LunatiC : Deep World Dark Sid...

By FreesiaSaa

5.3K 641 69

[Genre : Sci_fi, Friendship, Tragedy] Depresi, Trauma, Halusinasi, dan beberapa sisi gelap lainnya menyelimut... More

0.0. LunatiC : Prolog
0.1. LunatiC : Beban Hidup
0.2. LunatiC : Gila
0.3. LunatiC : StiGma
0.4. LunatiC : Gadis yang Manis
0.5. LunatiC : Burung Gagak
0.6. LunatiC : Sisi Gelap
Note
0.7. LunatiC : Perasaan Takut
0.8. LunatiC : SicK
0.9. LunatiC : VoiCe
1.0. LunatiC : Keinginan Bersatu
1.1. LunatiC : RomantiC LiFE
1.2. LunatiC : Keinginan Bersatu (2)
1.3. LunatiC : HeadlesS
1.4. LunatiC : Looks Like cutting tHE...
1.5. LunatiC : Suara dalam Kenangan
1.6. LunatiC : Painful Memory
1.7. LunatiC : The Crow's calling
1.8. LunatiC : It was My FauLt
1.9. LunatiC : 1 years later~
2.1. LunatiC : [Untitled]
2.2. LunatiC : News
2.3. LunatiC : Pulang
2.4. LunatiC : Story Ab0ut PainfuL Memory
2.5. LunatiC : EpiloG
(+) LunatiC : Normal - Secret Ending
(+) LunatiC : Normal - Pra EpiloG
LunatiC 2

2.0. LunatiC : Si Cengeng

102 14 1
By FreesiaSaa

Tanpa berkata apa-apa, aku berdiri tegap dihadapannya. Menatapnya dengan pikiran dan emosi yang bercampur aduk. Bingung. Apakah aku harus marah atau menangis.

"Kau..."

Dan pemuda itu menatapku dengan wajah terkejut.

Wajah nya itu... bagaimana bisa kulupakan?

Tin... Tin...

Bis yang sejak tadi ditunggu tak ku hiraukan. Aku masih tetap berdiri sambil menatap seseorang dihadapanku. Yang balas menatap ku. Angin kencang datang bersamaan dengan bis yang melaju.

"Hai, bagaimana kabarmu?" dia tersenyum tanpa beban. Aku yang melihat itu hanya bisa menggepalkan tanganku dan melayangkan tinju pada wajahnya.

Buagh!

"BRENGSEK!"

Dia meringis sambil menatap hidungnya yang mengeluarkan darah.

"KAU BODOH!" Umpatku.

"Erick.." Dia memanggil namaku dan tanpa sadar air mataku jatuh.

"Kenapa kau memukulku?" tanyanya sembari menatapku dengan tangan yang masih memegangi hidungnya.

"Aku... aku bahkan sudah mengucapkan selamat tinggal..." jawabnya. Dia menunduk menatap tanah berlapis aspal dibawahnya.

"Tidak ada yang menginginkan kau pergi, bodoh..." Aku mulai menangis. Jika saja aku dalam keadaan sadar saat ini, aku pasti sudah malu karena menangis dihadapannya. Tapi, emosi telah menguasai pikiranku.

"Aku.. aku hanya..."

"Rika... Dave, Nina, Rudi... mereka semua merasa bersalah atas kepergianmu..." Air mataku jatuh disaksikan oleh seseorang di hadapanku yang telah menengadahkan kepalanya. "...begitu juga denganku..."

"aku mencarimu kemana-mana, tapi tidak menemukanmu dimana pun... kemana kau pergi?"

"Erick, aku hanya tidak ingin menyakiti semuanya"

"Itu yang kau katakan! Tapi kau berakhir dengan menyakiti kami semua!"

"Aku... tidak tahu..." Dia menatapku dengan mata berkaca-kaca. Entah itu karena pantulan lampu jalan, atau karena dia memang ingin menangis.

"Aku juga merasa bersalah karena telah meninggalkan kalian semua... aku sangat merindukan kalian..."

Dia menepuk bahuku. "Jangan menangis, dasar Cengeng!"

Mendengar kata-katanya, aku menarik nafas. Aku menghapus air mataku dan mulai tersenyum.

Gilang juga tersenyum.

***

Aku dan Gilang pulang ke panti dengan berjalan kaki (karena kami ketinggalan bis terakhir di malam itu). Lagipula, jaraknya tidak terlalu jauh. Sebenarnya, Gilang berkata bahwa Ia ingin pulang ke rumah lamanya yang saat ini ditempati kakak sepupunya. Tapi, aku menawarkan padanya untuk berkunjung sebentar ke rumah panti kami. Aku pikir, dia akan menolak. Tapi, dia malah menerima tawaranku dengan senang hati.

"...gi"

"Hah? Apa?" tanyaku pada Gilang. Aku melamun sejak tadi, tidak bisa berhenti tersenyum karena perasaan senang yang teramat sangat.

"Aku bilang, tidak menyangka aku bisa bertemu denganmu lagi" katanya.

"Aku juga..." jawabku. "Kira-kira bagaimana ya ekspresi mereka jika bertemu denganmu?"

