Semerah Warna Cinta [TTS #3 |...

De Eria90

149K 10.6K 751

Takluk's The series #3 -Dihapus sebagian - Sudah tersedia di google play (yang mau ngoleksi cerita babang Ke... Mais

Prolog
1
2
5
6
7
9.b
10
11.a
11.b
13.b
14
16
17
18
19
20.
bukan update!
Promosi Ebook

15

4.2K 608 65
De Eria90

Akhirnya target vote dan komennya terpenuhi juga. Biarpun nggak semua pembaca yang ninggalin jejaknya dan hanya beberapa pembaca aja yang bahkan sampai berulang kali nulis komen, saya tetap senang. Karena itu ngebuktiin seberapa besar keinginan pembaca setia saya untuk ngebaca cerita yang saya tulis. Berat ya buat menuhin targetnya?

Okelah, nggak usah baca cingcong lagi. Buat bab depan, saya 230 vote dan 58 komen. Nggak berat, kan? Nggak dong pastinya, lah pembaca yang mampir ke lapak saya kan juga lumayan lah ya. Segitu aja, selamat membaca dan semoga coretan saya bisa tetap selalu menghibur kalian semua.

Tubuh ringkih tanpa sehelai benangpun yang menutupinya masih tergeletak di sana, di atas ranjang yang terlihat berantakan. Sementara di sisi ranjang di bagian kirinya, duduk sosok lain yang masih setia mengelus rambutnya sejak beberapa menit yang lalu.

Terlihat sesekali bibir yang masih menyisakan jejak darah di sudutnya tersebut meringis sakit, namun tak ada satupun suara yang keluar dari mulutnya. Mata si pemilik bibir yang terluka itu hanya dapat menatap nanar sosok pria paruh baya yang masih masih gagah di usia senjanya, masih setia mengelus rambut hitam panjangnya, memohon belas kasihan sedikit saja untuk sejenak membiarkan ia bernapas diantara rasa sakit yang mendera.

"Kau masih berpikiran untuk mengkhianatiku, sayang?" pertanyaan yang disertai nada suara mendayu tersebut berbanding terbalik dengan cengkraman erat di rambut yang tadi dielusnya sayang.

Sontak saja kepala dengan rambut hitam panjang bergelombang tersebut menggeleng pelan. Seakan tak ada lagi tenaga hanya untuk sekedar mengeluarkan kata 'tidak'.

"Bagus!" sosok pria yang masih terlihat gagah di usia senja itu menyahut puas, sementara tangannya masih setia mengelus rambut panjang si 'penghangat ranjangnya', "Kau pasti tau apa resiko yang akan kau tanggung jika sekali lagi kau mencoba untuk mengkhianatiku. Bukannya hanya siksa fisik yang akan kau dapatkan, tapi juga kau tidak akan bisa membayangkan hal apa yang bisa aku lakukan untuk menyiksamu melalui putrimu!" tandasnya penuh ancaman, lalu sesaat kemudian kembali menambahkan, "Oops... aku salah, bukan putrimu melainkan putri 'kita'.

Kembali sosok tak berdaya tersebut menggeleng lemah, diantara kelemahan yang merajai seluruh tubuhnya, sosok itu memaksa untuk berbicara dan hanya satu kata yang bisa ia ucapkan, "Jangan!"


Pria paruh baya itupun mengangguk khidmat, "Kalau begitu tetaplah jadi bonekaku yang penurut. Lakukan apapun yang aku inginkan. Jangan berbuat salah terutama berkhianat. Putri 'kita' yang kau titipkan di panti asuhan dan kau berikan dana setiap bulannya untuk pengasuhan dia di sana, kini sudah ada di bawah kuasaku. Sedikit saja kau berbuat kesalahan lagi, jangan harap kau bisa melihatnya. Bahkan mungkin aku akan menanamkan pemikiran di otaknya yang masih bersih itu bahwa tante yang selama beberapa bulan belakangan ini mengunjunginya di panti asuhan adalah ibu kandungnya yang sudah tega membuang dia karena kau tidak menginginkannya sebagai anakmu. Dan aku akan menambahkan 'bumbu penyedap' di dalamnya. Jadi bisa kau bayangkan, apa reaksinya setelah mengetahui semua itu?"

