Be My Wife Again [Sudah Terbi...

由 DhevienaManiezza

302K 5.2K 369

Ketika hati bimbang karena suami menikah lagi, hingga tiap sudut ruangan sesak dipenuhi belati, dan tiap buli... 更多

Part 2: The First Day of Ramadhan
Part 3: Unrequited Love
Part 4: I was Already Like a Maid, Wife or What? [dihapus]
Part 5: You're Like an Iceberg
Part 6: You Lead my Pray
Part 7: Did I Bother?
Part 8: I'm Confused After This
Part 9: What I Selfish?
Part 10: Why Only Me?
Part 11: Worry
Part 12: Syahir, You Make a Shock
Part 13: I was Away But He Approached
Page 14: He Greeted Me
Page 15: I'm Also a Hit
Page 16: Dream About You
Page 17: Very Suprised
Page18: Plase Don't Tease Anymore
Page 19: Im Grumpy Because Covering My Liking
Page 20: Destiny Love Only Alloh Knows
Page 21: Before the Wedding
Page 22: Unanswered Questions [dihapus]
Page 23: College and Marriage Together
Page 24: Wedding Procession
Page 25: The First Day Being the Wife
Page 26: Jealousy in the Hearts
Page 27: What Happen with My Wife?
Page 28: Remembering my friend, Dinda (Dihapus)
Page 29: Dinda Cry (Dihapus)
Page 30: Dinda Threatened (Dihapus)
Page 31: Dinda in the graduation ceremony? (Dihapus)
Page 32: Introduction of a Second Wife
Page 33: Heart Preparation Towards Marriage
Page 34- Terror [Dihapus]
Page 35: Flashback (Dihapus)
Page 36: (Flashback II) Dihapus
Pengumuman
Page 37: Flashback III
Pengumuman (2)
ENDING
Pengumuman (3)
Open PO
GIVE AWAY
Pengumuman (4)
Note (5)
Info [Jangan beli bajakan]
Yuk di tunggu 😋😋😍😘

Part 1: You Grab my Husband

55.2K 880 43
由 DhevienaManiezza

Sosok gadis manis dan modis sedang mengayunkan jemarinya  diatas secarik kertas, dia baru   saja menyelesaikan tugas yang diberikan dosennya, kemudian dia mengeluarkan satu buku berwarna Pink yang berhiaskan motif bunga, lalu  membuka lembar demi lembar, ada beberapa foto yang terpajang disana yang kemudian diselingi tulisan- tulisan indahnya.

 “Sebenarnya, sudah lama aku mengagumi kamu, tapi apakah bisa kamu melihat aku? Ya Alloh, Engkau yang tahu gelisahnya hatiku, kirimkan lah pangeran itu, sesungguhnya Engkau maha Tahu isi hati hambaMu,” setelah paragraf terakhir selesai ditulisnya, ia pun kembali memasukkan buku kesayangannya ke dalam tasnya.

Kemudian ketika hendak bangkit berdiri, tiba- tiba saja Jihad masuk kedalam kelas hendak mengambil tasnya yang tertinggal, satu detik kemudian pandangan Shabrina bertumbukan dengan pandangan Jihad, dag dig dug jantung Shabrina meliar, kemudian tiba- tiba saja dadanya sesak, langkah kakinya pun terasa berat seperti ada yang menahannya, sejurus kemudian Shabrina menundukan kepalanya, barulah ia bisa berjalan meski dengan langkah sangat perlahan menghampiri pintu keluar kelas.

 Sedangkan Jihad yang sejak tadi memperhatikan kegugupan Shabrina hanya bisa melihat punggung Shabrina yang perlahan menghilang ditelan jarak.

 Shabrina pun keluar menuju gerbang kampus, dan terlihat sebuah Innova putih sudah terparkir untuk menjemputnya, ketika sampai rumah, Shabrina langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur empuknya lalu melepaskan semua atribut kampus yang melelahkan.

