Wizard Mate ✔

By Aldicted

5.5M 284K 11K

[ SUDAH TERBIT ] PART TIDAK LENGKAP Scarlet Gregory Seorang penyihir cantik yang tinggal dan dibesarkan di... More

Scarlet
Part 1.) Alpha Braverly Pack
part 2.) Meet
Part 3.) Meet 2
Part 4.) Talk
Part 5.) Decision
Part 6.) First Day
Part 7.) Jealousy
Part 8.) Alrick
Part 9.) Possessive Alpha
Part 10.) Being Luna
Part 11.) Losing You
Part 12.) Awake
Part 13.) Duncan and Candice
Part 14.) Marking
Part 15.) Nightmare
LUNA'S SECRET
Part 17.) I Will
Part 18.) Anger
Part 19.) Hate
Part 20.) Hate 2
Part 21.) Escape
GOOD NEWS
GOOD NEWS 2
OPEN PO WIZARD MATE
WIZARD MATE ON SHOPEE

part 16.) About Vanessa Trainor

138K 11.6K 804
By Aldicted

Harusnya malam ini, aku nggak repost, soalnya lagi-lagi ada readers yang melanggar rules....
Tapi gimana dong, terlalu sayang aku tuh sama kalian... 😭

Apalagi baca koment kalian yang super bar-bar itu. 😂



✨🌟💫


"SCARLET GREGORY!"


Bentakkan kasar Althan memekakkan telinga.

Bukan hanya telinga, namun hati Scarlet juga berdenyut perih merasakannya.

"TERSERAH!" balas Scarlet tak kalah lantangnya.

Ia sudah cukup berdiam diri dengan segala tuduhan Vanessa, dan juga sekuat hati menahan airmata yang  menumpuk di ujung matanya.

Namun ia masih punya cukup harga diri untuk tidak menumpahkannya di hadapan serigala betina itu.

Sambil menghembuskan nafasnya kasar, Scarlet lalu memutuskan untuk meninggalkan kamar.

Althan yang dirundung panik berniat menyusul kepergian mate -nya---namun tertahan oleh cekalan Vanessa di lengannya dengan tatapan memohon.

"Jangan tinggalkan aku."

Sesaat Althan menatap iba pada sahabatnya itu, hingga akhirnya ia tetap melepaskan tautan tangan Vanessa. "Istirahatlah."

Althan meninggalkan kamar Vanessa sebelum terlebih dulu meminta gamma Payton untuk menjaga gadis itu.

Payton hanya bisa menatapnya segan sampai kemudian pandangannya beralih pada Vanessa yang masih duduk terpaku sambil meremas kain sprei di sisinya.

Terpancar kemarahan disana.

Dan Payton tahu betul bahwa gadis itu tidak akan berhenti sampai disini.

***

***

***

Dalam keadaan yang begitu marah, Scarlet menghentakkan kakinya dengan cepat. Ia terus berjalan tanpa tahu arah kemana akan melangkah pergi. Yang ia tahu, ia tidak ingin melihat dua insan sumber kesedihannya.

Sampai kemudian indera penciumannya menangkap aroma khas memabukkan yang ia hafal betul siapa pemiliknya.

Insting gadis itu bergerak cepat saat ia merubah langkahnya menjadi berlari.

Berlari sekuat mungkin untuk menghindari aura dominasi yang begitu menguar pekat di belakangnya.
Ia bahkan sudah tak sadar seberapa jauh ia berlari meninggalkan Mansion, sampai seseorang mencekal tangannya dengan kuat.

Secara refleks Scarlet menghentakkan cekalannya, berusaha lepas dari cengkeraman itu.

Kemarahan yang sudah berada di puncak emosinya--- memancing naluri petarung Scarlet dengan melakukan perlawanan pada pria yang berdiri di hadapannya.

Tanpa aba-aba Scarlet mengeluarkan kemampuan beladiri nya yang cukup membuat Althan terkejut dengan aksi penyerangannya itu.

Althan yang awalnya kuwalahan akibat serangan bertubi-tubi---dengan cepat membaca keadaan.

Ia bisa merasakan amukan dari Mate- nya ini berasal dari emosinya yang sedang bergejolak hebat.

Althan kemudian membiarkan saja gadis itu melampiaskan amarah dengan menyerangnya habis-habisan.

Yang ia lakukan hanya berusaha menghindar dari serangan telak Scarlet yang cukup mematikan tanpa sedikitpun meyerangnya balik.

