POSSESSIVE DEVIL

By SitiUmrotun

29.3M 1.4M 173K

[ tanpa edit ] Bella merasakan banyak hal aneh terjadi pada dirinya. Sebuah cincin berwarna putih dengan ukir... More

Bagian Satu
Bagian Dua
Bagian Tiga
Bagian Empat
Bagian Lima
Bagian Enam
Bagian Tujuh
Bagian Delapan
Bagian Sembilan
Bagian Sepuluh
Bagian Sebelas
Bagian Dua Belas
Bagian Tiga Belas
Bagian Empat Belas
Bagian Lima Belas
Bagian Enam Belas
Bagian Tujuh Belas
Bagian Delapan Belas
Bagian Sembilan Belas
Bagian Dua puluh
Bagian Dua Puluh Satu
Bagian Dua Puluh Dua
Bagian Dua Puluh Tiga
bagian dua puluh empat
Bagian Dua Puluh Lima
Bagian Dua Puluh Enam
Bagian Dua Puluh Delapan
Bagian Dua Puluh Sembilan
Bagian Tiga Puluh
Possessive Devil

Bagian Dua Puluh Tujuh

526K 39.7K 8.1K
By SitiUmrotun

"Key! Di mana kau, Key! Tolongin Bella Key!" teriak Allfred yang baru saja memasuki rumah megah miliknya yang ditempati oleh Key juga.

Allfred melesat dengan kecepatan setara dengan kecepatan cahaya sembari membopong tubuh Bella yang tak sadarkan diri. Allfred begitu panik saat tiba-tiba Bella mengeluh sakit kepala dan merasakan ada bayang hitam seorang perempuan dan laki-laki yang terputar di otaknya. Hingga beberapa menit kemudian Bella jatuh tak sadarkan diri saat Allfred tengah memapah Bella keluar dari area kampus.

Allfred membaringkan tubuh Bella di ranjang besar miliknya. Tangannya menarik selimut tebal hingga menutupi tubuh Bella sampai batas dagu.

"Bersabarlah sayang. Aku akan cari pengawalku yang tuli itu," bisik Allfred merapikan rambut Bella yang menutupi wajah Bella yang memucat.

Sebelum melesat meninggalkan Bella sendirian, Allfred terlebih dahulu meninggalkan kecupan di kening Bella. Kecupan singkat namun syarat akan kasih sayang yang begitu tulus.

"Key! Dimana kau! Hitung sampai tiga tidak muncul, siap-siap saja kau!" Geram Allfred yang berdiri diujung tangga rumah megah itu.

Allfred menarik napas, bersiap menghitung.
"Satu! Dua! ----"

"Nego lah pangeran, jangan tiga. Tujuh
Bukankah diistana bintang angka tujuh sangat diagungkan?" celetuk Key yang sudah berdiri dihadapan Allfred.

"Dasar pengawal bodoh! Darimana saja kau? Aku memanggilmu dari tadi!" Omel Allfred, bersiap menendang keras ke arah tulang kering Key. Beruntung Key yang bisa membaca gerakan Allfred. Ia langsung menghindar sebelum tulang keringnya terkena tendangan dari Allfred.

"Maaf pangeran, tadi ada urusan sebentar. Ada apa pangeran memanggil saya?" Key membungkukkan badan di hadapan Allfred sebagai bentuk rasa hormat seorang pengawal kepada pangeran.

"Sepertinya ingatan Bella hendak pulih. Dia tadi sakit kepala----"

"Terus?"

Allfred langsung mencekik leher Key. Tidak kuat, hanya tangannya yang menempel di leher Key dengan sedikit tenaga untuk mencekik Key.

"Bagaimana kalau kita ke stadion, Key? Di sana cukup luas, Lalu kau bertanding denganku!" Desis Allfred yang mulai geram dengan key yang malah bercanda disaat Allfred tengah panik dengan keadaan Bella.

Mata Allfred berubah merah saat menatap ke arah Key. Aura mencekam membuat Key menelan salivanya dengan payah.

