Rebound

By mayasaripratiwi

167K 9.5K 433

[TAMAT] You have one job, Ivy! SATU TUGAS: mengantar undangan pertandingan basket ke SMA Auguste! Entah baga... More

PROLOG
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27

Bab 17

4.1K 285 8
By mayasaripratiwi

"Kau ganti parfum?" tanya Ivy setelah mencium aroma yang berbeda di mobil Devon. Aromanya floral, lembut, dan mewah—membuat Ivy bertanya-tanya apakah Devon menyemprot mobilnya dengan parfum mahal? Karena wanginya mirip parfum yang sering dipakai Keira.

"Nggak," jawab Devon singkat sambil memakai kacamata hitamnya untuk menghalau sinar matahari pagi itu yang menyilaukan. "Pakai sabuk pengamanmu."

Ivy tak mempedulikan ucapan Devon dan terus menatap layar ponselnya sambil terkikik kecil. Caden baru saja mengirimkan foto anjingnya dan dirinya dengan baju yang sama dan sama-sama memakai kacamata hitam. "Ah, aku mau peliharan anjing. Ngomong-ngomong, bagaimana kencanmu dengan Liz?"

Pertanyaan Ivy berhasil mendapatkan perhatian Devon.

"Pin dasi itu, kau pakai lagi. Itu dari dia kan? Trus bau parfum ini, bau parfumnya kan?" Ivy menyeringai saat merasa pertanyaan tepat sasaran hingga Devon tak bisa bicara, apalagi mengelak. "APA-APAAN SIH?!" pekik Ivy ketika Devon mendadak meminggirkan mobilnya dan menjulurkan tubuhnya ke depan tubuh Ivy.

"Pakai sabuk pengamanmu atau kuturunkan kau di sini," ancamnya sambil menarik tali sabuk pengaman di sebelah Ivy.

Sambil masih sedikit terengah, Ivy membenarkan sabuk pengamannya. Sepanjang perjalanan Ivy menolak bicara dengan Devon. Devon pun sepertinya tidak berniat untuk memulai satu topik pembicaraan. Dia tidak pernah memulai satu basa-basi.

Ivy membanting pintu mobil itu saat mereka sudah tiba di parkiran sekolah. Baru saja ia berbelok menuju ruang kelasnya, entah dari mana datangnya puluhan orang membawa kamera menyerbunya. Mereka seperti kawanan singa yang lapar dan Ivy adalah anak kambing yang tersesat.

"IVY! LARI!"

Ivy mendengar jelas teriakan Eva, tapi apa yang berlari ke arahnya terlihat benar-benar mengerikan sampai-sampai Ivy syok dan tak bergerak sedikit pun.

"Lari, bodoh!"

Devon menyambar tangannya dan menariknya untuk melarikan diri dari sana. Mereka berlari tak tentu arah, memutar ke semua sudut gedung sampai akhirnya Devon mendobrak pintu ruang klub basket dan membawa Ivy masuk ke sana. Ivy duduk di lantai, bersandar pada dinding ruangan sambil masih mengejar napasnya. Biasanya ia tak pernah kehabisan napas seperti itu saat bertanding, namun campuran antara rasa panik dan takut tadi menghabiskan separuh nyawanya.

"A—apa itu tadi..." Ivy merosot dan meringkuk di atas lantai. Rasanya ia tak mau keluar dari sana.

Devon datang dengan segelas air putih hangat sambil berkata, "Baca grup whatsapp."

Sang In:

Ivy! Jangan datang ke sekolah!

Eva:

IVY! KAU DI MANA?! Kalau belum sampai, lebih baik kau putar balik lagi! Ada banyak wartawan di sini mencarimu!

Cecil:

IVY!!! Aku melihatmu berjalan dari parkiran! Jangan gila! Pergi sekarang juga! Mereka menunggumu!