Kemudian Shabrina bangkit menuju meja belajar yang berhadapan dengan jendela kamarnya, tampak diluar langit senja sedang merayu mentari agar cepat terlelap, hingga sebentar lagi akan muncul bintang- bintang berkelip mendamaikan hatinya yang selalu menjadi pemandangan favorit Shabrina di malam hari

Shabrina pun mengambil buku kesayangannya yang kemudian diletakan diatas meja belajar dan dibuka lagi buku pink tersebut. Shabrina kembali menggoreskan penanya dan kembali menuangkan isi hatinya.

“Ya Alloh, tatapan apa lagi yang siang tadi menusukku? Kenapa tatapannya begitu tajam? Semuanya hanya Kau yang tahu ya Alloh.”

 Kemudian Shabrina menarik laci dan memasukan buku hatinya tersebut dan menguncinya, Sharina pun beranjak ke tempat tidur, membaringkan tubuhnya, lalu menarik selimut kemudian memeluk bantal guling kesayangannya. Shabrina pun terlelap.

 ___________________________________________________________________________

 Pagi ini Shabrina berjalan terburu- buru menuju kelas, karena hari ini hari Rabu pagi, dosen hari ini tak mengenal kata terlambat dan tak akan membuka pintu untuk mahasiswa yang terlambat masuk ke kelasnya. Disaat yang sama Jihad pun hendak mengambil absen dengan sama terburunya, ia menabrak Shabrina, hingga buku- buku yang dibawa Shabrina bertebaran di sekelilingnya, "deg!" Jantung Shabrina berdebam lagi.

 Jihad pun tak membuang waktu, ia membungkukan badannya dan menahan sebelah lututnya lalu mengambil satu- per satu buku yang berserakan, Shabrina pun ikut membantu, namun yang diperhatikan bukan bukunya yang jatuh, tapi wajah tampan Jihad yang selama ini selalu menghantui harinya.

Merasa sedang  diperhatikan Jihad pun mendongakkan pandangannya agar sejajar dengan Shabrina, “apa ada yang salah sama wajahku Shab?” Shabrina yang setengah melamun itu terperanjat dengan teguran Jihad yang tepat dihadapan wajahnya.

 “Eh.. engh.. enggak kok, maaf aku cuma...” Shabrina ragu.

“Cuma apa Shab?” tanya Jihad tak sabar, “ah nggak lupain aja,” Shabrina pun dengan terburu menyerobot buku- bukunya yang ada digenggaman Jihad, kemudian langsung berdiri menuju kelasnya menjauhi Jihad.

Jihad yang hanya bisa melongo memperhatikan kepergian Shabrina menuju kelas, baru bisa tersadar setelah Shabrina menghilang dibalik pintu kelas, ia pun kembali ke tujuan utamanya semula yaitu mengambil absen.

 ___________________________________________________________________________

“Bi... abi... bangun bi, udah subuh,” suara lembut Shabrina membuat Jihad mengerjapkan matanya. “udah subuh ya mmi..“ Jihad bertanya kembali pada istrinya itu. “Abi cepat ke kamar mandi ya, kalau udah rapi, kita sholat jama’ah,” pinta Shabrina.

“Iya mmi...” Jihad pun langsung bangkit menuruti kata- kata istrinya itu. Jihad sangat bersyukur menikah dengan Shabrina, Shabrina wanita yang solihah, lembut, dan penyabar, layaknya bidadari terindah yang telah dikirimkan Alloh untuknya. 

Baru 3 bulan Shabrina dan Jihad menyecap manis dan indahnya berumah tangga, Shabrina memutuskan untuk menjadi istri yang baik, setelah lulus S1 Shabrina memilih untuk mengurus butik muslimahnya yang bertempat disamping rumah, beberapa karyawan pun dipekerjakan Shabrina untuk menjaga butiknya, hingga tak menyita banyak waktu Shabrina untuk mengurus bisnisnya.

