Sean POV
Deg.
Alana dengan tiba-tiba melumat bibirku. Sentuhan bibirnya begitu berbeda dari wanita-wanita lain yang pernah berciuman denganku. Permainannya begitu memabukkan bagiku dan tanpa berpikir panjang, aku langsung membalas ciumannya begitu saja. Kami berdua sama-sama memejamkan mata, tanpa memedulikan Jane yang sedang menatap kami dengan wajah yang sangat merah menahan amarah. Aku bahkan tidak peduli dengan teknisi yang sedang memperhatikan kami, dengan kedua tangan ku lingkarkan di pinggul Alana. Oh, ya Tuhan! Pinggulnya begitu pas dalam pelukanku dan ia pun melingkarkan kedua tangannya dileherku.
"Cukup!" bentak Jane.
Aku dan Alana pun dalam sekejap langsung membuka kedua mata kami dan melepaskan tautan di bibir tadi. Kami memandang ke arah Jane yang wajahnya sudah merah padam. Sebelum dia mengamuk lagi, aku memutuskan untuk membawa Alana pergi dari sini. Ku genggam jari Alana dan aku menuntunnya pergi meninggalkan Jane begitu saja. Jane tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Yah, mungkin saja dia masih belum bisa menerima apa yang barusan dia lihat.
Author POV
Sean membawa Alana ke ruangannya. Sampai di sana, Alana segera menghentakkan tangan yang ada dalam genggaman Sean. Tak ayal, hal tersebut membuat sang pria tersenyum melihat tingkah Alana. Ia sangat tahu jika Alana sedang salah tingkah.
"Jangan menatapku seperti itu, Sean!" bentak Alana.
Sean tersenyum semakin lebar, mendengar ocehan Alana. Entah kenapa Sean merasa sangat senang jika melihat Alana sedang marah.
"Sean! Berhenti tertawa!" bentak Alana kali ini lebih besar dari pada sebelumnya.
"Oke-oke," jawab Sean dengan berusaha untuk menghentikan tawanya.
Alana lantas menarik nafas panjang dan segera menghembuskannya dengan perlahan, "Aku minta maaf soal tadi. Aku hanya ingin membuat wanita tadi kesal," jelas Alana seraya menunduk.
"Aku pikir kau memang sudah tergila-gila dengan bibirku," jawab Sean dengan terkekeh.
"Jangan terlalu percaya diri, Mr. Smith!"
"Hahaha... Tapi harus ku akui, ternyata kau sangat handal juga dalam berciuman. Aku pikir bocah ingusan sepertimu tidak mengerti cara berciuman yang baik dan benar."
"Kau sedang mengejekku, Mr. Smith?"
Sean mengendikkan bahu, "Tidak," jawabnya singkat.
"Lupakan soal hari ini! Anggap saja semuanya tidak pernah terjadi," ucap Alana.
"Bagaimana aku bisa melupakan bibir manismu itu, nona?" tanya Sean, menyentuh bibir Alana dengan ibu jarinya.
"Jauhkan tanganmu dari bibirku atau kau mau jarimu tidak berjumlah sepuluh lagi?" ancam Alana.
Sean terkekeh mendengarkan ancaman Alana, lalu dia menaikkan sebelah alisnya "Kau begitu sadis, nona" ucap Sean.
"Bagus jika kau tau kalau aku adalah wanita yang kejam!" Alana melipat kedua tangannya di depan dada, "By the way, sebenarnya untuk apa kau menyuruhku ke sini?" lanjut Alana.
"Menjadi sekretaris pribadiku selama dua bulan, sampai masa perjanjian kita selesai, bagaimana?" tawar Sean.
Alana menggelengkan kepalanya "Aku tidak mau menjadi sekretaris pribadimu! Baru setengah hari bersamamu saja membuatku sudah mengalami kesialan berkali-kali, apalagi harus dua bulan bersamamu?"
"Aku bukanlah tipe wanita yang suka melanggar janji, kau bisa pegang omonganku," lagi-lagi Sean mengulang kalimat yang pernah diucapkan oleh Alana dan itu membuatnya kesal.
