JANJI [Completed]

By beliawritingmarathon

1.8M 178K 16.4K

[Proses Penerbitan. Part Masih Lengkap.] JANJI [Update setiap Rabu dan Sabtu] "Percuma juga menghindar, kalau... More

Prolog
Janji 2 - Doa Orang Teraniaya
Janji 3 - Ketika Kertas Itu Teremas
Janji 4 - Gara-gara Suara Merdu
Saturdate with Nirmala
Janji 5 - Kebohongan Setahun yang Lalu
Janji 6 - Simbiosis Mutualisme
Janji 7 - Dan Ia Tersenyum
Janji 8 - Belajar Menerima Kenyataan
Saturdate with Girindra
Janji 9 - Konsekuensi
Janji 10 - Salah Sasaran
Saturdate with Rajendra
Janji 11 - Gue Sayang Jejen
Janji 12 - Sedikit Perubahan
Janji 13 - Ketika Mood Berantakan
Janji 14 - Kita Cuma Teman
Saturdate with Alya
Janji 15 - Gagal Move On
Janji 16 - Senang walau Remedi
Janji 17 - Menonton Live FTV
Janji 18 - Pengakuan
Janji 19 - Curhat Colongan
Janji 20 - Harapan Orang Tua
Janji 21 - Tercyduk
Janji 22 - Motivasi
Janji 23 - Curiga
Janji 24 - Interogasi Alya
Janji 25 - Perasaan Janggal
Janji 26 - Mulai Terbiasa Dengannya
Janji 27 - Menyangkal Perasaan
Janji 28 - Perasaan Hangat
Janji 29 - Mulai Salah Tingkah
Janji 30 - Rencana yang (Tak) Matang
Janji 31 - Berjuang Bersama
Janji 32 - Permintaan
Saturdate with Agil
Janji 33 - Janji Kita
Epilog
Testimoni Berhadiah Novel Janji
Pemenang Testimoni Novel Janji

Janji 1 - Sial Pangkat Sejuta

81.1K 7.2K 1K
By beliawritingmarathon

"Ugh! Ini kenapa toilet sekolah baunya kayak Bantar Gebang sih? Busuk banget!" seloroh seorang gadis berambut hitam bergelombang, seraya menutup hidungnya dengan tisu yang dia genggam sedari tadi.

Gadis lain yang baru masuk bersama gadis itu, menyatakan hal serupa. "Iya, nih! Pewangi ruangan aja nggak mempan. Pasti ada yang lupa nyiram nih!"

Kedua gadis itu melongokkan kepalanya ke bagian bawah pintu toilet yang memang tak tertutup penuh. Nihil. Tak ada tanda-tanda kehidupan. Mereka berdua tak tahu, di toilet paling ujung, Nirma mati-matian menahan suara dan menaikkan kakinya ke atas kloset untuk menyamarkan keberadaannya.

"Udah yuk, kita ke toilet lantai dua aja." Ajakan salah satu gadis itu pada temannya, membuat Nirma menghela napas lega. Saking leganya, suara kentut yang berusaha dia tahan sedari tadi, akhirnya ikut terlepas juga.

"Tuh, kan! Ada orang!" pekik salah satu gadis itu jengkel. "Eh, yang di dalam. Disiram yang bener dong! Baunya bikin nafsu makan hilang nih!"

Nirma membisu, tak berani mengeluarkan suara. Dia hanya bisa merapal doa sampai akhirnya terdengar suara pintu toilet dibanting dengan keras.

"Kenapa sih toilet ini nggak full music aja? Paling nggak kan bisa nyamarin suara kentut gue!" gerutu Nirma tertahan. "Huh! Gara-gara bakso sialan nih!"

Gadis itu berdecak sebal, sembari mengingat kembali kebodohannya saat istirahat pertama, pagi tadi.

"Dua bakso beranak buat Non Nirma sama Non Alya." Pak Jamil, menyajikan dua mangkuk bakso beranak, lengkap dengan sawi, tauge, dan bihun. Dengan sigap, Nirma langsung membelah sebuah bakso berukuran jumbo hingga terbuka dan menampakkan isinya berupa beberapa bakso berukuran kecil.

Sepertinya ulangan matematika telah menguras habis pikiran dan tenaga gadis itu. Buktinya, baru beberapa menit, bakso-bakso kecil yang ada di mangkuk itu sudah habis dan hanya menyisakan bakso berukuran jumbo yang telah terbelah.

Kunyahan Nirma terhenti seketika, tatkala manik matanya melihat objek favorit gadis itu, berada di kantin seberang, bersama dengan kawan-kawannya.