"Maaf pangeran. Saya hanya bercanda tadi, mari kita periksa keadaan Bella," ujar Key.
Allfred memejamkan matanya untuk melenyapkan warna merah dari kedua bola matanya. Saat Allfred kembali membuka matanya, matanya sudah kembali normal.

Baik Allfred maupun Key langsung bergegas menuju kamar dimana Bella berada. Hanya butuh waktu tidak lebih dari tiga detik, keduanya bisa sampai di kamar itu.

Allfred berdiri di sisi kanan ranjang, sementara Key berdiri di sisi kiri ranjang tempat Bella berbaring.

Key memejamkan matanya, mencoba mencari tahu apa yang terjadi pada Bella. Sementara Allfred hanya menunggu Key yang tengah memeriksa Bella melalui penerawangan.

"Sepertinya memang benar apa yang pangeran katakan, otak Bella berusaha mengingat semua itu," ujar Key begitu membuka kedua kelopak matanya yang menutup.

"Tapi Key-- itu sangat berbahaya jika Bella terus memaksa diri untuk mengingat semuanya," komentar Allfred.

Allfred beranjak, ia duduk di tepi ranjang. Tangan kanannya mengusap lembut pucuk kepala Bella.

"Benar pangeran, Bella bisa kehilangan kendali dan jati dirinya jika terus memaksa."

"Kita harus bagaimana Key? Jangan sampai terjadi sesuatu buruk pada istriku. Aku tidak sanggup jika itu terjadi. Cukup sekali aku dan Bella dipisahkan."

Allfred menggenggam erat jemari Bella yang terasa dingin. Bahkan lebih dingin dari tadi, sebelum Allfred meninggalkan Bella.

"Entahlah pangeran. Tapi pangeran, apa saya boleh memeriksa denyut nadi Bella? Sepertinya denyut nadi Bella sangat lemah. Saya harus memastikan langsung," izin Key.

Tidak masalah jika Key menyentuh Bella. Karena efek sentuhan itu hanya berlaku jika Bella dalam keadaan sadar.

Allfred menaikan sebelah alisnya sejujurnya ia tak mengerti dengan pemeriksaan yang akan kau lakukan pada bella.

"Silakan" akhirnya Allfred memberikan izin pada pengawalnya untuk memeriksa keadaan denyut nadi Bella.
Allfred sendiri cukup percaya dengan key. Mengingat Key adalah putra dari seorang tabib kepercayaan di istana.

Key membungkukkan badan lantas duduk di tepi ranjang sebelah kiri Bella.

"Hey! Geser sedikit, jangan terlalu dekat. Enak saja kau!" tegur Allfred.

Mau tidak mau, Key menurut. Ia langsung menggeser sedikit bokongnya menjauh dari Bella. Key cukup kesal dengan Allfred, disaat seperti ini Allfred masih saja menaruh rasa cemburu akut, Possessive dan sangat berlebihan.

Tangan kanan Key, bergerak mendekat hendak meraih pergelang tangan Bella untuk memeriksa denyut nadi Bella. Belum sempat tangan Key menyentuh pergelangan tangan Bella, Allfred buru-buru menepisnya.

"Hey! Aku menyuruhmu untuk memeriksa Bella. Bukan untuk menyentuh Bella. Dasar kau ambil kesempatan dalam kesempitan! Mahluk wedus! Kau pasti mau grepe-grepe Bella, kan?" tuding Allfred yang baru saja menghempas tangan Key cukup keras.

Key mengaduh kesakitan, tangannya ia goyangkan berkali-kali.

"Modus pangeran, bukan wedus. Wedus itu embe, beda sama modus. Modus itu modal dusta" ralat Key yang masih mengaduh kesakitan.

"Aku perhatikan semakin hari kau semakin berlagak mengajariku. Mentang-mentang kau lebih paham dengan kehidupan di bumi, kau jadi seperti ini, ya!" desis Allfred yang selalu tidak suka dengan Key yang terkesan menggurui nya.

