[Hiatus] Random [Author's Boo...

由 Healerellik

1.6K 198 900

Isinya hanyalah fanfict acak yang kemungkinan besar merupakan request/dare. Dan hak cipta kembali ke masing-m... 更多

The Fate
That's
A Rain
Ganbatte!
Reply
The Magazine
Jealous
Dark Side
Truth Or Dare?
Our Stories
Truth Or Dare? (2)
Truth Or Dare? (2): Omake
Misunderstanding
Partner War
The Fate: A Rainbow After Rain
Your (Un)Secret Admirer
A Rain: Recycle
From One Mistake
The Camping Insident
My Song For You [Aisozou Version]
About Author [So OOT. Don't Read if You Won't]
My Song For You [Shuuna Version]
The New Things About You
Because You Are A Part Of Me
[OOT] Maybe Interesting for You
[OOT] Ask Your Opinion
It's Not Only About Her
Say It!
Never End
Siblings?
Catoptric Tristesse
[OOT] Novelet Fanfiction
I'm Here For You
The New Things About You (2)

Let Me Take Care of You

39 4 28
由 Healerellik

[Oda Naosu x Tokugawa Suzuka]

.

Disclaimer: Cybird, Heaira Tetsuya, and Asakura Haruka

Plot is mine.

And happy reading!

.

.

.

"Naosu?"

"Ya, Okaa-sama?"

"Apakah kau sudah menyelesaikan pekerjaanmu?"

"Baru sebagian besar. Aku masih harus mengatur ulang jadwal penjagaan untuk malam hari."

"Istirahatlah sementara waktu."

"Arigatou, Okaa-sama. Tapi sepertinya, aku akan menuntaskan semuanya sebelum tidur."

"Jangan tidur terlalu malam. Akhir-akhir ini, kau sedikit pucat, Naosu."

"Itu hanya perasaan Okaa-sama sama. Aku baik-baik saja."

Setelah itu, tidak ada lagi adu argumen di antara ibu dan anak tersebut. Karena remaja lelaki itu terlebih dahulu membungkuk hormat, lalu meninggalkan wanita paruh baya itu menuju ruang kerjanya.

*****

Wush.

Semilir angin kali ini begitu menyejukkan. Membuat Naosu merasa nyaman. Terlebih, aroma apel yang melingkupi dirinya. Hingga dirinya betah berlama-lama duduk di antara dahan yang tertutupi rimbunnya daun itu.

Ya. Naosu tengah berada di atas pohon. Tepatnya di balik lebatnya daun pohon apel kesayangannya, Ringorosu. Sudah menjadi kebiasaannya untuk menghabiskan awal hari dengan menikmati sajian pemandangan dari ketinggian seperti ini.

Suatu hari nanti, aku akan keluar dari negara ini. Mengarungi samudra hingga tujuan, kurasa itulah yang akan kulakukan sebelum statusku dikunci di Owari. Batinnya ketika melihat awan-awan yang membumbung tinggi. Seolah menyampaikan adanya hal menarik dari tempat yang mereka naungi.

Puas menghirup udara pagi, Naosu pun segera turun dengan sigap. Ia terkekeh ketika melihat Ringorosu yang menggugurkan daunnya. Seolah tak mengizinkan lelaki itu berpisah darinya walau sebentar.

"Kau memang hanya sebatang pohon. Namun, keberadaanmu memberikan tempat untuk semua rahasiaku," bisiknya kecil seraya menepuk kulit pohon itu. Ia mengangguk kala mendapati serpihan kulit kayu yang menempel di tangannya.

Langkahnya menuju rerimbunan bunga mawar sewarna kapas di depannya. Dipandanginya tumbuhan itu lama, sebelum akhirnya mulai memetik setangkai terdekat. "Seperti biasa. Kau tidak pernah menyakitiku, Shiroka," ujarnya di depan rerimbunan itu. Dan yang Naosu katakan itu adalah benar. Ia tidak pernah sama sekali tertusuk duri bunga mawar yang ia beri nama "Shiroka" itu.

Setelah mengambil dua tangkai, Naosu bergegas menuju ruangannya. Alisnya bertaut heran mendapati sesosok perempuan dengan haori sewarna emas di depan sana. "Suzuka?" panggilnya.

Gadis itu menoleh dan mengangguk singkat. "Aku membawakan surat dari ayahmu. Dari pitanya, sepertinya ini surat penugasan," ujarnya seraya mengangsurkan gulungan perkamen yang dililit oleh pita putih.

"Ah, baiklah. Kebetulan juga aku sudah menyelesaikan tugas yang ia berikan kepadaku," timpal Naosu dingin. Sementara Suzuka hanya memandanginya heran. Atensi manik zamrud itu mengarah pada sesuatu berwarna putih lainnya di genggaman Naosu.

"Apakah itu bunga mawar dari taman belakang?" tanyanya. Naosu pun mengangguk samar. "Memangnya mengapa?" tanya Naosu balik.

Suzuka pun mengendikkan bahu seraya berkata, "kukira tanaman itu milik Aiko. Namun nyatanya, milik Tuan Muda di depanku ini," lengkap dengan seringai tipis di wajahnya.

