JANDA TAPI PERAWAN (JANDA RAS...

By RhaKartika

5.5M 345K 18.8K

Highestrank 1 (3 Februari 2018) #rank 14 (6 des 2017)#rank 11 (8 des 2017)#rank 9 (9 des 2017)#rank 7 ( 13 de... More

1. New Begining
2. Dia Arshaka kan?
3. A day with Khadaffi
4. Jadi Asisten Arshaka itu salah satu kesialan buat Nada
5. Berwajah Malaikat berhati Iblis
6. Masih banyak Laki yang Lajang, kenapa mesti jadi Pelakor?
7. Ketika Indonesia Merdeka, Hidup Nada malah di jajah Bos dari Korea
8. Balas Dendam Sama Mantan Versi Nada
9. Arshaka itu Malaikat Pencabut Nyawa khusus di Hidup Nada
10. Gua harap Lo Masuk Neraka Wildan bastard Nimaira
11. Arshaka bikin Nada Keki
12. Yes or No??
13. Status Janda Bikin Nada Hati Hati
14. Happy Suki
Berbagi Nasi
Jangan tinggalkan Jejak apapun tentang Arshaka
Arshaka? mampus aja deh Lo!!!!
Kalysta Home mempertemukan Arshaka Nada dan Daffi
Let me know, What do you want!!
Email
Curhatan Author
How Long ?
I'm Thingking about him again? Ahhh Damn!!!
Cool story when you get it right
I keep Falling dawn
Games Change and Fears
tak mungkin ada aku, di antara kau dan dia.
Remember Me? (Part satu)
Remember Me? (Part 2)
Remember Me? (Part 3)
Remember Me? (Part 4)
Patah
Neighbour ? (Part satu)
Neighbour (part dua)
Arshaka itu.. too good to be true
Kita Selesai.
Akan Selalu Kamu
bukan update. Cuma pengumuman
Karma di bayar Kontan
Rujuk? Rujuk noh sama dugong!!
Bertekuk Lutut
If I tell you, I Love You. Can I keep you forever?
Kamu yang seperti mitos, memang bukan untuk ku.
Faktanya . . .
Kalau bukan kamu, aku tidak mau

too much too ask

61.7K 7.2K 313
By RhaKartika

Vote sebelum membaca. Komentar setelah membaca.

Semakin banyak jumlah vote dan komentar, semakin semangat saya update nya.

Terimakasih.

*****


"Kalysta Home."

Mas Faza tersenyum miring. Mata nya masih menatap papan nama kosan yang tergantung di depan pagar. Lalu dia menengok ke arah kursi penumpang. Menatap ke dalam mata ku yang masih sembab dan memerah.

"Jadi, Daffi yang lebih dulu nemuin kamu," lirihnya.  Dia tersenyum sedikit.

"Tck! Aku keduluan," gumamnya lagi. Tapi wajah bang Faza tidak nampak kecewa. Dia malah membingkai raut wajah nya dengan senyum yang hangat.

Beberapa jam lalu, saat baru saja tiba di lobi hotel setelah mendengar penjelasan Bu Ani, mamah nya Daffi. Dengan lutut gemetar, mata sembab, hati yang terasa baru saja di cabik cabik. Aku terdiam cukup lama di lobi hotel.

Kepala ku terasa pening, sakit, dan berat. Berasa ada yang menusuk - nusuk dengan benda tajam. Tentu rasa sakit di kepalaku, tak jauh di akibatkan informasi menyakitkan yang bu Ani sampaikan padaku tentang kemungkinan perasaan Daffi serta semua informasi masa lalu kekasihku itu.

"Daffi tidak mencintai ku. Daffi menginginkan ku menjadi pengganti Lysta yang kebetulan memiliki wajah mirip dengan ku. Daffi mencari Lysta dalam diri ku. "

Kalimat kalimat itu berulang kali terngingang di kepala ku. Membuat kepalaku, terasa di tusuk tusuk ribuan jarum. Menyakitkan.

Tiba-tiba aku merasa pemandangan di depanku berputar. Kepalaku semakin pening.Sontak aku berjongkok sembari meraba dahi. Berusaha agar tubuhku tidak tiba-tiba terjatuh ke lantai.