"Oh tidak!" kata Gilang.

"Kenapa?"

"Dave dan Rudi tidak akan menonjokku seperti yang kau lakukan kan?" Ucapnya panik. Aku tertawa kecil.

"Mereka tidak," Gilang bernafas lega. "Tapi, Nina... akan membuatmu sesak nafas!" Ucapku yang sukses membuat Gilang menatapku horror.

Hening sejenak.

"Kalian masih tinggal bersama rupanya." Gilang berhenti.

Kami telah sampai dihalaman panti. Halaman luas dengan satu pohon mangga yang berdiri kokoh di depan rumah, juga pot-pot berisi bunga yang ditanam Rika akhir-akhir ini.

"Aku pikir semua akan berubah seiring waktu berlalu..." Gilang menatap Bintang yang menghiasi langit hitam ini. Aku ikut menatap bintang bersamanya, dan memori berputar dalam otakku.

"Hei, ingat bintang yang kita lihat bersama dimalam itu?" Suara Gilang menggema. Menjelma bagaikan sebaris mantra yang membawaku menuju ke masa lalu. Saat kita masih tertawa bersama.

Malam itu, aku, Gilang, Nina, Rudi, dan Dave dihukum oleh Pak Roni karena pulang terlambat setelah mengunjungi Rika di panti. Lelah dari hukuman, kami beristirahat sambil menatap langit malam yang indah. Bintang-bintang berkilau dan bertaburan layaknya permata.

Saat itu, aku tahu kami semua merasakan perasaan yang sama. Kebahagian sederhana yang kami bagi bersama.

"Saat itu aku mengucapkan permohonan" Aku melirik kearah Gilang yang juga ikut melirik kearahku.

"Ya, aku tahu saat itu tidak ada bintang jatuh tapi aku tetap mengucapkan sebuah permohonan" Ucapnya Kikuk.

Ya Tuhan, apa aku tidak salah dengar? Gilang, orang paling jenius di sekolah-percaya pada mitos seperti itu?

"Jadi, apa permohonanmu?" tanyaku.

"Rahasia. Itu tidak akan terwujud jika aku membocorkannya" jawabnya.

"Kalau begitu tidak usah cerita dari awal" rajukku.

"Semoga kita tetap bersama"

"Apa?"

"Permohonanku" Aku menatap nya yang kembali intens menatap langit.

"Bukankah kau bilang itu tidak akan terwujud jika kau membocorkannya?"

"Entah, aku hanya ingin memberitahu mu" Jawabnya.

"Ayo masuk, malam sudah semakin dingin" Ajakku. Gilang berjalan mengikuti.

***

Semua pasang mata diruangan ini menatap objek disebelahku tanpa berkedip. Sedangkan yang ditatap hanya tersenyum.

"Hai, apa kabar semuanya?" Satu kalimat sapaan darinya membuat ruangan ini heboh. Dengan sigap, mereka mendekati Gilang dan memeluknya.

"HUWAAAAA... GILANG!!! KENAPA KAU MENINGGALKANKU SENDIRI?!" Ucap Nina sambil memeluk Gilang -amat- erat.

"Hiks... Gilang... Gilang..." panggil Rika sambil menangis-juga memeluk Gilang erat.

"GILANG BODOH! KENAPA KAU-?! HUWAAAAA...." Rudi, hanya bisa menangis tanpa menyelesaikan kalimatnya.

Aku yang melihat hanya bisa tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Terharu dengan keadaan ini dan merasa kasihan dengan Gilang yang sedari tadi mencoba untuk melepaskan diri sambil mengatakan, "Lepaskan... aku tidak bisa bernafas" dengan susah payah.

Tapi, tetap saja mereka tidak mendengarkan Gilang.

Beberapa saat kemudian suasana kembali tenang. Rika, Nina, dan Rudi telah berhenti menangis. Kami duduk diruang tamu dengan secangkir teh yang baru saja Nina siapkan.

"Aku minta maaf karena telah pergi tiba-tiba, aku hanya..."

"Tidak ingin menyakiti kami?" Nina memotong pembicaraan Gilang, membuat pemuda itu menunduk.

"Aku tahu itu alasan yang konyol" Ucap Gilang. "Aku benar-benar minta maaf"

"Kami memaafkanmu" Ucap Rika sambil tersenyum. Gilang menatap Rika dengan wajah terkejut.

"Bagaimana kau bisa..?" Gilang menggantung kalimatnya. Pemuda itu terlihat bingung. Kami hanya membalasnya dengan tawa.

"Kenapa? Apa yang lucu?" tanya Gilang.

"Ini akibatnya kalau kau menghilang!" Ucap Nina.

"Kau jadi tidak tahu kalau Rika sudah sembuh" sahut Rudi.

"Benarkah?" tanya Gilang. "Bagaimana bisa?" Gilang menatapku bingung-meminta penjelasan. Aku hanya mengangkat bahu.

"Keajaiban bisa saja terjadi" jawabku yang tentu saja membuat Gilang jengkel.

