tidak masuk akal yang pernah didengar Sammy. "Kamu bosen nggak sih sama aku, Sam?"

Sammy menggeleng.

"Masa sih? Padahal kan aku ya cuma gini gini aja," tutur Iris.

Kedua tangan Sammy meraih setiap sisi rambut sebahu Iris yang menjuntai basah. Lalu menyentuh ujung hidung Iris dengan telunjuk kanannya. "Aku kan baru cium sini, sini, sini, sini, sini sama sini. Yang lainnya belum. Masa iya udah bosen.." lanjut Sammy sambil menyentuh kening, bibir, pipi, leher dan pundak Iris secara bergantian.

"Jadi maksudnya kalau udah nyobain semua, kamu bakal bosen, gitu?" Iris menyipitkan mata, menyelidik.

Sammy tertawa. Kedua tangannya kini mencakup pipi Iris, lalu menekannya hingga bibir gadis itu membulat seperti moncong bebek. "If my intention was to get laid with you, I could've done it way before today and I would never make that freaking promise. I'm still here because I'm in love with you, silly."

Iris menyahuti, "Hafhi kahmu heknapa nhdak—"

"Berisik ah." Sammy mengecup bibir gadis itu. "Rasa listerin."

Netra Iris berotasi mendengar komentar yang bukan sekali dua kali ia dengar dari Sammy semenjak ia berhenti merokok. Sammy tersenyum—lagi. "Mau tambah dong."

Tapi ucapan itu berhadiah toyoran dari Iris. "Tugas tuh, kerjain."

Sammy mengalah, memutar balik tubuhnya menghadap meja dan kembali berkutat dengan gambar dan pensil. Iris tiba-tiba memeluk Sammy dari belakang—lagi. Kedua kalinya, Sammy menoleh. "Iris.. nempel.."

"Bodo."

Sammy geleng-geleng dengan senyum di wajahnya. Iris mempererat pelukan, dan berbisik, "Kamu nyebelin. Tapi aku sayang."



* * *




Catatan. Olá, temen-temen kalau mau dengerin lagu yang dinyanyiin Aisya, boleh leave comment in line, nanti aku kasih link downloadnya.
P.S - tapi yang nyanyi aku ya, bukan Aisya jadi ya suaranya fals dikitlah jangan disejajarin sama Aisya, ntar kayak bumi dan langit cikiciw (ノ*>∀<)ノ♡

Continue Reading

You'll Also Like

548K 97.2K 50
Uang adalah penguasa dunia yang membuat roda hidup tetap berputar. Febi akhirnya mengakui kebenaran kutipan itu setelah memikirkan kemungkinan menjua...
128K 28.2K 29
Yashica akhirnya berhasil menemukan jejak ayah yang tidak pernah ditemuinya seumur hidup. Untuk mencari tahu seperti apa orang yang sudah menelentark...
279K 532 18
hai gays cerita ini khusus menceritakan sex ya, jadi mohon yang pembaca belom cukup umur skip saja☺️🗿, sekumpulan cerita dewasa 18++
STRANGER By yanjah

General Fiction

250K 28.2K 34
Terendra tak pernah mengira jika diumurnya yang sudah menginjak kepala empat tiba-tiba saja memiliki seorang putra yang datang dari tempat yang tak t...