Tangan ku terjulur, menjambak rambut di dekat dahi. Lagi lagi berusaha keras agar rasa sakit itu bisa berkurang meski sedikit.

"Nada. " Suara bariton berat memanggil nama ku.

"Hey. Nada." Lagi dia memanggil. Kali ini dia berjongkok mensejajarkan tubuh nya dengan tubuh ku. Sedetik kemudian, tangan nya terjulur memegang bahu ku. Sontak aku membuka mata, dengan kernyitan dalam di kening menahan rasa sakit di kepala ku.

"are you oke? " tanya nya lagi. Keningnya berkerut memperhatikan wajahku yang aku yakin sudah sangat pias.

"Mas Faza?" Lirihku. Ada nada ragu, karena sungguh wajah di depanku tidak terlalu nampak jelas di penglihatan. Entah karena kepalaku yang terlalu pusing, atau karena mataku yang terlalu bengkak, bahkan mungkin karena air mata yang enggan berhenti menetes, menjadi penyebab kaburnya penglihatanku.

"Ya ini aku. Kamu baik - baik saja? " Dia mengkonfirmasi. Nada suaranya terdengar sangat cemas.

"Aku--" menghela nafas.
"baik baik aja mas," lanjutku lagi. Tapi aku rasa Mas Faza tidak percaya melihat bagaimana tanganku yang masih meraba dahi.

"Enggak. Kamu tidak baik-baik saja Nad."

"Bisa berdiri?" Dia bertanya lagi.

Aku mengangguk sambil mengernyitkan dahi menahan vertigo yang tidak juga terasa membaik. Tapi, saat tiba-tiba baru mengangkat tubuh, kakiku ternyata tidak kuat menahan gravitasi. Beruntung Maz Faza sigap, dia menahan tubuhku, hingga aku tidak terjatuh.

Rasanya ingin menolak, tangan Mas Faza yang melingkar di bahuku, lalu turun ke pinggangku. Tapi jika dia tidak membantu memapah tubuhku untuk berjalan, aku rasa aku akan terjatuh lagi.

Jadinya, aku buang rasa risih itu. Dan membiarkan Mas Faza mengiring langkahku ke arah parkiran tempat mobilnya terparkir.

"You' re not oke Nad. Kita ke rumah sakit ya!" Katanya, tepat ketika dia menstater mobil.

Aku menggeleng lemah. Tidak mau harus ke rumah sakit cuma gara-gara masalah sepele seperti ini. Rasanya, aku hanya ingin segera sampai kamar kosku, mengunci diri, lalu menangisi nasibku sampai air mata sialan ini tidak lagi berproduksi.

"Tolong, antar aku pulang saja Mas."

Aku yakin Mas Faza dapat mendengar suara ku yang terdengar mengiba. Karena pada akhirnya dia hanya menghela nafas panjang, lalu menganggukan kepala.

Sepanjang perjalanan Mas Faza diam membisu. Dia membiarkanku pura-pura memejamkan mata sembari memiringkan kepala ke arah jendela mobil, memunggunginya. Sesekali, tanpa sadar aku mengangkat tangan hanya untuk menghapus air mata yang tidak mau berhenti.

Ya Tuhan, kenapa nasibku seperti ini?

***

Mendengar ucapan Maz Faza, sontak aku mengernyitkan dahi. Campuran antara penasaran dengan ucapannya barusan, plus sakit kepala yang masih sedikit terasa.

"Kenapa kamu menangis?"

Aku memincingkat mata, memandang tidak suka ke arah Mas Faza. Aku tau, aku berhutang budi padanya karena dia telah menolongku di lobi hotel serta mengantarkan ku pulang. Tapi bukan berarti Mas Faza berhak tau kenapa aku menangis.

Tidak ada alasan bagiku untuk menceritakan masalah pribadiku pada orang yang baru ku temui beberapa kali. Aku menghela nafas panjang. Lalu membuang wajah.

"Maaf mas, terimakasih untuk tumpangan nya. Tapi aku rasa, aku tidak perlu menceritakan masalah pribadiku sama kamu."

Dia malah tersenyum miring sembari menggelengkan kepala.

"Oke. Sorry," ujarnya. Tapi tidak ada raut wajah penyesalan atau wajah tersinggung karena kata-kata ku barusan.

"Aku turun Mas. Terimakasih sudah menolongku."

