[Hiatus] Random [Author's Boo...

By Healerellik

1.6K 198 900

Isinya hanyalah fanfict acak yang kemungkinan besar merupakan request/dare. Dan hak cipta kembali ke masing-m... More

The Fate
That's
A Rain
Ganbatte!
Reply
The Magazine
Jealous
Dark Side
Truth Or Dare?
Our Stories
Truth Or Dare? (2)
Truth Or Dare? (2): Omake
Misunderstanding
Partner War
The Fate: A Rainbow After Rain
Your (Un)Secret Admirer
A Rain: Recycle
From One Mistake
The Camping Insident
About Author [So OOT. Don't Read if You Won't]
My Song For You [Shuuna Version]
The New Things About You
Because You Are A Part Of Me
Let Me Take Care of You
[OOT] Maybe Interesting for You
[OOT] Ask Your Opinion
It's Not Only About Her
Say It!
Never End
Siblings?
Catoptric Tristesse
[OOT] Novelet Fanfiction
I'm Here For You
The New Things About You (2)

My Song For You [Aisozou Version]

48 5 23
By Healerellik

[Nijimura Aisozou Version]

.

Disclaimer: Tadatoshi Fujimaki dan Heaira Tetsuya.

Plot is mine.

And happy reading!

.

.

Aku memang tak pandai merangkai kata. Juga tak akrab dengan kiasan apalagi sastra. Tapi, aku akan menuangkan semuanya. Lewat permainan jemariku yang mengalunkan nada jiwa.

Termasuk perasaanku tentang dia.

(Nijimura Aisozou)

.

.

Suara nada gitar terdengar samar dari dalam ruangan itu. Kadang nada yang bermain begitu tinggi, tapi terkadang juga jatuh begitu saja. Sepertinya ada yang tengah mengganggu si pemain yang kini malah meletakkan benda bersenar itu kembali ke tempatnya.

Aisozou menatap meja belajarnya. Di mana berbagai jenis buku terbuka, begitu juga dengan peralatan menulis yang terkesan berantakan. Ia hanya mendecih kesal, sebelum akhirnya membereskan tempat tersebut.

Namun, ketika ia akan membuang berbagai lembaran kertas yang ia gunakan sehabis belajar, sebuah kertas terjatuh menarik perhatian. Membuat Aisozou segera mengambil benda itu. Dibaca sebentar, kemudian dengan kasar melemparnya ke tempat sampah.

Brugh.

Aisozou membanting diri, mengempaskan dirinya dengan cukup kuat ke atas kasur sewarna laut. Kemudian mulai menetralkan detak jantung yang menggila akibat apa yang sudah ia baca.

Aku ... sudah gila.

Pikiran itu memasuki otaknya begitu saja. Tak bisa dicegah oleh empunya yang langsung menggelengkan kepala. Tidak. Tentu saja itu salah. Namun sedetik kemudian, nalurinya malah membenarkan semua itu.

Giliran sosok bermata indah yang mengisi atensi pusat dimensinya. Netra bak permata itu seolah mengajaknya untuk menyelami sang pemilik. Dengan akhir Aisozou yang malah meninju pinggir ranjang. Berusaha menghapus eksistensi maya itu.

Kuso! Mengapa aku seperti ini?! Batinnya ribut. Netra onyx miliknya kembali terarahkan pada tumpukan kertas di tempat sampah dekat meja belajarnya. Perlahan, ia ambil sebuah yang paling atas. Kemudian hatinya mencelos begitu kertas tersebut terbuka, menampilkan sebuah nama yang istimewa baginya.

Tetiba saja ingatannya melayang ke beberapa bulan sebelumnya. Saat di mana ia bertemu dengan sosok yang dengan santainya memintanya untuk membantu di perpustakaan. Karena kebetulan tidak ada pekerjaan, Aisozou pun bersedia membantu gadis itu.

Di perpustakaan, ia baru tahu akan sisi lain akan pemilik surai panjang itu. Siapa sangka jika gadis itu menyukai sesuatu yang berbau romantis seperti novel dan shoujo-manga? Hal yang tidak pernah Aisozou pikirkan karena sifat gadis itu dalam kesehariannya.

Pun ia menurut saja ketika pemilik senyum tipis itu mengajaknya kembali ke kelas. Di mana senyum itu berubah menjadi tawa ketika mereka membahas tentang tugas sekolah. Sialnya, Aisozou lupa membawa tugas itu. Membuat si gadis terkekeh kecil, menertawakan kecerobohan lelaki itu.

