Bukan Stalker [TAMAT]

By DhetiAzmi

6.1M 324K 28.4K

Ketika lelaki yang ia cintai menolak pernyataan cintanya, Caca bertekad untuk menaklukkan hati lelaki itu. La... More

Prolog
1. Cara Ampuh, Agar Gebetan Mencintai Kita
2. Pesona Edgar
3. Bang Edgar, Free
4. Kebahagian Pertama Caca
5. Sakit Ini Berlipat-lipat
6. Ini Salah Lo!
7. Lupakan Dia
8. Move On
9. Coba Nikmatin Hidup
10. Pulang?
11. Mencoba Untuk Merelakan
13. Ebook

12. Jangan Pernah Kejar Orang Lain

206K 22.4K 3.8K
By DhetiAzmi

Caca benar-benar tidak sadar tujuannya membawa Gerlan. Sepanjang perjalanan menuju Cafe, Caca melupakan sosok cowok yang belakangan ini membuat hatinya merana. Kehadiran Gerlan yang sudah lama tidak bersamanya untuk sementara menghapus sosok Edgar dari pikirannya.

Bukannya tidak ada tujuan lain, mungkin itu hanya ucapan refleks saja ketika Gerlan meminta untuk ditemani keluar. Karena pada kenyataannya, memang Cafe Edgar lah yang selama tiga bulan ini selalu Caca kunjungi. Caca sampai lupa, banyak tempat yang lebih menarik daripada duduk sembari memakan cake di Cafe.

"Ini tempatnya?" Gerlan bertanya ketika mobil yang dia bawa berhenti di sebuah Cafe yang sudah sangat ramai.

Caca mengangguk semangat. "Iya, yuk masuk!"

Gerlan tersenyum lalu mengangguk, keluar dari mobil berbarengan dengan Caca di sebelahnya. Melangkah masuk beriringan, sifat manja Caca semakin terlihat kentara. Caca masuk sambil menggandeng sebelah tangan Gerlan.

Ketika kakinya sampai di depan pintu Cafe, Caca tertegun. Matanya langsung menangkap sosok pria yang sibuk di meja barista tengah membuat kopi sembari memasang senyum ke arah beberapa cewek yang memperhatikannya membuat kopi.

Caca meringis, ia baru tersadar kalau dirinya salah masuk tempat. Bukan karena Kopi yang tidak bisa diminumnya., tetapi karena Cafe ini milik pria yang mati-matian dia jauhi di dalam pikiran juga hatinya.

Gerlan yang berdiri diambang pintu bersama Caca mengerutkan kening, menunduk menatap adiknya. "Kenapa? Gak jadi masuk?"

Caca mengerjap, tersadar dari lamunannya. Ck, apa boleh buat? Ia sudah terlanjur sampai di tempat ini. Lagi pula, Gerlan belum pernah mencicipi kopi dan cake di Cafe ini. Sekelebat ucapan Budi kembali terdengar.

Kalo lo ngehindar, berarti lo gak niat move on!

Caca menghela napas, batinnya sedang berdebat sekarang.

"Baby, jadi masuk atau cari tempat lain? Lagian kayaknya ramai banget di sini," Gerlan kembali melemparkan pertanyaan.

Caca langsung menggeleng kencang. "Gak usah, kita udah jauh-jauh ke sini. Kalo nyari lagi, lama di jalan. Ini malam minggu, semua tempat pasti ramai," balas Caca malas.

Gerlan mengangguk saja, matanya kembali menengadah ke sekeliling. "Tapi tempatnya ramai, kita mau duduk di mana?"

Caca ikut mengedarkan pandangannya ke sekeliling Cafe. Matanya berbinar ketika mendapati kursi kosong. Meski kursi itu berada di pojok, dan sangat jauh ke tempat di mana Edgar berdiri. Caca tidak peduli, dengan ini dia bisa belajar menghindari Edgar.

"Ada, yuk."

Caca langsung menyeret tangan Gerlan, masuk ke dalam Cafe dan duduk di tempat yang masih tersedia. Tempat duduk di pojok dekat jendela itu cukup nyaman untuk melihat pemandangan malam.

Setelah duduk, Caca langsung membuka menu.

"Bang Ge, mau pesan apa?"

Gerlan mendengus lalu mencubit hidung Caca. "Gayanya kayak yang mau bayarin aja."

Caca cengengesan. "Aku baik loh, Bang, nawarin. Kalo masalah bayar, masa iya nyuruh adeknya yang bayar."

"Sekali-kali dong, masa Bang Ge terus yang jajanin kamu."

Caca menggeleng kencang. "Gak! Lagian, uang jajan yang di kasih Mami gedean punya bang Gerlan daripada Caca."

Gerlan lagi-lagi mendengus. "Karena Bang Gerlan hidup mandiri di negri orang. Nah kamu, enak satu rumah sama Mami."

"Tapi Mami kasihnya gak banyak."

Gerlan kembali mencubit hidung Caca. "Bisanya nyalahin Mami, kamu aja yang boros."

"Sakit, Bang."

Gerlan terkekeh, masih mencubit hidung Caca. "Biarin, biar hidung kamu makin mancung."

"Bang Gerlan!" rajuk Caca, kesal.

Gerlan tertawa, lalu suara seseorang berhasil membuat keduanya mendongak.

"Mau pesan apa?"