Air matapun mulai berjatuhan melalui kelopak mata yang terdapat beberapa lebam di sekitaran mata sayu tersebut. Wanita yang sedari tadi hanya bisa berbaring tengkurep karena terdapat beberapa lebam di punggungnya yang menyisakan rasa sakit yang sangat hanya bisa terguguh dalam ketidak-berdayaan. Betapa sebuah pemikiran bodoh yang dirinya ambil demi mencari rasa aman untuk masa depan dirinya juga putri kecilnya dari sosok yang ia anggap mampu untuk mewujudkan semua itu. Namun nyatanya semua itu hanyalah hayalan belaka, karena bukannya mendapat apa yang ia mau, justru pengkhinaan serta kekerasan fisik yang ia dapat.

Memang pantas perempuan hina, kotor, dan penuh dosa seperti dirinya mendapat perlakuan seperti itu setelah banyaknya dosa yang pernah ia lakukan. Dan lelaki ini, yang duduk dengan senyum penuh ancaman di samping dirinya yang tergeletak tak berdaya, yang ia anggap sedikit saja memiliki rasa cinta untuknya setelah sekian lama bersama, kini menjelma bak malaikat pencabut nyawa yang siap mengambil nyawanya kapan saja.

"Apa yang kau pikirkan, sayang?"

Tersentak dari lamunan karena mendengar kata sayang yang diucapkan dengan nada dingin tersebut memaksa ia mengerjapkan matanya dengan cepat. Setelah kesadarannya kembali, ia akhirnya memutuskan untuk mempertanyakan apa yang selama ini bercokol di benaknya. "Bu... bukannya papa mencintaiku?"

Pria paruh baya itu menaikkan sebelah alisnya sembari menunggu kelanjutan kalimat dari penghangat ranjangnya tersebut.

"Lalu, kenapa papa tega memperlakukan aku seperti in..."

Belum lagi kalimatnya selesai terucapkan, tawa meremehkan dari pria paruh baya di sampingnya menghentikan apapun yang ingin ia ungkapkan. Dan setelah tawa itu mereda, keluarlah pernyataan menyakitkan dari bibir pria paruh baya itu.

"Jangan salah, Far! Tentu kau tidak pernah lupa bahwa selama kita saling 'menghangatkan' satu sama lain, sekalipun aku belum pernah mengatakan cinta padamu. Jangan mengira jika selama belasan tahun ini aku hanya 'menyentuhmu' saja dikarenakan hatiku sudah kau miliki. Bukan, karena pada kenyataannya semua itu kulakukan tak lain dan tak bukan untuk pencitraan di depan wanita yang aku cintai yang dengan suka rela aku katakan bahwa wanita itu bukan dirimu. Kau selama ini tak lebih hanya sebagai penghangat ranjangku, jalang yang bersedia melakukan apapun untukku. Yang bahkan mau-maunya aku suruh untuk memporak-porandakan kehidupan rumah tangga serta bisnis dari orang yang aku anggap saingan."

Jeda sejenak, pria itu tersenyum meremehkan begitu melihat tatapan kosong dari sosok wanita yang terbaring tak berdaya di sampingnya. Dan dengan sangat tega ia kembali melanjutkan kalimat kejamnya untuk semakin menggores luka di hati wanita tersebut. "Jangan menganggap lebih dirimu apalagi jika kau sampai berbangga diri karena perhatian dan limpahan materi yang kuberikan padamu. Nyatanya kau tidak seberharga itu untuk mendapatkan cinta dariku. Wanita yang dengan suka rela membuka kedua kakinya untuk pria yang berstatuskan suami dari ibunya sendiri bukanlah wanita yang pantas untuk mendapatkan cinta dari seorang lelaki. Camkan ini baik-baik, kau tak lebih hanya sebagai pe***ur bagiku."

