Self Injurlove ( terbit )

By Salwaliya

9.7M 360K 42.4K

SUDAH TERBIT DI BUKUNE Zana Pramitha harus mengalami kenyataan pahit setelah terbangun dari komanya selama 3... More

{ 1 } Ada apa setelah 3 tahun?
{ 3 } Harapan telah pupus
{ 5 } Halte bis
{ 7 } Arion tidak setuju
{ 8 } Bertengkar lagi
{ 9 } Nihil
{ 10 } Kembali
{ 11 } Suasana baru
{ 12 } Petunjuk lagi
{ 13 } Bubur ayam vs Jantung Zana
{ 14 } Penolakan
{ 15 } Mendadak bawel
{ 16 } Janggal
{ 17 } Nekat
{ 18 } Suka
{ 19 } Jatuh hati pada Pangeran Cabai
{ 20 } Zana senang, Arion sengsara
{ 26 } A kiss
{ 27 } Bukan itu maunya
{ 28 } Aura pulang
{ 29 } Ada apa dengan mereka?
{ 30 } Mulai terkuak
{ 36 } Menolak tak peduli
{ 37 } Dibuat gila
{ 38 } Rival?
{ 42 } Mana yang benar?
{43} Gemas
{ 54 } kemana pergimu?
{ 55 } Bukan pilihannya.
{ 56 } i just want you...
D'Alega
{ 57 } kembali
OPEN PO KAPAN
GA + VOTE COVER
H-2 PO + PRICE
HARI INI PO + CARA PESAN!

💭 Prolog

556K 21.4K 2.3K
By Salwaliya




Happy Reading!

- Jakarta, Rabu 4 mei 2016.

"Papah!"

Mendengar rengekan dari putrinya, Pria berkaca mata tebal itu terkekeh. Ia mengambil alih bocah kecil yang dibawa putrinya sambil memasukan ponselnya ke dalam saku. "Bawa gini aja rewel banget."

Zana Pramitha mulai merengek. "Aku mau beli kebab di sana. Kalo bawa Zia berat, Pah."

Sang Papah mendengus. Padahal dia sedang asyik melanjutkan game online di ponselnya. "Yaudah sana. Jangan lama-lama tapi! Mamah kamu habis ini selesai ngambil pesenan roti."

Zana tersenyum lebar. Dia mengangguk patuh. Setelahnya gadis itu menatap warung kebab dengan wajah berseri. Mirip seperti anak kecil yang ditawari permen lolipop.

Sudah lama tak mencoba roti berisi daging itu semenjak diberi tugas Mamahnya menjaga sang adik, padahal biasanya tiap malam Zana tak pernah absen membeli kebab.

Sedikit langkah lagi maka Zana akan sampai ke warung tersebut. Namun kepalanya justru menoleh ke samping kanan, tepatnya ke arah beberapa pria yang sedang menyeret gadis remaja menuju gang kecil.

Zana membulatkan mata. Dia menatap sejenak warung kebab itu, kemudian beralih pada beberapa pria yang hampir menghilang dari pandangannya. Dengan perasaan kalut Zana berlari kecil mengikuti orang tadi.

Zana hampir saja memekik jika dia tak ingat bahwa yang dilakukannya sekarang adalah bersembunyi. Tangannya mengepal menyaksikan kejadian di hadapannya. Berani-beraninya mereka melakukan perbuatan keji pada satu gadis remaja.

"Lepasin aku! Lepasin!"

"Diem lo! Gue mau main-main sebentar aja."

Terdengar bunyi robekan baju. Membuat kepanikan melanda di pikiran Zana. Tawa bahagia dari orang-orang sialan itu membuat darah Zana mendidih.

Kurang ajar. Bangsat.

Zana ingin melangkah, tapi berat rasanya. Dia bukan superhero sampai bisa melawan empat orang dengan kedua tangannya.

Jangan sok jagoan, Zan. Lo bisa jadi korban kedua!

Tapi Zana harus apa? Tidak mungkin ia biarkan gadis polos itu mengamalami hal yang nantinya sulit dilupakan. Zana kerap melihat di sinetron kejadian seperti ini, rupanya menyaksikan secara langsung terasa mengerikan.