"Bunuh saya pangeran! Saya sudah lelah"

"Terus kalau kau mati disini yang jadi pengawal saya siapa? Kau sudah bersumpah dihadapan ayah untuk menjadi pengawal setia seorang pangeran Allfred Xeimoraga"

"Tapi sifat pangeran yang menyebalkan membuat saya tidak tahan!" Geram key.

"Heh! Kenapa kau sama seperti Bella? Mengatakan bahwa aku menyebalkan, berani kau?!"

Key nyengir lebar saat melihat bola mata Allfred berubah menjadi merah darah.
"Ampuni saya pangeran, saya tidak bermaksud. Dan soal saya yang hendak menyentuh Bella itu saya berniat untuk memeriksa keadaan denyut Bella"

"Kau tidak boleh menyentuh Bella. Tidak boleh, ingat itu!" desis Allfred meraih kedua tangan Bella untuk ia genggam. Antisipasi jika Allfred akan menggenggam tangan Bella.

"Terus? Bagaimana saya bisa memeriksa Bella jika saya dilarang menyentuh Bella?!" Kesabaran Key mulai habis.
Memang didekat Allfred, Key selalu kehilangan pasokan kesabaran. Selalu saja dirinya tidak memiliki cukup kesabaran untuk menghadapi tingkah laku pangeran yang sangat kebangetan minta dibanting.

"Hey! Berani kau melawanku?!" geram Allfred dengan nada yang sangat menakutkan.

"Sudahlah pangeran! Saya tidak mau berdebat dengan pangeran. Pangeran selalu benar dan saya selalu salah. Silahkan pangeran saja yang periksa Bella!" putus Key.

Allfred tertawa hambar.
"Apa kau sedang menghinaku? Mentang-mentang kau anak seorang tabib. Sudah tau aku tidak bisa memeriksa seperti kau, dan kau malah menyeruhku?! Otakmu dimana key?!"

Key langsung menghantamkan kepalanya sendiri ke arah tembok di sebelahnya.
Entahlah disini yang pantas marah itu siapa? Allfred selalu saja marah pada key. Padahal menurut Key yang harusnya pantas untuk marah adalah Key, bukan Allfred.

"Hey pengawal bodoh? Kau kesurupan? Hey kenapa kau menghantam kepalamu sendiri ke tembok?!" Tegur Allfred.

"Bodo Amat! Bodo amat!" key tetap melakukan aksinya.

"Jangan bodoh key! Aku membawamu ke sini untuk membantuku memeriksa Bella, bukan bertindak layaknya bocah yang masa kecilnya kurang bahagia. Daripada kau menghantam kepalamu ke tembok, mending kau hantamkan ke tiang listrik. Kau pasti langsung masuk tv seperti papa"

Key menghentikan aksi konyolnya.
Percuma! Percuma!
Allfred tidak akan mengerti Key.

"Jadi bagaimana pangeran? Saya harus bagaimana? Jelaskan pangeran, saya sudah lelah. Saya ikut apa kemauan pangeran" ujar Key dengan pasrah.

Allfred menjulurkan tangannya ke arah Key.
"Kau periksa denyut ku saja. Nanti aku yang akan periksa denyut Bella, kau jelaskan bagaimana cara memeriksa denyut padaku, apa kau mengerti apa yang aku katakan? Perlu di ulang?"

Key memutar bola matanya dengan jengah.
"Tidak perlu. Saya tidak sebodoh seorang pangeran di kerajaan saya" ketus key.

"Hey apa kau tengah menyindir ku?" Protes Allfred.
Key bungkam.
Meladeni seorang pangeran seperti Allfred yang ada Key bisa gila.

Dengan setengah tidak ikhlas, key menjelaskan pada Allfred bagaimana cara memeriksa denyut nadi.
Allfred mengangguk paham. Ia segera mempraktekan pada Bella apa yang Key jelaskan.
"Bagaimana pangeran?" tanya Key saat Allfred masih sibuk memeriksa denyut Bella.

