LunatiC : Deep World Dark Sid...

By FreesiaSaa

5.3K 641 69

[Genre : Sci_fi, Friendship, Tragedy] Depresi, Trauma, Halusinasi, dan beberapa sisi gelap lainnya menyelimut... More

0.0. LunatiC : Prolog
0.1. LunatiC : Beban Hidup
0.2. LunatiC : Gila
0.3. LunatiC : StiGma
0.4. LunatiC : Gadis yang Manis
0.5. LunatiC : Burung Gagak
0.6. LunatiC : Sisi Gelap
Note
0.7. LunatiC : Perasaan Takut
0.8. LunatiC : SicK
0.9. LunatiC : VoiCe
1.0. LunatiC : Keinginan Bersatu
1.1. LunatiC : RomantiC LiFE
1.2. LunatiC : Keinginan Bersatu (2)
1.3. LunatiC : HeadlesS
1.4. LunatiC : Looks Like cutting tHE...
1.5. LunatiC : Suara dalam Kenangan
1.6. LunatiC : Painful Memory
1.7. LunatiC : The Crow's calling
1.9. LunatiC : 1 years later~
2.0. LunatiC : Si Cengeng
2.1. LunatiC : [Untitled]
2.2. LunatiC : News
2.3. LunatiC : Pulang
2.4. LunatiC : Story Ab0ut PainfuL Memory
2.5. LunatiC : EpiloG
(+) LunatiC : Normal - Secret Ending
(+) LunatiC : Normal - Pra EpiloG
LunatiC 2

1.8. LunatiC : It was My FauLt

96 19 0
By FreesiaSaa

Setelah kejadian itu, Dave dibawa ke UKS. Sedangkan Rika dan Gilang dibawa ke ruang guru untuk diinterogasi. Aku, Nina, dan Rudi menunggu Dave di UKS. Wajahnya lebam dan penuh luka. Saat dibawa kesini beberapa saat yang lalu, Dave tidak sadarkan diri. Tapi, beberapa menit kemudian, dia terbangun.

"Kau baik-baik saja Dave?"

"Mana yang sakit?"

"Mau aku ambilkan obat?"

"Apa kau haus? Biar aku belikan minuman"

Nina dan Rudi terus saja berceloteh, namun Dave sama sekali tidak membalasnya. Sesuatu yang berbeda dalam dirinya-biasanya Dave adalah orang yang cerewet dan suka usil. Tapi hari ini, dia menjadi pendiam. Apa dia kesakitan karena pukulan Gilang? Jika memang benar, itu artinya Dave sudah sembuh total dan tidak lagi di cap sebagai masokis.

"Rika dan Gilang lama sekali" Ucap Nina.

"Perasaanku tidak enak" Tiba-tiba Dave bersuara. Matanya menatap sedih pada pintu UKS yang terbuka. Kami mengikuti arah pandang Dave dan seketika itu juga, Rika datang.

Hanya Rika, tidak ada Gilang.

"Gilang mana?" tanyaku sedikit berhati-hati karena takut menyinggung perasaannya.

Rika menggeleng. Dia mengambil ponselnya.

Drrttt.... Drrttt...

Nina mengambil ponselnya yang bergetar, lalu membaca pesan yang masuk.

"Gilang tidak akan pulang bersama kami" Ucap Nina. Setelah membaca pesan yang Rika kirim, Nina meletakkan kembali ponselnya dalam tas lalu berdiri dari duduknya.

"Jadi, bagaimana?" tanya Rudi.

Aku menunduk sedih. "Kita pulang saja" kataku dengan berat hati.

Sore itu, kami semua kembali ke rumah dalam diam. Hanya aku, Rudi, Dave, Nina, dan Rika. Tidak ada Gilang.

***

"Apakah Gilang mengatakan sesuatu sebelum pergi?" tanya Nina pada Rika. Saat ini kami sedang berada dalam perjalanan pulang. Bis sore ini sangat ramai, jadi kami berlima harus berdiri karena tidak mendapat tempat duduk.

Drrtt.... Drrttt....

Nina mengambil ponselnya.