Tanganku baru mencapai hendel pintu ketika Mas Faza berkata, "karena Daffi ya? Kamu di tolak sama bu Ani?"

Sontak aku berhenti bergerak, lalu detik selanjutnya membalik tubuh ke arah Mas Faza yang masih memandang papan nama Kalista Home dengan pandangan yang tidak aku mengerti.

"Mas kenal Daffi? Kenal keluarganya?"

"Tidak ada alasan bagiku untuk menjawab pertanyaan kamu Nad."

Dia membalik kata-kataku. Dan yang bisa ku lalukan hanya menghela nafas panjang. Tapi kemudian dia sedikit tertawa.

"Sorry, kamu benar-benar mirip Lista kalau sedang marah seperti itu. Lucu lihatnya."

Aku membelalak tidak percaya. Mas Faza juga mengenal Lista?

"Mas--" belum selesai aku berkata-kata, mas Faza sudah memotong pembicaraanku.

"Iya, aku kenal Daffi, keluarganya, bahkan aku kenal baik almarhum Lista." Dia tersenyum simpul.

"Kenal baik, luar dan dalam,"lanjutnya lagi.

"Bagaimana bisa? Kalian satu kota? Tetangga atau apa?"

Alih-alih menjawab, Mas Faza malah menopang sikut ke arah jendela pinggir pengemudi. Lalu seperti menimbang-nimbang sesuatu. Entah dia sedang memikirkan apa, yang jelas aku semakin di buat penasaran.

"Mas!" Panggilku lagi.

"Iya Nada. Iya. Aku bakal jawab." Lalu menghela nafas.

"Kebetulan aku lagi ada seminar di hotel tenpat bu Ani dan Kak Anggi menginap. Kebetulan juga, ketika di lobi berpapasan dengan beliau. Tapi ya sebatas itu, cuma saling menyapa, karena hubungan kami memang tidak terlalu baik," ujar Mas Faza.

" Sebenarnya aku lihat kamu sejak kamu keluar dari lift. Niatnya mau menyapa, tapi lihat wajah kamu pucat dan mata kamu bengkak, aku jadi tidak yakin buat menyapa kamu di kondisi kamu yang seperti itu. Lalu tiba-tiba kamu kaya yang mau pingsan. Aku langsung mikir, wah ada yang enggak beres nih. Makaya aku berani nyamperin kamu dan nolongin kamu."

"Aku dari mikir, apa kamu begini gara-gara bu Ani. Tapi ko bisa ketemu bu Ani? Nah pas lihat nama Kalista Home, baru aku yakin kamu memang ada hubungan dengan Daffi. Tidak mungkin banget, Daffi lepasin kamu dengan wajah kamu yang maaf--" Mas Faza sedikit menjeda.

"Mirip Lista."

"Tapi mungkin, tragedi terulang kembali. Dulu bu Ani tidak mau menerima Lista karena perbedaan kesenjangan status sosial. Maaf ya Nad, tapi aku sudah dengar kondisi kamu seperti apa."

Aku menggeleng kalut, air mata kembali menetes.

"Bu Ani tidak mau menerima aku karena wajah aku mirip Lista Mas. Bu Ani, ingin Daffi membuka lembaran baru, bersama orang yang baru, yang tidak ada mirip sedikitpun dengan Lista," aku menjelaskan dengan suara yang terbata-bata. Mas Faza mengangguk anggukan kepala.

"Syukurlah kalau beliau tidak sepicik dulu. Kalau itu alasannya, mungkin jika aku orang tua Daffi, aku juga akan melakukan hal yang sama. Belum jelas juga, Daffi benar-benar mencintai kamu, atau dia mencari Lista dalam diri kamu. Kalau dia tidak menemukan Lista dalam diri kamu, bisa-bisa dia kalap dan melakukan hal kriminal."

Aku mengangguk setuju. Itu juga salah satu hal yang terlintas dalam kepala. Bagaimana jika aku tidak sesuai ekspestasi Daffi? Apa kalau kami menikah dia akan memaksakan aku menjadi seperti Lista, baik fisik maupun tingkah laku? Kalau aku tidak bisa memenuhinya, apa yang akan terjadi, apa akan ada KDRT?

"Bagaimana Mas bisa kenal Lista dan Daffi?"