Naosu pun balik menantang melalui tatapan. Kemudian, ia berkata, "kurasa kau lupa kalau bunga mawar ini adalah saudaranya Ringorosu."

"Kau pernah menceritakannya. Jadi, kurasa itu tidak perlu kau ulangi lagi."

"Terserah kau saja. Tapi satu hal yang harus kuulangi setiap kali kau datang ke sini. Silakan kau pergi jika urusanmu sudah selesai, Nona Tokugawa," ujar Naosu datar. Tak peduli dengan Suzuka yang akan menjawabnya, ia pun segera menggeser pintu, lalu menghilang di baliknya.

"Naosu, Nobunaga-sama bilang, kau harus segera menghadapnya begitu selesai membaca surat itu," ujar Suzuka sedikit keras. Ia pun bersedekap seraya menunggu balasan dari lelaki itu.

"Naosu?" panggilnya lagi ketika tidak mendapatkan balasan apapun. Dua kali mencoba, tapi hasilnya tetap sama. Membuat Suzuka merasakan sesuatu yang aneh. Mengabaikan teguran Naosu, ia pun segera masuk ke dalam ruangan itu.

Di dalam, Naosu tidak terlihat sama sekali. Membuat hal aneh yang Suzuka rasakan semakin menjadi. Hingga akhirnya, ia menemukan sebuah pintu yang terletak agak tersembunyi di sudut. Dengan hati-hati, ia pun membukanya.

Ternyata, pintu itu merupakan penutup dari sebuah lorong sempit yang gelap karena tidak adanya penerangan sama sekali. Sekali lagi, Suzuka semakin heran. Naosu seolah menjadi sangat misterius akibat memiliki ruangan seperti ini.

"Naosu? Apakah kau di sini?" ujarnya kecil. Tak ada sahutan di antara dirinya yang berjalan dengan perlahan seraya meraba-raba dinding. Hingga akhirnya, ia merasakan ada sebuah pintu di depannya. Walau ia mencoba menggeser bagian itu, nyatanya tidak terbuka sama sama sekali.

Dalam diam, Suzuka pun memutuskan untuk menempelkan telinganya. Mencoba mencuri dengar sesuatu di balik pintu itu. Setelah beberapa saat, terdengar suara batuk yang sedikit bersahutan. Membuat gadis itu melebarkan bola mata walau ia hanya mendengarnya samar.

Apakah Naosu sedang sakit? Lalu, bagaimana ia akan menjalankan tugasnya nanti?! Suzuka membatin. Entah mengapa dirinya mendadak cemas dan khawatir akan keadaan lelaki itu. Apakah sebaiknya aku memberitahu Nobunaga-sama? Tapi jika Naosu tahu, tentu ia akan memarahiku karena telah berani mengganggu pekerjaannya. Batinnya lagi.

Ia terkesiap ketika mendengar suara langkah kaki yang semakin besar. Membuatnya mengambil langkah lebar tanpa suara guna meninggalkan ruangan itu tanpa perlu diketahui oleh Naosu.

*****

Keesokannya, Naosu dan Kirio bersiap untuk pergi bertugas di perbatasan. Menurut laporan, daerah itu masih banyak ronin dan penjarah yang berkeliaran hingga mengganggu kenyamanan penduduk sekitar. Mereka berdua dan pasukannya diminta untuk membasmi gangguan itu hingga ke akar-akarnya.

"Suzuka?" panggil Kirio ketika melihat adiknya itu yang terdiam di depan mereka. Baru setelah panggilan ketiga, gadis itu mau mengarahkan wajahnya untuk menatap Kirio.

"A-ada apa, Kirio-san?"

"Justru aku yang seharusnya menanyakan itu padamu. Kau terlihat tengah memikirkan sesuatu," ucap Kirio. Mata safirnya menelisik wajah berhias zamrud yang tertekuk itu.

"Iie, nandemonai yo. Aku hanya memikirkan apa yang sekiranya akan kalian lakukan untuk menumpas para ronin itu," ujar Suzuka beralasan. Mendengarnya, Kirio pun terkekeh.

"Tentu saja kami sudah menyiapkan rencana yang sangat matang untuk mereka. Kebetulan juga aku yang mengatur strateginya."

"Apakah Kirio-san yang memimpin pasukan?"

"Begitulah. Semula Nobunaga-sama menunjuk Naosu. Namun, Naosu sendiri menolak dengan alasan ia belum siap karena semuanya serba mendadak. Ditambah, ia ingin sesekali merasakan bekerja di bawah perintah orang lain katanya." Kirio menjepit dagunya sendiri. Memasang pose berpikir ketika menjelaskan hal itu pada Suzuka.

"Itu aneh bukan, Suzuka? Bukankah biasanya Naosu sangat patuh terhadap perintah ayahnya walau apapun itu? Dan aku sendiri merasa aneh jika harus memimpin orang dengan karakter kepemimpinan yang kuat sepertinya," lanjutnya.