"Diam! Kau pikir ini tidak butuh waktu? Sabar! Kau sangat tidak sabaran, pantas saja kau tidak punya jodoh" protes Allfred.

Key merutuki kebodohannya. Seharusnya ia diam saja dan membiarkan Allfred malakukan apapun.
Percuma saja key bertanya, yang ada Key selalu disalahkan oleh Allfred.
Key juga heran, selalu saja Allfred menemukan kata yang bisa menyalahkan seorang Key.

Saat ini Key hanya bisa mengusap dada sembari menundukkan kepala meratapi nasibnya.
"Tidak usah drama," ejek Allfred.

Diam.
Key tidak perlu menyahut.
Jika menyahut pasti akan muncul kesalahan key yang lain.
Itu sudah pasti.

"Denyut nadi Bella sudah normal Key. Sepertinya Bella memang tidak kenapa-napa"

"Hm" hanya deheman yang menjadi sahutan Key.

"Kau bisa keluar dari sini sekarang! Tinggalkan kami berdua" titah Allfred lirih.
Tanpa membantah sekalipun, Key langsung menghilang dari hadapan Allfred hanya dalam sekejap mata.

Sungguh key sangat beruntung bisa keluar dari ruangan yang terus saja menyalahkan dirinya yang tidak bersalah apapun.

Allfred ikut masuk ke dalam selimut yang membungkus tubuh Bella. Ia ikut berbaring dan berbagi kehangatan selimut tebal itu bersama Bella istrinya yang terus saja menutup kedua kelopak matanya.
Tangan Allfred kembali menggenggam erat tangan Bella yang terus saja terasa dingin. Lewat genggaman tangannya, Allfred berharap bisa menepis rasa dingin yang tengah dirasakan oleh Bella.

"Buka matamu, Bella. Jika kau ingin mengingat semuanya, percayakan padaku. Aku akan membantumu mengingat semuanya. Jangan kau paksa sendiri" gumam Allfred membawa tangan Bella yang masih dalam genggamannya lantas menciumi punggung tangan Bella.

Allfred setengah bangun, mengusap pucuk kepala Bella dengan penuh kasih sayang dan berakhir dengan kecupan panjang di kening Bella.
"Cepat sembuh sayang. Jangan buat suamimu ini khawatir. Aku siap membahagiakan mu. Kau siap dibahagiakan? Maka cepatlah sembuh" bisik Allfred lirih.

Allfred kembali berbaring di samping Bella. Tangannya menarik tubuh mungil Bella, memeluk erat tubuh mungil itu.
"Aku mencintaimu, lebih dari yang kau tahu" bisik Allfred lantas ikut memejamkan kedua bola matanya.

¶∆¶

"Arghhh---- sial kau Bella! Kau pikir kau siapa huh? Berani-beraninya kau selingkuh dariku? Sialan kau! Berani sekali berbuat seperti ini padaku!" geram Kevin meremas gelas kaca yang tengah ia genggam.

Selepas mendengar gembar-gembor seluruh mahasiswa tentang pernihakan Bella dan salah satu dosen baru membuat Kevin meledak. Darah dalam tubuh Kevin mendidih dan otaknya tidak bisa berpikir dengan baik.

"Sudahlah Vin, apa kataku? Bella bukan seseorang yang pantas buat kamu" ujar seorang perempuan yang tiba-tiba saja bergelayut manja di lengan kekar Kevin. Perempuan dengan penampilan menggoda itu tiba-tiba saja datang tanpa diundang. Kedatangan perempuan itu bukannya membuat Kevin tenang, justru membuat Kevin semakin pening.

"Arin! Kau sahabat Bella! Jangan bersikap seperti ini padaku!" geram Kevin.
Dengan kesal, Kevin mencoba melepaskan tangan Arin yang melingkar di lengan atasnya.