Menarik napas dalam-dalam, Zana melangkahkan kakinya. Ini sama dengan menyerahkan diri ke dalam mala petaka.

"Permisi!"

Zana memang gila, alias nekat.

Keempat pria tadi otomatis menegakkan badan. Mereka awalnya terkejut, namun melihat siapa yang sedang berdiri dengan tersenyum lebar, seketika memasang wajah seseram mungkin. Berupaya agar Zana takut.

"Lo ngapain berdiri di situ?!"

Zana menelan ludahnya. Jangan takut, Zan.

"Om-om ini lagi ngapaiin?"

"Bukan urusan lo! Pergi atau gue jadiin korban juga?!"

Zana terkekeh. "Asal om tau. Tujuan gue kesini itu mau ngasih tau sesuatu."

Salah satu dari mereka berjalan ke arah Zana. Pria itu menarik dagu Zana dengan kasar. "Jangan buang waktu kita," tukasnya dengan sinis. "Lo mau jadi korban selanjutnya?"

Meski napasnya tercekat ia usahakan untuk menggeleng. "Gue bermaksud baik kok. Jadi, bocah yang kalian bawa itu bukan orang waras."

Keempat pria itu tertegun dengan ucapan Zana. Orang yang sempat menarik dagu Zana langsung menepisnya.

"Heh, jangan ikut campur sama urusan kita. Lo mau jadi yang kedua?"

"Sebenernya gue males ikut campur sama urusan kalian, cuman ini demi kebaikan kalian juga. Gadis ini punya penyakit mematikan. Ayah gue yang ngrawat dia." Zana melambaikan tangannya, mengisyaratkan agar keempat pria tadi mendekat.

Bodohnya mereka benar-benar mendekat. Semoga cerita bualan ini akan berhasil.

"Terakhir kali, temen gue masuk rumah sakit gara-gara makan sepiring sama dia. Bayangin aja kalo kalian nglakuin sesuatu yang... gitulah. Gue yakin kalian nggak cuma ada di rumah sakit, tapi langsung dikirim ke kuburan."

Mereka membulatkan mata. Ekspresinya mulai kebingungan. Sedangkan Zana menahan agar tidak tersenyum geli.

"Gimana, nih?"

"Lah, gue nggak tau!"

"Mending cabut aja dah. Gue ogah mati duluan,"

Hanya satu pria yang masih menatap Zana dengan curiga. "Lo pikir kita percaya sama omongan bocah kaya lo?"

Zana menggedikan bahu. "Terserah. Lagian gue juga masih waras buat nggak nekat nyamperin kalian," Zana menarik napasnya dalam-dalam, "Ini. Demi. Kebaikan. Kalian." ujarnya menekankan setiap kata.

Nampaknya mereka mulai percaya dengan bualan Zana. Ia melirik sekilas gadis yang sedang menangis sesenggukan.

"Cabut aja lah."

"Lo kalo masih mau di sini, gue tinggal. Terserah, Jon." Satu dari mereka berjalan keluar dari gang. Segitu sayangnya dengan nyawa.

Zana tiba-tiba terbatuk keras. "Maaf. Mungkin ini efek keseringan deket dia—" Zana terbatuk lagi. Matanya was-was melirik tiga pria yang masih berdiri di hadapannya.

"Kita juga deh. Ayo, Tur!"

"Iya, gue juga. Cus cabut aja lah."

Tinggalah satu orang. Pria yang sejak tadi menatap Zana intens. Zana pikir, diantara mereka hanya satu saja yang masih cerdas. Nyatanya tiga dari mereka sudah kabur begitu saja.

"Silahkan bang kalo lo mau lanjutin. Gue pastiin besok nama lo udah nempel di nisan," Zana tersenyum simpul, "Gue bakal jadi orang pertama yang dateng ke makam."

Pria itu menajamkan matanya. "Awas aja lo ngibul."

Zana menghela napas lega saat gang kecil tersisa dirinya dengan gadis remaja tadi. Ia pun menghampiri gadis yang tengah menangis sesenggukan.