Bukan seperti itu. Jika dugaanku mengenai dirinya yang sakit adalah benar, kuyakin Naosu tidak mau mengambil resiko terburuk dengan dirinya yang memimpin pasukan dalam keadaan seperti itu.

"Maaf, Kirio-san. Aku baru teringat jika ada sesuatu yang harus kulakukan. Tidak apa kan walau aku tidak melepas kepergian kalian?" Senyum Suzuka berikan kepada Kirio yang menganggukinya.

"Pergilah. Lagipula, sepertinya semuanya telah bersiap untuk tugas. Kau jadilah gadis yang baik selama aku tidak ada di sini. Mengerti?" Kirio menepuk pelan kepala puncak kepala Suzuka yang mengangguk patuh. Setelah itu, ia segera menatap kepergian gadis itu yang berlari meninggalkannya.

*****

Dengan napas terengah-engah, Suzuka akhirnya sampai di halaman belakang rumahnya. Ia pun menelisik sekitar seraya menyebut lirih nama seseorang. "Kiyohiro-san? Apakah kau ada di sini?" tanyanya.

Suara daun yang terusik membuat Suzuka segera memfokuskan diri kepada pohon di depannya. Tak lama, seorang lelaki berpakaian gelap dengan topeng di muka melompat turun dari sana. "Saya di sini, Suzuka-sama. Apakah ada yang bisa saya bantu?" tanya lelaki yang bernama Kiyohiro itu. Ia adalah salah seorang ninja yang sangat loyal kepada klan Tokugawa.

"Ya. Aku sangat membutuhkan bantuanmu kali ini."

*****

Sementara itu, satu hari kemudian di perbatasan...

"Kirio-sama, Naosu-sama, kami menemukan adanya pergerakan rahasia di ujung selatan dari posisi kita. Sepertinya sekelompok ronin yang kita incar ada di sana," lapor seorang prajurit yang membungkuk di depan Kirio dan Naosu.

Kirio segera mengangguk patuh. Ia akan memanggil Naosu begitu menyadari ternyata lelaki itu yang menutup setengah wajahnya. "Kau tak apa, Naosu?" tanyanya. Naosu segera menggeleng.

"Arang dari api unggun ini sempat masuk ke dalam hidungku. Jika boleh, aku ingin pergi membersihkannya, Kirio-san." Naosu segera mengangguk hormat. Walau belum ada persetujuan dari Kirio, ia pun pergi dari tempat itu.

*****

Di bagian hutan yang agak dalam, Naosu duduk bersandar pada sebatang pohon. Sesekali ia menutup mulut kala dirinya terbatuk hebat. Lalu mendecih keras begitu mendapati cairan yang terlihat pekat di bawah sinar rembulan, terkumpul di telapak tangannya.

"Cih ... mengapa harus di saat seperti ini?!" bentaknya kepada dirinya sendiri. Ia pun segera meninju batang pohon di dekatnya. Kesal melihat keadaan tubuhnya yang sedikit melemah di kala bertugas.

"Huh ... sepertinya aku harus beristirahat sebentar. Biarlah Kirio-san yang mengurus pasukan sementara waktu."

Namun, belum saja ia memejamkan mata, tangannya terlebih dahulu sigap menarik pedang di pinggang begitu mendengar suara aneh di sekitarnya. Insting bertahan miliknya seketika menguasai.

"Aku tahu kau ada di sekitar sini. Keluarlah. Hanya pengecut yang berani bermain dari balik bayangan," desis Naosu. Matanya yang tajam menatap awas pada rerimbunan pohon yang mengelilinginya.

Tak ada yang menyahuti ataupun merespons tantangan sulung Oda itu. Sementara pedang dari penantang itu sendiri masih teracung tegak. Berkilat di bawah langit malam, siap untuk digunakan.

Tiba-tiba saja, Naosu merasakan kepalanya memberat. Ia segera menancapkan pedangnya di tanah, lalu bertumpu dengan bantuan benda itu. Lagi, ia terbatuk hingga memuntahkan darah. Tak lama kemudian, tubuh itu terjatuh kala kesadaran Naosu sudah tinggal setengah. Dalam kondisi seperti itu, samar Naosu melihat sesosok bayangan yang berdiri di depannya entah sejak kapan.

Bukankah ia... Belum sempat Naosu menerka sosok itu, kegelapan terlebih dahulu membuatnya ambruk tak sadarkan diri.

*****

"Astaga! Apakah kau yakin dia dalam kondisi seburuk itu, Kiyohiro-san?!" pekik Suzuka tertahan begitu mendengar berita itu.

Kiyohiro mengangguk mantap. Ia yakin sekali kalau kesehatan Naosu tengah dalam kondisi yang berbahaya mengingat apa yang baru saja ia lihat di hutan malam itu. "Suzuka-sama, sebaiknya Anda segera memberitahukan Ieyasu-sama dan Nobunaga-sama mengenai hal ini. Melihat dari parahnya keadaan Naosu-sama, saya takut kita terlambat menanganinya."