Lagi-lagi Mas Faza tersenyum. Senyum hangat yang menyejukan hati.

"Daffi itu dulu teman SMA ku. Dan Almarhumah Lista itu, istri aku Nad."

Aku tidak bisa tidak menunjukan raut wajah terkejut. Dan Mas Faza hanya terkekeh melihat raut wajahku.

"Sumpah Nad, beberapa ekspresi kamu benar-benar mirip Lista," ujarnya lagi.

"Kamu menikahi Lista?"

Mas Faza mengangguk. Lalu dia mulai bercerita, kalau semasa SMA dia dan Daffi adalah sahabat dekat. Bahkan yang membantu Daffi mendapatkan cinta Lista adalah Mas Faza. Padahal beberapa kali Lista menolak Daffi dengan alasan perbedaan status.

Di kota Mas Faza, keluarga Daffi terkenal sebagai keluarga ningrat. Masih ada kekerabatan dengan keluarga kekerajaan. Dan yang jelas, semua orang tau bibit bebet bobot seluruh pendamping keluarga dalam keluarga Daffi berasal dari keluarga yang sederajat.

Mas Faza juga tau, sebenarnya Lista menaruh hati juga pada Daffi. Wanita mana yang bisa menolak perhatian terus menerus, surat-surat cinta, bahkan makanan-makanan yang sengaja Daffi simpan di kolong meja Lista. Hanya agar wanita itu ketika istirahat bisa makan cemilan seperti teman-temannya yang lain.

Lista bukan datang dari keluarga berada. Ayahnya sudah meninggal sejak Lista masih kecil. Ibunya hanya penjual kue keliling, kadang Lista membantu ibunya menjajakan kue juga. Tapi justru itu yang membuat Daffi jatuh cinta pada Lista, bukan hanya karena Lista cantik tapi karena dia wanita tangguh. Tidak pernah malu meski teman-teman sering mengejeknya karena pakaiannya yang lusuh. Tidak pantang menyerah juga meski setiap sepulang sekolah harus membantu ibunya menjual kue, tapi nilai akademisnya bisa di katakan bagus.

Setaun berjuang, akhirnya Lista menerima Daffi. Mereka berpacaran. Untuk mengelabui orang tua Daffi, ketika apel Mas Faza di jadikan tameng, Mas Faza setiap malam minggu menjemput Daffi ke rumahnya, lalu setelah itu mengantar Daffi main ke rumah Lista. Kadang kadang Mas Faza nimbrung, sehingga jadilah mas Faza juga akrab dengan Lista.

Setiap ada permasalahan dengan Daffi, Lista selalu bercerita ke mas Faza.

Mas Faza juga berkuliah di UGM, di tempat yang sama dengan Daffi. Saat itu, keluarga Daffi mulai curiga kenapa Daffi keukeuh ingin kuliah di kota kelahiran padahal orang tuanya sudah bersiap mengirim Daffi kuliah ke Singapura. Mungkin bu Ani mulai menyelidiki dan akhirnya tau, alasan anaknya tidak mau menempuh pendidikan yang bagus ke luar negeri dan tidak mau keluar kandang karena Lista.

Yang mas Faza tau, selama Daffi berkuliah bu Ani beberapa kali mengenalkan Daffi pada putri bebera pengusaha ternama, tapi Daffi selalu bersikap dingin. Tapi selama itu pula, bu Ani tidak pernah mengusik hubungan Daffi dan Lista.

Daffi pikir, mungkin keluarganya sudah menerima Lista. Karena selama mereka berpacaran 7 tahun, keluarganya tidak pernah mempermasalahkan persoalan tersebut.

Selepas wisuda, Daffi mengutarakan niatnya meminang Lista. Keluarga bu Ani tidak menolak secara keras, mereka hanya beralasan sebaiknya Daffi mencari pekerjaan dulu, serta menjadi lelaki yang mapan agar siap menjadi suami yang bertanggung jawab lahir dan batin untuk istrinya kelak.

Daffi setuju. Kebetulan ketika ada test CPNS, dia ikut serta. Sangat yakin, bahwa mungkin ini adalah jalannya untuk memiliki penghasilan agar bisa segera meminang Lista.

Daffi lulus. Sayangnya, dia menerima SK dengan penemapatan di ibu kota. Yang sekarang di yakini Mas Faza bahwa itu adalah ulah kelurganya Daffi. Mereka sengaja menjauhkan Daffi dari Lista.

