There For You ✔

By fuchsiagurl

378K 20K 901

Kita bertujuh, dan selamanya pun akan terus seperti itu. Sudah terbit. More

before words
Video Trailer
Spotify List Song and Playlist
1. Dear, my dearest friend
2. You've done your best
3. Incident
4. Dissapear
5. Hakdong Park
6. D-day
7. Sleeping Pill
8. Collapse
9. Hidden Secret
10. Regret
11. Scared
12. Become Big Lie
13. Another Dispute
15. Tell The Truth
16. No More Lie
Terbit?
PREVIEW BOOK VER
PREVIEW BOOK VER 2
READY STOCK

14. Leave

9K 938 21
By fuchsiagurl

Ini bukan prank kok tenang, jangan pada mau bacok aku😂

---

Terkadang, Taehyung berfikir. Seolah semua dari perpecahan ini adalah kesalahannya. Bermula dari Jimin yang bersikap seperti ini padanya. Sampai kecanggungan diantara Jimin dengan anggota lain.

Semenjak mengetahui penyakit sialan yang bersarang di diri Taehyung, semuanya nampak berhati-hati. Seolah Taehyung adalah barang antik, yang akan rusak jika kalian mengusiknya.

"Ini adalah hari terakhir konser kita."

Taehyung terus terdiam di dalam mobil van. Ending speechnya hari ini benar-benar menguras air mata. Semuanya menangis. Termasuk Jimin, meskipun hanya berkaca-kaca.

Ending speech yang bermakna salam perpisahan dari Jimin dan juga Taehyung. Taehyung dan Jimin yang berfikiran sama. Untuk berjaga-jaga. Siapa tahu terjadi sesuatu diluar dugaan mereka.

"Bukan berarti kita tidak lagi melakukan konser. Semuanya, tolong jangan sedih. Kami akan kembali."

Ucapan Jimin di akhir speech terdengar seperti ia tengah menyemangati semua orang. Maka dari itu, Jimin berusaha keras menahan air matanya. Sepanjang konser, ia tidak menangis deras seperti yang lainnya. Tapi nyatanya, ia tengah menangis sendirian di dalam van saat yang lain sudah puas menumpahkan air matanya.

Sementara yang lainnya tertidur, tersisa Taehyung dan Jimin yang terjaga dengan berbagai belenggu di dadanya.

"Jimin."

Jimin tidak menjawab. Mengabaikan panggilan Taehyung. Taehyung menghela nafasnya. Mata Taehyung bergerak, kemudian terhenti pada satu titik di luar jendela mobil.

Saat di panggung tadi, ia sempar berpikir bahwa Jimin sudah tidak marah dengannya. Taehyung tersenyum kecil, Jimin masih marah padanya. Masih mendiaminya.

Jalanan terlihat sepi, namun masih ada beberapa kendaraan yang melintas. Suasana di mobil pun sama, begitu sunyi.

"Ingat saat kau memukulku?"

Taehyung terhenyak. Jimin tiba-tiba berbicara. Taehyung menolehkan kepalanya. Jimin seketetika melunak. Semua tatapan tajamnya, perkataan pedasnya, lenyap. Taehyung hanya menemukan Jimin yang menatap nanar keluar jendela mobil.

"Kau-"

Taehyung kembali terdiam saat suara perut Jimin berbunyi. Jimin menutup matanya, meringis dan meremas perutnya. Ia ingin makan, namun anorexia itu menyakitkan sekali.

"Aku benar-benar ingin memukulmu, seperti kau memukulku saat itu."

Mobilnya terhenti tepat di depan gedung dorm. Jimin menoleh, membangunkan Jungkook di sampingnya lalu keluar terlebih dahulu tanpa berkata apapun. Taehyung terdiam. Mencerna perkataan Jimin.

Ia terus berfikir, hingga tidak sadar bahwa seluruh anggota telah bangun dan turun dari mobil.

"Taehyung-ah, kajja!" (Ayo!)

Seokjin menghampiri, sontak membuat Taehyung menoleh. Taehyung mengangguk.

"Kalian duluan saja."

Seokjin menguap, lalu mengangguk. Ia berbalik, melenggang pergi dan memasuki gedung apartement bersama dengan yang lainnya. Taehyung terdiam, ditemani Sejin yang masih berada di samping kursi pengemudi.