"Kalau begitu, kau harus ikut denganku, Kiyohiro-san! Kita harus memberitahukan yang lain tentang ini!" ujar Suzuka. Ia pun masuk untuk mengambil haori-nya, lalu segera menuju aula utama tempat para Warlord berkumpul bersama ninja itu.

Sesampainya di sana, Suzuka segera menceritakan apa yang terjadi kapada para pemimpin klan. Ditambah dengan keterangan dari Kiyohiro membuat mereka segera mengambil tindakan.

"Masamune, berikan surat ini kepada Matsumoto. Katakan kepadanya, ia harus menggantikan dan membawa Naosu pulang. Walau harus dalam keadaan terpaksa sekalipun." Perintah Nobunaga itu segera disanggupi oleh Masamune.

"Dan untuk sementara waktu hingga Naosu kembali, rahasiakan hal ini dari semua orang. Terutama kau, Suzuka. Jangan sampai Aiko mengetahui hal ini. Tentunya ini akan berdampak pada mental ibu mereka," lanjutnya. Ruby-nya menatap Suzuka yang mengangguk dengan mantap.

"Wakarimashita!"

*****

Keesokannya...

"Kirio-sama, saya sudah menemukan Naosu-sama. Ternyata ia berada di tendanya. Sepertinya ia sangat kelelahan mengingat hingga saat ini ia masih belum terbangun," ujar seorang prajurit yang tadi diperintahkan oleh Kirio untuk mencari Naosu, dikarenakan lelaki itu sempat menghilang tadi malam.

"Begitukah? Padahal ada yang ingin aku bicarakan dengannya mengenai penyerangan hari ini," timpal Kirio. "Baiklah. Kau bisa kembali ke posmu sekarang. Aku sendiri yang akan mengecek keadaan Naosu," lanjutnya.

Tidak biasanya Naosu cepat kelelahan seperti ini. Padahal kami menggunakan jalur tercepat untuk sampai ke hutan ini. Batin Kirio. Ia segera bangun untuk menuju tenda Naosu yang berada di pojok camp mereka.

Namun, belum saja ia mencapai sana, seorang prajurit datang menghadang dan melaporkan bahwa ada bala bantuan yang datang. "Bala bantuan? Siapa yang memimpinnya?" tanyanya heran.

"Date Matsumoto-sama." Jawaban prajurit itu semakin membuat alis Kirio tertekuk. Hal yang aneh mengingat ia sama sekali tidak pernah ditugaskan dalam misi yang sama dengan pewaris klan Date itu. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya Kirio memutuskan untuk menemui Matsumoto terlebih dahulu.

"Yo, Matsumoto! Sepertinya kau datang di saat yang tepat karena kebetulan kami akan segera melakukan penyerangan," sambut Kirio ketika melihat sosok dengan eyepatch yang baru turun dari kudanya.

"Aku membawa perintah dari Nobunaga-sama. Ia meminta agar Naosu segera dipulangkan ke Owari. Baik dalam keadaan rela atau terpaksa," jelas Matsumoto seraya mengangsurkan gulungan yang ia bawa.

Kirio menerima gulungan itu dengan rasa penasaran yang tinggi. Segera ia membukanya. "Jadi, kau yang akan menggantikan tugasnya? Tapi, mengapa semua ini serba mendadak?" ujar Kirio setelah membaca surat itu. Akhirnya, Matsumoto menceritakan semua apa yang ia dengar dari ayahnya tadi malam. Baik itu kepanikan Suzuka hingga surat pergatian penugasan ini.

"Aku tidak menyangka kondisi Naosu separah itu. Padahal ia terlihat baik-baik saja, walau wajahnya sedikit pucat. Kukira, itu karena dirinya yang terlalu memaksa diri untuk menuntaskan pekerjaan yang diberikan Nobunaga-sama kepadanya," komentar Kirio setelah mendengar cerita itu.

"Aku juga berpendapat sama mengingat ia yang gila kerja seperti itu. Namun, jika hal yang terjadi adalah seperti yang Suzuka katakan, kurasa ada faktor lain yang menyebabkannya," timpal Matsumoto. Kirio pun membenarkannya.

"Oh ya, sekarang Naosu ada di mana?" tanyanya lagi.

"Sebenarnya, ia sempat menghilang beberapa saat tadi malam hingga aku memerintahkan beberapa prajurit mencarinya. Lalu sekarang, menurut laporan prajurit, ia ada di tendanya dan belum terbangun."

"Baiklah. Kalau begitu kita tunggu saja ia sadar terlebih dahulu. Juga, mungkin kau bisa membagi strategi yang akan kita gunakan. Kau yang memimpin pasukan kali ini, bukan?" ujar Matsumoto. Kirio mengiyakan dan segera mengajak lelaki itu menuju tendanya untuk berdiskusi.

*****

Di dalam tendanya, Naosu baru saja membuka mata. Ia akan bangun begitu merasakan tubuhnya mendadak limbung. Seraya bertumpu pada sisi tempat tidurnya, ia pun mencoba mengingat apa yang telah terjadi tadi malam.

