[✔️] Dear, Woozi ; Jicheol

By fallforhoon

52.4K 5K 363

[COMPLETED] Konflik kecil tentang perasaan sang lead hiphop dan lead vocal. Entah ini salah seungcheol yang t... More

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 20
Chapter 21 [END]

Chapter 19

1.9K 187 49
By fallforhoon

Dear, Woozi

By

Fallforhoon

Disclaimer :

Semua karakter tokoh, kata-kata, dan perilaku tokoh di dalam FF tidak bermaksud menjelek-jelekkan tokoh dari segi manapun. FF ini murni dari pemikiran otak saya. Jadi, jika ada kesamaan mungkin hanya sebuah kebetulan^^

Warning:

Kind of weird , Typo(s), BoyxBoy.

It's Jicheol!

Don't Like! Don't Read!

Don't be a Basher!

HAPPY READING!^^









Seungcheol sama sekali tidak berubah.

Tidak.

Bahkan faktanya, pengakuan jihoon waktu lalu tidak memengaruhi apapun dari sikapnya.

Ia tetap dekat dengan jeonghan, memeluk yang lain, mencium chan, dan skinship overload pada semua member.

Jihoon bukannya cemburu akan itu. Mereka juga memang biasa melakukan itu sejak dulu. Tapi kali ini, seungcheol lebih tertarik pada hal seperti itu dengan member lain daripada bersamanya. Dan itu yang membuatnya kesal.

Contohnya sekarang. Ia duduk sendirian di ruang tunggu, sementara leadernya dan yang lain asyik melakukan interview ataupun game yang staff sediakan. Meskipun ia sadar seungceol tahu ia juga tidak tertarik akan hal itu, dan ia lebih akan memilih untuk tetap di ruang tunggu, tapi apa salahnya mengajak?

Jihoon menghela nafas kesal. Disini hanya ada jisoo yang sedang menyelesaikan make up nya, dan chan yang tertidur. Ia mengeluarkan ponselnya, dan mengirim pesan pada kekasihnya itu.

Hyung dimana?

Jihoon mengharapkan adanya balasan langsung. Tapi mungkin, leadernya itu sibuk bermain dengan yang lain sampai melupakan ponselnya.

Seungcheol hyung

Jihoon menghela nafas lagi. Ia tidak tahu sejak kapan ia seperti ini, tapi ia jadi tidak tahan saat diabaikan. Dengan tidak sabar, ia menekan tombol hijau, dan mendekatkan ponselnya ke telinga.

Beberapa saat kemudian, ia mendengar lagunya sendiri entah darimana. Alunan musik simple yang berasal dari sekitarnya. Jihoon mengerutkan keningnya. Ia melihat kesekitar, dan menemukan ponsel hitam diatas meja.

"Bodoh," Ia menggerutu kesal. Seberapa banyak ia mengirim pesan pada seungcheol, leadernya itu tidak akan membacanya. Ponselnya bahkan ada disini.

Jihoon menghela nafas kesal. Ia meraih ponsel hitam leadernya itu. Tampilannya menunjukan 2 pesan dan 1 panggilan tak terjawab. Ia menggeser layarnya dengan malas, namun sedetik kemudian bibirnya mengukir senyum kecil.

Tampilan punggungnya berada disana. Jihoon tidak tahu kapan seungcheol mengambil fotonya, atau kapan seungcheol memasang gambar ini untuk menjadi tampilan layarnya. Itu adalah gambarnya di backstage salah satu acara musik mingguan. Dengan rambut pink dan pakaian jeansnya, ia tampak mungil di foto itu. Oh, jihoon lupa seberapa sering seungcheol mengingatkannya betapa ia sangat lucu, kecil, dan menggemaskan.

Jihoon terus memandangi foto dirinya di layar ponsel seungcheol, sampai ia mendengar suara tawa soonyoung yang menggema di lorong.

Ah, mereka kembali.