Walau bagaimanapun, Aisozou tidak mempedulikannya. Baginya, masalah mengejek-diejek itu sudah sangat biasa baginya. Ia yang sering menjaili teman perempuannya, atau ia yang sering diejek oleh kawanannya.

"Hei ..." Gadis itu memanggil.

"Hm?" Aisozou segera menoleh. Lalu mengeryit heran ketika iris beda warna mereka bersirobok satu sama lain.

"Ada apa?" lanjutnya.

"Mau diskusi bersama untuk tugas Biologi minggu depan? Kau harus membagi ilmumu tentang masalah itu," ujar hawa itu dengan gaya bicaranya yang khas. Berpikir sebentar, Aisozou pun menggeleng.

"Warui ne... Aku ada urusan yang harus kuselesaikan saat itu," timpalnya datar. Gadis itu mencebikkan bibirnya sebentar, kemudian kembali mengurainya menjadi sebuah senyuman.

"Daijoubu ..."

Sekilas, Aisozou merasa bahwa ia telah menyesal menolak tawaran itu.

*****

Minggu depannya, Aisozou terdiam di depan sebuah rumah bergaya Jepang zaman dulu. Sebuah gerbang kayu yang tinggi menjulang terbuka setelah ia menekan beberapa kali bel yang ada. Menampilkan sosok mungil dengan rambut digelung tinggi.

"Hai, Aiko," sapanya ramah pada gadis yang langsung tersenyum lebar padanya. Ia pun segera masuk begitu Aiko mempersilakan.

"Nao-niisama sudah menunggu kedatangan Aisozou-senpai dari tadi. Apakah kalian akan berlatih bersama?" tanya Aiko yang mengambil tempat di sisi seniornya itu. Aisozou pun mengangguk.

"Sebentar lagi ada turnamen antarkota dan seleksi untuk pesertanya akan segera dilaksanakan juga di sekolah. Jadi, kurasa ada baiknya aku meminta Naosu-senpai mengajariku di luar latihan sekolah dan latihan dari Otou-san," jawab Aisozou panjang lebar. Aiko pun mengangguk paham.

Mereka berhenti begitu sampai di halaman belakang yang lumayan luas. Dapat Aisozou lihat sosok berkimono hitam tengah membidik target dengan anak panahnya.

"Aku masih belum paham apa menariknya kegiatan itu sampai Nao-niisama sangat menyukainya," celetuk Aiko tiba-tiba. Aisozou pun berusaha menahan tawanya agar tidak menguar.

"Selera perempuan dan lelaki itu beda, Aiko. Sekarang giliranku yang bertanya. Mengapa kalian –para perempuan– sangat menyukai boneka, hm?" tanya Aisozou.

"Tentu saja karena boneka itu imut! Aisozou-senpai tidak akan pernah tahu betapa menggemaskannya mereka! Atau betapa lembut dan empuknya kalau kau memeluknya!" celoteh Aiko dengan semangat yang menggebu-gebu. Tawa Aisozou pun tak dapat dicegah.

"Hahaha ... Aku memang tidak akan pernah tahu, karena aku kan tidak pernah memainkannya." Aisozou mengacak surai kelam itu, tak peduli bahwa Aiko sudah mencebikkan bibirnya dengan kesal.

"Kukira siapa yang ribut-ribut di sini."

Sebuah suara berat menginterupsi mereka. Membuat keduanya segera menghentikan ulah. Aisozou pun membungkuk sedikit demi menghormati senpai yang sudah ia anggap sebagai kakak kandung itu.

"Hisashiburi ne, Naosu-senpai!" ujar Aisozou riang. Tak lupa cengiran lebar ia berikan.

Naosu hanya tersenyum dan mengangguk kecil menanggapinya. Kemudian perhatiannya teralihkan pada Aiko. Dengan isyarat mata, ia meminta sang adik untuk meninggalkan tempat itu. Aiko pun menurut.

"Jadi, apakah ini tentang turnamen itu?" tanya Naosu yang mengajak Aisozou untuk duduk di gazebo terdekat.

"Yah ... begitulah, Senpai. Kau tahu kan kalau pertandingan kali ini akan lebih ketat dalam penyeleksiannya? Jadi, aku ingin belajar dari sang ahli yang sudah dua tahun berturut-turut memenangkannya."

