ROSY

By labiangla

24.6K 4.3K 1.3K

Agni Samandriel - mostly known as Sammy - decided to join Leo's band to heal his brokenheart, to forget the g... More

0,1 - you've had it enough
0,2 - his support system
0,3 - the ultimate reason why
0,4 - that son
1,0 - all over the places
2,0 - wedding song list
3,0 - iris pelangi
3,1 - still, that iris pelangi girl
4,0 - XO/OX
5,0 - hit the fourth degree
5,1 - do you want some churros?
5,3 - spark without flame
6,0 - her final exam
6,1 - hey aisya
6,2 - yellow mellow
6,3 - a walking atm
7,0 - a dream, a mission
7,1 - missed calls
7,2 - discussion after rehearsal
7,3 - on the way back home
8,0 - madgirl in action
8,1 - fire to fire
8,2 - quit that tone
8,3 - thanks, maddie
9,0 - work work work
9,1 - promised date
9,2 - what did i just see
9,3 - assistance
9,4 - river flows in you
9,5 - chicken feet
10,0 - back in time
10,1 - lyrics slash diary
10,2 - hello from the other side
10,3 - running into him
10,4 - tick talk
11,0 - your own heart beat
11,1 - on wheels with you
½ mood boards
11,2 - take me with you
11,3 - she's in the rain
12,0 - a table for two
☆ giveaway time ☆
☜ YAY ☞
13,0 - i dont know you
13,1 - reminiscing the past

5,2 - oh what a date

477 96 45
By labiangla

LEO menghentikan mobil. Rumah Calista ada di depan, hanya sekitar lima sampai tujuh meter tapi pemuda itu masih terpaku di dalam mobil. Ia melirik dasbor, di mana ada pigura kecil membingkai fotonya bersama Calista. Tidak bisa dipungkiri kalau pertanyaan Sammy mengusik benak Leo petang ini. Ia tahu Sammy tak berniat untuk membuatnya merasa gelisah, pemuda itu juga tidak kenal betul keluarga besar Calista; pertanyaan itu pasti hanyalah reflek terlontar begitu saja.

Nyatanya, Leo memang memikirkan pertanyaan itu. Ia bukan lagi remaja; yang memandang sebuah hubungan tanpa masa depan. Sudah membentang di hadapan Leo, rencana matang yang ia persiapkan. Rumah, mobil, tabungan pendidikan, tunjangan masa tua, semuanya. Tak jarang ia disebut-sebut sebagai cheapskate oleh teman-teman kantornya karena selalu memilih untuk makan di kantin kantor yang rasanya pas-pasan, dari pada ikut makan di luar bersama yang lain. Atau penolakan Leo pada setiap ajakan nongkrong atau liburan tipis-tipis.

Menurut Leo, yang ia lakukan bukan semata-mata menjadi pelit atau perhitungan. Ia hanya tidak ingin membuang-buang uang untuk hal yang tidak memberikannya manfaat untuk beberapa waktu ke depan. Leo, sosok yang penuh rencana. Perfeksionis, dan selalu tepat sasaran.

Harusnya, pernikahan sudah ada di depan mata Leo. Jika mengikuti kalender rencananya, tahun depan mestinya ia sudah melepas status lajangnya. Toh, ia bukan tidak punya calon. Sayangnya, pernikahan bukan tentang dirinya sendiri. Bukan tentang satu manusia.

Leo menghela napas, lalu menapakkan kakinya keluar dari mobil. Belum sampai depan pagar, Calista sudah muncul dengan senyum lebar. "Le!" Sapaannya merekah.

Leo memang sudah mengabari Calista kalau dia sudah dekat, mungkin gadis itu langsung keluar rumah karena mendengar suara mobil Leo.

Leo heran dengan Calista. Kenapa gadis itu suka sekali memanggilnya 'Le' padahal sebagian besar orang memanggilnya 'Yo', tapi Leo sebenarnya tidak masalah, justru ia jadi merasa seperti dipanggil oleh ibunya, yang selalu menggunakan 'Le' untuk anak laki-laki dan 'Nduk' untuk anak perempuan.

"Mau jalan ke mana kita hari ini?" tanya Calista.

"Kamu mau ke mana?"

"Kamu mau ke mana?"

"Tata sayang," potong Leo, meraih pergelangan tangan Calista. "Kan aku duluan yang nanya."

"Ke rumahmu aja," jawab Calista. "Aku mau beres-beres. Boleh?"

"No, we're having a date tonight. I'm not going to let you do some freaking house chores," kata Leo menolak ide tersebut.

Calista tersenyum, "Ya udah, nonton yuk. Mau nggak?"

"Boleh."

"Mau sama boleh tuh beda loh," Calista menyipitkan mata.

Leo merangkulkan lengannya ke pundak Calista, "Boleh, kok. Iya, aku mau." Ia baru melepaskan gadisnya itu ketika mereka harus masuk ke dalam mobil.