Dan mengingat itu, rasa kesal jihoon muncul lagi. Ia memasukkan ponsel seungcheol kedalam sakunya, dan memasang wajah datar lagi. Ia tidak ingin seungcheol mengetahui perubahan emosinya ini. Sebab, menurut leadernya itu, ia sangat mudah dibaca.

"Hey, ji," Seungcheol menaikkan alisnya begitu melihat jihoon yang terduduk di sofa. Disebelahnya, maknaenya terlihat tidur. "Kau menjaganya tidur?"

Jihoon menggelengkan kepalanya pelan. "Aku hanya tidak suka berada diluar,"

Seungcheol mengerutkan alisnya. Ia menatapnya lekat. Sekarang, jihoon tahu ekspresi apa itu. Seungcheol tengah membacanya.

"Ah, sayang sekali." Seungcheol mengedikkan bahunya, sambil berjalan memutar. "Mereka punya games menarik tadi,"

Jihoon melebarkan matanya. Ia menatap punggung seungcheol yang mengambil minum didepannya dengan tatapan tidak percaya.

Apa itu tadi? Hanya bicara seperti itu? Tidak ada ucapan maaf?

Jihoon membuang wajahnya. Ia mengepalkan tangannya erat. Sejak beberapa minggu terakhir, emosinya tidak stabil. Ia tidak tahu ini efek lelah atau apapun, tapi rasanya ia bisa meledak kapan saja.

Ia melihat seungkwan, seokmin, soonyoung, dan mingyu yang masuk. Mereka masih tertawa akan hal yang menjadi topik pembicaraannya itu.

Mingyu tersenyum kearahnya. "Hai, hyung! Aku tidak melihatmu sejak—"

"Darimana saja kalian?!"

Seisi ruangan tiba tiba terdiam. Mingyu dan yang lain menatapnya kaget. Beberapa staf memutuskan untuk keluar dari ruangan.

Jihoon tidak menyangka akan keluar seperti itu. Ia niatnya hanya bertanya dengan sentakan sedikit. Ia tidak menyangka akan terdengar memekik seperti itu.

Dari posisinya, seungcheol menatapnya lekat. Ia beranjak mendekat kearah jihoon. "Ji, apa yang-"

"Kalian tidak seharusnya meninggalkanku disini. Jika kalian keluar dan bersenang senang seperti itu, mana bisa kalian meninggalkanku duduk disini?"

Jihoon tidak tahu untuk siapa itu sebenarnya ditujukan. Mata dan tubuhnya masih mengarah kedepan, tempat para dongsaengnya itu tadi masuk. Sedangkan disampingnya, ada sosok leadernya.

"Mian, hyung," Mingyu menggumam kecil didepannyan. Ia menundukkan kepalanya menghindari tatapan jihoon.

"Lain kali akan kuajak, hyung. Aku janji," Seungkwan tersenyum kecil kepadanya. Meskipun sorot matanya masih menunjukkan ia takut.

Jihoon menghela nafas lelah. Ia memejamkan matanya sesaat. Tangannya meraih satu botol air disampingnya, dan beranjak keluar dari ruangan. Ia bisa melihat seungcheol yang menyuruh dongsaeng dongsaengnya masuk dan duduk, menenangkan mereka, sebelum seungcheol ikut keluar bersamanya.

Jihoon berjalan lebih cepat. Ia tahu seungcheol tepat di belakangnya. Ia hanya tidak ingin bertemu siapapun sekarang. Ia menuju pojok lorong, dimana terdapat jendela besar yang menampakkan pemandangan seoul dari sana.

"Jihoon—" Seungcheol menarik lengannya dari belakang. Dengan sekali tarikan, badan jihoon sudah berputar menghadap kearahnya.

Jihoon bisa saja marah. Ia bisa saja memekik seperti tadi pada leadernya ini. Namun melihat ekspresi wajah seungcheol, ia hanya terdiam sambil menatap lantai.

"Ada apa?" Seungcheol mendekat. Ia meraih pundaknya. "Kenapa berteriak seperti tadi pada mereka, hm? Itu bukan dirimu."

