FATAMORGANA

By bloominbomnal

127K 15.9K 901

Jangan jadikan janji kita hanya sebatas fatamorgana __________________________________ Inspirated by BTS ©Haz... More

Kim Seokjin
Min Yoongi
Kim Namjoon
Jung Hoseok
Park Jimin
Kim Taehyung
Jeon Jungkook
[1] Langkah Awal
[3] Keluarga Kedua
[4] Tumbang
[5] Lagu Tentang Hujan
[6] Maaf, Bu
[7] Pesan Terakhir
[8] Terlahir kembali
[9] Dibalik sebuah akting
[10] Mimpi yang terwujud
[11] Sebuah kalung
[12] Tumbang (2)
[13] Munculnya Prasangka
[14] Terungkap
[15] Semuanya (tidak) baik-baik saja
[16] Kehidupan lain seorang idol (bagian 1)
[17] Kehidupan lain seorang idol (bagian 2)
[18] Apa yang harus kulakukan?
[19] Kecewa
[20] Jujur
[21] Lantas, kenapa kau pergi?
[22] Dimana kau?
[23] Hoseok dan Masa Lalunya
[24] Satu-satunya yang dipercaya
[25] Min Yoongi kami
[26] Perpisahan
[Final Chap]
2 5 3 1

[2] Memulai Lembar Baru

4K 522 38
By bloominbomnal

22 Mei 2010

Musik bergema nyaring, hentakan kaki dan nafas memburu ikut mendominasi, membuat  ruangan ber-AC itu terasa pengap, padahal hanya 2 orang yang sedang berlatih disana. Kaca besar yang menjadi patokan untuk mengoreksi gerakan jadi buram, berembun. Mereka tak mempedulikan lelaki yang sedari tadi berdiri di ambang pintu studio--disisi kanan keduanya-- dengan hoodie abu dan celana hitam pendeknya. Ia memperhatikan tanpa minat untuk ikut campur.

Bruk!

"Ah sudah, aku tidak kuat lagi!" seru salah satunya yang langsung menjatuhkan diri. Ia mengatur nafasnya seraya merebahkan diri, menghirup oksigen di sekitarnya yang seolah langka. Satu orang lainnya menyusul, merebahkan diri tanpa mematikan lebih dulu speaker.

"Hyeong! Matikan dulu... hahh... speakernya!"

"Ani, aku...hahh... juga tidak kuat... hahh... hyeong, tolong matikan..."

Dia yang tertua, yang bersedekap menyandarkan punggung di pintu. Mata sipitnya menatap tajam kedua kakak beradik yang sudah kelelahan itu, namun, ia tetap berjalan untuk mematikannya.

Trek!

Selesai mematikannya, ia berjalan ke sudut ruangan, dimana ada 2 botol air mineral masih baru, memungutnya dan memberikannya di samping kepala keduanya. Oh, tak lupa ia membukakannya dulu.

"Wahh... gomapta... Yoongi hyeong..." Hoseok--yang berani menyuruhnya untuk mematikan speaker-- segera duduk, menegak air itu hingga setengah. Ia lalu menatap adiknya yang masih berbaring, memejamkan mata. "Jimin, minumlah dulu, kau bisa dehidrasi,"

Jimin hanya menurut saja, duduk dan minum seperti yang diperintah Hoseok, tapi ia berbaring lagi. Hoseok menggeleng maklum, kemudian beralih menatap Yoongi.

"Hyeong tidak berlatih?"

"Nanti saja."

"Ini sudah seminggu, kulihat hyeong hanya masuk ke studio,"

"Itu karena tugasku. Kupikir, aku tidak mungkin debut bersamamu. PD-nim bilang, aku cocok jadi composer lagu saja,"

"Tapi hyeong bisa rap, kan?"

Yoongi hanya mengangguk. Memang, sudah seminggu berlalu sejak ia lolos di bighit audition. Ia, Hoseok, dan Jimin datang bersamaan, dan kebetulan mereka sama-sama lolos. Trainee yang diterima tidak main-main, banyak jumlahnya, dan dibagi atas kelompok. Setiap seminggu mereka dinilai, entah dari segi vocal, rap, atau dance, dan yang terlihat tidak bersungguh-sungguh, mereka akan diberikan surat pembatalan kontrak.

Kejam? Iya. Namun, itu demi kemajuan entertaiment. Apalagi, BHit entertaiment masih tergolong baru, belum terlalu dikenal. Dulu, mereka sempat mengasuh sebuah girlband, sebelum semuanya hancur oleh kasus salah satu anggotanya. Semua hanya berjalan setahun, belum sampai terdengar kalangan.

Cklek.