Bagaimana bisa aku berada di tenda sementara tadi malam aku pingsan di tengah hutan? Apakah Kirio-san yang menemukanku? Kurasa tidak. Ia pasti sudah akan membuatku sadar sebelum pagi. Lantas, siapa yang melakukannya?

"Argh..." erang Naosu seraya memegangi sisi kepalanya yang mendadak sakit luar biasa. Di satu sisi, pertanyaan akan kondisi tubuhnya membayang begitu saja. Membuatnya segera bermeditasi sebentar guna mengembalikan energi tubuh dan mentalnya.

Setelah merasa diri lebih baik, ia segera membenahi diri. Diambilnya Shirotsuyomi miliknya, menyarungkannya di pinggang, lalu segera keluar dari tenda. Begitu keluar, ia sudah melihat para prajurit yang tengah mempersiapkan diri.

"Selamat pagi, Naosu-sama," sapa beberapa prajurit di depannya. Naosu pun tersenyum kecil seraya membalas sapaan itu.

"Di mana Kirio-san?" tanyanya.

"Kirio-sama tengah berada di tendanya. Sepertinya ia tengah mendiskusikan sesuatu bersama Matsumoto-sama," jawab seorang prajurit.

"Matsumoto-san? Kapan ia datang ke sini?" Naosu mengernyit heran mendengar nama itu.

"Matsumoto-sama dan pasukannya datang beberapa saat sebelum Anda terbangun, Naosu-sama." Mendengar jawaban itu, Naosu lantas menuju tenda di mana dua orang itu berada seraya menerka apa tujuan Matsumoto datang dengan pasukannya. Sesampainya di sana, ia meminta seseorang untuk menyampaikan kedatangannya.

"Naosu-sama datang untuk berkunjung, Kirio-sama, Matsumoto-sama. Ia menunggu di luar."

Kedua orang yang tengah membahas penyerangan itu saling berpandangan sebentar, lalu segera mengangguki satu sama lain. Mereka pun segera keluar dari tenda itu untuk menemui Naosu.

"Selamat pagi, Kirio-san, Matsumoto-san," sapa Naosu dengan senyum kecilnya. Kedua lelaki itu membalas singkat.

"Bagaimana keadaanmu, Naosu?" tanya Kirio.

"Keadaanku baik-baik saja, Kirio-san. Dan ada perlu apa Matsumoto-san datang ke sini?" Naosu mengarahkan tatapannya kepada Matsumoto.

"Aku diperintahkan oleh Nobunaga-sama untuk menggantikan posisimu. Namun, sebelum itu aku harus memastikan dirimu kembali sampai ke Owari dengan selamat, Naosu," ucap Matsumoto. Diserahkannya gulungan yang tadi sempat ia berikan kepada Kirio.

"Apa alasan Nobunaga-sama memanggilku kembali ke Owari, huh?" ujar Naosu. Giginya sedikit bergemeretuk kala membaca surat itu.

"Kau jangan berpura-pura, Naosu. Kesehatanmu sedang memburuk, bukan? Jadi, lebih baik kau ikut pulang bersamaku terlebih dahulu agar kau bisa mendapatkan pengobatan dari Ieyasu-jisama," timpal Matsumoto.

Seketika itu juga Naosu menarik pedangnya, lalu mengancungkannya kepada kedua lelaki itu. "Aku tidak akan pulang sebelum tugasku di sini selesai, Uesugi Kirio, Date Matsumoto!" desisnya tak suka. Amarah pun seketika terlihat jelas di wajahnya.

"Tapi kau juga tidak bisa bersikap egois dengan membiarkan dirimu semakin sakit, Naosu!" bentak Matsumoto. Ia lantas mengancungkan pedangnya ke arah Naosu juga. Melihat itu, Naosu pun mengeluarkan evil smirk miliknya.

"Naosu, sebagai pemimpin pasukan kali ini, aku memerintahkanmu untuk menurunkan pedangmu dan kembali ke Owari bersama Matsumoto!" Manik safir milik Kirio memberikan deathglare kepada lelaki yang lebih muda darinya itu. Ibu jarinya sudah siap mendorong gagang pedang miliknya.

"Maaf saja, Naosu. Tapi aku akan tetap membawamu pulang, walau kau terpaksa untuk itu," ujar Matsumoto. Ia lantas maju lalu menangkis pedang Naosu dengan cepat.

"Coba saja jika kalian bisa membawaku kembali ke sana," ujar Naosu dingin. Tangannya dengan cepat menggerakkan pedang guna membalas serangan itu. Sekilas, ruby-nya melihat Kirio yang berpindah tempat ke belakangnya.

"Dua lawan satu, hm? Kalian benar-benar ingin bertemu dengan Shirotsuyumi rupanya," gumam Naosu ketika ia berkelit dari serangan mendadak yang Kirio lakukan dari balik punggungnya.

Sementara itu, para prajurit yang berada di situ tentunya heran melihat ketiga pemimpin mereka mendadak bertarung seperti itu. Yang jelas, mereka semua mengetahui kalau itu bukan latihan tanding melihat dari betapa kuatnya aura yang dipancarkan oleh mereka bertiga.