"Maaf," Jihoon hanya bisa menggumam pelan. Meskipun kesal, ia tidak ingin mencari ribut pada leadernya itu.

Tangannya kemudian meraba saku celananya. Mengeluarkan ponsel hitam milik seungcheol darisana, kemudian mengulurkan tangannya pada seungcheol.

"Kau yang menyimpannya?" Seungcheol melebarkan matanya. "Aku mencarinya ke segala tempat, ji. Kupikir itu hilang."

Jihoon hanya diam tanpa merespon. Leadernya itu kemudian menyalakan ponselnya, dan mengecek. "Itu tertinggal,"

Seungcheol segera membukanya begitu ia melihat dua pesan dan panggilan tidak terjawab. Nama Hoonie tertera disana.

Hyung dimana?

Seungcheol hyung

Seungcheol menggigit bibir bawahnya. Ia menghela nafas dan menatap jihoon yang juga balas menatapnya.

"Kau mengatakan itu untukku, bukan untuk mereka."

Itu pernyataan. Dan jihoon tidak membantahnya. Ia hanya diam dan menundukkan kepalanya.

"Lee jihoon,"

Seungcheol menariknya dan mengangkat dagunya sehingga pandangan mereka bertemu.

Selang beberapa detik, jihoon memalingkan wajahnya dan menghempas tangan seungcheol yang menyentuh pundaknya.

"Biarkan aku sendiri," Ia berbalik lalu beranjak menjauh dari sana. Meninggalkan seungcheol dengan senyuman kecil di bibirnya.

-

"Kau bertengkar dengannya?"

Seungcheol menatap jisoo sekilas, sebelum ia kembali sibuk dengan ponselnya. "Entahlah,"

Jisoo hanya menatapnya khawatir. Ia memalingkan wajahnya pada jihoon yang duduk di meja makan, dengan ekspresi yang sama.

"Ia tidak kelihatan baik sejak tadi."

Seungcheol hanya menatap jihoon lewat ekor matanya. Ia tahu meskipun terbilang cuek, adiknya itu terkadang mencuri pandang kearahnya.

"Aku sudah coba bicara padanya tadi. Ia bilang ia ingin sendiri."

"Memberinya sedikit ruang dan waktu mungkin baik." Jisoo mengangguk pelan. "Tapi kau akan tetap mengawasinya, kan? Kau tahu, aku tidak ingin kejadiannya seperti kalian terakhir kali bertengkar."

Seungcheol hanya mengangguk pelan. Ia kemudian beranjak menuju kamarnya, tanpa menoleh pada jihoon sedikitpun.

Raut kesal jelas terpampang pada wajah jihoon. Ia yang marah pada seungcheol. Kenapa sekarang leadernya itu yang mendiamkannya?

Tidak ada sapaan, raut khawatir, dan sikap overprotektif khas leadernya itu. Jihoon pernah mengatakan ia membencinya, tapi— ia tidak bisa membantah ia merindukan seungcheol yang seperti itu.

Jihoon tidak mengerti ia kenapa. Saat sedang bertengkar dengan seungcheol, rasa kekanakannya muncul kembali. Jadi dengan segera ia bangun dari kursi, dan beranjak menuju kamar untuk mengambil jaket dan dompetnya.

Ia melihat seungcheol yang tertidur di ranjang, dan dengan sengaja ia membuat berantakan saat mengambil jaket. Cukup puas melihat leadernya terbangun, ia keluar dari kamar.

"Mau kemana?"Jisoo menghampirinya dengan cokelat panas di tangannya.

"Keluar,"

Jisoo menekuk alisnya bingung. Ia menatap jihoon penuh selidik. "Terakhir kali kau keluar sendirian, kau pulang dengan keadaan mabuk, ji. Dan aku tidak mau hal itu—"

"Aku tidak akan mabuk kali ini." Jihoon menghembuskan nafasnya kesal. "Aku tahu bagaimana cara menjaga image."