 Ketika Jihad pulang bekerja, Shabrina selalu menyambut wajah lelah suaminya dengan senyum,  Shabrina selalu melontarkan kata- kata lembut, tak pernah sekalipun menyakiti hati suaminya itu.

 Sore ini Jihad benar- benar kelelahan, Shabrina yang mengetahui kondisi suaminya itu langsung menghampiri Jihad, disambutnya tas kantor yang selalu Jihad jinjing tiap bekerja, tak lupa jas Jihad pun disampirkan di lengan Shabrina untuk dibawa ke kamar.

 Jihad pun tersenyum melihat sikap istrinya itu yang selalu perhatian terhadapnya, kemudian Jihad duduk di sofa sambil menyalakan TV menonton acara berita melepaskan sedikit penatnya di kantor, tak lama Shabrina muncul dengan membawakan teh hangat.

"Ini bi diminum dulu, abi lelah banget ya?” senyum manis Shabrina pun bertengger di wajah indahnya. Jihad pun menoleh ke arah istrinya yang kemudian duduk disampingnya, Jihadpun tersenyum bangga pada istrinya. 

 “Ummi makasih ya selalu ada buat abi, abi sayang sama ummi...” Jihadpun mengelus kepala Shabrina yang berjilbab itu, “Ummi sore ini manis banget pake baju warna pink,” tambah Jihad memuji penampilan Shabrina. Pipi Shabrina pun semakin merona merah dibuatnya.

“Ih, Abi apaan si? Berarti kemarin- kemarin Ummi gak manis dong?” Shabrinapun tersenyum manja. Dicubitnya pinggang suaminya itu karena gemas telah meledeknya.

 “Ih, ummi apaan si cubit- cubit? Geli tau, ummi mau abi cubit iya?” Jihad bersiap melancarkan aksinya.

“Ah, engga bi, jangan,” tangan Shabrina pun menghalangi jemari suaminya yang hendak mencubit pinggangnya itu.

Sejurus kemudian pipi halus Shabrina terkena cubitan pelan Jihad, “haha, kena juga kan, makanya jangan macam- macam sama abi.”

 “Ih, abi mah..” Shabrina pun cemberut dengan melipat kedua tangannya didepan dadanya. “udah mi, jangan manyun gitu, udah jelek, nanti tambah jelek loh, heheheh.” Jihad semakin suka meledek istrinya. “ih abi mah.. jahat..” Shabrina pun tertawa sambil memukul pelan lengan Jihad “abi mandi sana, bau tau,” Shabrina berlagak menutup hidungnya.

“hmm.. abi bau ya, tapi bau juga Ummi suka kan? ya udah, abi mandi dulu ya sayang...” tak lupa Jihad menjawil pipi istrinya itu sesaat sebelum beranjak meninggalkan ruang tengah itu.   

Shabrina pun hanya bisa tersenyum- senyum sendiri dibuatnya, “ya Alloh terimakasih Engkau telah mengabulkan doaku, menciptakan ia untukku, mentakdirkan ia menjadi imamku, terimakasih ya Alloh,” gumam syukur Shabrina dalam hati.

___________________________________________________________________________

 “Ma... mama.. “ suara gadis jelita dan manja memenuhi ruangan keluarga Vetriani, “ma, aku mau ke kampus dulu ya,”. Zhara pun mengecup punggung tangan mamanya berpamitan kepada orang yang sangat dia cintai itu

 Dengan langkah mantap Zhara mengayunkan kakinya ke kampus yang sangat dia minati tersebut, hari- harinya dipenuhi dengan keceriaan yang menghiasi wajahnya bersama teman- teman yang begitu sayang padanya, ya Zhara saat ini sedang menempuh kuliah S2 nya agar cita- citanya tercapai yaitu menjadi seorang dosen.