"Kamu nggak perlu takut. Mereka udah kakak usir." Zana menghapus air mata yang mengalir di pipi gadis remaja itu.

Gadis itu masih sesenggukan. "A-aku takut...." Zana menariknya ke dalam pelukan, "Tadi aku diseret paksa ke sini. Aku takut banget."

"Lain kali jaga diri, ya. Untung kakak datengnya tepat waktu." Zana melepas kardigan biru miliknya dan memakaikan di tubuh remaja itu. Bisa jadi pertanyaan banyak orang jika melihat kondisinya sekarang.

Perlahan tangis gadis itu mereda. Lega luar biasa karena akhirnya selamat. Sebelumnya ia pikir orang yang menolongnya akan ikut jadi korban. "Makasih banyak, Kak."

Zana menarik gadis itu agar berdiri. Ia membawanya keluar dari gang. Sepertinya hari ini sepotong kebab harus ia relakan.

"Kamu malem-malem gini sendiri aja?"

"Enggak, Kak. Aku sama abang, tapi dia lagi isi bensin."

Zana mengangguk. "Kamu duduk di sini dulu. Jangan kemana-mana biar aman. Kakak udah ditunggu orang tua di sana."

Zana membawa gadis remaja itu duduk di depan sebuah kafe— berantisipasi seandainya preman itu datang maka akan ada banyak orang yang menyaksikan.

Gadis itu mengangguk pelan. "Iya, Kak."

Setelahnya Zana berjalan menjauh dari gadis remaja tadi. Bibirnya tersenyum kecil. Mungkin malam ini Zana akan tidur nyenyak karena hatinya lega luar biasa setelah menolong seseorang.

Zana makin melebarkan senyum ketika melihat banyak anak kecil sedang berbaris untuk menyebrang jalanan. Dia mendekat ke arah mereka sekedar ikut menyebrang. Padahal sebenarnya mereka sudah dikawal.

Tapi mendadak waktu terasa melambat. Ia mendengar sebuah teriakan dari banyak orang sebelum tubuhnya terpental dan tergeletak begitu saja di tanah. Zana merasa penglihatannya mulai kabur. Namun, ia sempat melihat beberapa manusia mengelilingi tubuhnya.

Jalanan seketika ramai. Baru saja sebuah truk besar menyebabkan banyak nyawa terenggut. Insiden yang nantinya akan tercetak di surat kabar.

Sementara gadis tadi kembali menangis. Ia hendak mengampiri kerumunan itu sebelum sebuah tangan menariknya dengan kasar.

"Kamu mau ngapain?!"

"Bang, i-itu ada kecelakaan. Kakak tadi—"

"Udah kita pulang aja. Kamu jangan ikut campur."

Si gadis masih menangis. Ia menatap nanar kerumunan di belakangnya.

To Be Continued 💭

Author Note :
Gue hobi banget perasaan bikin cerita begini :(

HAI READERS GEMESKU!

Kangen sama Author nggak?! Heheheh apaan sih thor.. sok asik amat :(
Jadi ini cerita kedua gue setelah DEWA udah tamat :)
Kenapa judulnya SELF INJURLOVE?
Belum bisa gue kasih tau, tunggu sampe chapternya yang ngejelasin sendiri HEHEHHE

Ohiya, mulai sekarang kalian jangan panggil gue Ka Wawa atau Author atau Thor atau Salwa.
Panggil gue MOM aja heheheh, soalnya di sekolah atau dimana-mana gue suka dipanggil MOM gitu :b jadi panggilan kalian ke gue MOM aja ya biar akrab ;)

See you

Salam aziq, Mom.

Continue Reading

You'll Also Like

ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

1.6M 86.5K 54
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
323K 38K 27
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
960K 50.8K 40
Bagaimana jika kalian sudah dijodohkan dengan seorang mafia? Tidak tidak, bukan cowonya yang seorang mafia, tapi cewenya. Tidak selesai sampai di si...
463K 24K 54
Bagaimana jika kalian berada dalam posisi seorang gadis bernama Auraline yang pada saat membuka matanya, dia sudah berada dikehidupan sebuah novel mi...