Pintu latihan tiba-tiba terbuka, dan seorang pria berusia 30-an masuk, membuat mereka yang tadinya bersantai jadi berdiri, membungkuk.

"Annyeonghaseyo Sondeuk seonsaeng-nim," sapa ketiganya serempak.

"Ah, apakah kalian baru saja latihan? Disini panas sekali," Sondeuk--pelatih choreography--mengibaskan tangannya guna mengusir udara pengap, "wah, sampai kacanya berembun," Ia mengusapkan telunjuknya ke kaca seraya tertawa kecil. Ada rasa bangga jika melihat anak didiknya mau berjuang.

"Ne, seonsaeng-nim,"

"Apa Yoongi juga ikut dance?"

"Aniyo, saya berada di studio tadi,"

Sondeuk mengangguk, "oh ya, ada yang ingin kuperkenalkan pada kalian. Kemarilah, haksaeng,"

Seseorang lagi masuk. Ia setinggi Jimin, rambutnya hitam, mengenakan hoodie putih dipadu dengan celana jeans hitam, sepatu kets hitam, dan dari kesan awal bertemu, anak itu sepertinya pemalu. Dia terus menunduk, tapi setelah membungkuk, ia mengangkat wajahnya, menatap satu per satu ketiga lelaki di depannya.

"Annyeonghaseyo, Jeon Jungkook imnida, 13 tahun, asal Busan. Bangapseumnida, mohon bantuannya." Ia membungkuk lagi selesainya.

Tiga detik terdiam.

"Oh, annyeonghaseyo Jungkook-goon, naneun Jung Hoseok, 16 tahun, asal Busan, kakak dari Park Jimin. Bangapseumnida," Hoseok yang pertama memberi respon balik.

"Annyeonghaseyo, Park Jimin imnida, 15 tahun, asal Busan, adik dari Jung Hoseok hyeong. Bangapseumnida,"

Jungkook agaknya kaget mendengar perkenalan keduanya, saat Hoseok maupun Jimin saling memperkenalkan sebagai kakak-beradik, padahal jelas marga mereka berbeda. Namun, tidak mungkin kan ia bertanya pada awal bertemu? Bisa-bisa ia malah membuat keduanya tersinggung. Jadi, ia lagi-lagi membungkuk membalasnya.

Dan, orang terakhir. Lelaki berkulit pucat yang sedari tadi sama sekali tak menunjukkan ekspresinya. Jungkook jadi merasa takut untuk sekedar menatapnya.

"Min Yoongi imnida, 17 tahun, asal Daegu. Bangapseumnida,"

"Nah, kurasa, kalian sudah saling kenal. Aku pergi dulu, Jungkook, barang-barangmu sudah ada di apartement. Kau satu ruangan dengan mereka, jadi pulanglah bersama. Oh ya, kalian bersikaplah ramah pada Jungkook, sepertinya dia yang termuda."

"Ne seonsaeng-nim! Gamsahabnida!"

Blam.

"Baiklah, Jungkook-goon... Panggil saja kami hyeong, tidak usah terlalu formal. Nyamankan dirimu, okey?" ucap Hoseok mencoba mencairkan suasana, "oh ya, kupanggil Jungkook saja ya, apa keberatan?"

"Aniyo, hyeong. Gwenchanayo,"

Hoseok tersenyum, begitu juga Jimin--tapi senyumnya tak setulus Hoseok, alih-alih malah tersenyum canggung. Yoongi berbalik, sudah bersiap masuk lagi ke studio.

"Hyeong mau kemana?" tanya Jimin.

"Ke studio, tadi tugasku belum selesai."

Sehilangnya Yoongi dibalik pintu, Hoseok menatap ke Jungkook yang menunjukkan ekspresi tak enaknya. Ia tau, memang rasanya tidak enak saat orang yang baru kalian kenal tak menunjukkan ekspresi apapun, datar, seperti tak peduli. Namun, ia dan Jimin sudah terbiasa walau baru seminggu bertemu seorang Min Yoongi.

"Tidak apa, kau akan terbiasa," Hoseok berkata demikian sembari melempar senyum, menenangkan Jungkook.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

26 Mei 2010

Seorang lelaki baru saja turun dari bus. Ia berteduh sebentar di bawah naungan halte, memikirkan kemana ia akan pergi. Matanya menyapu ke sekitar, dan berhenti pada sebuah restaurant khusus ayam. Ia meneguk ludah, tak ingat terakhir kali ia makan ayam. Kakinya melangkah tanpa berpikir lagi, terhipnotis saking inginnya.

Krieet.