Tak ayal wajah jelitanya mampu membius setiap lirikan mata yang tertuju padanya, jika sang Adam tak mampu menahan pandangan, jangan salahkan Zhara, kalau panah cinta membusur tepat ke jantung hati.

 Di kursi taman kampus, di bawah pohon rindang di antara tanaman bunga yang sedang bermekaran, Zhara sedang tersenyum- senyum kecil mengisi waktu luangnya dengan membaca novel ditemani satu gelas juice yang sangat ia gemari, sesekali ia memasukan sedotan ke mulutnya untuk menyecap manis juice favoritnya, sambil merasakan angin semilir yang menerpa jilbabnya hingga berkibar kecil, dari kejauhan Zhara tampak indah dan anggun. 

Jihad yang telah setahun menikah dengan Shabrina, diminta sebuah kampus untuk mengajar mahasiswa pasca sarjana, ya Jihad diminta untuk menjadi seorang dosen di samping pekerjaannya menjadi Manager di sebuah perusahaan Konsulting.

 Ketika Jihad hendak mengajar, tak sengaja Jihad melihat seorang gadis yang sedang duduk manis dan tersenyum indah disebuah taman, beberapa detik Jihad sempat memperhatikan wajah indahnya, lalu kemudian Jihad pun ikut tersenyum kecil, dan sesaat kemudian, dia tersadar, “ya Alloh, ada apa denganku?” gumamnya dalam hati sambil menggelengkan kepalanya, dan kembali melanjutkan langkahnya ke kelas yang dia tuju.

___________________________________________________________________________

 Ketika Zhara menginjakkan kakinya dirumah suaminya tersebut, Shabrina menyambut ramah kedatangan Zhara, kedua gadis cantik ini kemudian saling berpelukan ramah, “Zhara, sekarang ini rumah baru kamu, semoga kamu betah tinggal disini yah...” ucap Shabrina halus yang sebenarnya menyimpan kegetiran.

 “Iya Ka, makasih mau menerimaku...” senyum Zhara seakan ikut menghiasi seluruh penjuru ruangan, Shabrina pun ikut tersenyum, senyumnya memang nampak indah dari luar, tapi mungkin hanya dia dan Robbnya yang tau suasana hatinya.

 ___________________________________________________________________________

 Sudah lama Shabrina tak pernah memasuki kamar belakang, perlahan ia pun menggenggam daun pintu kemudian masuk ke ruangan yang jarang dimasuki penghuni rumahnya, ia pun mengangkat sebuah kardus mini didalam laci kamar, dibuka nya kotak itu, terlihat sebuah buku yang sudah menjadi sahabatnya dan dilupakannya setahun belakangan ini. Shabrina kembali membuka buku merah mudanya yang hampir usang. Sudah lama semenjak pernikahannya, Shabrina hampir tak pernah membuka buku tersebut, karena disibukkan mengurus rumah tangga dan butiknya.

 Kini, disaat Shabrina sedang merasa galau, dia ingat akan sesuatu, ingat tentang bintang yang sering ia pandang sewaktu masih tinggal dirumah bersama mamanya dulu,  Shabrina kembali memutar memorinya, diambilnya kembali buku pink itu yang pernah ia bungkus rapi didalam kotak kado hijau sebelum ia pindah ke rumah yang ia tempati sekarang bersama suaminya.

 Sesaat kemudian ia buka lembaran- lembaran yang dulu selalu mendengar curahan hatinya, entah apa yang menyebabkan Shabrina tidak lagi menulis di buku kesayangan itu, mungkin karena sudah ada suaminya yang selalu setia mendengar setiap keluh kesah dari bibirnya, yang selalu mengelus rambutnya dengan rasa sayang sehingga setiap masalah yang menyelubunginya berkurang, sehingga mendamaikan hatinya yang dirundung bimbang.

 Dengan adanya suaminya disampingnya, Shabrina tak butuh apa- apa lagi, kemudian Shabrina menangis sesenggukan sendiri dikamarnya. Sambil meneteskan air mata, Shabrina kembali menuliskan sesuatu di dalam buku itu.