Duapuluh menit berlalu dan scarlet belum juga berhenti. Ia masih melancarkan pukulan dan tendangan meski nafasnya sudah memburu terdengar kelelahan.

Althan mulai cemas. Ia khawatir kalau Scarlet tak juga berhenti, maka ia akan kehabisan tenaganya hanya karena ingin menyerang Althan yang masih berdiri tegap tanpa cela.

Hingga kemudian Althan bergeming saat ia membiarkan pukulan telak Scarlet mendarat mulus di rahangnya.

"Akkh"

Terdengar suara pekikan seseorang. Tapi bukan berasal dari Althan, melainkan dari Scarlet sendiri.

Badannya gemetar saat melihat pria di hadapannya ini sedang dalam posisi berpaling akibat pukulannya.

Alpha Braverly pack yang terkenal akan kekejamannya...yang tidak pernah membiarkan dirinya tersentuh---kini menyerahkan diri untuk dipukul oleh seorang wanita!
Tidak ada yang mampu berbuat seperti ini kecuali mate- nya, Scarlet Gregory.

Althan kembali menghadap Scarlet dengan sorot mata biru kelamnya yang masih terkesan dingin. Disekanya darah yang mengalir dari sudut bibirnya---

---pemandangan yang justru sangat menyakitkan bagi Scarlet.

"Sudah?"

Suara datar Althan memecah keheningan sesaat diantara mereka.

Satu kalimat yang berhasil membuat kelu lidah Scarlet--bahkan untuk sekedar menjawabnya.

Gadis itu memalingkan wajah...menghindari Althan yang masih menatapnya dalam---

---bukan karena takut ataupun benci. Melainkan rasa bersalah yang mulai menjalari sudut hati kecilnya dan kini menguasai hati itu sepenuhnya.

Althan menangkup sisi wajah Scarlet untuk menghadapnya seraya menempelkan kening mereka---berusaha menyalurkan perasaannya lewat penyatuan itu.

Tidak ada perdebatan panjang seperti yang sudah-sudah, Althan hanya perlu Scarlet ikut merasakan kegundahannya, kegelisahannya dan hak kepemilikannya terhadap gadis itu.

Dan berhasil. Segala emosi yang bergemuruh didada Scarlet mendadak luluh seketika saat Althan berbisik,

"Aku mempercayaimu."



***

***

***



Althan masih duduk diam disisi ranjang. Tatapan tajamnya mengikuti pergerakan Scarlet yang tampak sibuk mencari sesuatu di dalam nakas.

Bahkan tanpa berkedip, mata pria itu terus mengekor kemanapun Scarlet bergerak. Seakan mengantisipasi kalau-kalau mate- nya itu berniat lari lagi.

Pandangannya masih tertuju pada gadis itu yang kini berbalik kearahnya dengan kotak obat di tangan.

Scarlet berlutut tepat di hadapan Althan saat ia mulai membersihkan luka darah yang sudah mengering di sudut bibirnya.

Gestur tubuh Althan yang sangat tenang, sedikitpun tak menggambarkan perasaannya yang begitu membara.

Tatapannya tak lepas barang sejenak dari pesona sang wizard.
Bahkan pergerakan terkecil dari mate- nya itu terasa begitu menarik di penglihatannya.

Scarlet mulai mengoleskan salep ke arah luka yang meninggalkan jejak kebiruan akibat pukulannya di wajah Althan.

Ia merasa canggung dengan tatapan intens Althan padanya, dan sesekali menekan sedikit kuat ke arah luka pria itu---namun pria itu tetap diam seperti patung....seolah luka itu tak dirasakannya sama sekali.

"Apa tidak sakit?" tanya Scarlet setelahnya.

Cepat Althan menangkup telapak tangan Scarlet diwajahnya, lalu memindahkannya ke dadanya.

"Disini yang sakit."



DEG


Kesakitan yang menjalar saat melihat mate -nya berusaha lari darinya.

Scarlet mendadak kaku. Ia bisa merasakan debaran jantung Althan yang menguat seirama dengan miliknya.

Pria ini. Walaupun selalu berwajah datar dan irit bicara---namun kalimat-kalimat singkatnya selalu mampu melumpuhkan sisi keras Scarlet.

Atau mungkin ini dikarenakan ikatan pasangan mate.

"Maaf karena telah membentakmu, aku hanya tidak suka kalau kau berkata kasar pada Vanessa."

Sontak Scarlet beranjak dari sisi Althan sambil mengemasi kotak obat dengan cepat.

