Page 33: Heart Preparation Towards Marriage

5.6K 120 60
                                    


*Dinda POV*
Mendekati hari2 pernikahan kami, aku semakin dag dig dug saja, undangan sudah ku kirim ke berbagai kolega, baik rekan kerja, teman kampus, teman sekolah dulu, maupun tetangga, dan saudaraku.

Tapi mengapa rasanya perasaan bersalah ini terus menghantui, ya, aku tau, aku salah, aku akan menikahi lelaki milik orang lain, tapi tolong jangan salahkan cinta ini, yang salah adalah kondisi dan waktu yang mempertemukan kami di tempat yang salah.

Aku juga merasa, dan aku pantas di cap sebagai penggoda, perebut, dan perusak rumah tangga orang lain, tapi apa yang salah dari perasaan cinta ini? Kalau aku merasa nyaman dan merasa di lindungi olehnya

*Nanda POV*
Ku akui, aku memang nekat mengambil langkah ini, aku laki- laki, yang bisa memberi 4 sekat di hati, dan bisa memberi cinta yang sama pada perempuan yang ku cintai, Bella dan Dinda, kedua nya ku sayangi, meski tak ku pungkiri, Bella lah yang selama ini menemani jatuh bangun ku, menemani senyum dan marahku, bahagia dan kesalku.

Ya, Dinda memang hanya orang baru yang mampu merebut simpatiku, tapi siapa sangka aku jatuh cinta padanya, bahkan terkadang hatiku memanas jika Dinda dengan mudahnya memberi simpati pada orang lain, "Dinda sayang, calon suami mu ini pencemburu", hanya saja aku tak ingin terlalu menunjukannya sebelum ia sah menjadi istriku.

*Bella POV*
Aku sudah tak tau harus berbuat apa lagi, ingin sekali aku membenturkan kepala perempuan penggoda itu ke dinding, "ya Alloh, mengapa hatiku jadi anarki begini?"

Aku sudah kehabisan kata- kata untuk menuangkan isi hatiku, apa mungkin takdir harus begini?
"Kak Shab, aku rindu kakak, mengapa kakak bisa melewati hari- hari kakak dengan sedamai itu bersama madu kakak? Ajari aku rasa sabar kak, kak Shab, aku ingin bertemu kakak, memeluk kakak."

*Author POV*
Takdir cinta memang terkadang amat rumit, ada yang mencinta tapi tak bisa bersatu, ada yang mencinta tapi harus pergi, dan ada yang mencinta tapi juga harus mengambil keputusan besar.

Keputusan yang di ambil Dinda sudah bulat, ia baru saja keluar dari Swalayan setelah membeli beberapa kebutuhannya, sambil berjalan menuju rumah, pikirannya terus melayang, "Bagaimana kalau setelah menikah aku di cemooh orang sekitar karena menjadi istri kedua?"

Ya, resiko yang di ambil Dinda cukup berat, karena ia yang akan melewati dan menjalani itu sampai akhir hayatnya, di cap sebagai perebut, ber-image negatif, mungkin hanya tekanan batin yang akan selalu ia rasakan, tapi itulah hidup, setiap keputusan pasti ada konsekuensi.

***

Lain cerita nya dengan Nanda yang sedang menatap jalan dari balkon kantor nya di lantai 2, biasanya Nanda dengan sengaja pagi- pagi menunggu Dinda datang, dan diam- diam mengambil foto Dinda menuju kantor, ia memotretnya dari balik jendela di lantai 2

Dinda sendiri sudah cukup menjaga jarak dengan Nanda, karena tak ingin ada fitnah di antara mereka, tapi Nanda yang selalu perhatian, dan mencari alasan bagaimana caranya agar bisa dekat dengan Dinda, akhirnya berhasil membuat Dinda menoleh, dan cukup tersentuh dengan perhatian Nanda.

"Terkadang aku bingung, entah kenapa aku tertarik pada Dinda, ada saja kesempatanku untuk bisa memperhatikannya, dan perasaan ini muncul begitu saja"

Nanda pun masih memandangi jendela kantor yang mulai gelap, "Kelak aku tak akan pernah melihat Dinda berjalan lagi di kantor ini, karena pasti ia yang akan menyambut kepulanganku, aku memiliki 7 hari dalam seminggu, Senin, Selasa, Rabu untuk Dinda, dan Kamis, Jumat, Sabtu untuk Bella, sedangkan hari Minggu aku akan ke rumah ayah dan ibu ku menghabiskan waktu disana, semoga ini cukup adil"

Nanda pun bergegas memakai jaketnya dan memasukan laptopnya ke tas, bersiap untuk pulang

***

Sudah 5 hari semenjak insiden perkenalan Dinda dengan Bella, Bella selalu di rundung galau, hari- harinya hanya di habiskan di kamar dengan linangan air mata, ingin sekali Bella bertemu kakaknya Shabrina, ingin mengadu dan mengeluh semaunya dan mencurahkan semuanya.

Tapi kondisi seperti ini tidak memungkinkan, karena Shabrina sendiri baru bisa berkunjung di hari akad Nanda dan Dinda.

Shabrina ingin Bella belajar dewasa, ia dengan berat hati membiarkan Bella menangis sendirian, nanti di hari H, Shabrina lah orang pertama yang akan menggenggam erat tangan adiknya dan merengkuh bahu adiknya sambil mengatakan, "semua akan baik- baik saja sayang,"

Meski sebenarnya semuanya tidak baik- baik saja, istri mana yang rela, menyaksikan suaminya berjanji setia pada RobbNya, bahwa ia yang akan menanggung dosa perempuan lain yang dinikahinya, jika suami tak mampu membimbing istrinya dengan baik.

Be My Wife Again [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang