LunatiC : Deep World Dark Sid...

By FreesiaSaa

5.3K 641 69

[Genre : Sci_fi, Friendship, Tragedy] Depresi, Trauma, Halusinasi, dan beberapa sisi gelap lainnya menyelimut... More

0.0. LunatiC : Prolog
0.1. LunatiC : Beban Hidup
0.2. LunatiC : Gila
0.3. LunatiC : StiGma
0.4. LunatiC : Gadis yang Manis
0.5. LunatiC : Burung Gagak
0.6. LunatiC : Sisi Gelap
Note
0.7. LunatiC : Perasaan Takut
0.9. LunatiC : VoiCe
1.0. LunatiC : Keinginan Bersatu
1.1. LunatiC : RomantiC LiFE
1.2. LunatiC : Keinginan Bersatu (2)
1.3. LunatiC : HeadlesS
1.4. LunatiC : Looks Like cutting tHE...
1.5. LunatiC : Suara dalam Kenangan
1.6. LunatiC : Painful Memory
1.7. LunatiC : The Crow's calling
1.8. LunatiC : It was My FauLt
1.9. LunatiC : 1 years later~
2.0. LunatiC : Si Cengeng
2.1. LunatiC : [Untitled]
2.2. LunatiC : News
2.3. LunatiC : Pulang
2.4. LunatiC : Story Ab0ut PainfuL Memory
2.5. LunatiC : EpiloG
(+) LunatiC : Normal - Secret Ending
(+) LunatiC : Normal - Pra EpiloG
LunatiC 2

0.8. LunatiC : SicK

178 22 3
By FreesiaSaa

"APA YANG KAU LAKUKAN? AKU HANYA TIDAK INGIN KAU TERLUKA!"

Aku melihat Dave dengan pisau kecil ditangannya, dan Rudi yang menangis. Memegang lengannya yang bersimbah darah.

"RUDI!" Aku berlari kearahnya bersamaan dengan Dave yang membuang pisau kecil itu dilantai.

Aku memegangi bahu Rudi. Mataku melihat kebawah. Lantai yang menjadi pijakan kami berwarna merah senada merah yang keluar dari lengan Rudi. Aku melihat wajah Rudi yang memerah. Sedikit air keluar dari matanya.

Dia sampai menangis. Aku tidak tahu rasanya, tapi Rudi pasti kesakitan.

"Apa yang terjadi disini?" Suara berat seseorang menyadarkan kami. Semua orang yang berada disini menoleh kearah sumber suara. Mendapati kepala sekolah kami berdiri didepan kerumunan siswa yang telah menepi. Dibelakangnya segerombolan siswa PMR berlari menuju kami dengan membawa tandu dan kotak P3K. Lalu, ada wali kelas kami dan salah satu guru wanita.

"Dave dan Erick, temui aku diruang guru" Ucap wali kelas kami, Pak Roni.

Aku melepas peganganku pada bahu Rudi. Aku dan Dave berjalan menuju ruang guru-mengikuti Pak Roni. Saat itu aku masih belum sadar bahwa darah Rudi menempel pada tanganku. Begitu juga dengan Dave.

Ketika berjalan melewati kelas, aku melihat Rika disana. Menatapku dengan raut bingung dan terkejut. Tapi aku hanya tersenyum padanya.

Tap.

Tap.

Tap.

Suara langkah kaki kami menggema.

"Duduklah,"

Kami berdua-Aku dan Dave- duduk berhadapan dengan Pak Roni.

"Dave, bisa kau ceritakan apa yang terjadi?" tanya Pak Roni.

"Aku tidak sengaja menusuk Rudi, pak..." Dave menjawab dengan kepala tertunduk.

"Lebih detailnya?"

Dave menghela nafas.
"Sebenarnya, aku ingin tahu rasanya menyayat nadiku sendiri, tapi Rudi tidak mengizinkanku melakukan itu. Aku tetap memaksa, dan Rudi mencoba mengambil pisau itu dariku, hingga akhirnya aku tidak sengaja melukainya."

Pak Roni mengangguk-anggukan kepalanya.
"Dan kau, Erick? Apa yang kau lakukan disana?"

"Aku hanya mendengar keributan sedang terjadi. Jadi, aku keluar untuk melihat. Setelah itu aku mendengar suara Rudi dan orang-orang menyebut nama Dave. Ketika aku melihat Rudi brrsimbah darah, aku berlari kearahnya.," Jawabku juga dengan kepala tertunduk.

"Hanya itu?"

"Ya, Pak."

"Berarti kau tidak bersalah disini, kau bisa keluar dari ruanganku. Dan untuk kau, Dave..." Pak Roni mengalihkan pandangannya dariku kearah Dave.

"Bapak rasa kau harus menemui psikiater. Kau tahu kan berbahaya membiarkanmu seperti ini"

Aku melihat kearah Dave yang masih menunduk tanpa bersuara.