"Itu hanya keberuntungan semata," jawab Naosu menimpali pujian Aisozou. Ia segera bangkit begitu mengingat peralatan memanahnya belum ia rapikan.

"Aku baru tahu jika kau sangat menyukai keterampilan memanah." Aisozou turut serta. Sebuah busur berukuran sedang ia perhatikan.

"Ini hanya kulakukan jika ada waktu senggang saja. Atau latihanku dengan Otou-sama sudah selesai," jawab Naosu. Di belakangnya, Aisozou pun mangggut-manggut.

"Oh ya. Seleksinya nanti menggunakan alat, bukan?" lanjutnya.

"Iya. Setiap orang harus menguasai sebuah alat," timpal Aisozou.

"Lantas, apakah kau sudah menentukan pilihanmu?" Naosu tersenyum kecil begitu melihat Aisozou menggeleng perlahan.

"Iie. Saat ini aku masih terfokus untuk menyempurnakan semua gerakanku. Sehingga aku nyaris lupa tentang hal itu."

"Bagaimana jika kau mengambil pedang? Aku bersedia untuk mengajarimu dari dasar."

"Hontou ne?"

Naosu mengangguk. Lantas menyuruh Aisozou untuk menggunakan pakaian latihannya. Sementara dirinya masuk ke dalam untuk mengambil beberapa pedang sekaligus menaruh panah yang sudah ia gunakan.

*****

"Apakah ini pedang asli?" tanya Aisozou begitu melihat logam panjang bergagang itu mengkilap tertimpa matahari siang.

"Bisa kau katakan iya, bisa juga tidak. Iya karena itu terbuat dari besi. Tidak karena itu tumpul. Jadi tidak apa walau mengenai badan," ujar Naosu menjelaskan. Dapat ia lihat Aisozou yang sedikit ragu karena itu.

"Atau kau ingin menggunakan pedang kayu? Tapi ini sedikit lebih berat daripada besi itu." Naosu melemparkan pedang kayu itu seolah melempar bola, ke belakang Aisozou. Walau sedikit kaget, tapi Aisozou dapat menangkapnya setelah bersalto beberapa kali. Mengingat jarak lemparan Naosu lumayan jauh.

"Hm, refleks yang bagus, Aisozou," puji Naosu. Ia pun menghampiri sang kouhai lalu segera menyabetkan pedang besi yang ia genggam.

Sementara itu, Aisozou yang baru akan menetralkan napasnya langsung membuat gerakan tegak lurus dengan gerakan Naosu. Berhasil menangkis serangan itu walau kurang sempurna.

Selanjutnya, Aisozou terpaksa membuat gerakan asal-asalan begitu Naosu dengan lincah menyerangnya. Dapat ia rasakan hawa membunuh yang sedikit menguar dari lelaki bernetra kemerahan itu. Dengan akhir, Aisozou menangkis pedang Naosu menggunakan pergelangannya sendiri setelah lelaki itu berhasil membuatnya kehilangan pedang.

"Aku menang," desis Naosu begitu mata pedang miliknya terarah pada wajah Aisozou. Sementara sang lawan memilih untuk menarik napas dalam kondisi yang masih kaget karena latihan singkat itu.

"Tentu saja kau menang. Kau sudah ahli dalam memainkannya. Sementara ini adalah kali pertama aku berlatih menggunakan pedang. Sebelumnya aku memfokuskan diri di tombak dan tali," ujar Aisozou. Ia pun mengangkat lengannya untuk membersihkan keringat yang masih mengucur.

"Tali?" Naosu menelengkan kepala. Heran karena itu.

"Ah, lupakan. Itu hanya trik yang Otou-san-ku buat dalam latihanku bersamanya."

"Kalau begitu, kau harus mengajariku trik itu kapan-kapan."

Aisozou mengangguk. Lalu mereka pun memilih beristirahat karena Aisozou sudah kelelahan. Sungguh. Ia tak mengira bahwa latihan berpedang akan banyak menguras tenaga walau singkat.

Di saat yang sama, Aiko datang membawakan mereka kudapan. Keduanya langsung bersemangat begitu melihat berbagai macam nasi kepal dengan topping yang berbeda-beda.

