JANDA TAPI PERAWAN (JANDA RAS...

By RhaKartika

5.5M 345K 18.8K

Highestrank 1 (3 Februari 2018) #rank 14 (6 des 2017)#rank 11 (8 des 2017)#rank 9 (9 des 2017)#rank 7 ( 13 de... More

1. New Begining
2. Dia Arshaka kan?
3. A day with Khadaffi
4. Jadi Asisten Arshaka itu salah satu kesialan buat Nada
5. Berwajah Malaikat berhati Iblis
6. Masih banyak Laki yang Lajang, kenapa mesti jadi Pelakor?
7. Ketika Indonesia Merdeka, Hidup Nada malah di jajah Bos dari Korea
8. Balas Dendam Sama Mantan Versi Nada
9. Arshaka itu Malaikat Pencabut Nyawa khusus di Hidup Nada
10. Gua harap Lo Masuk Neraka Wildan bastard Nimaira
11. Arshaka bikin Nada Keki
12. Yes or No??
13. Status Janda Bikin Nada Hati Hati
14. Happy Suki
Berbagi Nasi
Jangan tinggalkan Jejak apapun tentang Arshaka
Arshaka? mampus aja deh Lo!!!!
Kalysta Home mempertemukan Arshaka Nada dan Daffi
Let me know, What do you want!!
Email
Curhatan Author
How Long ?
I'm Thingking about him again? Ahhh Damn!!!
Cool story when you get it right
I keep Falling dawn
Games Change and Fears
too much too ask
tak mungkin ada aku, di antara kau dan dia.
Remember Me? (Part satu)
Remember Me? (Part 3)
Remember Me? (Part 4)
Patah
Neighbour ? (Part satu)
Neighbour (part dua)
Arshaka itu.. too good to be true
Kita Selesai.
Akan Selalu Kamu
bukan update. Cuma pengumuman
Karma di bayar Kontan
Rujuk? Rujuk noh sama dugong!!
Bertekuk Lutut
If I tell you, I Love You. Can I keep you forever?
Kamu yang seperti mitos, memang bukan untuk ku.
Faktanya . . .
Kalau bukan kamu, aku tidak mau

Remember Me? (Part 2)

64.7K 7.6K 311
By RhaKartika

Hargai tulisan saya dengan memberikan vote beserta komentar.

Terimakasih 😊

*******

Setelah kejadian itu, aku bernafas lega. Kalau saja Arshaka tidak menghentikan aku, mungkin sekarang tubuhku akan penuh ruam dan gatal-gatal atau bahkan sesak nafas dan di larikan ke Rumah Sakit.

Jujur, aku masih terkejut karena Arshaka masih mengingat alergi ku. Yang lebih mengejutkan, mungkin selama dia mengobrol dengan Tania, matanya tak lepas memperhatikan apa yang ku lakukan. Buktinya, dia menghentikan ku di saat yang tepat.

Ya Tuhan.

Lagi-lagi aku terlalu berhalusinasi.

Aku juga bersyukur, setelah kejadian itu tidak ada yang menanyakan bagaimana bisa Arshaka tau perihal alergiku, ku tebak mungkin karena mereka sungkan untuk menanyakan hal se-pribadi itu pada bos kami yang malam ini nampak begitu sangat tampan.

Meski tidak bisa di pungkiri jika suasana setelahnya memang menjadi agak kikuk, terutama bagiku juga bagi Arshaka. Apalagi tidak bisa di pungkiri, semua orang memperhatikan tingkah Arshaka ketika dia memegang pergelangan tanganku, dan berkata-kata sambil melihat ke dalam mataku. Tatapannya terasa begitu mengintimidasi, tapi malah membuat jantungku nyaris terjun ke lambung. Saat inipun, rasanya jantungku masih berdetak dengan norak.

Aku tau gosip ini tidak akan berhenti pada malam ini. Di kantor nanti, mungkin aku akan jadi bulan-bulanan pembicaraan teman-teman satu divisi bahkan mungkin sampai satu kantor. Sudah tidak heran, toh selama ini pun ketika aku tidak melakukan 'sesuatu' , aku sudah menjadi bahan gosip yang sangat panas. Janda yang senang menggoda laki-laki.