“Robb, suamiku yang selama ku sayang telah memiliki bintang baru dalam hidupnya, bulan yang selama ini hanya milik ku, sekarang tak lagi sama, ada dua bintang yang mengelilinginya, Robb segala keluh kesahku kini Kau yang tahu.”     

 “Tesss” satu titik air mata jatuh pada lembaran itu, memudarkan beberapa huruf coretan pena disana, Shabrina kemudian tertunduk di atas meja sambil menangis sendiri, hingga lelah dan tertidur.

___________________________________________________________________________

 “Mmi, ummi dimana?” Suara Jihad terdengar mencari istri tercintanya yang selama ini menemani hidupnya tersebut. “Mas, mas cari kak Shab?” tanya Zhara  yang baru saja selesai mengambil air wudhu untuk segera melaksanakan shalat maghrib.

“Iya dek, kamu lihat Shabrina?”

 “Tadi sore kak Shab bilang mau beres- beres dikamar belakang, aku juga bingung ka Shab belum muncul lagi.”

 “Hmm ya udah dek, aku mau cari Shabrina dulu ya.”  

 “Iya mas..” Zhara pun  segera melaksanakan sholat maghrib, untuk kemudian pergi kedapur menyiapkan makan malam.

___________________________________________________________________________

“Mmi, bangun mmi, udah maghrib”, Jihad mengoyangkan pelan bahu Shabrina agar bangun dari tidurnya

“Emmhh... “ Shabrina mengerang, kemudian membuka matanya yang terlihat sedikit berkantung dan masih tercetak jelas bekas lelehan air mata dipipinya.

“Mmi, Ummi kenapa? Ummi sakit?” Jihad pun meletakkannya telapak tangan pada kening istrinya itu.

“Enggak bi, ummi gak apa- apa, sekarang jam berapa bi?” tanya Shabrina dengan suara yang sedikit serak.

“Sekarang udah maghrib sayang, ayo cepat ambil wudhu, kita shalat jamaah, Zhara udah nunggu kita.”

"Deg!" Jantung Shabrina terasa ngilu, “apa? suami yang biasanya hanya menjadi imam ku dalam sholatnya kini akan mengimami dia juga? suami yang selama ini, hanya aku yang akan mengecup punggung tangannya setelah sholat, kini akan dikecup oleh dia juga?” hati Shabrina berkata- kata. Matanya memanas seakan ingin mengulangi tangisannya tadi sore.

Selesai Zhara menyajikan semua masakannya di meja makan, Zhara berniat memanggil suaminya dan Shabrina yang sudah dianggapnya sebagai kakak sendiri untuk segera menikmati hidangan makan malam, selangkah sebelum masuk ruangan sholat, Zhara kembali memundurkan langkahnya kemudian bersender dibalik tembok ruangan itu. Lalu kembali berjalan menuju dapur.

“Kamu kenapa menangis mmi?, kamu gak sakit kan? Kalau sakit kita ke dokter yah...”

“Ummi, gak apa- apa bi,” Shabrina membuka mukenanya dan merapikan sajadahnya, lalu kemudian mencium tangan suaminya, dan pergi keluar ruangan sholat.

 “Istriku kenapa? Sejak tadi sore dikamar belakang dia sudah menangis, apa ada yang salah dengan sikapku hari ini?” Gumam Jihad bingung dalam hati.

__________________________________________________________________________

 Shabrina akhirnya menuju ruang makan, antara bingung, senang, sedih, dan tak percaya. Dilihatnya semua hidangan sudah rapi diatas meja makan, Shabrina senang karena tugasnya rumah tangganya menjadi terasa ringan, disisi lain hatinya miris, kenapa dia kalah cepat oleh istri baru suaminya tersebut dalam melayani keluarga.