"Onigiri!" ucap mereka serentak. Keduanya lantas saling menatap, kemudian tertawa bersamaan.

"Kau menyukainya juga?" tanya Aisozou. Naosu pun mengangguk seraya mengambil sebuah.

"Tentu saja. Apalagi jika itu adalah buatan Okaa-sama," jawab Naosu ringan. Ia gigit onigiri itu dalam gigitan besar, lantas menengok Aisozou yang melakukan hal sama.

"Oh ya, kalau Aiko sendiri suka apa?" tanya Aisozou pada bungsu keluarga itu yang masih menuangkan mereka teh.

"Uhm ... mochi. Terutama yang isinya kacang-kacangan," jawab Aiko. Dilihatnya Aisozou yang mengangguk-ngangguk. Lalu balik menanyakan, "kalau Shuuna-senpai suka apa?"

"Shuuna sangat suka permen kapas. Sampai ia pernah batuk parah akibat terlalu banyak memakan itu di malam tahun baru," jawab Aisozou.

Aiko hanya tersenyum. Lalu ia pun undur diri. Naosu dan Aisozou pun kembali bercakap-cakap seraya menghabiskan onigiri yang ternyata lumayan banyak itu.

"Oh ya, Aisozou."

"Ada apa, Naosu-senpai?"

"Apa kau ada masalah?"

"Huh? Masalah? Apa maksudmu?"

"Gerakanmu tadi tidak beraturan."

"Itu kan karena aku memang belum pernah menggunakan pedang sama sekali. Ya wajar kan jika gerakanku asal-asalan."

"Bukan pedang. Melainkan tubuhmu sendiri. Kakimu kurang selaras dengan pergerakan tubuh atasmu. Sehingga, kau dengan mudah kehilangan pedang ketika aku menampik pedangmu dengan gerakan kecil."

"Begitu kah? Kurasa kau salah, Senpai. Aku tidak punya masalah belakangan ini."

"Jadi, kau menganggapku salah, begitu? Bagaimana jika aku bilang, kau tengah memikirkan seseorang saat ini?"

Aisozou langsung tersedak oleh teh yang ia minum. Kemudian menatap Naosu yang malah memberinya tatapan tajam. Membuat Aisozou mengembuskan napas. Baiklah. Sepertinya ia harus bercerita.

"Darimana kau tahu?"

"Ketika kau bermain pedang, tanpa sadar kau akan menyalurkan tenaga dalammu ke pedang itu sendiri. Apalagi ketika dalam fase bertahan. Tenaga dalam yang kau alirkan, akan dirasakan juga oleh lawanmu ketika kontak pedang terjadi. Sayangnya, aku tidak merasakan tenaga dalammu yang murni tadi. Melainkan emosi terpendam yang kau ubah menjadi tenaga dalam semu. Makanya aku tahu kau sedang ada masalah dengan perasaanmu."

Naosu menyeringai ketika mengucapkan itu. Seolah tebakannya itu sangat benar. Dan yah ... itu memang benar adanya. Buktinya, Aisozou malah memalingkan muka ke arah halaman.

"Apakah ini tentang dia?" tanya Naosu.

"Begitulah. Aku tidak tahu apalagi yang harus kukatakan mengingat hubungan kami selama ini hanyalah teman," jawab Aisozou.

"Kau saja yang kurang tegas menyikapinya, Aisozou. Seharusnya kau mengatakan itu padanya. Biar saja ia menolak atau menerima. Yang penting kau tidak lagi tersiksa oleh perasaan yang akan menghancurkan semua impianmu itu jika kau tidak bisa mengendalikannya," ujar Naosu. Ia bangkit, lalu mulai mengambil pose bersiap dengan pedangnya. Aisozou memilih untuk menonton kali ini.

"Aku punya seorang teman perempuan yang sudah kuanggap sebagai saudaraku sendiri. Ia hanya lebih tua empat bulan daripadaku. Namun, sikapnya itu sama childish-nya seperti Aiko. Membuatku dengan senang hati selalu mengobarkan perang di antara kami."

Naosu menyabetkan pedangnya beberapa kali ke udara. Seolah ia tengah berhadapan dengan seorang musuh yang tangguh. Sebelum akhirnya melakukan sabetan cepat yang membuat suara keras karena udara yang terkoyak.