Aku juga tidak berniat untuk mengkonfirmasi apapun pada mereka, toh apapun yang akan ku katakan, mereka akan tetap menyudutkan ku, jika aku sudah menggoda bos kami, sehingga Arshaka begitu berani menyentuh tanganku dan menatap mataku dengan cara seperti tadi.

Ahhh..

Jujur, aku lelah menjadi janda. Aku lelah, di cap negatif sebagai wanita penggoda oleh kaumku sendiri, bahkan aku tau ada beberapa kaumku yang mengatakan bahwa perceraianku terjadi pasti karena salahku. Bagi para laki-laki, aku menjadi bahan olok-olokan, di goda karena statusku, dan di anggap gampangan, serta bisa di ajak dengan mudah untuk berpetualang di atas ranjang.

Apa begitu nasib buruk bagi wanita yang menyandang status janda?

Aku mengusap wajah, tidak terlalu fokus memperhatikan suasana jalan yang penuh dengan pedagang pakaian dan asesoris. Kakiku, mungkin masih memutar pedal mobil sepeda dengan lampu hias berwarna-warni. Tapi pikiranku, masih di penuhi dengan cara Arshaka menatapku ketika di restauran tadi.

Ketika mobil berhenti, dan teman-teman yang satu mobil denganku turun satu persatu untuk berbelanja. Yang kulakukan, malah duduk anteung sambil menendang-nendang pasir yang ada di pinggir jalan.

"Minum Nad." Ben menyodorkan ku air mineral yang masih tersegel. Aku mengambilnya, lalu memutar tutupnya tanpa menatap ke arah Ben.

Dari sudut mata, bisa kulihat jika Ben tengah menyipitkan mata ke arahku. Menatapku dengan instens, dan ku tebak dia memiliki banyak pertanyaan yang ingin di ajukan.

Aku mendesah lelah.

"Apa? Ada yang salah di muka gua?" Tanyaku, tanpa memandangnya.

Ben menggeleng cepat-cepat. Lalu telunjuknya terjulur menggaruk ujung dahi.

"Gua pengen nanya sesuatu, tapi kalau lo ga mau jawab, gak apa-apa," ungakapnya.

"Tanya aja!" Aku berseru, lalu melirik ke arahnya.

"Hmmm--" dia mengusap tengkuk.

"Kenapa pak Arshaka tau alergi gua ya?"

Mata Ben membelalak sempurna. Dan tebakanku benar. Ben memang bukan tipe orang yang suka menyimpulkan sesuatu sendiri. Dia lebih suka bertanya untuk mengkonfirmasi, katanya biar tidak jadi fitnah.

"Sorry, lo sedekat itu ya sama beliau?" Dia bertanya ragu-ragu.

"Enggak juga."

Ben terlihat nampak begitu penasaran.

"Lo sendiri tau kan, kalau gua beberapa kali pembur bersama pak Arshaka, dan selama itu kami sering delivery order makanan untuk makan malam. Suatu hari pernah beliau ingin di pesankan udang saus padang dengan porsi besar, niatnya biar hemat tapi gua bilang gua alergi udang."

Aku berbohong. Dan Ben nampak mempercayainya. Aku tidak bisa mengatakan pada Ben kalau Arshaka adalah sahabatku semasa kecil, karena Arshaka sendiri-pun seolah tidak ingin ada orang yang tau bahwa kami sudah saling mengenal sejak lama. Dia pasti memiliki alasan kenapa dia berpura-pura tidak mengenaliku.

"Gua juga ga nyangka pak Arshaka ingat kata-kata gua malam itu. Kalau enggak mungkin sekarang lo lagi repot nganterin gua ke Rumah sakit." Aku melanjutkan. Kali ini dengan perkaraan yang jujur.

"Separah itu alergi lo Nad?"

Aku mengangguk. Lalu wajah Ben nampak ikut lega mendengarnya. Entah karena dia ikut bersyukur Arshaka menghentikanku di saat yang tepat, atau ada maksud lain yang tersembunyi. Karena kemudian dia bertanya lagi,

"Jadi lo ga sedekat itu kan sama pak Arshaka?"