Pintunya agak berderit dan ia masuk dengan heran. Tidak ada seorang pelanggan kecuali dirinya, tak tampak pula penjualnya.

Keadaan sepi membuat nafsu buruknya muncul. Keringat mulai mengaliri pelipisnya, kentara sekali ia menimang apakah melakukan atau tidak. Tangan yang berada dalam saku jaket itu sudah hendak menjulur, sebelum dihentikan oleh sebuah suara dari sebelahnya.

"Oh, selamat datang."

Ia menahan aksinya dan menoleh pada lelaki muda berparas tampan, menyambutnya ramah.

"Ada yang bisa saya bantu?" Tanyanya lagi.

"Emm..." Ia melihat-lihat menu, tentu saja tak luput dari harga yang tercantum, "aku mau paket 1 saja."

"Makan di sini atau di bawa pulang?"

"Bawa pulang."

"Ne, chakkamanyo," lelaki berapron hitam itu berbalik guna membungkuskan makanannya, tanpa menyadari pemuda berjaket abu gelap itu tengah mengambil dua bungkus roti dari meja.

"Semuanya 15ribu won,"

Ia mengeluarkan gulungan uang, menyerahkannya tanpa menghitung. Setelah mendapat kembalian, ia berbalik dan keluar dari sana.

"Sebaiknya kembalikan apa yang bukan hakmu,"

Baru saja ia keluar, dan sebuah suara sukses membuatnya terlonjak. Untung, ia tidak berteriak.

"N-nuguseyo?" Ia bertanya takut, dan lelaki jangkung dengan cap hitam itu tanpa berkata apapun langsung mencengkram pergelangan tangan kanannya, nyaris membuat plastik berisi makanan itu jatuh.

"A-apa-apa yang anda lakukan? Hey, lepaskan!" Ia meronta, tapi dirasanya cengkraman itu semakin kuat. Lelaki misterius tersebut menariknya paksa kembali masuk ke restaurant.

"Lepaskan aku! Hey!"

Lelaki tampan tadi mengernyit tak mengerti saat pelanggannya barusan masuk kembali, tapi dengan paksaan yang kentara oleh lelaki disebelahnya.

"Ada apa ini? Apa yang kau lakukan padanya?"

"Apa hyeong tidak tahu? Anak ini baru saja mencuri 2 rotimu." Sang lelaki misterius merogoh saku jaket lelaki itu, lalu mengeluarkan 2 bungkus roti.

"Dia mencuri rotimu, Seokjin hyeong!"

Seokjin--lelaki yang berparas tampan--hanya diam, tak menunjukkan ekspresi apapun. Tidak marah, tidak memaki. Ia menatap datar 2 bungkus roti yang disondorkan Namjoon--temannya--kemudian beralih menatap pelanggannya.

"Aku tau, kok."

"Huh? Hyeong tau dia mengambilnya?"

"Aku tau gerak geriknya aneh sedari ia masuk kemari. Ia memang sudah mengincarnya."

"Lalu kenapa diam saja? Hyeong mau rugi? Bos akan memecatmu."

Seokjin berjalan mendekati Namjoon dan lelaki disebelahnya yang berhenti meronta, kini menunduk dalam.

"Siapa namamu?" Tanyanya pelan, sama sekali tak terdengar unsur sinis.

Perlahan ia mengangkat wajah, menatap Seokjin takut.

"Kim Taehyung... Tolong, tolong jangan laporkan aku, aku akan menggantinya nanti..."

"Darimana asalmu? Dan... orangtuamu?" Bukan maksud apa-apa menanyakannya, Seokjin hanya memastikan kedua orangtuanya tidak kecewa nanti karena perilaku anaknya yang buruk.

Taehyung mengalihkan pandangannya, hatinya berdenyut tiap mendengar pertanyaan orangtua. Apa dia harus menjelaskan pada orang asing?

"Aku dari Daegu... dan, aku tidak punya orangtua."

Seokjin agak terkejut, namun kemudian mengulas senyum, "jangan diulangi ya, tidak baik jika mencuri."

"Hyeong, kenapa malah--"

"Tidak apa, Namjoon-ah, apa kau tidak kasihan padanya? Dia baru saja datang dari Daegu. Ah, ngomong-ngomong soal Daegu, aku jadi teringat temanku."

Pada akhirnya, Namjoon melepas cengkramannya, sedangkan Seokjin mempersilahkan Taehyung duduk. Karena restaurant sedang sepi, jadi mereka mengobrol bertiga. Ah tidak, Namjoon hanya menimpali saja, dia masih kesal dengan Taehyung.