"Kau sudah memikirkannya, Taehyung?"
"Kalau memang jawabannu iya, mungkin Bangtan akan comeback tanpamu kali ini."

Taehyung menutup matanya. Ini berat untuknya, juga untuk anggota lain dan Bighit. Bang PDnim secara personal sudah menemuinya, menjelaskan bahwa tidak apa-apa ia beristirahat sejenak. Lalu kembali. Sama seperti halnya Yoongi saat operasi usus buntu saat itu.

Hiatus bukan berarti tidak kembali selamanya.

"Kau orang terburuk yang pernah kukenal."

Taehyung membuka matanya, kemudian menatap Sejin yang memutar badannya. Menatap kearahnya dengan penuh harap.

Ia menatap Sejin mantap, seolah sudah yakin dengan pilihannya. Ia yakin, ia ingin sembuh dan kembali pada semuanya. Taehyung akan memilih pilihan pertamanya.

"Aku akan melakukan operasinya."

-

Taehyung berjalan menuju dapur, mengambil gelas dan mengisinya dengan air putih. Perlahan, ia meneguknya dan melempar obat ke pangkal tenggorokannya.

Ia mengedarkan pandangannya, menatap seisi dapur dengan nanar. Taehyung meyakinkan dirinya. Bahwa ia pasti akan kemari lagi.

Ia pasti akan merindukan semuanya.

Kalaupun nantinya ia akan kehilangan ingatannya, Taehyung ingin mengenangnya sekarang. Canda tawa bersama anggota lainnya. Susah senang hingga saat menangis bersama.

Lutut Taehyung terjatuh tiba-tiba, membentur lantai hingga gelas di tangannya hampir saja terlepas. Taehyung meremas gelasnya. Air matanya tiba-tiba menggenang.

Kakinya mati rasa.

Taehyung mendudukkan dirinya, kemudian memijat pelan kakinya. Ia sudah meminum obat, namun gejalanya masih terus datang.

Pusing yang bertambah parah, gangguan pendengaran dan pengelihatan, mual, dan kelemahan anggota tubuh.

Perlahan, kakinya mulai berfungsi normal. Jari-jari kakinya bisa di gerakkan. Ia beranjak perlahan, mencoba berdiri dengan hati-hati. Ia meletakkan gelas minumnya, kemudian berjalan menuju kamar. Kamarnya dengan kamar Jimin.

Jimin tertidur disana. Dengan wajah lucu sehabis menangis. Taehyung menghela nafasnya. Jimin nampak sangat tirus, hingga tulang pipinya terlihat. Taehyung berjalan ke arah tas ranselnya dan mengambil sebuah notesbook disana.

Ia mengambil bolpoint lalu membuka notesbooknya setelah duduk di ranjangnya. Ia menuliskan tanggal di pojok kanan atas, memberinya love sign sebagai tambahan.

Lalu ia kembali memikirkan kata-kata selanjutnya. Sekilas menatap Jimin yang melenguh dan membalikkan badannya, memunggungi Taehyung.

Dear, my dearest friend, Park Jimin.
Ini aku, Taehyung.

-

"Dimana Jimin?"

Taehyung mengedarkan pandangannya, dengan koper ditangannya. Ia pergi hari ini, tepat setelah konser Wings Tour final di akhiri.

Sejin mengambil koper yang ada di tangan Taehyung, membantu membawanya. Semuanya menggeleng, seakan tidak mengerti dimana keberadaan Jimin.

"Sejak tadi pagi ia pergi."

Taehyung menghela nafasnya. Permasalahannya belum selesai. Atau mungkin bertambah parah sebentar lagi. Namjoon menepuk bahu Taehyung.

"Aku akan mencoba berbicara padanya."

Taehyung mengangguk. Kemudian menatap satu persatu teman-temannya. Jungkook dan Hoseok sudah berkaca-kaca. Berkata dalam diam seolah tidak ingin Taehyung pergi.

"Ayolah, aku hanya sebentar saja."

"Nanti setelah operasiku berhasil, aku kembali."

Taehyung tersenyum kecil, memberi secerah harapan sembari menatap Jungkook dan Hoseok bergantian. Taehyung kemudian menatap Yoongi.