Dia Rajendra. Cowok berambut hitam short spike itu tengah menikmati nasi kebuli kesukaannya, sembari sesekali mendiktekan sesuatu dalam bahasa Inggris, pada teman-temannya. Cowok itu tak mau meladeni protes teman-teman yang meminta mengulang kalimat yang tidak mereka mengerti.

Selalu saja seperti itu. Nirma kerap kali melihat cowok itu, memberikan sontekan dengan cara mendiktekan tugas yang telah dikerjakannya, tapi enggan mengulang atau menjelaskan lebih lanjut jika temannya ada kurang mengerti.

"Duh, manis banget sih," gumam Nirma sangat rendah, tapi ternyata masih mampu ditangkap indra pendengaran Alya, yang mungkin memiliki kemampuan setara dengan lumba-lumba.

"Hah? Manis?"

"Oh, ini es tehnya kemanisan. Gula lagi murah kali ya, sampai Pak Jamil jorjoran banget sama kita." Kebohongan terucap lancar dari mulut Nirma.

"Es tehnya atau Kak Jendra?" Pertanyaan Alya membuat bakso yang tengah Nirma kunyah, tersangkut di tenggorokan. Gadis itu buru-buru menenggak es teh yang ada di depannya.

"Nir! Itu es teh gue kali!" sembur Alya yang tak terima es tehnya berkurang separuh. "Kalau lo salting kayak gini, gue jadi beneran curiga deh."

Nirma yang telah berhasil menelan baksonya yang sempat tersesat di tenggorokan, tertawa canggung dan tampak sekali dibuat-buat. "Gue kalo naksir liat-liat juga kali, Al. Kemungkinan Kak Jendra notice gue aja kayak nungguin Upin-Ipin daftar wisuda, alias mesti nunggu seribu tahun lagi."

Kini giliran Alya yang terkekeh geli. "Untung lo sadar diri. Remah-remah rempeyek kayak lo tuh cuma bisa liat Kak Jendra dari jauh." Ucapan kelewat jujur dari Alya, membuat Nirma mencebik seketika. "Lagian nih ya, Kak Jendra kan deket sama Kak Nessa."

"Deket doang, belum tentu jadian!"

"Wuih! Nge-gas banget!" Alya terkekeh puas saat melihat Nirma terpelatuk kejengkelan. "Tuh... tuh liat, Kak Nessa dateng."

Nirma mengikuti arah pandang Alya yang menunjuk kantin seberang dengan dagunya. Nessa datang beserta seorang temannya dan mengibaskan tangan pada teman-teman Jendra, layaknya ratu mengusir rakyat jelata. Namun, nyatanya teman-teman Jendra tak peduli dan tetap melanjutkan pekerjaan rumah mereka.

Menggeram kesal, Nessa lalu memekik, "Minggir, minggir!" Nessa mendorong Dion, salah satu teman Jendra menjauh, dan langsung membanting pantatnya ke bangku di hadapan Jendra.

"Apaan sih, Nes!" protes Dion tak terima. "Lagak lo kayak yang punya sekolahan aja. Padahal, Davin cucunya yang punya yayasan aja nggak resek kayak lo!"

"Jangan bawa-bawa kakek gue dong. Bisa marah dia kalo gue bawa-bawa namanya buat sok-sokan," seloroh Davin sembari mendengarkan Jendra yang dengan santainya masih mendiktekan tugas, tanpa terpengaruh keributan itu.

"Kenapa sih lo ngedeketin Jendra terus? Jendra tuh udah kayak upil Kaiju kalau dibandingin sama Bima yang cinta mati sama lo!" Jendra tampak tak keberatan saat Dion membandingkannya dengan upil monster di film Pasific Rim.

"Iya, nih!" Kini giliran Davin ikut berkomentar. "Lagian nih ya, yang gue baca tuh, nggak ada ceritanya sel telur ngejar sel sperma."

"Bukan urusan lo!" sembur Nessa tak terima, lalu mengalihkan perhatiannya pada Jendra. "Eh, Jen, tadi gue ketemu Pak Abi. Katanya lo masuk kandidat atlet sekolah yang berangkat buat seleksi provinsi ya?"

"Terus?" tanya Jendra retoris membuat Nessa terdiam beberapa saat.

"Uhm... selamat ya." Nessa mengangsurkan tangannya seraya memasang senyum sejuta watt yang menyilaukan mata.