Dan ada sekitar lima puluh pesan lagi yang mengusirnya dari sekolah demi keselamatannya. Gara-gara perkara sabuk pengaman tadi, Ivy sama sekali tidak melihat ponselnya. Setelah Ivy telusuri, fotonya bersama Caden saat di teater kemarin beredar di media. Tidak hanya koran dan majalah, tapi juga media sosial. Walaupun Caden dan Ivy sama-sama sudah mengenakan topi untuk menyamarkan wajah mereka, tapi si pemilik foto mendapat sudut sehingga wajah mereka berdua terlihat dengan jelas.

Dan sekarang ada ribuan fans Caden sedang mencaci makinya di media sosial dan forum-forum penggemar The Duke. Banyak dari mereka melontarkan kata-kata yang tidak sopan dan sangat menyakitkan sehingga Ivy tak sanggup lagi untuk melihat akun media sosialnya sendiri.

"Deaktifkan semua akun media sosialmu," ujar Devon yang sepertinya mengetahui apa yang sedang terjadi. "Hey, kau baik-baik saja?" tanyanya saat melihat Ivy tak menjawab, melainkan menyembunyikan wajahnya di balik lututnya. Ivy menggeleng, belum mengangkat wajahnya.

Devon ikut duduk di sebelah Ivy kemudian menarik kepala Ivy agar bersandar di bahunya. "Kita pulang saja ya."

Ivy membisu kemudian membenamkan wajahnya di lengan Devon. Akhirnya mereka berdua duduk di sana selama dua jam tanpa bicara sebelum Devon mengajaknya pulang untuk yang kedua kalinya.

* * *

Banyak remaja putri memiliki mimpi untuk memacari idola mereka. Beberapa malah ada yang hidup dalam mimpi itu hingga mereka dewasa. Tapi Ivy berbeda. Mimpinya adalah untuk tetap bermain basket. Tapi entah kenapa semesta memberinya jalan untuk bertemu seorang Caden.

Ivy tak mengerti, dari semua cewek yang menggandrunginya, kenapa Caden malah memilih Ivy? Ivy bahkan tak tahu caranya mengepang rambutnya dengan rapi, lebih sering membuat makanannya gosong daripada matang, dan sering menjatuhkan barang-barang yang ia pegang di mana pun ia berada (ia pernah menumpahkan secangkir kopi di gaun yang sedang dicoba oleh klien ibunya). Entah apa yang Caden lihat menarik darinya dan harusnya Ivy curiga dari awal kalau hubungan mereka tidak akan mudah.

Pergi sembunyi-sembunyi, menyamar, mencari tempat kencan yang tidak banyak diketahui orang, awalnya Ivy senang-senang saja menjalaninya. Semua itu adalah hal yang baru baginya dan ia tak punya masalah dengan permintaan Caden itu. Lagipula yang terpenting adalah sikap Caden yang romantis dan berusaha menunjukkan rasa sayangnya pada Ivy tiap kali mereka berkencan—walaupun pernah hanya tiga menit.

"Tiga menit? Kau berkencan atau merebus mie instan?"

Sindiran Devon itu mulai membuat Ivy mempertanyakan dirinya sendiri hubungan macam apa yang sudah ia setujui ini? Ivy terlalu larut pada kegigihan Caden untuk berusaha menemuinya (dan menciumnya) sebelum ia berangkat ke bandara untuk turnya, sampa-sampai ia lupa kalau tidak ada 'pacaran' yang sesingkat itu.

Tadi pagi ia hampir pingsan karena melarikan diri dari kejaran wartawan sampai-sampai membuat Devon harus ikut membolos juga untuk mengantarnya pulang. Apa yang sebenarnya yang ia lakukan?

Apa yang sebenarnya mereka lakukan?

Ivy ingin menanyakannya pada Caden yang kini duduk di sofa rumahnya, tapi wajah Caden yang panik dan penuh perasaan bersalah membuat Ivy kembali menelan pertanyaan itu. Caden benar-benar mengkhawatirkannya dan Ivy tahu semua ini bukan salahnya.