Ia lalu naik ke atas ranjang dan membenamkan diri diantara selimut tebalnya sambil berceloteh, "Kau tidak suka kalau aku berkata kasar pada Vanessa. Tapi kau membiarkan saja saat ia berkata kasar padaku."

Scarlet menarik selimut itu sampai sebatas lehernya, membelakangi Althan yang juga menyusulnya naik ke ranjang.

"Bisakah kita tidak membicarakan orang lain?!" Althan sedikit menyibak selimut Scarlet. Merasa gadis itu tidak perlu menggunakannya karena suhu tubuh Althan sudah pasti cukup menghangatkan untuk keduanya.

"Yang terpenting hanyalah kau dan aku. Jadi jangan memikirkan hal yang tidak perlu." Althan menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Scarlet dan sesekali menggesekkan hidung mancungnya---membuat Scarlet sedikit meronta karena kegelian.

Namun dekapan erat pria itu berhasil mengunci Scarlet agar tak beranjak kemanapun.

Sekali lagi...Althan berhasil menyalurkan kenyamanan lewat aroma memikat yang sangat menenangkan, miliknya.

Pria itu tersenyum di balik punggung Scarlet saat mendengar irama nafas gadis itu yang berhembus teratur---menandakan bahwa si pemiliknya sudah terlelap.

***

***

***

Seorang gadis bersurai hitam bergegas menuju pintu sesaat setelah mendengar ketukan dari arah sana.

Mata bulatnya berbinar ceria ketika mendapati orang yang sangat dihormatinya berdiri di ambang pintu.

"Salam, Luna." Candice sedikit mengangguk tanda penghormatan sebelum akhirnya dibalas oleh pelukan hangat oleh Scarlet.

Tanpa sungkan Scarlet menggandeng Candice masuk kembali ke pack house nya.

"Aku sangat merindukanmu, Candice. Bagaimana keadaanmu? Maaf karena baru bisa berkunjung sekarang. O ya,ini kubawakan racikan obat. Kau bisa mengoleskannya di lukamu agar tidak meninggalkan bekas."

Candice terpaku sesaat oleh rentetan kalimat yang di lontarkan Scarlet. Ia terpukau oleh sosok cantik yang memiliki kepedulian yang tinggi terhadapnya.

Tak menyesal rasanya, jika harus kembali mempertaruhkan nyawa untuk menjaga kesetiaannya terhadap sang Luna.

"Apa Alpha sudah menandai anda, Luna?"

"Apa?" Scarlet sedikit tercekat dengan pertanyaan tiba-tiba Candice.

Reaksi yang langsung disadari Candice atas kelancangannya ketika melihat raut wajah Scarlet yang merona.

"Ma-maaf Luna, saya tidak bermaksud menyinggung anda, hanya saja...." Candice menggantungkan kalimatnya sembari melirik Scarlet yang tampak penasaran.

"Hanya saja apa?"

"Aura anda sangat berbeda. Lebih terpancar kuat dari sebelumnya. Dan biasanya itu terjadi bila sepasang mate sudah terikat----"

Scarlet terdiam, menyimak setiap kalimat yang diucapkan Candice dengan antusias.

"---dan biasanya akan lebih saling menguatkan lagi jika sudah terjadi penyatuan."

Ucapan yang sukses membuat rona wajah Scarlet makin memerah.

"Beginikah balasanmu pada Lunamu? Aku sudah berbaik hati membawakanmu obat dan kau malah menggodaku!" Scarlet mencubit pipi Candice yang cubby dengan gemas.

Kedua gadis itu tergelak. Sesekali candaan hangat terlontar dari mereka--ungkapan pelepasan rindu yang dirasakan keduanya.

Sampai kemudian sebuah pertanyaan terucap dengan sendirinya dari mulut Scarlet, "Candice, sudah berapa lama kau tinggal di Braverly pack?"

"Semenjak usiaku delapanbelas tahun, Luna. Aku pindah kesini mengikuti Duncan setelah menyadari keterikatan mate kami."

Scarlet tersenyum, melihat mata gadis manis itu yang tampak berbinar saat menyebutkan nama mate -nya---

---perasaan yang sama ketika ia menyebutkan nama Althan Bennedict.

Scarlet lalu kembali fokus pada tujuan awal dari pertanyaannya. Rasa penasaran yang sangat menghantui pikirannya beberapa hari terakhir ini.

"Sudah sangat lama ya, berarti kau mengenal betul siapa Vanessa, kan?"