Kirio dan Matsumoto saling memberikan kode melalui tatapan untuk segera bergerak ke arah yang berlawanan. Rencananya mereka akan mengepung lalu menyerang Naosu secara bersamaan. Sayangnya, Naosu melihat semua itu. Senyum licik pun ia ukir.

Namun, belum saja Naosu akan bergerak untuk lolos dari pengepungan itu, ia langsung mengerang hebat. Seketika itu juga ia berlutut seraya mencengkram leher belakangnya dengan kuat.

"Naosu!!" teriak Kirio dan Matsumoto bersamaan begitu melihat Naosu tak sadarkan diri beberapa saat kemudian.

*****

Suzuka berjalan perlahan seraya membawa mangkuk besar berisi air dingin. Langkahnya mengarah ke sebuah ruangan yang terletak agak terpinggirkan dari kediaman utama keluarga Oda. Sampai di sana, ia pun segera memberitahukan kedatangannya. "Aiko? Ini aku," ucapnya di depan pintu.

Beberapa saat kemudian, Aiko pun muncul mengikuti pintu yang bergeser. Ia pun mempersilakan Suzuka untuk masu ke dalam. "Bagaimana keadaan Naosu?" tanyanya.

"Demam Nao-niisama sudah sedikit turun, Suzu-neesama. Namun, ia belum juga sadar dan ini sudah dua hari," jelas Aiko. Matanya masih terlihat sembap akibat menangis sedari Naosu yang pulang dalam kondisi sakit.

"Kau tak perlu cemas, Aiko. Ayahku bilang, obatnya masih dalam tahap bekerja. Sebaiknya kau mengecek keadaan Ainawa-basama. Sepertinya kondisi ibumu itu lebih parah dari dirimu," ujar Suzuka setelah meletakkan mangkuk yang bawa. Aiko pun mengangguk kecil. Seraya membungkuk hormat, ia pun pamit menuju kamar ibunya.

Setelah Aiko pergi, Suzuka segera mengganti handuk yang berada di kening Naosu. Ia mengembuskan napas melihat wajah dengan mata yang terpejam itu. Seketika itu juga, ingatan ketika Ieyasu memeriksa Naosu kembali membayanginya.

"Bagaimana keadaan Naosu, Ieyasu-san?" tanya Ainawa dengan suara parau. Ia sudah lelah menangis semenjak kedatangan Matsumoto yang ternyata membawa Naosu yang sudah tak sadarkan diri.

"Maafkan saya sebelumnya. Sepertinya ini adalah reaksi lanjutan dari racun yang digunakan oleh penyusup ketika penyerangan di bagian utara kastil beberapa waktu lalu. Teryata, ada sedikit racun yang tersisa dan mengendap di dalam darahnya. Dan itu bereaksi cepat mengingat pusat racun itu ada di bagian leher dan bahu." Ieyasu menarik napas. Prihatin dengan apa yang ia jelaskan sendiri.

"Tapi kau tentu bisa mengobatinya, bukan?" tanya Nobunaga. Ieyasu mengangguk patuh.

"Saya akan segera meracik obatnya. Dan untuk sementara waktu, kemungkinan ia tidak akan sadarkan diri hingga semua racun itu keluar," jelasnya lagi.

Sudah jelas semuanya masih tidak percaya akan hal itu. Padahal Naosu bisa pulih dengan cepat dari kelumpuhannya akibat penyerangan dari suku pedalaman itu. Di satu sisi, Nobunaga sudah menyiapkan rencana untuk membumihanguskan suku itu secepatnya.

"Dan kau begitu bodoh dengan berpura-pura kuat selama ini," gumam Suzuka setelah meletakkan kain pengganti yang lembap di atas kening Naosu. Ia pun membereskan barang-barang yang ada ketika mendengar suara Kirio dan Matsumoto.

"Bagaimana keadaannya Naosu, Suzuka?" tanya mereka. Suzuka menggeleng pelan. "Ia belum sadarkan diri walau kondisinya sudah membaik," ucapnya.

"Andai saja waktu itu Naosu tidak melindungiku dan Aiko, mungkin ia sekarang..." Suzuka menggigit bibir bawahnya. Sedikit perih begitu mengingat bahwa ialah yang mungkin penyebab semua ini terjadi.

"Sst! Sudahlah Suzuka. Itu adalah keputusan Naosu untuk melindungi kalian. Karena ia tahu, jika kau dan Aiko yang kena, maka semuanya akan semakin rumit," ujar Kirio menasehati Suzuka. Ditepuknya kepala Suzuka dengan lembut.

"T-tapi, akibatnya dia menjadi seperti ini. Semua racun itu berkumpul di dirinya," lirih Suzuka. Kirio mengembuskan napasnya.

"Dan kau tahu seperti apa Naosu itu, Suzuka. Seandainya kau dan Aiko yang kena, mungkin seluruh anggota suku itu sudah tinggal nama sekarang," ujar Matsumoto.

"Yah ... itu akan terjadi secepatnya karena Nobunaga-sama sudah menyiapkan rencana untuk itu," sahut Kirio. Matsumoto mengangguk.