"Enggaklah," ujarku seraya sedikit terkekeh.

"Syukurlah kalau begitu Nad. Sorry ya, tapi serius gua ga suka dengar asumsi teman-teman tentang kejadian tadi."

"Memangnya mereka berfikir seperti apa?"

Ben nampak terkejut mendengar pertanyaanku. Dia cuma terkekeh lalu menggeleng seraya menjawab bukan apa-apa, tidak usah terlalu di pikirkan. Mungkin niatnya, tidak ingin menambah beban pikiranku dengan gosip tentangku di antara teman-teman kami. Aku hanya mengangkat bahu, toh aku juga tidak peduli dengan apapun yang mereka pikirkan tentang aku.

"Turun yuk!" Ajaknya lagi.

Aku mengangguk, lalu mengikutinya ke berjalan jalan memasuki setiap toko souvenir di pinggir jalan.

"Lo nangis karena ada masalah ya sama pacar lo?" Dia bertanya lagi, melirik ke arahku diam-diam, tanpa menghentikan langkah.

Aku mengangguk, mengiyakan.

"Masalah apa?" Terdengar luar biasa kepo dan penasaran. Tapi di bungkus Ben dengan nada yang seolah-olah tidak terlalu peduli.

Sayangnya, Ben tidak bisa menipuku. Ku lihat dia mengusap tengkuk, nampak begitu tidak sabar menunggu jawabanku.

"Gua putus."

Ben menghentikan langkah. Lalu menyusul satu langkah di depanku, dia membalik badan.

"Serius?"

Lagi-lagi aku mengangguk. Dan Ben terlihat lega mendengarnya. Aku terlalu lelah untuk mengasumsikan arti air wajah yang membingkai raut wajah Ben saat ini. Yang jelas, jika tidak salah melihat dia sedikit tersenyum.

"Yaudah, ga usah di tangisi lagi. Kan masih ada gua." Dia berkelakar, lalu yang ku lakukan hanya memutar bola mata dramatis. Kemudian buru-buru mempercepat langkah.

Saat ini aku benar-benar sedang tidak ada tenaga untuk meladeni lelucon Benyamin.

Ketika Ben sedang sibuk memilih beberapa oleh-oleh untuk saudaranya, dan Wina entah berada dimana, sudut mataku menangkap sebuah gelang yang sangat bagus.

Gelangnya terbuat dari tali rami yang di tenun, dengan warna-warna yang estetik. Aku terpaku melihat sebuah gelang berwarna hitam, dengan hiasan bandul berbentuk bintang. Tepat ketika akan mengambilnya, tanganku bertabrakan dengan tangan lain yang juga berniat mengambil gelang tersebut.

Sontak aku menengadah, menatap pada orang itu. Dan yang ku lakukan selanjutnya, adalah berharap jika aku tidak lupa untuk mengedipkan mata serta bernafas dengan benar.

Di depanku, mata hitam itu menatapku dengan tatapan yang tidak bisa ku artikan. Dia sama terkejutnya denganku. Tapi detik selanjutnya menarik tangannya cepat-cepat.

"Gelangnya bagus untuk kamu."

Setelah berkata seperti itu, bos kami yang arogan itu buru-buru berbalik meninggalkan ku. Tapi kemudian baru beberapa langkah, dia berhenti, membakikan sedikit badannya tanpa menatapku.

"Mata kamu--" lalu menghela nafas panjang.

"Kompres pakai air dingin!"

Lalu buru-buru berbalik lagi dan berjalan menjauhi ku.

Yang bisa kulakukan, hanya menatap tidak percaya jika Arshaka sejak kami tiba di depan hotel terus menatap ke arahku dengan mengernyitkan kening, tidak jauh karena melihat mataku yang bengkak.

Khawatirkah dia?

Penasarankah dia kenapa aku menangis?

Oh Damn! Tolong berhenti berimajinasi Nada.

Lagi-lagi aku memperingati diri sendiri.