"Kau tidak usah repot-repot, biar bapak yang menangani semuanya... kau hanya perlu meminta izin kepada orang tuamu."

"Kau mengerti? Ini semua demi kebaikanmu"

Dave mengangguk.

"Ya, Pak."

"Kenapa kau masih disini, Erick?" Pak Roni menatapku. Wajahnya terlihat seperti orang susah.

"Oh, kalau begitu, saya permisi..." Aku berdiri. Membungkuk, lalu meninggalkan mereka berdua.

Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan selanjutnya. Tapi aku tetap melihat mereka melalui jendela saat berjalan dilorong.

Aku segera pergi ke UKS saat teringat Rudi yang saat ini terluka. Semoga lukanya tidak terlalu parah.

Sesampainya disana, aku melihat tangannya telah diperban.
"Hei, bagaimana kabarmu?" Sapaku.

"Tanganku perih sekali! Parah! Terutama dibagian siku!" Ucap Rudi memandangi lengannya yang dibalut perban putih dengan sedikit darah yang merembes keluar.

"Tentu saja itu sakit! Kau tidak lihat tadi? Darahmu banyak berceceran dilantai" kataku.

"Benarkah? Em... mereka tidak akan menyuruhku mengepel bukan?"

"Tidak, aku melihat anggota PMR dan OSIS membersihkan koridor bersama-sama"

"Oh..." Rudi mengangguk mengerti.

"Kau ini seharusnya menghindari orang yang memegang pisau! Kau tahu itu akan membahayakanmu!" Omelku.

"Aku tidak bisa menghindar jika itu Dave! Kau tahu sendiri kalau dia itu masokis! Dia pasti sejenis self injury dan semacamnya!" Kata Rudi.

"Kau tahu dia akan menyakiti dirinya sendiri, dan aku sebagai temannya tidak akan membiarkan itu terjadi!"

"Tapi dia membuatmu terluka!"

"Erick, percayalah! Ini kecelakaan! Dave tidak berniat menyakitiku!"

"Ya, tapi teman macam apa yang melukai temannya sendiri?! Intinya, dia sudah membuatmu terluka!" Ucapku tidak mau kalah. Aku tidak mengerti kenapa menjadi seperti ini.

"Ingat apa yang kau katakan ketika kita tahu bahwa Gilang pengidap disorder?" Rudi mulai bersuara ditengah keheningan sementara kami.

"Kita tidak akan meninggalkan teman hanya karena penyakit bodoh itu, bukan?! Sama halnya dengan Dave! Dia sakit! Itu semua bukan kesalahannya!"

Aku terdiam. Memang benar apa adanya, akulah yang mengatakan itu. Tapi aku bertingkah seperti aku menarik kata-kataku kembali.

"Jadi, aku tidak ingin meninggalkan Dave! Aku benar-benar menganggapnya sebagai temanku."

Ya, Rudi benar. Dia memang benar. Akulah yang salah disini. Aku menyalahkan Dave atas penyakitnya yang selama ini datang sendiri tanpa keinginannya. Aku berniat meninggalkannya hanya karena satu kesalahan yang diluar kendalinya. Aku salah. Aku bodoh.

"Aku mengerti, aku minta maaf..."

Cklek!

Aku menoleh ketika mendengar suara pintu yang dibuka.

Dave berjalan mendekati kami dengan raut wajah sedih.

"Ada apa, Dave?" tanyaku.

"Begini, aku ingin meminta maaf atas apa yang terjadi hari ini... Maafkan, aku..." Dave membungkuk.

"Apa yang-"

"Ah, aku akan membeli minuman kaleng untuk kita bertiga!" Aku berdiri, memotong pembicaraan Rudi sebelum dia sempat menyelesaikan kata-katanya.

Kurasa aku harus membiarkan mereka berdua meluruskan masalah ini.

Tap.

Tap.

Aku berhenti tepat disamping pintu. Menyembunyikan diriku yang terlihat seperti sedang menguping pembicaraan mereka. Meski itu memang benar.

"Aku benar-benar minta maaf!"

"Apaan sih, sudahlah! Aku sudah melupakan semuanya!"

"Bagaimana sebagai permintaan maafku, aku akan mentraktirmu makan siang! Tapi hanya kau saja..."

"Wih... beneran?"

"Aku bercanda!"

"Kampret!"

"Beneran lah! Aku tidak main-main dengan permintaan maafku!"

"Kau yakin? Serius?"

"Ya, aku serius!"

"Yakin tidak akan menyesal? Meski kau bangkrut?"

"T-tidak,"

"Kau terdengar ragu!"

"T-tidak kok! Aku serius!"

Aku tersenyum saat mendengar percakapan mereka berdua. Bodohnya aku mengawasi mereka seperti ini.

Aku pun melangkahkan kakiku kembali. Benar-benar meninggalkan mereka berdua.