Dan tanpa perasaan serta rasa kasihan barang sedikitpun, pria itu meninggalkan sosok wanita yang telah melahirkan seorang anak untuknya dalam keadaan mengenaskan. Tatapan kosong juga air mata yang berjatuhan dari wanita yang selama belasan tahun hidup dengannya tanpa ikatan resmi tersebut tak jua menghentikan langkahnya. Karena baginya, wanita tersebut sama saja dengan wanita penghibur yang sering ia pergunakan pelayanannya semasa muda dulu. Jadi, meruntuhkan harga diri wanita itu sampai tak bersisa bukanlah masalah besar untuknya.


🌸🌸🌸



Hermanu yang baru saja melangkahkan kakinya menjejaki lobi kantor setelah bertemu dengan klien di salah satu restoran yang tak jauh dari lokasi kantornya berada langsung di sambut Arif, sang asisten sekaligus tangan kanannya yang memang ia minta untuk menggantikan dirinya di sana.

Serentetan jadwal yang dibacakan oleh asistennya itu didengarkannya sambil terus melangkah. Bahkan hingga mereka masuk ke dalam lift, jadwal yang dibacakan Arif belum juga berhenti. Lelah dan penat membuat Hermanu seketika menyandarkan tubuhnya di dinding belakangnya. Hembusan napas kasar yang sarat akan rasa lelah yang sangat membuat suara sang terhenti dan di susul pertanyaan dengan nada penuh kekhawatiran.

"Bapak baik-baik saja?"

Mata Hermanu yang sempat tertutup langsung terbuka kembali. Dipandanginya sosok lelaki muda yang sudah ia anggap sebagai anaknya tersebut. "Saya baik-baik saja, Rif. Cuma sedikit kelelahan saja karena semalam tidak bisa tidur nyenyak."

"Kalau boleh saya tau, apa yang membuat bapak tidak bisa tidur?"

Tak ayal senyum cerah terukir begitu indah di bibir pria yang sudah menyandang gelar kakek tersebut. "Di rumah Arlita ada malaikat kecil yang selalu memiliki tenaga ekstra untuk mengajak saya bermain. Bahkan saking tidak bisa diamnya, ada-ada saja yang dia tanyakan, hingga waktu tidur saya pun berkurang karenanya."

"Bapak senang?" tanya Arif yang paham dengan siapa sosok 'malaikat kecil' yang dimaksudkan oleh atasannya tersebut.

"Tentu saja." Hermanu mengangguk mantap. "Bahkan biarpun capek dan kurang tidur, saya senang karena pada akhirnya bisa berkumpul bersama keluarga yang sekarang dilengkapi dengan kehadiran Naya."

"Lalu, kapan bapak akan menikahi ibu Arlita kembali? Bukannya lebih afdol trus tidurnya tidak lagi ditemani guling kalau sudah ada ibu Arlita."

Mata Hermanu memincing sebal. "Mulai kurang ajar ya kamu mengucapkan perkataan seperti itu. Saya potong gajimu, baru tau rasa nanti."


Arif hanya tertawa ringan menanggapi ancaman dari sosok pria paruh baya yang berjasa besar dalam hidupnya tersebut. Karena seseram apapun ancaman yang diucapkan, pada kenyataannya semua itu hanya sekedar ancaman. Hanya terucap di bibir tanpa pernah direalisasikan. Namun senyum Arif perlahan hilang saat mereka baru saja melangkah keluar dari lift dan teringat ada hal penting yang belum ia sampaikan.

"Pak... "

Langkah Hermanu yang berjalan selangkah di depan Arif terhenti. Lalu kemudian pria paruh baya tersebut memutar tubuh ke arah asistennya. "Ada apa? Katakan saja." ujar Hermanu saat melihat melihat wajah serius sang asisten.

"Tuan Arya sedang menunggu di dalam ruangan bapak." tatapan Arif mengarah pada satu ruangan yang pintunya tidak tertutup rapat.

Sempat terdiam kaku dalam hitungan detik, tubuh Hermanu kembali relaks di detik berikutnya. Dengan lagak seperti biasa, Hermanu kembali meneruskan langkahnya dengan diikuti oleh Arif yang setia mengekor di belakangnya.