From : Rika~
Message : Ya, dia meminta maaf padaku. Aku sudah mengatakan padanya kalau aku baik-baik saja, aku tidak masalah karena aku sangat mengerti keadaan Gilang. Dia juga menitip permintaan maafnya untuk Dave.

"Kenapa dia tidak ikut pulang bersamamu?" tanya Nina lagi.

From : Rika~
Message : Saat itu aku mengajaknya pulang, tapi dia menolak. Katanya, Orang tuanya sudah datang menjemput.

"Apa kau bertemu dengan orang tuanya?"

From : Rika~
Message : Tidak, kami berpisah di ruang guru. Dia berjalan lebih dulu. Ketika aku mencoba mengejarnya, dia sudah hilang. Aku tidak tahu dia pergi kemana, tapi ketika aku sampai di koridor depan, aku melihat sebuah mobil hitam melaju dari halaman sekolah.

"Oh, begitu" Nina meletakkan ponselnya.

Bis berhenti. Kami semua turun lalu berjalan kearah panti. Sesampainya disana, kami berganti pakaian, mandi, makan, belajar, lalu terlelap ketika malam sudah larut. Kegiatan sehari-hari kami memang berjalan normal, tapi suasananya sangat berbeda dari biasanya. Tidak ada lagi keramaian yang mengiringi kegiatan kami. Semua terdiam dalam pikirannya masing-masing.

Aku tidak bisa memecah keheningan ini. Yang kulakukan hanyalah belajar dalam kamarku. Jika saja aku menemani Gilang saat itu, aku mungkin bisa mencegahnya. Jika saja aku ada disana saat tragedi itu berlangsung, aku mungkin bisa melerai mereka berdua. Dave tidak akan terluka, dan Rika tidak akan menangis jika saja aku menemui Gilang lebih cepat dan memukul kepalanya sebelum dia bertindak terlalu jauh. Jika saja aku punya kekuatan untuk mencegah semuanya terjadi. Jika saja aku bisa kembali ke masa lalu. Tapi, itu semua tidak mungkin kan? Karena pada kenyataannya, aku sedang berada di kelas saat itu. Aku membiarkan Gilang pergi sendiri, dan aku sama sekali tidak peka dengan 'sakit kepala' yang dia rasakan. Ini semua salahku...

Aku berdiri dari dudukku. Aku hendak pergi kedapur untuk mengambil minuman.

"Aku memang payah... aku teman yang payah..." Sayup-sayup aku mendengar sebuah suara dari kamar sebelah.

"Aku tidak cukup kuat untuk menahan Gilang... walaupun aku ini masokis! Lalu, kenapa aku berada disana saat itu?!"

"Aku selalu memikirkan diriku sendiri... jika saja aku bukan masokis... aku pasti akan memukul kepalanya."

"Dave.." Terdengar suara dengan nada sedih.

"Ini semua salahku... ini pasti salahku!"

"Dave, ini bukan salahmu..."

"Jika saja aku tidak menikmati pukulan Gilang aku pasti akan membuatnya terbaring di UKS dan dia tidak akan pergi dari sini..."

"Maksudmu, kau ingin Gilang terluka?"

"Aku tidak tahu! Aku hanya berfikir ini adalah salahku! Ini pasti salahku!"

Mengurungkan niatku untuk pergi kedapur, aku kembali ke kamarku. Tapi, sebelum itu aku menyempatkan diri untuk melihat kearah kamar-yang pernah Gilang tempati-yang tertutup rapat.

***

Keesokan harinya ketika kami hendak berkumpul untuk sarapan, Nina muncul dengan air mata yang berlinang. Dia memegang sebuah kertas yang sedikit kusut.

"Ada apa, Nina?" tanyaku.

"G-gilang... hiks..."

Aku menghampiri Nina dan merebut kertas itu darinya. Kesedihan merayapi hatiku saat membacanya.

"Ini semua salahku..." Semua menoleh ketika Rika berbicara. Air matanya menetes.

"Tidak, ini pasti salahku!" Ucap Dave sambil membenturkan kepalanya pada meja.

"Hentikan, Dave!"