***

"...SEKALI LAGI KEPADA SEMUA GURU PENGAJAR DIHARAPKAN BERKUMPUL DIRUANG GURU SEKARANG JUGA"

"Baik, kita akhiri pelajaran hari ini! Bapak rasa... akan ada rapat mendadak..."

Setelah guru pengajar kami meninggalkan kelas, sebagian besar dari kami berteriak senang.

"akhirnya... MERDEKA!!!" Semuanya terlihat senang sampai berjoget ria. Begitu juga denganku. Tapi, tentunya aku tidak berjoget seperti yang lain.

"Mereka pasti mengadakan rapat karena kejadian tadi... Akhir-akhir ini sekolah selalu mengalami kejadian buruk" Kata Iqbal.

Mungkin karena itulah banyak burung gagak disini.

Aku menoleh kearah jendela, lalu berbalik kearah Rudi yang saat ini sedang berbicara dengan Nina. Seperti biasa, dia selalu Kepo.

"Apa yang sedang kalian bicarakan?" tanyaku.

"Kenapa kau kesini?" tanya Nina. Terdengar seperti 'pergilah, kau mengganggu'.

"Yah, aku sedikit kesepian...," jawabku seadanya.

"Jadi aku ingin bergabung dengan kalian..."

"Bagus, Erick! Aku lebih senang jika kau bergabung! Soalnya, cewek ini cerewet banget!" Kata Rudi menunjuk Nina.

"Enak saja kau bilang! Awas saja ya, aku akan mematahkan tanganmu!" Ancam Nina.

"Tuh, kan! Dia membuat hari ku menjadi buruk!"

"Yah, aku tidak peduli dengan pertengkaran kalian! Yang ingin aku tanyakan, Bagaimana reaksi ibumu saat melihatmu seperti ini?!" Tanyaku melihat kearah Rudi.

"Astaga... apa yang harus kukatakan pada ibu?!" Teriaknya panik.

Sudah kuduga akan jadi sepanik ini.

Tiba-tiba aku melihat Rika berjalan menuju pintu dengan membawa tasnya.

"Rika!" Panggil ku. Dia menoleh.

Aku hendak bertanya kemana Ia akan pergi ketika aku melihat teman-teman lainnya mulai merapikan buku mereka kedalam tas.

"Memangnya sudah pulang?" tanyaku, terdengar seperti orang bodoh.

Dia mengangguk.

"Ya ampun! Kita pasti terlalu banyak bicara sampai tidak mendengar bel pulang!"

"Kau yang banyak bicara!"

"Tunggu, Rika! Kita pulang bersama!" Aku bergegas mengemasi barang-barangku, begitu pun dengan Rudi dan Nina.

"Aku juga ingin pulang bersama!" Kata Dave yang tiba-tiba berdiri disamping Rika.

Setelah selesai berkemas, kami berlima keluar kelas bersama-sama. Beberapa detik kemudian, kami berpapasan dengan Gilang dedepan kelas XI-B.

"Mau pulang?" tanyaku.

"Ayo pulang bersama kami!" Ajak Nina.

Gilang mengangguk seraya tersenyum senang. Lalu, kami berjalan bersama kearah cahaya diujung koridor. Cahaya yang membawa kami keluar dari gedung ini. Perlahan, aku memperlambat langkahku hingga aku berada dibarisan paling belakang. Memandang mereka berlima yang berjalan mendahuluiku.

Mereka semua adalah temanku. Meski orang-orang berkata mereka gila, mereka adalah temanku. Orang-orang hanya tidak mengerti... teman-temanku tidak gila...

Mereka hanya sakit.

.

.

TBC

Kritik dan saran sangat diperlukan^^

Continue Reading

You'll Also Like

136K 6.1K 36
"Dia seperti mata kuliah yang diampunya. Rumit!" Kalimat itu cukup untuk Zira menggambarkan seorang Zayn Malik Akbar, tidak ada yang tidak mengenal d...
38K 214 21
π˜Ύπ™€π™π™„π™π˜Ό π™ˆπ™€π™‰π™‚π˜Όπ™‰π˜Ώπ™π™‰π™‚ π™π™‰π™Žπ™π™ 18+, π˜Ώπ˜Όπ™‰ 21+, π˜½π™Šπ˜Ύπ™„π™‡ π˜Ώπ™„ π™‡π˜Όπ™π˜Όπ™‰π™‚ π™ˆπ˜Όπ™ˆπ™‹π™„π™!!! πŸ”žπŸ”žπŸ”ž menceritakan seorang pria bernama A...
310K 19.8K 34
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, masyaallah tabarakallah, Allahumma Shalli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aali sayyidina muhammad, ini...
Jimin Or Jimmy By arzy

Science Fiction

495K 2.9K 8
hanya cerita tentang jimin yang memenya sering gatel pengen disodok