Setelah Daffi pergi, Keluarga bu Ani kemudian mendatangi rumah Lista. Entah bagaimana caranya mereka meyakinkan Lista untuk memutuskan hubungan dengan Daffi , mas Faza tidak tau karena Lista tidak cerita. Yang jelas, tiba-tiba Lista datang ke Solo ke kontrakan Mas Faza, meminta tolong untuk menyembunyikannya beberapa minggu karena sejak memutuskan hubungan dengan Daffi, lelaki itu terus-terusan mendatangi rumahnya. Bahkan menganggu ketentraman tetangganya, sampai-sampai kelurga Lista menjadi gunjingan karena kelakuan Daffi.

Mas Faza maunya menolak, tapi melihat mata iba Lista, mas Faza tidak tega. Akhirnya dia membiarkan Lista tinggal di kontrakannya sembari mencari pekerjaan juga di Solo.

Tapi naas, malam itu terjadi. Entah setan apa yang merasuki mas Faza, dia menyentuh Lista di tempat-tempat yang tidak seharusnya. Bahkan, Lista juga tidak menolak. Entah karena wanita itu memang berniat mengotorkan diri agar Daffi tidak mau lagi terhadapnya, atau itu cara dia melupakan Daffi. Mas Faza tidak tau. Karena besok paginya, tidak ada raut wajah penyesalan dalam diri Lista, bahkan wanita itu seolah menganggap apa yang mereka lalukan semalam adalah hal yang biasa saja. Padahal Mas Faza merasa bersalah ketika melihat darah di atas seprei.

Mas Faza sudah berniat bertanggung jawab, dia menyampaikan maksudnya pada Lista. Tapi wanita iu bergeming, tidak mengiyakan atau menolak. Yang jelas, sejak malam itu Lista seolah menggoda mas Faza dan mereka melakukan lagi dan lagi perbuatan itu. Tau tau, bulan berikutnya Lista hamil. Dan mas Faza segera menikahi Lista.

Ketika Daffi tau, tentu dia marah besar. Beberapa kali mengancam Mas Faza. Tapi Mas Faza tidak bergeming, toh bagaimanapun dia tidak bisa meninggalkan Lista dengan benih yang ada dalam rahim Lista.

Hubungan rumah tangga mereka berjalan biasa saja. Tapi lama kelamaan Lista berubah, dia semakin dingin dengan mas Faza. Dulu mas Faza pikir mungkin itu efek dari kehamilan, baru setelah kehamilan Lista menginjak usia 8 bulan, dan Lista meminta cerai, mas Faza menuntut penjelasan.

Lista hanya berkata, bahwa dia tidak bisa mencintai mas Faza. Dan selama ini, semua hal yang di lakukannya hanya karena untuk membuat Daffi menjauh. Tapi nyatanya, lelaki itu tetap datang menganggunya.

Ya, mas Faza tau beberapa kali nokor tidak di kenal meneror handphone Lista. Mengirimi sms betapa dia mencintau Lista. Bahkan mas Faza pernah membaca sebuah pesan yang berisi permintaan agar Lista meninggalkan Mas Faza, dan lelaki itu akan menerima Lista beserta anak yang dia kandung.

Mas Faza berusaha juga mempertahankan rumah tangganya. Dia tetap bersikap sabar, meski Lista beberapa kali berontak. Entah dia tergoda untuk kembali pada Daffi dan menyesal karena sudah menikah dengan mas Faza atau memang dia hanya ingin hidup seorang diri, tanpa harus pura-pura menjalani rumah tangga yang bagai neraka untuk diri Lista.

Tapi naas, ketika melahirkan Nana, Lista meninggal dunia. Emboli ketuban penyebabnya. Sejak saat itu, Daffi hubungan mas Faza dan Daffi semakin menjauh. Mas Faza sudah tidak mendengar lagi tentang Daffi. Dan dia hidup membesarkan anaknya seorang diri.

"Ya, begitu Nad, sampai akhirnya kita tidak sengaja bertemu. Tapi rupanya dengan bertemu kamu, aku malah jadi tau Daffi sekarang tinggal dimana, dan kalau dia masih terobsesi dengan Lista," ujarnya menutup pembicaraan.

