LunatiC : Deep World Dark Sid...

By FreesiaSaa

5.4K 644 69

[Genre : Sci_fi, Friendship, Tragedy] Depresi, Trauma, Halusinasi, dan beberapa sisi gelap lainnya menyelimut... More

0.0. LunatiC : Prolog
0.1. LunatiC : Beban Hidup
0.2. LunatiC : Gila
0.3. LunatiC : StiGma
0.4. LunatiC : Gadis yang Manis
0.5. LunatiC : Burung Gagak
0.6. LunatiC : Sisi Gelap
Note
0.7. LunatiC : Perasaan Takut
0.8. LunatiC : SicK
0.9. LunatiC : VoiCe
1.0. LunatiC : Keinginan Bersatu
1.1. LunatiC : RomantiC LiFE
1.2. LunatiC : Keinginan Bersatu (2)
1.3. LunatiC : HeadlesS
1.4. LunatiC : Looks Like cutting tHE...
1.5. LunatiC : Suara dalam Kenangan
1.6. LunatiC : Painful Memory
1.8. LunatiC : It was My FauLt
1.9. LunatiC : 1 years later~
2.0. LunatiC : Si Cengeng
2.1. LunatiC : [Untitled]
2.2. LunatiC : News
2.3. LunatiC : Pulang
2.4. LunatiC : Story Ab0ut PainfuL Memory
2.5. LunatiC : EpiloG
(+) LunatiC : Normal - Secret Ending
(+) LunatiC : Normal - Pra EpiloG
LunatiC 2

1.7. LunatiC : The Crow's calling

106 17 0
By FreesiaSaa

Kami ber-enam pergi kesekolah bersama. Seperti biasa, Dave, Rudi, dan Nina sangat ramai di perjalanan. Mereka bertiga selalu saja meributkan hal kecil-dan terkadang-aku juga kena imbasnya.

"Erick, menurutmu... siapa yang paling pintar diantara kita bertiga?!"

Contohnya seperti saat ini.

"Jawab yang jujur!" perintah Nina. Mereka tidak akan melepaskanku sampai aku menjawab dengan benar. Aku tidak bisa keluar dari situasi ini, lain halnya dengan Gilang. Ketika dia mendapat pertanyaan seperti ini, dia akan mengatakan,

"Siapa pun diantara kalian bertiga yang bisa menyelesaikan soal ini adalah yang paling pintar" sambil menunjukkan sebuah soal paling sulit yang dia temukan di internet. Mereka bertiga pun menyerah dan diam dalam jangka waktu yang -agak- lama. Lalu, bagaimana dengan Rika? (jika kalian bertanya)

Rika hanya duduk damai dalam Bis sambil menikmati pemandangan dari jendela.

Sesampainya disekolah, kami berpisah dan masuk ke kelas kami masing-masing. Mungkin kami berangkat terlalu awal, jadi dikelas hanya ada aku, Gilang, dan salah satu siswi-yang aku tidak tahu namanya.

"Rudi bilang kau menangis tadi pagi, apa yang terjadi padamu?" tanya Gilang sambil membaca buku biologi yang baru dibukanya.

"Mungkin aku menangis karena mimpi buruk?" kataku yang terdengar seperti pertanyaan.

"Mungkin?" selidik Gilang.

"Oke, aku memang menangis karena mimpi buruk" kataku. "Tapi, bukan berarti aku takut dengan mimpiku, hanya saja......"

Aku teringat anak kecil dalam mimpiku.

"...Aku kasihan padanya..." lanjutku.

"Siapa?" tanya Gilang yang mulai mengabaikan bukunya.

"Dalam mimpiku... seorang anak kecil telah dipenggal." aku mengatakannya secara perlahan. "tapi, dia masih hidup"

Gilang mendengarkan ceritaku dengan wajah serius. "Tidak mengherankan... aku pernah membaca di internet bahwa orang yang kepalanya dipenggal masih memiliki kehidupan sekitar beberapa detik atau menit"

"Benar kan? Tapi, bukan itu! Dia mengulurkan tangannya padaku dan mengatakan bahwa aku harus mati"

Gilang membelalakkan matanya mendengar ucapanku.

"Apa kau mengenalnya?"

"Mungkin dia adalah anak yang Rika maksud."

"Anak kecil yang kepalanya hilang?"

"Ya, yang Rika lihat saat mati lampu di malam itu"

"Jadi, kalian telah menemukan akibat dari ketakutan Rika?"

"Belum, mungkin sebentar lagi karena Rika mulai sedikit terbuka sekarang" Ucapku. "Tapi, ada yang ingin aku bicarakan denganmu"

"Apa?" tanya Gilang.

"Kenapa sosokmu yang lain bisa mengetahui masa lalu Rika?"

Gilang terlihat bingung dengan yang aku katakan.

"Yang aku tahu, pengidap disorder tidak membagi ingatan mereka. Jadi, aku tidak tahu apapun tentang itu, kecuali ada orang yang memberitahu diriku sendiri" Jawabnya.

"Apa kau yakin tidak pernah kerumah makan "Curry" sebelumnya?"

"Aku bahkan tidak pernah mendengar nama itu"

"Kalau begitu, kenapa 'dia' bisa tahu?"

"Haruskah kita bertanya kepada tante Siska tentang diriku yang lain?" Tawaran Gilang membuatku mengangguk mantap.

Bel masuk berbunyi. Tanpa kami sadari, kelas sudah penuh oleh siswa dan siswi. Ketika guru pengajar kami masuk, semuanya bersikap tenang.

***

"Gilang? Kau baik-baik saja?" saat jam pelajaran berlangsung, aku melihat wajah Gilang menjadi suram. Dia memegang kepalanya dan terlihat sedikit kesakitan.

"Gilang?" Bisikku padanya.