Candice tahu benar kemana arah pertanyaan Scarlet. Apalagi setelah ia mendengar insiden yang terjadi di Mansion saat Vanessa diserang oleh sihir hitam.

"Tentu, Luna."

"Jadi bisa kau ceritakan sedikit tentangnya?"

Candice bisa menangkap kegundahan yang meliputi Scarlet.
Kedekatan sang Alpha dengan Vanessa pasti berhasil mengusiknya.

Dan ia mulai bercerita.

"Aku mendengar cerita ini dari Duncan. Dulunya Keluarga Trainor dan keluarga Bennedict adalah kerabat dekat. Sejak kecil Alpha adalah seorang putera tunggal, jadi ia sangat menyayangi Vanessa seperti adiknya sendiri...."

"....semuanya berubah setelah terjadi perang besar di hutan Blackstone. Perang itu melibatkan banyak pack... kedua orangtua Alpha meninggal dalam perang tersebut, begitu juga orangtua Vanessa dan---" Candice menelan salivanya berat saat ia kembali melanjutkan kata-katanya,
"---mate nya."

Scarlet terkesiap mendengar cerita Candice.

"Jadi sebenarnya Vanessa itu adalah un-mate wolf..."

"...kenyataan bahwa Vanessa akan menghabiskan seumur hidupnya tanpa mate ---membuat Alpha simpati dan sedikit tergerak memberi perhatian lebih pada Vanessa. Selama ini tidak ada perempuan lain yang dekat dengan Alpha kecuali dia..."

"...Alpha sangat melindunginya dan selalu mengutamakan kepentingan Vanessa diatara anggotanya yang lain. Gadis itu sudah melalui banyak kehilangan."

Candice bisa melihat perubahan tubuh Scarlet yang menegang, dengan cepat ia meraih tangan Scarlet sambil menggenggamnya erat.

"Tapi itu dulu sebelum Alpha bertemu dengan anda. Sekarang kami bisa melihat sendiri bagaimana Alpha begitu memprioritaskan anda, dan bagaimana dia hampir kehilangan kendali bila itu sudah menyangkut tentang anda, Luna...."

"...percayalah, tidak ada yang mampu menandingi besarnya ikatan perasaan sepasang mate."

Nada suara Candice terdengar menenangkan. Untuk beberapa saat ia bisa meyakinkan Scarlet akan perasaan sang Alpha.

Namun keyakinan itu sedikit terusik saat ia kembali di suguhkan pemandangan yang menggoyahkan kepercayaannya.

Sesaat setelah meninggalkan pack house Candice. Ia terpaku oleh dua sosok manusia yang sedang berdiri di camp pelatihan.

Disana...Vanessa sedang menyentuh bekas luka di wajah Althan dengan jarak yang begitu dekat---

---bahasa tubuh yang mungkin akan disalah-artikan oleh siapapun yang melihatnya.

Scarlet kembali mengingat cerita Candice tentang masa lalu Vanessa Trainor--- untuk sekedar menguatkan hatinya.

Ia mungkin percaya akan perasaan Althan padanya.

Tapi ia tidak bisa percaya pada Vanessa...tentang hati terdalam un-mate wolf itu.







TBC





Al excited banget baca koment antusias kalian di part BUKAN UPDATE.

Mengutip dari ungkapan Ariel Noah
"KALIAN LUAR BIASAAAHHH!" 😘

Sekali lagi hanya bisa membalas dengan ucapan terimakasih untuk vomment berharga kalian di cerita absurd Al ini.

Berhubung Al belum puas nyakitin Scarlet...so kita nikmatin aja dulu prosesnya. 😎

1780~251217

Continue Reading

You'll Also Like

92.3K 4.1K 17
seorang alpha yang sudah lama tidak menemukan matenya akhirnya bertemu dengan mate yang di impikanya ,tetapi ada satu ramalam yang menunjukan takdir...
65.6K 7.2K 48
bukan kami yang hendak memilih memiliki takdir seperti apa, sudah ketentuan moon goddess yang sudah menulis jalan kehidupan.... andai kami bisa di...
1.2M 92.7K 62
Bagaimana jika seorang King of Werewolf dikhianati matenya sebanyak 3 kali? Dialah Dareen Walcott. Seorang pria yang berpenampilan bak dewa yunani it...
589K 37.6K 40
(18+) Bayangan yang mengisi kesunyian dalam kegelapan.. Mengisi kekosongan jiwa akibat luka terdalam.. Memberikan kehangatan dalam rengkuhan di setia...