*****

Ketika jam baru menunjukan pukul 10 malam, kami mampir di suatu bar yang ternyata lumayan cukup banyak pengunjungnya. Tapi dentuman musik serta banyaknya minuman keras yang tersaji di setiap meja, serta suasana yang tidak terlalu begitu menyenangkan, Arshaka menarik diri. Dia meminta pak Jemi mengumpulkan kami, lalu menyeret kami menghabiskan waktu di cafe yang terletak tidak jauh dari bar.

Menurut Arshaka, suasana bar tadi kurang cocok untuk para karyawati. Terlalu banyak laki-laki yang dengan terang-terangan menggoda para karyawati ketika ada beberapa karyawati yang menikmati musik sambil menggoyangkan badan di area tertentu.

Di cafe yang Arshaka pilih, tidak terlalu banyak pengunjung. Suasana cukup warm and cozy. Lampu temaram yang di seluruh cafe justru menambah nilai estetik untuk di nikmati. Begitu pula desain serta asesoris yang menghiasi seluruh cafe enak untuk di lihat.

Di depan cafe terdapat kolam renang, dan di depannya ada live musik dengan irama musik yang enak untuk di dengarkan.

Beberapa teman memilih minum bir untuk menghangatkan badan. Padahal, suasana pantai sudah sangat panas dan membuat kegerahan. Beberapa lainnya, memilih minuman yang di campur dengan sedikit minuman keras. Sedangkan aku hanya memesan segelas coke.

Kami menikmati obrolan ringan, seputar pekerjaan dan kehidupan pribadi yang memang sudah banyak teman-teman ketahui. Misal, tentang keluarga. Sampai akhirnya, bang Rian salah satu teman satu divisi menyarankan untuk menyayi agar suasana semakin meriah.

Anggota band pengiring musik yang di sediakan cafe tidak keberatan. Bang Rian dan Lala maju, lalu bernyanyi meminta di iringi lagu dangdut. Judulnya, hamil sama setan.

Semua teman-teman bersorak gembira. Karena biasanya lagu dangdut enak untuk di jadikan lagu untuk berjoged.

Ketika musik mulai di mainkan, kebanyakan teman-teman satu divisiku turun ke depan. Berjoged memeriahkan suasana. Yang duduk hanya tertawa-tawa menanggapi.

Sofa panjang yang ku duduki, menjadi kosong karena Lala tadi duduk di sampingku. Yang tidak ku perhatikan ternyata Lala sengaja duduk di sampingku agar dia bisa duduk di samping Arshaka.

Lelaki itu sedikit bergeser, duduk ke sebelahku. Agar Tania yang sejak tadi duduk di single sofa bisa duduk di sampingnya. Wanita yang mengenakan hotpants dengan atasan sweater rajut itu, beberapa kali membisikan sesuatu di telinga Arshaka. Lalu keduanya tertawa dalam satu waktu.

Sungguh, aku benar benar merasa kegerahan. Padahal jenis pakaian yang ku pakai adalah pakaian musim semi. Aku berpura-pura tidak melihat pemandangan itu. Tapi rasanya, aku tidak bisa berpura-pura menunjukan raut wajahku yang menjadi cemberut karenanya.

Sial.

Bos arogan itu seolah-olah sengaja duduk di dekatku hanya untuk membuatku kegerahan. Atau untuk menunjukan padaku, bahwa dia  sedang menjalani hubungan seintim itu dengan Tania? Terserah aku pura-pura tidak peduli.

Bang Rian dan Lala masih bernyanyi, mereka sudah berganti lagu. Kali ini semakin meriah karena mereka menyanyikan lagu sayang-nya Via Valen. Hampir seluruh karyawan dan karyawati turun hanya untuk ikut-ikutan berjoged dan bernyanyi dengan nada serempak. Tapi aku? Aku masih duduk dengan setia, menikmati sudut mataku yang sesekali mencuri pandang pada Arshaka. Menikmati setiap ekspresi lelaki itu ketika tersenyum.

Sungguh menyejukan hati. Sayangnya, senyumnya bukan dia tujukan untuk ku. Tapi untuk wanita lain, yang kini entah kemana, karena Tania sudah tidak berada di samping Arshaka lagi.