"Erick?! Sedang apa kau?!" Aku terlonjak saat mendengar suara Ibu Lina -guru biologi- memanggilku.

"T-tidak apa-apa" jawabku gugup.

"Sekarang coba kerjakan soal ini dan tentukan persentase ayam rose dan pea"

Aku berdiri dari bangkuku dan maju untuk menuliskan jawabanku di papan tulis. Ketika tengah menulis, terdengar suara bangku yang diseret. Kami semua -termasuk aku- melihat kearah sumber suara. Disana terlihat Gilang yang berdiri dari duduknya lalu berjalan perlahan menghampiri pintu keluar.

"Mau kemana kau, Gilang?" tegur Ibu Lina. "Kita sedang dalam pelajaran"

"Aku ingin ke toilet" Suasana kelas menjadi hening. Yah, dari tadi memang hening tapi saat ini berbeda. Sulit untuk menjelaskan situasinya. Tapi, aku merasa bahwa hening ini sedikit ganjil. Apakah suara burung gagak yang selalu bertengger diatap dan pagar sekolah yang membuat suasana ini berbeda? Aku tidak tahu.

"Baiklah," Ucap Ibu Lina.

Kami kembali fokus pada pelajaran dan semua berjalan normal. Tapi, hingga tiga jam kedepan, Gilang tidak jua kembali ke kelas. Semua sibuk dengan urusannya masing-masing, tapi aku tidak berhenti memikirkan kemana sebenarnya Gilang pergi.

Suara burung gagak diluar semakin menjadi-jadi. Mungkinkah seseorang akan mati hari ini? Tapi siapa? Semoga kali ini Gilang tidak terlibat.

Waktu telah menunjukkan pukul sepuluh. Bel istirahat pertama berbunyi. Biasanya, kebanyakan anak unggulan akan menghabiskan jam istirahat pertama dengan membaca buku dikelas karena durasinya hanya 15 menit.

Aku memanfaatkan waktu itu untuk mencari Gilang di toilet tapi dia tidak ada disana. Aku sudah memeriksa semua bilik toilet dan semuanya kosong. Aku ingat jika Gilang memegang kepalanya ketika dia masih berada dikelas. Dia mungkin sedang beristirahat di UKS. Ketika aku berjalan dilorong, seorang siswa menabrakku. Dia meminta maaf sambil terengah-engah lalu melanjutkan perjalanannya. Namun, tak lama kemudian dia kembali bersama seorang guru, Pak Roni.

Aku berfikir pasti sesuatu yang gawat telah terjadi. Aku pun mengikuti mereka berdua dan sampailah kami di atap sekolah. Disana telah berdiri banyak siswa. Aku juga melihat Seorang Siswa berdiri disana. Dengan tatapan tajam menghajar seorang lelaki dihadapannya. Seorang gadis berambut sebahu menangis, ingin melerai tapi tidak bisa. Sedangkan yang lain hanya bisa menonton.

Orang itu adalah Gilang, Dave dan Rika.

"BERHENTI!" Bentak Pak Roni. Dia Maju lalu memisahkan mereka.

"LEPASKAN!! BIARKAN AKU MEMBUNUHNYA!"

"HENTIKAN, GILANG! KAU TELAH MELEWATI BATAS!"

"Aku melakukan hal yang benar, Pak" Gilang mulai mereda.

"Kau salah, Gilang! Kau tidak boleh menyakiti temanmu!"

"Dave itu masokis! Dia akan merasa senang jika aku lebih menyiksanya!" balas Gilang.

"Dave juga punya batasnya! Dia bukan tidak bisa merasa sakit!" Ucap Pak Roni. "Sebaiknya hentikan semua ini, kau bisa dikeluarkan dari sekolah" Ucapan Pak Roni membuat suasana menjadi tegang.

"Dikeluarkan dari sekolah dengan alasan apa?" Sahut Gilang. Tatapannya terlihat menantang. "Karena menghajar temanku? ITU KONYOL!!!"

"Ya, itu adalah salah satunya" balas Pak Roni.

"Asalkan bapak tahu... yang kulakukan ini bukanlah apa-apa jika dibandingkan dengan apa yang telah gadis itu lakukan."

Aku membelalakkan mataku, menoleh kearah Rika yang saat ini mulai gemetaran.

"Gadis itu!" Gilang menunjuk kearah Rika. "YA! DIA! DIA TELAH MEMBUNUH ADIKNYA SENDIRI!"

Suara Gilang mendominasi tempat ini.

Semua orang saling memandang satu sama lain dengan perasaan takut yang menjalar dihati masing-masing.

Kami hanya bisa melihat kejadian ini tanpa berbuat apapun.

Di sekeliling kami, bertengger kawanan burung gagak yang terus berbunyi. Seperti ikut menyaksikan kejadian ini bersama kami.

Seperti menunggu seseorang mati...

... saat ini.

.

.

TBC

Kritik dan Saran sangat diperlukan^^

Continue Reading

You'll Also Like

313 80 42
Seperti siang yang juga membutuhkan matahari untuk menyinari, seperti malam yang juga membutuhkan rembulan untuk menerangi. Kesta juga membutuhkan ib...
1.1K 137 7
Welcome to LUX imagination... Warning High Fantasy!! ❓❓❓ Hidup tanpa arah dan tujuan di dunia asing. Mengelilingi dunia hanya untuk mencari sebuah k...
664 110 6
Siapa yang gak kenal taufan si bocil kematian yang ada aja banyak tingkah nya. Dikasih ceramah bukan masuk ke otak malah masuk telinga kanan keluar t...
1.8K 206 39
Kehidupan di dunia tidak selamanya bahagia, air hujan yang turun ke planet bumi semestinya sama seperti hati yang diliputi sebuah antara mana sedih...