"Sayangnya, Okaa-sama dan Aiko malah mengartikan lain tindakanku itu. Mereka mengira aku memiliki perasaan pada perempuan itu. Hah. Yang benar saja. Lebih baik aku mengurus pekerjaan yang Otou-sama berikan daripada meladeni hal absurd yang sama sekali salah itu."

Naosu mengelap wajah menggunakan lengan kimononya. Sebelum akhirnya menatap Aisozou dengan tatapan seorang kakak. Senyum kecil pun ia berikan. "Namun, untuk kasusmu sepertinya berbeda. Kau bahkan terang-terangan bercerita kepadaku dan Aiko bahwa kau diam-diam menyukai gadismu itu. Lantas, apa yang membuatmu tak berani mengungkapkannya, hm?"

"Aku punya alasan tersendiri untuk tetap bersikap biasa. Biarpun aku menyukainya, tapi aku tahu kalau saat ini bukan waktu yang tepat untuk memberitahukan kebenarannya. Aku masih menikmati hobiku untuk mengisengi teman-teman perempuanku di mana itu akan hilang jika semuanya terbongkar."

"Dasar playboy."

"Hei! Aku tidak pernah pacaran tahu! Panggilan itu tidak bisa kau berikan kepadaku."

"Hahaha ... aku bercanda. Ternyata, kau sumbu pendek juga, Aisozou."

"Terserah kau saja, Naosu-senpai."

Naosu masih berusaha menahan tawanya melihat raut Aisozou yang begitu datar. Baiklah. Ia sepertinya menemukan sesuatu yang menarik untuk dipermainkan melalui sosok kouhai yang merangkap sebagai adiknya itu.

Mereka kemudian kembali ke halaman, lengkap dengan pedang masing-masing. Naosu memberikan arahan tentang sikap dalam berpedang yang disimak baik oleh Aisozou. Ia kemudian akan mempraktekkannya begitu Naosu tiba-tiba menyela.

"Oh ya, Aisozou. Seingatku kau pandai memainkan gitar bukan?"

Aisozou pun mengangguk sebentar. "Walau sebenarnya aku masih dalam tahap belajar, sih."

"Lalu, mengapa kau tidak menuangkan semua perasaanmu itu ke dalam nyanyian saja? Itu terdengar bagus untuk kau laksanakan."

Aisozou mengernyit heran mendengar saran itu. Sebelum akhirnya, sebuah ide memasuki pikirannya. Membuat senyumnya perlahan merekah.

"Akan kulaksanakan."

*****

Selang beberapa lama, akhirnya turnamen itu pun diadakan. Beruntung Aisozou dan Naosu dapat mewakili sekolah mereka yang mana tahun ini juga sebagai tuan rumah acara. Membuat Aisozou harus mengeluarkan seluruh kemampuannya dengan maksimal.

Akhirnya, setelah berlatih cukup baik dengan Naosu –terkadang ayah senpai-nya itu juga turut mengajar–, Aisozou memantapkan diri untuk menggunakan pedang sebagai alatnya. Dengan hasil akhir yang menurut Naosu sangatlah baik.

"Hei, Pendek! Kukira kau akan mengambil tombak seperti tahun lalu. Ternyata sekarang pedang, huh?" ujar Ryuusei yang datang bersama kawan-kawan mereka.

"Mengambil pengalaman baru itu harus dilakukan, Pirang!" balas Aisozou dengan penekanan di akhir kalimat. Membuat Ryuusei terkekeh kecil karenanya.

Tiba-tiba, gadis itu muncul. Entah telepati atau tidak, tapi Naosu beserta yang lainnya serentak meninggalkan mereka berdua dengan berbagai alasan yang sedikit terdengar konyol.

"Tadi itu gerakan yang bagus sekali," ujar gadis itu.

"Sankyu ne. Namun, entah mengapa aku merasa itu masih jauh dari standar yang kutetapkan," balas Aisozou. Setidaknya, ia tidak merasakan apa-apa kali ini. Mungkin efek dari pertandingan membuat tubuhnya enggan merespon kedatangan si gadis.

"Maka kau bisa berlatih lebih giat lagi, bukan?"

"Tentu saja. Itu harus kulakukan sepulang dari sini."

"Jangan memforsir dirimu berlebihan, Baka!"

Ujung kalimat memang ejekan buat dirinya. Namun, cara gadis itu yang menyampaikannya dengan senyuman membuat Aisozou tidak menghiraukannya. Ia malah merasa bahwa alam bawah sadarnya ingin merengsek ke permukaan.