"Di dalam mobil ada beberapa mainan juga pakaian untuk Naya. Tolong kamu suruh orang untuk mengantarkannya ke rumah Arlita." ucap Hermanu memecah keheningan yang sempat terjadi.

"Mengapa bukan bapak sendiri yang mengantarkannya. Sekalian sebagai alasan buat ketemu dengan ibu Arlita."

"Kau pasti paham, kalau Arya sudah datang ke sini pasti kami memerlukan waktu yang lama untuk mengobrol. Bukan hanya karena bisnis kami yang memang dalam naungan keluarga Artayudha, tapi kami juga biasa membicarakan perihal masalah pribadi di dalamnya." jelas Hermanu dengan senyum di bibirnya yang sudah dipahami oleh Arif apa maksud di balik senyum tersebut.

"Baik pak, akan segera saya laksanakan."

Tanpa menunggu waktu Arif pun merogoh saku jasnya, lalu mengambil ponsel dari sana dan menghubungi salah seorang yang bisa ia percaya di kantor tersebut. Begitu instruksi selesai diberikan, suara sang atasan kembali membuat Arif menegakkan kepala.

"Arya itu, apakah dia datang sendiri atau ada orang lain yang datang bersama dengannya?"

"Beliau datang sendiri, pak. Asisten yang biasa mengekori tidak ikut bersama beliau kali ini."

"Sudahkan kamu suguhkan minuman juga makanan kecil untuknya?" tanya Hermanu lagi.

"Sudah, pak." Arif menjawab pasti.

"Kalau begitu, kamu tunggu saja di luar. Mungkin ada hal pribadi yang ingin Arya omongkan, mengingat tidak biasanya dia datang di luar jadwal seperti ini." titah Hermanu yang langsung ditanggapi oleh Arif dengan anggukkan kepala karena sang atasan sudah keburu masuk ke dalam ruangan.

Dengan sedikit rasa tidak enak di hati, Arif pun duduk di balik meja yang terletak di samping ruangan atasannya. Kalau diingat, kedatangan Aryaka Artayudha yang notabenenya adalah saudara sepupu atasannya tersebut yang di luar jadwal sedikit banyak menimbulkan rasa tidak enak di hati Arif. Takut ada hal-hal yang luput dari pantauannya atau bahkan mungkin ada masalah dalam perusahaan yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh sang atasan sebagai anak tertua dari putra tertua.

Selama ini, beberapa tahun terakhir setelah Arif menjabat sebagai asisten sekaligus tangan kanan dari seorang Hermanu Artayudha, segala masalah yang dulunya membelit pria baik hati itu sebisa mungkin Arif selesaikan. Bahkan seumur hidupnya, untuk pertama kali Arif memukul orang hanya demi mendapatkan informasi yang bisa melepaskan sang atasan dari jerat tangan iblis yang berusaha menjeratnya.

Tak apa, tidak masalah untuk Arif melakukan semua itu. Ibunya yang membenci kekerasan pun bisa memaklumi apa yang ia lakukan. Dan meminta Arif melakukan segala yang dibisa dilakukan untuk membantu sosok yang telah berjasa bagi mereka.

Untuk itu, Arif bertekad melakukan segala upaya menjauhkan sang atasan dari segala masalah juga hal-hal yang akan menyakiti pahlawan dalam hidupnya itu. Bahkan jika suatu hari kelak ia harus berkorban nyawa, Arif rela memberikannya.


🌸🌸🌸


🍁🌸🍁
Salam, eria90 🐇
Pontianak,-06-08-2018

Continue lendo

Você também vai gostar

2.4M 35.7K 48
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
109K 6.1K 15
21+ dede gemes di larang membaca cerita ini yes😉 Budayakan memfollow sebelum membaca!! ---------------------------------- Kisah tentang Davira yang...
43.3K 723 27
Jonas berada pada dua pilihan. Memilih Sisil, pacarnya atau Tante Sarah, janda seksi yang baru saja pindah di samping rumahnya. Bagaimana cara Jonas...
41.9K 2.8K 14
Tanpa sengaja bertemu wanita cantik yang berhasil memikat hati, Arka lantas meminta orang tuanya untuk melamar. Lamarannya bersambut dan pernikahan p...