"Setidaknya dengan Naosu yang kena, anggota suku itu bisa sedikit hidup lebih lama. Jadi secara tak langsung, ia sudah menyelamatkan banyak orang." Matsumoto menatap tubuh Naosu dari luar ruangan.

Suzuka hanya terdiam mendengarkan ucapan dari kedua lelaki itu. Ia pun mengangguk singkat begitu mereka berpamitan. Sementara dirinya segera kembali ke sisi Naosu.

"Jadi, apa kau akan selamanya tertidur, Tuan Muda? Kau masih memiliki banyak pekerjaan dari ayahmu, Baka!" desis Suzuka ketika percakapan dengan Kirio dan Matsumoto kembali terputar. Menurutnya, seharusnya Naosu tidak perlu melakukan hal itu. Tak apa jika ia hanya menyelamatkan Aiko. Namun nyatanya, lelaki itu malah memeluknya dengan erat. Mengorbankan dirinya demi mereka berdua.

Suzuka segera mengusap matanya yang sedikit lembab ketika menyadari adanya pergerakan dari tubuh itu. Dilihatnya bibir Naosu yang bergetar. Segera Suzuka mendekatkan diri untuk mendengarkan kata yang mungkin keluar dari sana.

"... kaa ... -sama ... go ... men ..."

Apa ia meminta maaf kepada ibunya? Tapi mengapa?

"Naosu? Kau sudah sadar?" ujar Suzuka begitu mendengar lirihan itu. Sepertinya hal itu benar melihat kelopak mata Naosu yang bergerak sedikit. Suzuka pun mengucap syukur, lantas segera keluar untuk memberitahukan hal tersebut kepada semua orang.

*****

Malam harinya, suasana di sekitar kamar Naosu pun begitu lengang. Hal itu dikarenakan perintah dari Nobunaga yang menyuruh agar tidak ada yang ke sana. Tentunya hal itu dipatuhi karena mereka tidak mau mengganggu Naosu yang baru saja siuman. Hanya ada beberapa penjaga yang ditempatkan di beberapa titik di sekitarnya.

Namun, terlihat sosok yang mengendap-ngendap menuju depan ruangan itu. Kain hitam lebar yang ia gunakan membantunya untuk aman dari penglihatan para penjaga di sana. Dan yang sosok itu lakukan hanyalah berdiam di depan sana beberapa saat.

"Masuk."

Sosok itu terkesiap begitu mendengar suara dari dalam ruangan. Apakah ia mengetahui kedatanganku? Batinnya. Ia pun memilih untuk menuruti itu dengan membuka pintu secara perlahan.

"Sudah kuduga itu adalah kau, Suzuka," ucap Naosu datar begitu melihat gadis bersurai pirang yang baru saja membuka kain hitam yang melingkupinya. Gadis itu menundukkan wajah, lalu segera menuju dirinya.

"Maaf, Naosu. A-aku tidak bermaksud mengganggumu," ujar Suzuka. Ketika ia mengangkat wajahnya, ia terkaget melihat Naosu yang duduk tegak. "Hei! Otou-sama bilang kau tidak boleh duduk terlebih dahulu!" protesnya.

"Berhenti berpura-pura seperti itu, Nona Tokugawa."

"Eh? Apa maksudmu, Naosu?" tanya Suzuka heran. Ia pun meneguk ludah ketika merasakan aura Naosu yang menggelap.

"Kau yang memberitahukan Nobunaga-sama dan yang lainnya tentang kondisiku, bukan?" ujar Naosu sinis.

"A-apa maksudmu?! Aku pun tahu jika kau sakit setelah kepulanganmu bersama Matsumoto-san tiga hari yang lalu!" bentak Suzuka. Mendengar itu, tawa Naosu pun menguar. Membuat Suzuka merasa merinding karena tawa Naosu yang terdengar sedikit seram.

"Oh ya? Bagaimana jika kita mendengar kesaksian dari ninja klanmu yang bernama Kiyohiro-san itu, hm? Bahkan ia sampai repot membawaku kembali ke tendaku agar yang lain tidak curiga dengan aku yang mendadak pingsan. Bukankah begitu?" Naosu tersenyum licik di depan Suzuka.

"..."

"Apakah kau mengira aku tidak mengetahui perbuatanmu, Nona Tokugawa? Bukankah kau juga yang memasuki pintu rahasia di ruangan kerjaku sehingga kau mengetahui kondisiku?"

"..."

"Tidak mau menjawab pertanyaanku, hm? Ah ... sepertinya kau harus berunding dulu dengan Akurotsuki." Berkata seperti itu, Naosu segera mengarahkan mata Akurotsuki tepat di depan leher Suzuka yang seketika menengadah. Lelaki itu pun bangkit dari tempat tidurnya. Berdiri, seraya tetap menodongkan pedang kayu itu pada Suzuka yang duduk di depannya.

"Kau tentu tahu jika Akurotsuki cukup untuk membuatmu banjir dengan darah walau ia adalah pedang kayu. Jadi, bagaimana?" ujar Naosu dengan suara yang dalam. Suzuka pun berusaha untuk mengendalikan detak jantungnya yang meningkat drastis.