"Sahabat hanya di depan Bella. Di belakang Bella aku tidak melihat Bella sebagai sahabat setelah Bella merebutmu. Terkadang menjadi pengkhianatan harus menjadi sahabat dulu," bisik Arin dengan nada sensual yang begitu menggoda. Membuat tubuh Kevin menegang.

Tak patah semangat, Kevin terus berusaha mengusir Arin dari tubuhnya. Ia begitu risih saat Arin terus saja menempel di lengannya.

"Jangan gila! Menyingkirlah dariku! Aku tidak mau diganggu" erang Kevin

Arin terhuyung ke belakang saat tangan Kevin dengan keras menghempasnya menjauh.
"Apa yang kalian lihat dari seorang Bella? Apa lebihnya Bella dariku, huh? Kenapa semenjak aku bersahabat dengan perempuan sok itu, semua pria yang berada di dekatku berpaling ke Bella semua. Kau tahu, jauh sebelum Bella dan kau menjalin hubungan aku sudah berusaha menarik perhatianmu, tapi akhirnya apa? Kau malah menjalin hubungan dengan Bella, tidak melihat sedikitpun ke arahku, yang jelas mencintaimu!" Ucap Arin dengan nada frustasi.

Kevin cukup tercengang dengan penuturan Arin barusan. Selama ini, yang Kevin tahu adalah Arin sahabat terbaik bella. Selalu membantu Bella bagaimanapun keadaan Bella. Arin juga yang selalu menjadi penengah diantara hubungannya dengan Bella. Dan penuturan Arin barusan membuat Kevin sangat tidak percaya.

Jadi, kebaikan yang Arin tunjukkan selama ini palsu?
Hanya untuk menutupi kebusukan yang telah terpendam lama.
Benar apa kata Arin barusan,
Untuk menjadi seorang pengkhianatan kadang perlu menjadi sahabat terlebih dahulu.

"Kau gila! Apa kau sadar dengan kelakuanmu saat ini? Kau menusuk Bella dari belakang! Aku kekasih Bella, ingat! Kekasih sahabatku!" Geram Kevin.

Arin tertawa hambar.
"Kau bilang kekasih? Haha aku kasihan denganmu Vin. Kau bahkan masih cukup punya nyali untuk mengaku sebagai kekasih perempuan yang sudah jelas menjadi istri salah satu dosen di kampus sendiri. Aku akui, kau punya nyali cukup. Aku penasaran, kira-kira Bella menganggapmu apa, ya? Selingkuhan? Sampah yang siap dibuang kapanpun? Atau justru kau tidak dianggap? UPS aku keceplosan. Maaf aku tidak bermaksud hahaha" Arin tertawa dengan keras.

Kevin mengepalkan tangannya kuat-kuat.
Untung saja Arin adalah seorang perempuan. Andai saja Arin laki-laki, sudah pasti Kevin tidak segan-segan untuk menghabisi Arin sekarang juga.

Sebrengsek-brengseknya Kevin, ia masih menghargai seorang perempuan. Karena ia bisa lahir ke dunia ini, berkat jasa seorang perempuan hebat yang berjuang mempertaruhkan nyawanya untuk kelahirannya.

"Lebih baik kau diam, Arin. Aku tidak butuh ucapan sampahmu itu. Bella milikku, dan aku akan mempertahankan apa yang sudah menjadi milikku. Jika dosen itu menghalangiku, maka aku siap untuk menyingkirkan."

"Lihatlah betapa menyedihkannya dirimu yang berjuang seorang diri, sementara yang kau perjuangkan mengabaikan mu. Jangankan membalas perjuanganmu, melihat kau berjuang saja tidak. Aku prihatin dengan---"

"Aku bilang cukup! Apa kau tidak mengerti bahasa manusia! Aku sudah muak dengan ucapan sampahmu itu"
Kesal dengan Arin, Kevin melenggang pergi meninggalkan Arin sendiri.