Terngiang di kepala kalimat Daffi yang pernah dia katakan padaku.

"aku ingin belajar menyukai semua hal yang kamu sukai. " kata kata Daffi saat pertama menyatakan perasaannya padaku beberapa bulan yang lalu.
Tapi ternyata?

Aku mendengus tidak percaya. Kembali mengulangi lirih dalam kepala.

"Menyukai semua hal yang ku sukai? "

Kemudian tersenyum miris. Sampai aku rasa aku sudah nampak tidak seperti orang waras. Karena aku sadar, akhir-akhir ini Daffi nampak memaksakan semua hal yang harus ku sukai untuk menjadi kebisaanku.

Mas Faza di sampingku tersenyum kecut. Lalu berujar kata maaf berulang kali, karena mungkin dia menceritakan hal yang membuatku semakin patah hati.

"Aku tau gimana cerita hidup kamu. Jujur, aku tidak mau kemu mengulang kesalah yang sama untuk kedua kali. Maaf, aku memang tidak berhak mencampuri urusan kamu. Hanya rasa iba, dan tau bagaimana rasanya menikah dengan orang yang tidak bisa membalas rasa cinta kita dengan tulus itu sangat menyakitkan. Apalagi kamu pernah mengalaminya, sampai kamu menyandang status, maaf, Janda," ujarnya menjelaskan.

Meski ingin marah pada teman kerjaku yang merupakan saudara mas Faza yang entah sengaja atau tidak telah menceritakan tentang kehidupanku. Nyatanya aku berterimakasih, karena berkat penjelasan Mas Faza aku jadi tau bagaimana perasaan Daffi untuk Lista. Dan bagaimana perasaan Daffi untuk ku, yang mungkin memang hanya dia jadikan sebagai pengganti Lista hanya karena kemiripan fisik.

"Terimakasih mas." Aku berkata sungguh-sungguh. Lalu mengusap wajah.

"Kalau boleh tau, makanan seperti apa yang Lista suka?"

Mas Fasa mengernyit bingung, tapi tak urung dia pun menjawab.

"Lista suka bakso, tanpa penyedap rasa."

Lagi-lagi aku tersenyum miris, mengingat bagaimana sejak kami berpacaran Daffi sering sekali membelikanku bakso tanpa penyedap rasa. Saat aku tanya kenapa tidak gurih? Daffi hanya berasalah supaya kesehatanku terjaga.

"Lista pasti sangat suka segala sesuatu yang berwarna pink ya?"

Akupun ingat beberapa kali Dafi mengomentari bahwa warna pink, apalagi pakaiaj sangat cocok di kulitku. Dia bahkan pernah menghadiahi beberapa dres berwarna pink. Padahal Daffi tau, kalau aku lebih suka warna nude ketimbang pink.

Mas Faza hanya menganggu sebagai jawabannya. Aku rasa mas Faza tau arah pembicaraanku kemana, karena dia diam tidak berkata-kata lagi.

"Terimakasih Daffi untuk pelajaran hidupnya."

Aku berkata dalam hati sembari menabahkan hati.

*******

TBC

Wah wah. Daffi gitu banget sih? Masa iya, wanita yang udah menikah masih di uber juga.

Tcktckck...

Kasian gue..

Lah Ko gue? Yakali, gua kan sering patah hati 😢😢😢😢😢

Continue Reading

You'll Also Like

93K 7K 29
Ganti judul, dulunya My Ndeso Wife Blurb Vino Ardiansyah, dia tidak pernah tahu bahwa wanita yang dulu sempat tidak disukainya bisa memasuki kehidupa...
43.5K 2K 32
"Kupeluk tubuh rapuhmu erat. Tak akan kubiarkan kau lari dariku. Aku selalu berada disampingmu. Walau kau tak akan membalas perasaanku, aku akan sela...
53.2K 5.5K 9
Sebagai Alpha, Yibo melewati penantian panjang untuk bertemu kembali dengan sang Luna, Sean, yang terlahir kembali di dunia modern. Sean menjelma da...
77.7K 7.1K 49
"Aku rapuh, aku rapuh secara fisik dan mental. Aku membutuhkan seseorang yang bisa membebaskanku dari masa laluku. Bayang-bayang masa lalu yang kelam...