Sekali lagi ku lirik Arshaka, ketika dia membuka hand phone. Lalu ekspresinya menjadi terlihat tidak ramah. Dia nampak membuang nafas dengan kasar. Lalu menyimpan hand phone kembali dengan sedikit kasar ke atas meja. Lalu, dia mulai membuka tablet, memeriksa pekerjaan di saat kami sedang bersenang-senang seperti ini.

Aku juga baru ingat, kalau sejak tadi malam aku tidak membuka hand phone. Toh, menurutku percuma aku membuka hand phone, tidak akan ada yang mengirimiku pesan. Karena nomor Daffi sudah ku blokir dan panggilan-panggilan dari nomor asing sudah ku setting untuk terblokir otomatis juga.

Ketika membuka WA, aku mengernyitkan keninga. Ada pesan dari 'bos sinting' . Dadaku seketika bergemuruh, Arshaka mengirimiku pesan?

Tapi saat membuka WA, pesan itu sudah kosong. Hanya ada tulisan, 'pesan ini telah di hapus' . Apa mungkin dia salah mengirim pesan lalu menghapusnya?

Aku melirik lagi ke arahnya, lalu mendesah karena percuma seberapa banyaknya-pun aku penasaran, toh aku tidak akan bisa menanyakan langsung apa pesan yang dia kirimkan padaku.

Lalu, aku membuka pesan di group divisi kaki. Disitu bang Rian, si penyanyi dadakan itu membagikan sebuah foto. Yang membuat mulutku jatuh, foto yang dia bagikan dengan caption "Terciduk" itu adalah fotoku dan Daffi di pasir putih sore tadi.

(PS: bayangkan saja itu bukan kebun bunga. Melainkan hutan ya.)

Oh shit!

Refleks aku mengusap wajah. Lalu memghirup nafas dalam-dalam. Sadar betul, kalau wisata ke Pangandaran ini akan membuat kantor heboh dengan semua gosip yang tidak benar tentangku bersama Ben ataupun Arshaka.

Ya Tuhan.

Aku benar-benar ingin marah pada bang Rian. Ingin menjeratnya dengan pasal UU ITE karena dengan beraninya mengambil fotoku lalu membagikannya pada forum yang terbuka seperti itu. Tidak sopan.

Ku tatap bang Rian dengan pandangan sengit, ingin membalas dengan mengambil diam-diam videonya ketika berciumanan dengan pacarnya dari divisi lain di tangga darurat, seperti yang dengan tidak sengaja pernah ku lihat. Lalu mengirimkannya pada forum group WA seperti yang dia lakukan padaku.

Saking kesalnya aku, tanpa melihat ke arah meja, aku sembarangan mengambil gelas, tapi sangat yakin jika itu gelas berisi coke milik ku.

Tapi setelah beberapa teguk aku meminum coke itu, aku merasa heran. Kenapa coke-nya tidak habis habis? Padahal seingat ku, coke dalam gelas ku hanya tersisa satu perempat saja.

Sontak aku melirik ke arah gelas yang tengah ku pegang. Dan di gelas itu masih tersisa setengah coke yang bahkan lebih banyak dari sisa coke dalam gelas ku sebelum aku meminum nya.

"Itu gelas saya." Arshaka menegur ku. Mimik wajahnya terlihat tenang, tapi tatapan matanya terasa begitu mengintimidasi. Dan yang ku lalukan hanya terlihat bodoh dengan wajah cengo

"Heh? "

"Yang kamu minum," kata Arshaka lagi . Tangan-nya menunjuk ke arah gelas yang masih ku pegang.

"Coke punya saya," lanjutnya.

Aku gelagapan. Sedikit merasa bersalah. Dan kebanyakan merasa ngeuri serta jijik karena telah meminum dari gelas yang sudah terkontaminasi air liur Arshaka pada sedotan-nya.

Ohh. Tuhaaannnnnn!!!!

Ini pertama kali nya, aku berbagi gelas. Dan aku semakin syok, saat menyadari ini pertama kalinya juga aku berbagi air liur dengan orang lain meski lewat sedotan.