 Zhara terlihat kelelahan menyiapkan semuanya sendiri, saat ini dia membawa nampan berisi gelas- gelas. Jihadpun tanggap membantu istrinya itu dengan mengambil alih nampan berisi gelas itu dan diletakannya diatas meja. Zhara sedikit terperanjat namun juga lega karena suaminya ikut membantunya.

Zhara duduk berhadapan dengan Shabrina yang memperhatikannya sedari tadi, Shabrina memberikan seulas senyumnya untuk Zhara, dan Zhara pun membalas senyum Shabrina, namun kali ini senyum mereka terlihat aneh, senyum Shabrina lebih mirip dengan  senyum terpaksa, dan senyum Zhara terlihat seperti senyum bersalah, kemudian Zhara tertunduk.

Selesai makan Shabrina langsung memasuki kamarnya. Sedangkan Zhara merapikan semua piring- piring kotor kedapur. Jihadpun ikut membantu Zhara, karena tau istrinya itu sudah kelelahan

 “Dek, kamu istirahat aja, biar ini aku yang rapihin,” pinta Jihad pada istrinya.

 “Iya mas...” Zhara menuruti kata- kata suaminya seraya menganggukan kepalanya dan meninggalkan dapur.

 Kemudian Zhara menghempaskan tubuhnya di sofa ruang tengah melepaskan lelah yang bertambah- tambah, kemudian ia menyalakan AC sampai tak sengaja tertidur diruangan itu. Jihad yang baru saja menyelesaikan pekerjaan dapur, berjalan menuju ruang tengah karena mendengar suara televisi belum dimatikan.

Dilihatnya sosok istrinya yang cantik yang sedang tertidur kelelahan. Jihad kemudian mendekati wanita itu, dielusnya pipi lembut dan putih milik istrinya itu. Kemudian Jihad tersenyum.

___________________________________________________________________________ 

Shabrina kemudian keluar kamar hendak mengambil Al Qurannya yang tertinggal diruang tengah, betapa terkejutnya ia, ketika melihat suaminya sedang mengecup pipi istri keduanya, hancur sudah, lebur sudah, remuk sudah hati Shabrina, semuanya terasa berantakan, diapun kemudian kembali menuju kamarnya, menciptakan isak tangis sejadi- jadinya dan menutupi wajahnya dengan boneka kesayangannya.

 ________________________________________________________________________

 Jihad yang tak menyadari apa yang terjadi pada Shabrina segera membopong tubuh Zhara menuju kamarnya. Diletakkannya perlahan tubuh Zhara kemudian diselimutinya dan dikecup lembut keningnya. Kemudian Jihad keluar kamar Zhara dan menutup pintu kamar.

 Jihad memasuki kamar Shabrina, didengarnya dibalik boneka beruang ungu, Shabrina sedang menangis tersedu- sedu.

Diangkatnya boneka beruang itu, dan Jihad duduk dipinggir ranjang Shabrina, terlihat kembali lelehan air mata yang membasahi kedua pipi indah milik Shabrina, Shabrina membuka matanya. Kemudian langsung bangkit memeluk suaminya itu.

 “Mmi, ummi gak biasanya kayak gini, ayo mmi, cerita sama abi, ummi nangis terus dari tadi dan gak bilang apa yang terjadi sama ummi, ayo cerita mmi.. mana ummi yang abi kenal? Yang semua masalahnya diceritain ke abi, ummi sekarang kenapa jadi pendiam begini?” Raut wajah Jihad terihat begitu kebingungan. Jihad sama sekali tak menyadari bahwa istrinya sedang dilanda cemburu.

“Abi benar ingin tahu apa yang terjadi sama ummi?” Shabrina menatap mata Jihad meyakinkan.

“Iya mmi, ayo cerita..” jawab Jihad menahan penasarannya. Entah karena Jihad tidak peka terhadap kecemburuan Shabrina atau karena Jihad mengira Shabrina adalah wanita sempurna dan dewasa yang tak mungkin menyesali keputusan yang telah terjadi bahwa Shabrina menyetujui pernikahan kedua dirinya dengan Zhara.