"Ivy, maafkan aku," ucap Caden untuk yang kelima kalinya. Tangannya masih menggenggam tangan Ivy dengan erat. "Aku seharusnya lebih berhati-hati saat mengajakmu."

"Nggak apa-apa, Caden. Bukan salahmu. Tapi kenapa sekarang? Maksudku, orang-orang sering melihat kita di Coffee Pit sebelumnya."

Caden terdiam berpikir sejenak, kemudian ia bergumam, "Mungkin..."

"Mungkin?"

Caden terlihat agak gelisah sebelum menjelaskan apa maksudnya, "Beberapa hari yang lalu aku menolak pergi dengan Shae."

"Shae? Shae Williams?" Ivy membelalak. Shae adalah artis cantik papan atas yang mendapat banyak nominasi penghargaan karena perannya di berbagai film layar lebar.

Caden mengangguk. "Dulu kami berpacaran, tapi aku memutuskan hubungan itu. Aku merasa Shae hanya menjadikanku sebagai pemanis citranya. Kemarin dia memintaku sebagai pasangannya ke Sullivan Award, tapi aku menolak. Aku bilang aku nggak ingin membuat pernyataan apapun dengannya. Lalu—" Caden menatap Ivy dengan sendu, "aku menyebut namamu. Mungkin dia kesal dan marah. Aku nggak tahu, tapi yang jelas nggak ada yang boleh menolak keinginannya. Maksudku, dia seorang Shae Williams. Aku benar-benar minta maaf, Ivy."

Ivy tersenyum. Entah bagaimana Ivy menemukan senyumnya lagi. Caden selalu berhasil membuatnya tersenyum lagi. "Terima kasih karena sudah memilih hubungan kita di hadapannya."

"Oh, Ivy. Aku adalah laki-laki paling beruntung di dunia ini karena mendapatkanmu," ucapnya sambil tersenyum menatap dalam ke kedua mata Ivy. Caden mendekatkan wajahnya lalu mencium bibir Ivy.

"Untuk melindungimu, manajerku menyarankanku untuk menyangkal hubungan ini di depan pers. Aku akan bilang kalau foto itu adalah rekayasa. Aku mohon kau mengerti, walaupun aku berkata seperti itu di depan pers, tapi kenyataannya aku sangat mencintaimu, Ivy."

Ivy mengangguk.

Ivy menyaksikan Caden benar-benar memberikan pernyataan itu di TV keesokan harinya. Ivy tahu Caden hanya ingin melindunginya, tapi entah mengapa ada rasa sakit yang Ivy rasakan saat menyaksikan Caden mengatakan hal itu. Teman-teman basketnya langsung menyerbunya dengan pertanyaan, lalu perasaan simpati. Ivy tak ingin berkata apa, maka ia tak membalas satu pun pesan mereka. Ivy hanya meringkuk di depan TV, berharap bisa membuatnya tertidur. Dan ia memang tertidur.

Tapi besok paginya ia terbangun di atas ranjangnya sendiri. Entahlah. Mungkin ia jalan sambil tidur.

Continue Reading

You'll Also Like

1K 122 30
[Buat anak IPS sini merapat, kita belajar bareng] ciaaelah kayak yang nulis udah pinter aja╥﹏╥ • • Di antara tiga puluh murid penghuni kelas kenapa j...
128K 16.6K 48
[Daftar Pendek Wattys 2022] Seluruh penghuni SMA Pionir paham akan satu peraturan penting. Jika ingin hidup aman dan tenang, maka jangan pernah beran...
1.7M 191K 50
Sebenarnya, hidup Isla simple-simple saja. Menyendiri, baca buku, mendengarkan musik, belajar, dan melakukan hal lain yang dilakukan seorang introver...
350K 23.2K 36
Kisah para anak konglomerat yang disatukan dalam sebuah sekolah bernama Harton Academy. Warning!! 1. contain a lot of English 2. tidak wajib, tapi ji...