"Apa keperluannya mendesak?" Jisoo melirik jam di depannya. "Ini sudah terlalu malam dan aku tidak ingin kau pergi—"

"Tidak ada yang keluar malam ini."

Keduanya melihat kearah belakang. Leader mereka itu bersandar di samping kulkas sambil memandangnya datar.

"Tidak ada yang boleh keluar." Ulangnya sekali lagi.

Jihoon menatapnya jengah. Ia langsung mengalihkan perhatiannya ke lain arah. Seolah mengerti, jisoo langsung beranjak dari tempatnya. Mungkin jihoon dan leadernya ini butuh sedikit privasi.

"Tidurlah," Seungcheol mendekat kearahnya. Tangannya terulur meraih jaket yang dipegang jihoon. "Ini sudah malam."

"Aku hanya ingin keluar sebentar,"

Tatapan seungcheol melembut. Namun ia masih tetap mempertahankan ekspresi datarnya. "Kau bisa keluar besok, ji."

"Aku ingin sekarang." Jihoon bersikeras.

"Akan aku antar besok, oke? Sekarang masuk ke kamar dan tidur. Aku tidak ingin sesuatu terjadi dan—"

"Aku bukan anak kecil yang selalu kau atur, leader-nim." Jihoon menghela nafas kesal dan menatap seungcheol tajam.

"Kau memberku, ji. Aku yang bertanggung jawab atas apapun yang terjadi pada kalian. Aku leadernya. Dan kau—"

"Meskipun kau leadernya kau tidak memiliki hak sepenuhnya atas diriku." Jihoon tidak tahu kapan suaranya meninggi.

"Meskipun aku memperlakukanmu berbeda, bukan berarti kau bisa menentangku seenaknya. Kau harus tau kapan kau memandangku sebagai leader."

Jihoon mengepalkan tangannya.

Spesial apanya?

Pikirannya dari beberapa bulan lalu kembali terputar. Rasa kesal pada seungcheol itu muncul lagi.

"Kau tahu bagaimana perasaanku dan kau tidak bisa mengambil kesempatan dari itu. Aku masih leadermu."

Jika jihoon berpikir seungcheol akan membiarkannya melakukan apapun yang ia mau, ia salah besar. Seungcheol memang mencintainya. Ia memang memperlakukannya berbeda dengan yang lain. Namun itu lah yang membuat seungcheol merasa bersalah, dan berusaha berlaku adil. Jihoon terlalu banyak melanggar. Ia terlalu banyak marah, terlalu banyak keluar malam, dan terlalu sering membantah omongannya.

Jika biasanya seungcheol akan mengerti dengan alasan yang jihoon buat, kali ini ia tidak. Jihoon marah pada hal hal kecil. Itu sifat posesifnya, seungcheol tahu itu. Tapi ia juga harus tahu batasannya. Seungcheol bukan hanya miliknya. Dalam konteks ini, seungcheol milik semuanya. Leader mereka semuanya. Dan ia tidak boleh egois terhadapnya.

Jihoon menatap seungcheol dengan tajam sekali lagi. Matanya sudah memanas dan memerah. Ia mengempaskan dompet dan jaketnya ke lantai dengan kasar, sebelum meranjak masuk ke kamarnya, tanpa melihat bagaimana ekspresi seungcheol.

"Aku membencimu, hyung."






- TBC -

*hopefully there are some ppl who keep waiting for this story ehehe. I'm so sick of exam and write this in my short weeked jadi ide yg keluar adalah konflik konflik gini hehehe. Dan ss itu beberapa menit sebelum itu di pub wkwkwk. Kebetulan authornya lagi pake wallpaper itu😅😅

Continue Reading

You'll Also Like

894K 54.2K 35
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
40K 2.4K 8
Ketika Seorang yang awalnya menjadi seme disukai banyak seme. "Hai cantik, sini kenalan sama kita"ucap cowo berambut panjang. "Hah?" Seungcheol pun l...
634 66 12
Ini kisah dari mama yang berumur 27 tahun .. memiliki 2 putra yang umur keduanya hanya terpaut 2 tahun..