Gerlan menaikkan satu alisnya menatap pria yang berdiri di samping meja dengan apron hitam di tubuhnya. Sementara Caca membelalak, syok melihat siapa yang sedang menanyakan pesanan.

Untuk pertama kalinya, Edgar turun menanyakan pesanan kepada pelanggan. Karena biasanya yang menanyakan pesanan adalah pegawai lain atau Naya.

"Pegawai di sini?" Gerlan bertanya kepada Caca.

Caca bingung, posisinya benar-benar tidak bagus sekarang. "Ah? Anu . . . itu . . ."

"Mau pesan apa? Mohon untuk segera pesan karena pelanggan lain menunggu."

Gerlan yang memang tidak peduli, mengangguk saja. Ia mulai membuka buku menu dan memilih apa yang ingin dia coba. Sementara Caca menunduk di tempatnya, tidak berani mendongak melihat wajah Edgar.

"Saya pesan Americano sama cheesecake. Baby, mau pesan apa?"

Caca langsung mendongak ke arah Gerlan, tangannya meremas celana jeans yang digunakan.

"Umh, anu . . . samain sama Bang Ge aja," cicit Caca.

Edgar masih setia berdiri, menatap keduanya dengan wajah datar.

"Kamu serius? Emang bisa minum kopi?"

Ah?

Caca tersadar lalu meringis. Gerlan yang bingung dengan sifat diam adiknya menggeleng, mendongak ke arah Edgar.

"Ditambah susu cokelat sama Red Velvet ya, Mas," lanjut Gerlan akhirnya.

Edgar menulis tanpa minat, berdehem dan langsung meninggalkan meja mereka. Gerlan bingung, lalu berbisik ke arah Caca yang sedang menghela napas lega.

"Dek, dia orangnya dingin gitu ya? Bang Ge takut banget lihatnya," ujar Gerlan, merinding dengan sikap dingin Edgar barusan.

Caca tersenyum kaku, bingung harus menjawab apa. Karena biasanya Edgar akan sopan kepada pelanggan. Caca mendesah, ini pasti karena kehadiran Caca yang mengganggu Edgar. Edgar pasti muak melihat dirinya yang terus-terusan masuk ke Cafe.

"Baby?"

Caca mengerjap, langsung beranjak dari duduknya. "Caca mau ke toilet bentar ya, Bang, kebelet," ujarnya berbohong.

Gerlan mendesah, lalu mengangguk. Membiarkan Caca pergi. Tentu saja bukan karena dia kebelet, tapi Caca mencoba menghindari dari pertanyaan Gerlan. Caca takut, Gerlan akan tahu bahwa dia ada sesuatu dengan Edgar.

Caca menghela napas lega setelah mencuci tangannya. Keluar dari toilet sembari melihat jam di tangannya. Berjalan untuk kembali ke tempat di mana Gerlan ada, tapi langkahnya mendadak terhenti ketika ia mendengar seseorang berbicara.

"Pacar kamu?"

Caca langsung membalikkan tubuhnya, terkejut melihat Edgar yang sedang bersandar di tembok pintu masuk.

"Bang Ed, ngapain di situ?"

Edgar menaikkan satu alisnya. "Ini Cafe aku."

Suara dingin itu berhasil membuat Caca mematung sebentar, kemudian memaksakan diri untuk tersenyum meskipun dengan jelas Edgar melemparkan kebencian kepadanya.

"Ah? Maaf."

Edgar diam saja, mendekat ke arah Caca. "Jadi itu alasan kamu nolak aku anter pulang tadi?"

Satu alis Caca terangkat, tidak paham. Bukannya tadi dia pulang di antar Edgar, apa tadi yang mengantarnya hantu kembaran Edgar? Caca menggeleng kencang, mana ada! Mengerjap, Caca ingat jika tadi sempat minta di antar di halte.

"Ah? Caca gak paham maksud Bang Ed. Caca duluan, Bang, gak enak Bang Ge nunggu."

Caca buru-buru pamit, dia tidak ingin kembali terbawa suasana. Ia tidak ingin hatinya kembali tersakiti karena ucapan Edgar. Sayangnya, niatnya tidak semulus itu ketika Edgar menarik tangan Caca untuk mendekat.

Caca syok, melotot ketika wajahnya berhadapan dengan wajah Edgar. Mata tajam itu begitu menusuk, hati Caca berdebar takut dan ia merasa amat terkejut. Sampai bisikkan di telinganya berhasil membuat Caca membisu.

"Jangan pernah berani ngejar orang lain."


Continue Reading

You'll Also Like

19.6K 757 40
Friendzone, ah sepertinya kata itu sudah tak asing lagi bagi Raya, apa kalian juga pernah mengalaminya? lalu apa yang akan kalian memperjuangkan? men...
65.4K 6K 42
Jupiter Auriga Semesta, sangat senang ketika ia kembali bertemu dengan Cinta pertamanya. ketua Osis SMA Galaksi itu tidak akan (lagi) melepas perempu...
2.2M 180K 36
"Woy! Nama lo?" teriak Gani dari depan pintu kelas. Cewek yang sedang berlari menjauhinya itu menoleh, tampak terkejut, namun sedetik kemudian ia ter...
362K 22.9K 38
Berawal dari terpilihnya Devina Andaru ( Devina ) untuk menjadi perwakilan pertukaran pelajar SMA Taruna Sakti, membawa gadis berusia 18 tahun ini be...