"Maaf...." lirih Suzuka akhirnya.

"Apakah aku pernah meminta permintaan maaf darimu, Tokugawa Suzuka? Tidak bukan? Jadi, mengapa kata bodoh itu yang kau ucapkan?" ucap Naosu. Setelah berhasil menguasai dirinya, Suzuka pun memberanikan diri untuk menjawab pertanyaan itu.

"Ya! Akulah yang meminta Kiyohiro-san untuk memata-mataimu! Aku juga yang memberitahukan para Warlord tentang kondisimu!"

"Untuk apa kau melakukan hal bodoh seperti itu?!"

"Bodoh? Lebih bodoh mana dengan orang yang sama sekali tidak mempedulikan kesehatannya sendiri sepertimu?!" sahut Suzuka. Amarahnya yang sudah tertahan sedari tadi akibat kearoganan Naosu akhirnya meluap. Membuatnya tidak peduli akan bahaya yang akan terjadi karena ucapannya itu.

Namun nyatanya, tak ada reaksi dari Naosu. Lelaki itu hanya terdiam walau Suzuka tadi meneriakinya. Mata tajamnya tetap menatap Suzuka yang sekarang tengah membersihkan wajahnya sendiri.

"Apakah salah jika aku khawatir padamu, Naosu? Jika kau tidak mau mempedulikan dirimu, setidaknya biarkan aku yang melakukan itu untukmu. Aku melakukan semuanya karena aku peduli padamu!" lirih Suzuka menahan isaknya. Dan Naosu tetap bergeming di posisinya saat ini.

"Itu memang sudah menjadi tugasmu sebagai aliansi dari klanku. Namun, bukan berarti kau bisa seenaknya mengganggu tugasku, Nona Tokugawa," ucap Naosu datar.

"Terserah kau saja, Naosu. Apapun yang kau katakan, aku hanya ingin menjalankan sesuatu yang kuanggap benar. Itu saja," timpal Suzuka pelan. Ia pun segera mengambil kain hitam yang tadi ia bawa, lalu segera memakainya.

"Seharusnya aku tidak ke sini. Maaf jika aku mengganggumu," lanjutnya seraya membungkuk hormat di depan Naosu. Suzuka pun segera berbalik meninggalkan kamar itu.

"Kau benar." Seketika Suzuka terkesiap. Diputarnya tubuh itu demi melihat Naosu yang kini tersenyum tipis padanya di belakang sana.

"Naosu?" Suzuka mematung di tempat begitu melihat Naosu yang mendekatinya.

"Apa yang kau katakan itu adalah benar. Aku memang bodoh untuk mempedulikan diriku sendiri. Sekarang, aku merasa bersalah karena sudah membuat Okaa-sama selalu mengatakan hal yang sama kepadaku," ujar Naosu. Walau wajahnya sedikit cerah, tapi nada suaranya tetap dalam dan datar.

Suzuka pun nyaris memekik begitu Naosu mendorongnya, lalu memerangkapnya dalam posisi kabedon di samping pintu. Ia pun segera memalingkan muka kala wajah Naosu semakin mendekatinya.

"Oleh karenanya, tetaplah lakukan itu padaku, Suzuka. Tetaplah peduli padaku..." bisik Naosu tepat di telinga Suzuka. Ia bisa mendengar napas Suzuka yang tertahan begitu dirinya menaruh wajahnya pada bahu gadis itu.

"... sampai kapanpun itu," lanjutnya samar. Tak tahu jika apa yang ia lakukan membuat wajah Suzuka mulai berubah warna.

"Ya ... akan kulakukan itu, Naosu," balas Suzuka dengan sebuah senyuman tipis di wajahnya.

.

.

.

Oke... Ini endingnya absurd sekali T_T Gomen ne...

Btw, ini bisa dibilang merupakan sekuel dari chapter sebelumnya yang berjudul "From One Mistake". Walau Author suka dengan cerita ini, tapi masih banyak kesalahan dan typo di dalamnya. Hontou sumimasen.

Hope you like it!

继续阅读

You'll Also Like

130K 7.6K 38
☠️ PLAGIAT DILARANG KERAS☠️ FOLLOW SEBELUM BACA!!! Menceritakan tentang seorang gadis bernama Ayla Humairah Al-janah, yang dijodohkan oleh kedua oran...
1.9M 95.7K 41
Dave tidak bisa lepas dari Kana-nya Dave tidak bisa tanpa Kanara Dave bisa gila tanpa Kanara Dave tidak suka jika Kana-nya pergi Dave benci melihat...
840K 58.8K 48
Sherren bersyukur ia menjadi peran figuran yang bahkan tak terlibat dalam scene novel sedikitpun. ia bahkan sangat bersyukur bahwa tubuhnya di dunia...
101K 11.2K 18
[Content warning!] Kemungkinan akan ada beberapa chapter yang membuat kalian para pembaca tidak nyaman. Jadi saya harap kalian benar-benar membaca ta...