“Baik bi, dengar ummi baik- baik, bi... apa masih kurang cinta yang selama ini ummi abdikan untuk abi? Tidak kah abi lihat ketulusan pada diri ummi, bi...? Ummi bukan malaikat bi... ummi hanya wanita biasa, ummi tak bisa seperti malaikat, sesungguhnya sejak dahulu ummi ingin sekali menjadi satu- satunya untukmu bi... hiks hiks hiks,” tangis Shabrina sesenggukan

Jihad kembali memeluk Shabrina dengan seluruh kasih sayangnya, Jihad merasa kasihan pada istrinya yang hampir seharian ini murung.

“Maafin abi mmi, maafin abi yang melukai ummi, maafin abi yang...” tiba- tiba saja satu jari telunjuk Shabrina menghalangi bibir Jihad untuk melanjutkan kata-katanya.

“Husst, udah bi, semua udah terjadi...”

Shabrina pun memejamkan kedua matanya dalam pelukan hangat suaminya. Dan meninggalkan sejenak kelelahan yang berasal dari tangisannya

 ___________________________________________________________________________

 Zhara yang terjaga dari tidurnya hendak ke kamar mandi, tak sengaja melewati kamar Shabrina, disana terlihat Shabrina dan suaminya sedang berpelukan, ingin sekali Zhara menjatuhkan air matanya, tapi Zhara bukan wanita melankolis, Zhara wanita yang tegar.

___________________________________________________________________________

 Pagi- pagi Zhara sudah bangun, selesai melaksanakan sholat subuh berjamaah dengan suaminya dan Shabrina, Zhara melakukan semua pekerjaan rumah, lain halnya dengan Shabrina, semenjak kedatangan Zhara, Shabrina jadi pendiam dan tak semangat melakukan apapun.

 Cahaya matahari sudah masuk melalui celah- celah ventilasi jendela, Zhara membuka jendela kamarnya, disibaknya tirai biru yang menjadi warna favoritnya, Zhara tersenyum melihat taman kecil yang berada tepat didepan jendela kamarnya, banyak bunga mawar bermekaran, menambah indah suasana hati Zhara pagi ini.

 Dengan penuh semangat Zhara menghubungkan selang air dengan kran yang ada ditembok dekat taman, Zhara pun dengan senang hati menyirami mawar- mawar indah itu.

Hari ini hari Minggu, Jihad memperhatikan istri mudanya dari jendela kamar Shabrina yang bersebelahan dengan kamar Zhara. Jihad memperhatikan istrinya yang menggemaskan itu sedang berada di antara bunga- bunga sama seperti pertama kali ia memandang Zhara di kampus tempatnya mengajar.

Jihad tersenyum bersyukur memiliki bidadari seperti Zhara yang tampak teduh, anggun, dan ceria dalam pandangan matanya.

 “Kamu lagi apa sayang...?” Jihad menghampiri Zhara yang sedang menyiram bunga.

 “Eh mas... aku malu mas, jangan panggil aku kayak gitu, biasa aja mas...” Zhara tersipu dan pipinya merona.

 “Memangnya kenapa..?” mereka berduapun melanjutkan perbincangan mesra ditaman kecil itu, mereka tak sadar bahwa Shabrina sedang memperhatikan mereka dengan perasaan hancur, Shabrina menangis lagi.

 __________________________________________________________________________

Selesai menyiram tanaman dengan senyum sumringah, Zhara kembali masuk kedalam rumah, Zharapun melihat sosok Shabrina yang terlihat begitu layu. Dengan perlahan Zhara duduk didekat Shabrina ingin menanyakan apa yang terjadi.

Dengan tangan gemetar Zhara menyentuh bahu Shabrina pelan.