Dia ... cantik.

"Ada apa?" tanya gadis itu kala melihat Aisozou yang menggelengkan kepalanya. Salahkan kewarasannya yang ingin menghilang karena netra matanya yang menangkap pemandangan itu.

"Iie. Nandemonai ne," jawab Aisozou ringan. Ia alihkan pandangannya ke arah lapangan. Tempat di mana kontestan yang lain menunjukkan bakat mereka masing-masing.

"Sepertinya pertandingan selanjutnya akan dimulaikan, bukan?" ujar gadis itu setelah mengikuti arah pandang Aisozou.

"Kalau begitu, aku harus bersiap-siap kembali." Aisozou mengambil langkah setelah berpamitan kepada gadis itu

"Ganbatte!"

Mati-matian Aisozou menahan senyum mendengar teriakan gadis itu. Ah, rasa ini ... benar-benar mengganggu dirinya. Sepertinya ia harus melaksanakan saran dari Naosu begitu pertandingan ini selesai nantinya.

*****

Aisozou tertawa kecil begitu semua memori itu membayang lengkap di benaknya. Dirinya benar-benar tak menyangka jika semua ini akan terjadi. Ia membutuhkan pelampiasan. Karena itu, ia pun melangkahkan kakinya menuju kamar Shuuna.

"Shuuna?" panggil Aisozou setelah mengetuk beberapa kali. Pintu pun terbuka beberapa saat kemudian.

"Eh, ada apa, Ai-nii?" tanya sang adik dengan wajah kebingungan.

"Apa kau mempunyai buku sastra? Aku ingin meminjamnya," ujar Aisozou to the point. Ia tersenyum kecil melihat raut keterkejutan yang sekilas tampak pada wajah polos itu.

"B-baiklah." Shuuna pun berbalik, namun terhenti sekilas begitu mendengar Aisozou melanjutkan kalimatnya. "Novel dan kumpulan puisi juga, ya."

Shuuna pun menggelengkan kepala melihat tingkah sang kakak yang sedikit aneh baginya itu. Namun, ia pun memilih untuk melaksanakan perintah itu dengan membawakan Aisozou setumpukan buku yang ia pinta.

"Sankyu ne, Shuuna." Aisozou segera memindahkan semua buku itu ke dalam gendongannya. Ia akan pergi begitu Shuuna menginterupsi.

"Ai-nii, kau mau menggunakan buku itu untuk apa? Setahuku, Niichan tidak terlalu tertarik dengan sastra dan bahasa, bukan?"

Aisozou tersenyum lebar. Tentu saja ia tertarik karena kondisinya tengah berbeda. Namun, itu tidak boleh diketahui oleh Shuuna. "Aku kan meninggalkan beberapa kali pertemuan karena persiapan turnamen itu. Jadi, sensei memintaku untuk belajar sekaligus mengerjakan tugas yang ia berikan," jelas Aisozou memberikan alasannya. Shuuna pun mengangguk paham.

Sesampainya di kamar, ia pun mencoba membaca buku-buku yang sebelumnya tidak pernah ia sentuh itu. Kecuali buku wajib yang memang ia gunakan untuk sekolah.

Apa maksudnya ini? Sialan. Aku tak akan mengerti apa yang buku ini tulis kecuali menanyakannya pada Okaa-san atau Shuuna. Namun, mereka pasti akan menanyakan alasan mengapa aku mendadak menyukai sastra begini. Apalagi Okaa-san kan suka mencurigai tindakan kami yang di luar kewajaran.

Pikiran Aisozou pun mendadak buntu kala melihat deretan huruf yang beranak pinak itu. Sungguh. Ia tak tahu mengapa pelajaran yang menjelaskan detail sekecilnya ini bisa disukai oleh ibu dan adiknya. Terlebih ketika melihat contoh-contoh novel dan puisi itu. Mendadak ia ingin muntah saja. Rasanya terlalu ... menggelikan.

Lagi, ia empaskan diri ke atas ranjang. Kemudian mencoba memaksa imajinasinya keluar untuk membuat lirik yang nantinya akan ia beri nada itu. Untuk masalah nada, Aisozou tidak terlalu memusingkannya. Karena ia sudah terbiasa membuat nada untuk Shuuna yang hobi membuat lagu. Namun, untuk membuat lirik ... ah, sepertinya ini tidak akan berhasil.