Ia melangkah tanpa arah menyusuri jalan yang sepi dan hanya di terangi lampu di sepanjang jalan yang tidak terlalu terang.
"Bella, kenapa seperti ini? Aku tak mengerti. Apa kau benar-benar akan pergi dan meninggalkan janji?" Kevin tertawa hambar mengingat janji Bella dan Kevin yang akan berjuang sampai pelaminan.

Kevin menendang kaleng kosong yang tergeletak dihadapannya dengan keras. Hingga kaleng kosong itu terpental cukup jauh.

Kevin menghentikan langkah, ia duduk di trotoar. Kepalanya menunduk lantas mendongak menatap langit malam yang diselimuti mendung.

Gerimis turun, menetes membelai lembut wajah Kevin.
Kevin mengusap wajahnya yang basah, ia tertawa hambar saat hujan tengah menertawai hidupnya.

"Kau milikku Bella, milikku" gumam Kevin ditengah gerimis yang berubah menjadi hujan lebat.

"Dia bukan milikmu! Dia milikku!" Ujar seseorang dengan lantang yang berdiri dihadapan Kevin.
Kevin mendongakkan kepala.

Seorang pria dengan tubuh menggunakan pakaian serba hitam, Hoodie yang menutupi kepalanya. Pria itu menunduk tanpa pelindung dari hujan. Membiarkan air hujan mengalir begitu saja di tubuhnya.

"Siapa kau?" Kevin bangkit berdiri, ia menegakkan tubuhnya. Tubuhnya kalah tinggi dengan pria itu.

Pria misterius yang berdiri di hadapan Kevin menarik hoodie yang menutupi kepalanya. Kepalanya sejajar dengan Kevin. Pantulan cahaya lampu jalan yang tidak terlalu terang, sedikit membantu Kevin untuk memastikan siapa pria itu.

Ya, Kevin tau siapa pria itu.
Dosen baru di kampusnya yang telah merebut Bella darinya. Mengumandangkan kepemilikan atas Bella yang menjadi istrinya. Pria yang telah Memberikan ultimatum pada semua mahasiswa untuk tidak mendekati Bella tak terkecuali Kevin.

Ya, pria itu adalah Allfred Xeimoraga. Allfred terpaksa menitipkan Bella kepada Key karena ia merasa perlu bicara dengan Kevin.

Melihat Allfred berdiri di hadapannya, membuat emosi Allfred naik begitu cepat.

"Mau apa kau? Mengancamku untuk tidak mendekati Bella? Jangan harap kau bisa mengancamku, itu tidak akan mempan" ucap Kevin tanpa rasa takut.

Kevin sedikit terkejut saat ia tadi menangkap kilatan merah di mata Allfred disertai cahaya petir yang terlihat tepat di belakang punggung Allfred.

"Si-a-pa kau sebenarnya? Kenapa kau----" ujar Kevin dengan terbata.
Ketakutan tiba-tiba saja menyelimuti tubuh Kevin yang sudah basah kuyup.

Allfred mendongakkan kepala, matanya menyala merah dan bersamaan dengan itu suara gemuruh Guntur bersahutan disertai kilatan cahaya petir yang menyambar-nyambar disekitar Allfred.

"Sulit dipercaya" gumam Kevin melihat semua itu.

TBC

Continue Reading

You'll Also Like

263K 11.7K 80
WARNING!! CERITA INI MENGANDUNG KONTEN DEWASA (17+) PEMBACA DIHARAPKAN BIJAK DALAM MEMBACA!! Cerita ini sudah dihapus dibeberapa chapernya secara a...
5.4K 421 7
gak pinter buat desk jadi klo mau baca silakan ae
1.2M 21K 24
[OPEN PRE-ORDER] Dia memang kakakku. Tapi aku begitu mengaguminya. Dia memang kakakku. Tapi aku begitu menyayanginya. Dia memang kakakku. Tapi aku be...
583 77 17
" setiap jalan memiliki cerita sendiri, begitu pula hidup, ia bagaikan jalan, berbagai cerita terdapat padanya. dan ini adalah hidupku, dengan cerita...