Dari tempatnya, Nirma melihat itu semua. Walaupun bukan apa-apanya Jendra, Nirma merasa sebal sekali melihat Nessa dengan muka temboknya, mendekati Jendra. Seandainya Nirma punya keberanian, ingin rasanya dia menjambak rambut Nessa agar berhenti mendekati Jendra yang jelas-jelas masih milik bersama itu.

"Ya Tuhan, kalo Kak Jendra nolak salaman sama Kak Nessa, gue bakal makan bakso ini dengan tambahan tiga sendok sambal. Please, please, please, Ya Tuhan." Nirma terus memantau dari duduknya, seraya merapal doa dalam hati.

Belum ada tanda-tanda Jendra akan menolak atau menerima jabat tangan itu, membuat Nirma menaikkan level janjinya. "Ya Tuhan, please, jangan sampai Kak Jendra salaman sama Kak Nessa. Kalau Kak Jendra nolak, gue bakal tambahin tujuh sendok sambal ke bakso ini. Please banget, Ya Tuhan."

Nirma terus menatap lurus mereka berdua, sampai akhirnya Jendra mengucapkan 'thanks' sekilas tanpa membalas jabat tangan Nessa, sampai akhir gadis itu menurunkan tangannya.

"Yes!" Tanpa sadar Nirma berdiri saking senangnya, membuat Jendra, Nessa, dan orang-orang yang ada di sekitarnya, menatap aneh ke arah Nirma. Untung saja Alya menarik ujung rok gadis itu agar segera duduk dan berhenti mempermalukan dirinya lebih lanjut.

"Lo kenapa sih? Malu-maluin aja!"

"Gue... gue... eng... dapet ide buat ngerjain Mas Giri." Kebohongan kembali muncul dari mulutnya untuk menutupi rasa malu. Gadis itu lalu tersenyum kaku sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, sampai tanpa sadar pandangan tertuju pada semangkuk sambal cabai rawit yang kini tampak mengerikan baginya.

Menelan air liur susah payah, Nirma lalu meraih mangkuk itu, dan memasukkan tujuh sendok sambal ke dalam mangkuknya.

Nirma mendecak gusar, mengingat janji-janji konyol yang sering dia ucapkan tanpa pikir panjang. Awalnya gadis itu berniat melupakan janji-janji konyol yang kadang tanpa sadar dia lontarkan. Sayang, jika dia pura-pura merupakan janji itu, ada saja kesialan yang menimpanya.

Gadis itu segera berdiri setelah menyelesaikan kegiatannya. Namun, baru saja akan membuka pintu, perutnya kembali bermuruh.

Sial!

Nirma kembali duduk. Sayang, takdir mempermainkannya. Baru beberapa saat dia duduk, bel masuk istirahat sudah berbunyi. Dia hanya bisa menoyor kepalanya sendiri, mengingat pelajaran berikutnya adalah Sejarah dan Pak Salman, guru Sejarah, tidak menoleransi keterlambatan.

Nirma sedang tidak ingin bermasalah dengan beliau, karena minggu lalu dia baru saja dihukum menceritakan mimpinya di depan kelas, karena ketahuan tidur sampai mengigau tak jelas. Nirma berharap jangan sampai hari ini dia dihukum lagi. Sayangnya, Tuhan berkehendak lain. Nirma ingat, hari ini giliran kelompoknya menyajikan presentasi tentang manusia purba. Tiba-tiba saja wajah bengis teman-teman sekelompoknya, muncul seolah ingin mencekiknya.

Sial pangkat sejuta!

***

Halooo... terima kasih sudah membaca Janji ^^

Boleh banget loh pencet bintang di pojokan biar makin semangat update hahaha

By the way, kira-kira Nirma bakal diapain temennya ya kalau terlambat presentasi?

Boleh banget loh kasih saran-saran yang ajaib buat nyiksa Nirma yang kepedean hahaha

Keep voting, keep posting comments, and happy reading, Gengs! Hadiah paket buku selama setahun menunggumu hahaha~

Cheers,
matchaholic

Continue Reading

You'll Also Like

2.4M 247K 36
PART MASIH LENGKAP "Karena lo gue berhenti jadi yutuber. Yuk, tubir aja!" -Cecilia Yolanda Lestari ••• Memendam cinta sendirian bukan perkara yang mu...
1.7M 122K 48
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
18.7K 3.1K 37
[COMPLETED] For you : Neody Astrea Seleen From me : Mr. Sticky Notes "Awal yang berarti Kemukakan rasa di hati Untukmu, sang gadis di kereta api" •••...
1M 15.3K 27
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+