"Hyung, berbaikanlah dengan Jimin." Taehyung menyadari perubahan raut wajah Yoongi setelahnya. Yoongi memutar bola matanya, lalu mengangguk.

"Kami akan menyusul kesana setelah latihan. Arasseo?"

Taehyung mengangguk, sembari tersenyum. Ia menatap satu-persatu teman-temannya. Jungkook berhambur kepadanya, memeluknya erat, di susul anggota lain. Taehyung mengadahkan kepalanya, mencoba menahan air matanya.

Meskipun hanya sebentar, berat rasanya tidak bersama Bangtan. Seolah bunga yang telah kehilangan kelopak lainnya, dan hanya ia yang tertinggal.

Sementara yang lainnya terbang bersama angin, ia tetap berada di tempatnya. Menatap teman-temannya dalam diam. Sendirian, tanpa siapapun.

Kelopak itu adalah BTS.

"Aku pergi ya-"

"Teman-teman."

-

"Taehyung menitipkan ini."

Jimin yang baru pulang dari lari paginya lantas mengernyit. Biasanya, Taehyung selalu mencoba untuk berbicara dengannya. Tidak dengan surat begini.

Atau mungkin, Jimin telah lupa bahwa dirinya lah yang membuat semua keadaan menjadi canggung.

Jimin menerima surat yang berada di tangan Namjoon lantas menatapnya heran. Ia menoleh pada anggota lain yang berkumpul di sofa dengan wajah kusutnya.

"Ada ap-"

"Neo ttaemune." (Karenamu.)

Yoongi menatap Jimin sekilas, lalu kembali mengalihkan pandangannya. Jimin menatap satu persatu wajah teman-temannya. Apa yang telah ia lewatkan?

"Hyung, cukup. Jimin tidak salah." Namjoon menengahi, membela Jimin. Jungkook menangis, Hoseok juga. Ia menatap Namjoon sekilas, dan kembali menatap teman-temannya.

"Apa? Mau kabur lagi?"

Jimin terhenyak. Yoongi seakan membuka lembaran lama, saat dirinya tengah kabur dari permasalahannya. Dada Jimin menyempit, sesak. Raut wajahnya berubah, Jimin tidak menyangka Yoongi akan terus memojokkannya.

"Hyung! Hajima!" (Berhenti)

Namjoon meninggikan suaranya, membuat Yoongi mendecak kesal. Jimin memundurkan langkahnya, lalu berjalan cepat memasuki kamar.

Ia mengedarkan pandangannya. Kamarnya terlihat bersih, tidak seperti biasanya. Jimin meremas surat Taehyung, hingga menjadi bola kertas.

Koper yang biasanya Taehyung letakkan di samping kopernya sudah tidak ada. Jimin mengadahkan kepalanya lalu melempar surat dari Taehyung untuknya.

Taehyung sialan.

Jimin mengusap wajahnya. Ia mengambil nafas, lalu membuangnya kasar. Ia mengacak rambutnya setelah menyadari sesuatu.

Taehyung benar-benar membuktikan perkataannya. Dan hanya dirinya yang tidak ada saat Taehyung berpamitan. Walaupun dulu Jimin pernah mencoba untuk tidak peduli, pada akhirnya ia gagal.

Karena Jimin memang diciptakan untuk peduli.

"Tolol."

"Park Jimin tolol."

To Be Continued.

---
Edited on 1.04.20

Continue Reading

You'll Also Like

240K 21.8K 18
'Besok' adalah satu kata yang paling menakutkan bagi Taehyung. Kim Taehyung, Byun Baekhyun, Jung Daehyun Brothership fanfic
243K 31.9K 22
[Sudah tersedia di Gramedia] "Jimin, musim dingin berikutnya kita harus bahagia"
495K 44.7K 68
Disclaimer: fanfiction | Brothership - Completed " ... semenjak dua tahun lalu, ia bukan lagi Kakakku." "Aku tidak memiliki Kakak! Tidak untuk pembun...
380K 39.1K 57
Disclaimer: fanfiction | Brothership - Completed Min Yoongi itu rapuh, tapi ia sembunyikan segala kelemahannya dalam topeng bak es. Ayah dan adik mem...