 “Kak, kaka kenapa?”  tanya Zhara hati- hati

 “Aku gak apa- apa dek,” jawab Shabrina acuh dan tetap tertunduk malas di lengan sofa

“Gak ka, aku mohon sama kaka, katakan sama aku, aku kan penyebab semua ini ka...” Zhara mulai merendahkan intonasi suaranya.

 “Udah dek, gak ada apa- apa, kamu gak salah, kamu sama sekali gak bersalah,” jawab Shabrina mulai meninggi, Zhara yang merasa ini harus segera di ungkap, kembali memancing Shabrina agar mau mengeluarkan suara yang ada dihatinya. 

“Aku tau kakak bukan sedang bicara yang sebenarnya, tolong kak, katakan, aku tak ingin ada yang dipendam,” Zhara tetap memaksa.

 “Jadi, kamu mau aku bicara iya? Jangan salahkan aku kalau kata- kata aku yang keluar akan membuat hati kamu sakit, apa kamu siap?”

 “Aku siap ka, sesakit apapun itu.”

 “Dengar Zhara, aku paling tidak bisa memarahi orang lain, aku lebih suka menelan pahitku sendiri, tapi karena kamu memaksa baiklah, aku sakit Zhara melihat kamu berada disekitar suamiku, aku tak pernah mendapat kekecewaan dari suamiku, dia suami sempurna bagiku, tapi semenjak kedatangan mu, semenjak namamu disebut oleh suamiku, bahwa dia mencintaimu, bagai seribu belati yang tak permisi merobek- robek perasaanku, hanya demi keutuhan rumah tanggaku, aku menyetujui permintaannya, dan menerimamu, tapi nyatanya beda, semenjak kau ada disini, senyum ku, senyum kesedihan Zhara, kamu pencipta belati itu dirumah ini.” Shabrina menangis sejadi- jadinya setelah mengungkap isi hatinya.

Zhara tak menyangka, bagai suara guntur yang menggelegar, wanita solehah yang sudah dianggap kakak itu , menyimpan kecemburuan yang begitu mendalam, dengan tetap tenang dan sabar, Zhara mulai membuka bibirnya untuk menanggapi isi hati Shabrina yang pahit, yang sudah tumpah ruah. 

 “Kak, ketahuilah, sesungguhnya tak pantas kita berharap sesuatu dari manusia, hanya Alloh lah tempat kita bergantung, berharap pada manusia hanya kekecewaan yang didapat, berharap pada Alloh tak akan kakak temui kecewa, sekarang kakak tatap wajah aku, kakak lebih dewasa, tidak pantas kakak bersikap seperti ini? Mana kak Shabrina yang aku kenal? Yang lembut, yang sabar, yang penyayang, yang perhatian?”

 Zharapun menyentuh dagu Shabrina agar pandangannya sejajar dengan dirinya. “Sekarang kakak gak boleh sedih lagi, air mata ini gak boleh menutupi kecantikan wajah kaka, oke kak.” Zhara pun kemudian menghapus air mata Shabrina dengan kedua tangannya. Shabrina yang hanya mendengar tuturan sejuk dari bibir istri kedua suaminya itu hanya bisa tersenyum lega sambil memeluk wanita yang sudah menyadarkannya dari kekalutan hatinya itu.

“Sekarang, aku tidak hanya memiliki suamiku yang menjadi pendengar setiaku, tapi sekarang aku mempunyai kamu, adikku, kamu yang selamanya akan menjadi bagian dari keluargaku.” Kemudian keduanya berpelukan kembali.

Jihad yang sedari tadi menyenderkan bahunya didepan pintu memperhatikan apa yang terjadi pada kedua istrinya, hanya tersenyum haru, kemudian mendekati kedua istrinya, dan ikut memeluk keduanya.

繼續閱讀

You'll Also Like

2.3M 106K 53
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
4.8M 179K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...
6.6M 332K 74
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
264K 821 9
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...