Calista memasang sabuk pengamannya, lalu tersenyum melihat figura yang masih ada di dasbor. Sebenarnya, Calistalah yang punya ide untuk meletakkan benda itu di sana. Menurutnya, figura itu sebagai pengingat supaya Leo tidak ugal-ugalan atau ngebut saat mengemudi; bahwa ada Calista yang menunggunya, sehingga ia tidak boleh lecet barang satu goresan pun.

"Le," panggil Calista di tengah-tengah perjalanan.

"Ya?"

Calista menggeser posisi duduknya sehingga ia tidak perlu menatap laki-laki itu tanpa terlalu banyak usaha, "Inget soal proyek broadcast jockey yang aku ceritain bulan lalu nggak?"

"Inget."

"Aku lolos! Aku lolos dan aku bakal ikut training di Singapura. Ih gila, aku tuh nggak nyangka banget kalau bakal tembus. Padahal sainganku tuh bagus-bagus dan aku ngerasa nggak pede pas daftar, tapi kata atasanku, bahanku bagus dan skill-ku juga lumayan, tapi tetep aja aku ngerasa luar biasa banget aku bisa masuk lima besar perwakilan dari Indonesia!" dengan berapi-api, Calista mencurahkan semua yang ada di kepalanya.

Leo tersenyum tipis. "Kamu daftar?"

"Iya! Aku bukannya udah cerita? Aku nyiapin liputan musik LIVE, lengkap sama portofolio fotografinya," jawab Calista.

"Selamat ya, sayang."

"Makasih!" senyum Calista melebar. "Masa training kira-kira tiga sampai empat bulan di Singapura, kalau performaku bagus terus, aku bisa ikut program selanjutnya!"

"Kapan berangkat ke Singapura?"

"Minggu kedua bulan depan," Calista masih terdengar antusias.

Leo menanggapi, "Udah siap-siap? Udah cerita orang tua? Gimana kata Mama Papa?"

"Mereka dukung banget! Malah doain aku bisa terus sampai program selanjutnya. Kalau peruntunganku bagus, aku bisa dapet kontrak saluran teve basis Singapura. Keren nggak?" Calista membusungkan dada, bangga pada dirinya sendiri.

Leo mengulurkan tangan kirinya, mengacak puncak kepala Calista."I'm so proud of you."

"Kita mau nonton apa? Makan dulu yuk," ajak Calista.

Leo setuju.

Restauran yang dipilih Calista menjajakan menu ikan laut. Leo duduk di meja dekat pagar, sehingga bisa melihat jalanan yang ramai lalu lalang. Sementara Calista ada di konter, memesan makanan seperti biasa. Leo memainkan kotak tisu, ia tak lagi memperhatikan jalanan, toh nanti ketika ia menyetir, yang ia lihat juga jalanan. Leo menarik napas panjang-panjang.

"Aku pesenin kakap asam manis sama jeruk anget buat kamu," kata Calista, menarik kursi dan duduk di hadapan Leo.

Laki-laki itu berterima kasih. "Ta, kalau seandainya dapat kontrak sama teve Singapura, berarti kamu bakal pindah ke sana?"

"Iya dong.."

Jawaban tanpa sangsi itu membuat Leo membisu sejenak.

Calista menarik satu tisu, lalu mengelap tangannya. "Itu kan kesempatan gede, nggak mungkin aku sia-siain. Aku suka sih, jadi news anchor, tapi kamu kan tau kalau sebenarnya passion-ku ada di liputan musik, dan hal-hal sekitarnya. Jadi kalau ada kesempatan kayak gitu, aku nggak akan mikir dua kali."

"Ta," panggil Leo.

"Hm?" gadis itu mendongak.

Melihat dua manik gelap Calista, Leo melunak. Ia tersenyum, menggeleng dan malah bicara hal lain. "Laper. Masih lama nggak nih.."

"Bentar lagi, sabar dong." Calista tertawa kecil.

Leo tersenyum.

Passion, huh. Satu kata kecil tapi mampu meruntuhkan banyak hal besar.

Leo bisa saja memaparkan soal rencana menikah tahun depan, saat ini juga di hadapan Calista. Tapi gadis itu sedang berbinar-binar, wajahnya seperti dikelilingi lampu pijar dan Leo tidak akan tega meredam sinar tersebut. Apalagi ini adalah kencan yang bisa mereka luangkan di tengah kesibukan keduanya tiga minggu terakhir. Mana mungkin Leo mampu bicara soal sesuatu yang bisa merusak mood malam ini.

Leo tidak ingin egois. Dia tidak boleh egois.

* * *

Acara nonton malam ini menyenangkan, tapi Leo tidak bisa berhenti berpikir. Kepalanya penuh dengan ratusan kemungkinan. Calista memang sedang menggandeng lengannya, dan ia juga dengan saksama mendengarkan gadis itu bercerita macam-macam, mulai perihal kantor sampai keadaan rumahnya akhir-akhir ini. Leo tidak pernah absen memberikan reaksi yang sewajarnya. Ia mendengarkan, tapi isi kepalanya berlayar entah ke mana.