"Kalian semua, tolong berhenti... aku akan bicara pada Gilang!" Ucapku. Semuanya terdiam menatapku.

Kami semua nyaris hampir menangis pagi itu. Menyedihkan sekali ya? Kami sudah kelas 12 SMA tapi emosi kami masih labil. Kami tertawa dan menangis dengan cepat, marah karena hal sepele, dan tidak ingin berpisah dengan cepat. Seharusnya kami mengerti bahwa kita suatu saat nanti akan berpisah, tapi kenapa kita -selalu saja- takut untuk merasakan kehilangan?

"Aku janji akan berbicara dengannya"

***

Sepulang sekolah, aku pergi kerumah Gilang untuk menemuinya. Tapi, dia tidak ada disana. Jadi, aku pulang dan kembali menemuinya keesokan harinya. Aku kesana setiap hari, namun aku tidak pernah melihatnya. Akhirnya aku memutuskan untuk menanyakan keberadaannya pada tante Siska.

Ketika Aku dan Rika datang untuk membahas trauma Rika, aku menyempatkan diri untuk menanyakan tentang Gilang. Tapi, tante Siska juga tidak mengetahui apa-apa. Dia mencoba untuk menghubungi Gilang.

"Tidak apa, saya rasa itu tidak akan berhasil..." Ucapku.

Kami semua-Aku, Rudi, Dave, Nina, dan Rika-tahu bahwa Gilang telah mengganti nomornya sejak Ia pergi.

Kami berdua pamit pulang.

Ketika sampai dirumah, aku memilih untuk berbaring di ranjang.

"Yo!" Sapa Rudi yang telah terlebih dahulu menempati ranjangku.

"Kenapa kau disini? Aku mau tidur, minggir!" ucapku.

"Berbagi kasur itu ibadah~" ucap Rudi yang membuatku melemparkan bantal pada wajahnya.

"Kau sudah punya kasurmu sendiri! Pergilah!" usirku.

Rudi tidak membalas, dia tetap duduk di tepi ranjangku.

"Sepertinya kita memang harus bekerja" Ucap Rudi. Aku menoleh kearahnya.

"Kenapa begitu?"

"Karena Gilang tidak ada, uang kita jadi menipis hehe..." ucapnya dengan cengiran khasnya.

"Jadi itu yang selama ini kau pikirkan?! Teman macam apa kau ini?!" gerutu ku.

"Tidak" Ucapnya. "Karena hanya ada lima orang di rumah ini, aku jadi sedikit merasa kesepian".

"Aku juga. Sudah beberapa hari ini bangku sebelahku kosong." Ucapku.

"Aku janji akan berbicara dengannya! Aku akan bicara pada Gilang!"

Aku sebenarnya ingin sekali menepati janjiku, tapi sampai saat ini aku tidak pernah melihat Gilang. Hal ini terus berlanjut sampai kami mendapat kabar bahwa Gilang telah pindah sekolah.

***

"Maafkan aku, Teman-teman... Jika saja aku tidak bertemu dengan kalian, kalian pasti tidak akan terluka...

Ini semua salahku...

Gilang.

.

Maafkan aku karena tidak bisa menepati janjiku.

.

.

TBC

"...Menyedihkan sekali ya? Kami sudah kelas 12 SMA tapi emosi kami masih labil..." - ya jelas lah kalian kan orang (yang sakit kejiwaannya) gila! -_~

Kritik dan Saran sangat diperlukan^^

Continue Reading

You'll Also Like

318K 24.8K 23
[ BUDAYAKAN FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] @rryaxx_x8 Adrea tidak percaya dengan yang namanya transmigrasi. Mungkin didalam novel itu wajar. Tapi bagai...
220K 28.5K 22
Nemu kucing di jalan❌ Nemu pria manis korban pelecehan✔️ Malam itu Barina hendak pulang dari kantor seperti biasanya, tapi sesuatu yang mengejutkan...
12.4K 907 20
Harap maklumi cara mengetik cerita pertama💁‍♀️
Jimin Or Jimmy By arzy

Science Fiction

495K 2.9K 8
hanya cerita tentang jimin yang memenya sering gatel pengen disodok