"Lalu, mengapa kau tidak menuangkan semua perasaanmu itu ke dalam nyanyian saja? Itu terdengar bagus untuk kau laksanakan."

Perasaan ya? Hm ... memangnya, apa yang kurasakan? Kami hanya sebatas teman kan? Pikirnya kala saran dari Naosu kembali membayang.

Perasaan...

Teman...

Seketika itu juga Aisozou merasa ia dapat ide. Segera ia meloncat ke kursi, lalu mulai menuliskan beberapa kalimat di atas sebuah selembar kertas. Beberapa kali ia mencoret kalimat yang ada, lalu kembali menggantinya dengan yang lain. Terserah hasilnya mau bagaimana. Intinya, ia hanya mau perasaannya tersampaikan.

Selesai sudah. Aisozou pun membaca berulang-ulang tulisannya tersebut. Kemudian mengambil gitar ketika merasa itu sudah cukup. Suara senar yang dipetik pun terdengar sesekali. Di mana Aisozou mencoba mencocokkan antara nada, lirik, juga petikan gitarnya.

Nyaris selama dua jam Aisozou memfokuskan diri dalam hal itu. Berulang kali ia memetik gitar, lalu mencatat bila ada nada yang sesuai. Hingga akhirnya ia yakin bahwa seluruh nada itu cocok dengan liriknya. Nada yang bisa ia mainkan sepenuh jiwa.

"Baiklah. Aku sudah mencobanya beberapa kali. Ini kurasa sudah cocok semua. Jadi, apakah aku harus menyanyikannya?" tanya Aisozou pada dirinya sendiri. Ragu menghinggapi dirinya. Merayunya bahwa semua ini adalah sia-sia belaka.

"Huft ... sepertinya aku harus memainkannya bukan? Hei, semoga kau tidak akan tertawa jika suatu hari kau mendengar lagu ini dariku. Aku juga tidak mau mendengarnya, sebenarnya. Hanya saja, perasaanku ada di sana," ujar Aisozou seraya menatap foto teman-teman sekelasnya yang ia pasang di dekat meja. Namun, matanya terfokuskan pada wajah seorang hawa yang tersenyum kecil.

"Here we go."

Perlahan, suara petikan senar pun terdengar. Teriringi dengan hentakan kaki Aisozou yang selaras. Sebelum akhirnya, seuntai kalimat bernada pun keluar dengan mulus. Membuat Aisozou perlahan memejamkan mata. Membiarkan alam bawah sadarnya yang mengambil alih dunianya sementara.

Yeah, I knew that you don't love me

But I promised I'll always with you

Untill we can not meet again

But in my heart, we are the one forever

Tsunagatta to shitemo, tada tomodachi

Demo soredo itoshiki hito

Koko kara, mata hajimeyou

Never can be mine, but aishiteru

Hold on this, my hands, I'll keep you

Although we just a friends

Although you don't love me

But still...

Aishiteru....

.

.

.

Kyaa... ><

Jadi juga yang Aisozou version! //hug Aisozou// gomen ne karena membuatmu terkesan galau di sini, Sayang. Tapi aku beneran suka sama cerita ini //gegulingan

Well yah. Buat yang ngerti bahasa Inggris dan Jepang, bisa koreksi lagu litu ah :V soalnya author-nya asal bikin //sankyu ne buat yang udah nerjemahin ke bahasa Jepangnya.

Yosh! Target selanjutnya itu My Song For You - Shuuna Version! Walau kuakui ini lebih miris dari punyanya Aisozou sih... //lu demen amat bikin oc lu menderita

Hope you like it!

Continue Reading

You'll Also Like

590K 58.1K 38
Ketika menjalankan misi dari sang Ayah. Kedua putra dari pimpinan mafia malah menemukan bayi polos yang baru belajar merangkak! Sepertinya sang bayi...
673K 35.4K 43
Ini adalah sebuah kisah dimana seorang santriwati terkurung dengan seorang santriwan dalam sebuah perpustakaan hingga berakhir dalam ikatan suci. Iqb...
102K 11.2K 18
[Content warning!] Kemungkinan akan ada beberapa chapter yang membuat kalian para pembaca tidak nyaman. Jadi saya harap kalian benar-benar membaca ta...
303K 377 4
21+