"Perkenalkan, namaku Kim Seokjin, dan dia temanku, Kim Namjoon. Kami berdua bekerja part time disini, selebihnya, aku sebagai penyanyi cafe dan Namjoon menjaga pom bensin. Aku 18 tahun, dan dia 16 tahun. Emm... kau sendiri?"

"15 tahun, Seokjin-sshi,"

"Panggil saja hyeong. Aku tidak suka formal, terdengar aneh."

Taehyung menatap Seokjin yang terus tersenyum padanya. Entah kenapa, ia merasa aman, dan ada kelegaan dalam hatinya. Ia tak perlu terus memendam takut seperti saat tinggal di rumahnya sendiri. Oh soal rumah, dan... ayahnya, Taehyung meninggalkannya. Ia memutuskan untuk pergi dan tak peduli lagi apapun tentang ayahnya. Ya, dia juga melarikan diri seperti Seokjin, walau caranya berbeda.

"Lalu, apa yang membawamu kemari? Apa mengunjungi keluargamu?"

Seokjin terus bertanya seolah ingin sekali tau asal usul lelaki dihadapannya. Namun, Taehyung nampaknya tak keberatan dengan itu.

"Aku kemari... untuk ikut audisi. Kudengar, ada audisi sebuah management yang dibuka minggu lalu."

"Oh! Aku tau! Temanku juga berada disana, ia menjadi trainee. Astaga, aku jadi merindukannya. Rumah terasa sepi, yahh, walaupun dia hemat bicara. Hahaha!" Seokjin berkicau dan tertawa, tak mempedulikan tatapan aneh Namjoon, dan tatapan kebingungan dari Taehyung.

Namun, perkataan Seokjin tentang teman dan audisi, mengingatkan Namjoon pada seseorang. Sepertinya dia harus mengunjungi seseorang itu nanti.

"Apa hyeong tau dimana lokasi audisinya?"

"Emm... aku tau. Nah, sepulang dari sini akan kuantar kau kesana. Apa kau mau ikut, Namjoon?"

Namjoon berkedip, seperti baru tersadar dari lamunannya. "Ah, emm, oke. Tapi, aku mau pergi ke suatu tempat dulu."

"Mengunjungi temanmu, kan?" Seokjin menatap Namjoon sendu, ia tahu betul maksud Namjoon dengan pergi ke suatu tempat. Ya, karena itulah asal mula ia mengenal Namjoon, lewat perempuan yang selalu Namjoon sebut sebagai teman.

"Benar, hyeong,"

"Sudah saatnya, Namjoon-ah... kau harus menepati janji. Tidak baik jika kau melanggarnya."

"Aku tahu, hyeong... Nanti, setelah aku pergi ke sana, semoga aku berubah pikiran."

Seokjin tersenyum seraya beberapa kali menepuk bahu Namjoon. Taehyung hanya melihat, tanpa tahu kemana perginya arah pembicaraan 2 orang yang baru dikenalnya. Toh, ia tidak punya hak untuk tahu, kan?

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Annyeong, Hyosoo-ya..." Namjoon menaruh pelan setangkai bunga bakung yang dibelinya, diatas pusara yang banyak pula tangkai bunga darinya. Namjoon berjongkok di sebelahnya, menatap nisan yang terukir nama 'Kim Hyosoo, 1993-2010', seolah-olah ia sedang menatap perempuan itu.

"Maaf, aku belum menepati janjimu waktu itu..."

"Aku sedang, ya... menimangnya lagi. Aku tidak cukup percaya diri dengan kemampuanku. Kau belum mendengarku bernyanyi, kan?"

"Bisa-bisa kau terbahak dan merasa malu menjadi temanku."

"Tapi janji tetaplah janji, bukan begitu?"

"Aku akan mencobanya, audisi itu."

"Doakan aku ya, semoga saja aku bisa membuatmu bangga disana."

"Aku... mencintaimu, Hyosoo."

.

.

.

.

.

.

.

.

.

TBC

Continue Reading

You'll Also Like

63.6K 5.2K 36
Sequel of Just One Day Apa yang harus kulakukan sedangkan apapun yang kulakukan selalu salah(?) • K i m T a e h y u n g ( S w e e t N i g h t ) b...
54.8K 6.7K 30
[Buat pembaca yang baru gabung di cerita ini, tolong jangan lupa tinggalin vote dan komentarnya juga ya] Seokjin itu suka hujan. Dia suka bau hujan y...
73.8K 4.8K 24
ga bisa bikin deskripsi, bisa sih tpi agak gimana gitu . jadi kenzu kasih dikit aja deskripsi. btw ini cerita pertama kenzu, mohon maaf kalau klise...
597 93 8
"Untungnya, gue gak pernah habisin cinta gue buat lo!"