"Le," panggil Calista.

"Ya?"

"Kamu capek ya? Kerjaan banyak di kantor? Anak-anak latihan nggak bener?" tanya Calista, raut wajahnya penuh cemas.

Leo menggeleng kecil, kemudian meraih gadis itu dalam dekapannya. "Why would I think about anything else if what all I have in mind is someone standing next to me. See, now I'm having it in both of my arms."

Calista tersenyum, membalas pelukan Leo. "Tapi kamu keliatan capek. Exhausted."

"Nggak, kok."

"Want me to stay over the night?"

Leo menggeleng lagi. Rasanya, hari ini ia sudah menggeleng ratusan kali sejak pagi. Ia mau saja bangun pagi dan mendapati Calista sebagai hal pertama yang ia lihat begitu membuka mata, tapi sampai saat ini tidak pernah membiarkan Calista menginap. Meski ia yakin, ia bisa menahan diri dan tidak melewati batas yang ada, tapi Leo selalu mengusahakan untuk mengantar Calista pulang. Selarut apapun itu.

Sammy pernah bilang kalau Leo itu seperti a perfect student role-model, apalagi dengan perilaku dan sifatnya yang perfeksionis. Waktu itu Leo hanya tertawa saja menanggapi Sammy. Ia jelas tidak akan bisa membuat Sammy mengerti. Lagi pula Leo tidak ingin berdebat. Sammy dan Iris sering terlihat berdua di apartemen Sammy, Leo tak berani menyimpulkan apa-apa, lagi pula ia yakin mereka sudah dewasa untuk bisa menentukan pilihan dan memaknai konsekuensi.

"Sammy gimana?"

"He's okay."

"Masih banyak minum?" tanya Calista.

Leo mengangkat bahunya, "Mungkin. Tapi tadi dia nggak bau alkohol sih."

"Le,"

"Apa?" Leo melonggarkan pelukan, Calista mendongak menatapnya dan melanjutkan kalimat, "Kalau kita putus, apa kamu bakal sekacau Sammy? Mabuk, nggak keluar kamar, jadi kurus, susah move on, pokoknya kayak Sammy gitu.."

Leo menggigit bibirnya. Ada sorot ragu di kedua matanya.

"Leo?"

Pemuda itu nyengir. "Why would you think about something so horrible like that? We aren't breaking up."

Calista cekikikan, "Kan aku bilang 'kalau'.."

"Jangan ngomong yang nggak-nggak ah," Leo merogoh saku, menekan tombol untuk membuka kunci mobil dan melepas pelukannya dari Calista. "I'll take you home."

"Tapi aku mau nginep.."

"Tata sayangku, I'm not going to let you sleep on my bed, okay."

Calista cemberut, pura-pura ngambek. "Jahat banget sama pacar sendiri, juga." Lalu berjingkat masuk ke dalam mobil dan memasang sabuk pengaman. Ia mengulurkan tangan, membetulkan posisi figura di dasbor, kemudian tersenyum tipis. "Kita lucu banget ya di foto ini."

"Iya. Itu kapan sih, Ta?"

"Our first date."

"Oh, iya bener. Yang terus kamu muntah di jalan gara-gara kebauan durian," Leo terkekeh kecil. Calista ikut tertawa, membenarkan cerita tersebut. "Abisnya! Baunya kan kayak kaus kaki yang setahun nggak dicuci.."

Leo masih tertawa.

Begitu mobil berjalan dengan kecepatan konstan, Calista mengulurkan tangan kanannya. Leo menyambut tangan tersebut, menggenggamnya erat. Sesekali mengusapkan ibu jarinya di punggung tangan gadis itu.

"Ta, I want to be next to you every night and day."

Calista tersenyum, pipinya merona. Little did she know, Leo bukan hanya sekadar bicara manis padanya. Gadis itu mengarahkan pandangannya ke jalanan tanpa melepaskan genggaman tangan. Leo diam-diam menghela napas; respons yang ia harapkan tak kunjung datang bahkan sampai mobilnya berhenti di depan pagar rumah Calista.

- - -

Continue Reading

You'll Also Like

3.7M 81.2K 51
"Kamu milikku tapi aku tidak ingin ada status terikat diantara kita berdua." Argio _______ Berawal dari menawarkan dirinya pada seorang pria kaya ray...
Threesome By abcdfg

General Fiction

80.8K 259 7
🔞 hanya untuk 18+ untuk adek adek di larangan baca kecuali tanggung sendiri akibatnya !!! Lapak penambah dosa ⚠️⚠️ 80% isinya ngentot!!!
16.1M 775K 68
Bagaimana jika gadis bar-bar yang tak tau aturan dinikahkan diam-diam oleh keluarganya? ... Cerita ini berlatar belakang tentang persahabatan dan per...
515K 19K 30
[KAWASAN BUCIN TINGKAT TINGGI 🚫] "Lo cuma milik gue." Reagan Kanziro Adler seorang ketua dari komplotan geng besar yang menjunjung tinggi kekuasaan...