"Dimana Dave?" tanya Gilang ketika dia mengedarkan pandangannya ke segala arah.

"Dave sedang bekerja di tempat baru" jawab Nina.

"Dia tidak kuliah?"

"Dave mana mau kuliah? Kau tahu kan dari dulu dia memang tidak suka belajar" Ucap Rudi.

"Kau sendiri?" tanyaku. "Apa benar-benar ingin mewujudkan cita-citamu?"

"Kau benar-benar menjadi dokter?" tanya Rika. Gilang menggeleng.

"Seseorang dengan kepribadian ganda seperti ku terlalu berisiko untuk menjadi dokter" jelas Gilang. Kami semua mengangguk mengerti.

"Lalu?"

"Aku melanjutkan di Fakultas Tehnik"

"Hah?!"

"Kenapa?"

"Tidak, hanya saja... aku tidak pernah menyangka kau akan melanjukan ke Tehnik" Ucapku.

"Jadi, tekhnik apa yang kau ambil?" tanya Nina.

"Arsitektur"

"Hebat! Aku melanjutkan ke Tehnik Mesin" Ucap Rudi.

"Aku Manajemen!" Sahut Nina.

"Aku Fakultas Psikologi" Kataku.

"Mau menjadi seperti tante Siska, eh?" goda Gilang.

"Itu mah bukan apa-apa! Aku bisa menjadi yang lebih baik dari tante Siska!" Ucapku meremehkan.

"Lalu, Rika?" tanya Gilang. Rika menggeleng.

"Aku ingin bekerja" katanya.

"Tidak ada biaya?" tanya Gilang memastikan.

"Tidak, maksudku... Dave bilang akan membayarnya tapi aku tidak mau..." Jelas Rika, "Aku hanya ingin bekerja, sungguh!"

Tiba-tiba, kami mendengar suara langkah kaki dan pintu yang dibuka.

Cklek!

"Aku pulang!"

Kami menatap Dave yang baru saja datang. Dave yang dapat melihat kehadiran Gilang hanya bisa mematung.

"Kau.. kenapa.."

"Hai, Dave! Apa kabar?" sapa Gilang dengan nada ramahnya seperti biasa.

Masih dalam posisinya, Dave menampar pipinya sendiri dan menggosok kedua matanya.

"Ini... bukan mimpi?" tanyanya. Matanya berkaca-kaca.

Gilang menggeleng, dan sekarang aku melihat Dave mulai menangis. "Kenapa kau kembali, Bodoh?! Pergi saja sesukamu!" Ucap Dave tapi kami tahu bahwa apa dia rasakan sangat bertolak belakang dengan apa yang dia katakan.

"Jangan menangis, dasar Cengeng!" Ucap Gilang menepuk bahu Dave.

"Kau mengatakan itu, tapi kau juga menangis!" Ucap Dave. Mereka berdua berpelukan. (jangan berfikir mereka homo, ini adalah pelukan persahabatan)

"Kau menangis karena rindu padaku kan?" Canda Gilang.

"Tidak, aku suka saat kau pergi! Itu memberikan rasa sakit yang luar biasa pada hatiku.. benar-benar menyenangkan"

"Sialan, kau belum sembuh rupanya"

Mereka berdua tertawa.

Kami tertawa.

Ruangan ini dipenuhi oleh tangis dan tawa Kami.

Drrtt.. Drrtt...

Sebuah pesan masuk.

Aku membuka androidku dan membacanya.

From : Yuki SMA A
Message : Selamat Malam, Erick! Jangan lupa bernafas, jangan lupa bahagia! (^_^)

Benar-benar kurang kerjaan orang ini. Kataku dalam hati.

Tapi, aku membalas pesannya.

To : Yuki SMA A
Message : Ya, terima kasih =)

.

.

Aku sangat bahagia

.

.

TBC

Kritik dan Saran sangat diperlukan^^

Continue Reading

You'll Also Like

39.1K 226 21
π˜Ύπ™€π™π™„π™π˜Ό π™ˆπ™€π™‰π™‚π˜Όπ™‰π˜Ώπ™π™‰π™‚ π™π™‰π™Žπ™π™ 18+, π˜Ώπ˜Όπ™‰ 21+, π˜½π™Šπ˜Ύπ™„π™‡ π˜Ώπ™„ π™‡π˜Όπ™π˜Όπ™‰π™‚ π™ˆπ˜Όπ™ˆπ™‹π™„π™!!! πŸ”žπŸ”žπŸ”ž menceritakan seorang pria bernama A...
261K 28.5K 35
Agatha tak menyangka jika Ketos dingin dan ketus disekolahnya memiliki 1 rahasia yang mengejutkan. Agatha tak sengaja memergoki Gerald, Ketos dingin...
Jimin Or Jimmy By arzy

Science Fiction

498K 2.9K 8
hanya cerita tentang jimin yang memenya sering gatel pengen disodok
86.1K 8.7K 18
[Complete]βœ”οΈ Parralel Universe...adalah dunia lain yang sama dengan dunia kita, hanya saja kehidupan dan nasib yang terjadi berbanding terbalik. Cont...