Damn.

Aku menahan nafas. Dan berharap jika wajahku tidak akan semerah kepiting rebus.

"Maap pak," ujarku kikuk dan ada rasa sungkan yang terdengar dari nada suaraku barusan.

"Saya tidak sengaja."

"Biar saya pesankan coke nya lagi," aku menyarankan.

"Ga usah." Dia menjawab cepat.

"Kembalikan minumannya!"

"Heh?" Nyaris berteriak.

"Tapi pak, ini udah saya minum. Memangnya bapak tidak jijik minum bekas saya?"

"Jijik? " Arshaka bertanya heran. Lalu menggeleng tidak percaya dengan kata-kataku.

Detik selanjutnya,tangan Arshaka sudah terjulur merebut paksa gelas itu dari tangan ku. Dan selanjutnya sedotan itu sudah berpindah ke dalam mulut Arshaka.

Aku memandang nya dengan perasaan syok. Mataku membelakak tidak percaya jika Arshaka baru saja minum dengan sengaja dari sedotan bekas bibirku.

Hanya butuh waktu beberapa detik sampai coke itu benar-benar habis di minum oleh Arshaka.

"Saya  tidak jijik Nada. Kenapa harus jijik? Apa karena sedotan-nya ada bekas air liur kamu? " tanya nya lagi. Dia menyimpan kembali gelasnya ke atas meja.

Aku mengangguk, sambil menatap mata Arshaka yang juga tengah menatapku. Dan benar-benar lupa caranya bernafas dengan benar.

Arshaka hanya tersenyum miring menanggapi jawabanku. Lalu satu detik kemudian, Arshaka memajukan wajah ke arah ku. Dia mendekat ke arah telingaku. Dan aku benar-benar merasa jantungnya nyaris meledak, tepat ketika nafas Arshaka menerpa kulit wajahku.

Dia berbisik, sangat pelan namun suaranya begitu tegas dan menggoda.

"Berbagi air liur langsung lewat bibir kamu saja saya ga jijik. Kenapa saya harus jijik hanya karena berbagi air liur lewat sedotan sama kamu? "

Refleks aku membulatkan mata ku. Lalu tanpa sadar menggerakan kepala ke arahnya, dan menatap Arshaka dengan pandangan syok. Wajah kami mungkin hanya berjarak satu jengkal. Nafasnya, benar-benar terasa begitu hangat menerpa wajahku.

Ya Tuhan. Aku tidak bisa bergerak.

Di depanku Arshaka, lelaki itu dia malah tersenyum miring, tapi dengan cara yang begitu sangat menggoda. Dia memandangi ku, lalu detik berikutnya menurunkan tatapan memandangi bibir ku.

Cukup beberapa detik, tapi rasanya waktu berjalan begitu menakjubkan untuk-ku. Ketika Arshaka menarik wajah, lalu berdiri menjauh dariku. Pikiranku semakin syok, dengan kalimat Arshaka tadi.

Wait!

Apa maksud kalimat Arshaka tadi adalah kami pernah berciuman?

********

TBC

Besok di lanjut. Untuk spoiler yang ada di part sebelum nya. Kepanjangan klo di tulis disini. Hahahahha

Insha Allah tapi ya..

Continue Reading

You'll Also Like

53.2K 5.5K 9
Sebagai Alpha, Yibo melewati penantian panjang untuk bertemu kembali dengan sang Luna, Sean, yang terlahir kembali di dunia modern. Sean menjelma da...
14.4K 693 28
[18+] "Apa yang lo rasain, saat terbangun dari tidur, lo udah berstatus jadi istri orang?" ~ Sasi Purnama Devina Anjani "Gue gak pernah sangka...
3.5K 500 21
💖💖 WattpadRomanceID reading list Februari 2023💖💖 Reya tak paham bagaimana cinta atau rasanya jatuh cinta. Selama hidupnya, belum pernah satu kal...
43.5K 2K 32
"Kupeluk tubuh rapuhmu erat. Tak akan kubiarkan kau lari dariku. Aku selalu berada disampingmu. Walau kau tak akan membalas perasaanku, aku akan sela...