"Aku memang bukan wanita yang suka melanggar janji! Tapi bukan berarti kau bisa seenaknya seperti itu!" tegas Alana.
"Mau atau tidak?" tanya Sean lagi.
Alana menarik nafas panjang dan menganggukkan kepalanya.
"Mau bagaimana lagi?" jawab Alana dengan nada lemas.
"Bagus!" Sean mengelus puncak kepala Alana.
"Aku bukan anjing peliharaan adik sialanmu itu!"
"Hahaha... Tenang saja. Aku tidak menganggapmu seperti anjing," Sean tertawa begitu lepas dan membuat Alana sempat terpesona dengan ketampanan yang dimilikinya, namun gadis itu segera menepis perasaan kagum tersebut.
"Ingat! Dia pria yang menyebalkan Alana!" batinnya mengingatkan.
"Di mana ruanganku?" tanya Alana.
"Kau bisa bekerja satu meja denganku."
"Kalau begitu aku tidak mau! Aku ingin punya meja sendiri," pinta Alana.
"Kalau begitu nanti akan aku suruh orang untuk menyiapkan meja untukmu diruangan ini," jawab Sean singkat lalu duduk di bangku kekuasaannya.
Alana yang melihat Sean duduk di kursinya segera mengambil posisi di depan Sean.
"Siapa yang menyuruhmu duduk di situ?"
"Apa tidak ada ruangan lain selain satu ruangan denganmu?" Alana kembali bertanya dan mengabaikan pertanyaan Sean begitu saja.
"Tidak ada," jawab Sean, fokus ke laptopnya untuk menyelesaikan pekerjaan yang tertunda akibat beberapa insiden yang terjadi.
"Kalau begitu aku mau mejaku di sudut sebelah sana," Alana menunjuk salah satu sudut diruangan Sean yang dirasanya cukup nyaman.
"Hmm," Sean hanya menjawab dengan gumaman dan tetap fokus pada pekerjaannya.
"Dan aku ingin meja kerjaku nuansanya berwarna pastel."
Sean hanya menganggukkan kepalanya.
"Lalu bagaimana kalau di buat ada unsur warna putihnya?"
Kali ini Sean hanya melirik kearah Alana sebentar lalu kembali fokus ke laptopnya.
"Hmm, menurutmu bagus mana warna pastel atau pastel di campur dengan putih atau semuanya putih?" tanya Alana yang sama sekali tidak dihiraukan Sean.
"Mr. Smith, saya sedang bertanya pada anda," Alana menutup laptop Sean begitu saja.
"Kau!" Sean terlihat marah.
"Jawab aku!" bentak Alana tidak mau kalah.
Sean lagi-lagi tidak menghiraukan Alana. Ia kembali membuka laptopnya dan tangannya kembali sibuk mengetik hal yang tidak di mengerti sang gadis.
Alana kesal dengan Sean. Ia menatap tajam Sean tanpa berkedip, lalu dia mendekatkan wajahnya pada Sean.
"Sean," Alana menyebut nama Sean sangat pelan.
Sean mengangkat kepalanya dan tatapan mereka bertemu.
"Kenapa banyak sekali pintu diruangan ini? Bisa ke mana saja pintu-pintu itu?"
Pada saat pertama masuk, Alana sudah penasaran kenapa diruangan Sean banyak sekali terdapat pintu-pintu dan karena Alana orang yang mudah bosan akhirnya Ia memutuskan untuk mengganggu Sean yang sedang mengerjakan pekerjaannya dan untuk kesekian kalinya Sean mengabaikan Alana.
"Sean? Bolehkah aku memasuki satu-satu ruangan tersebut?" tanya sang gadis masih tak di gubris.
Hal itu membuatnya kesal dan ia kembali bertanya di detik berikutnya, "Kau ini lama sekali menjawab boleh atau tidaknya? Kalau kau tidak menjawab, maka aku simpulkan kau mengizinkan aku untuk memasuki ruangan tersebut," lanjut Alana dan ia dengan sigap langsung berdiri.
Sean hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah adik sahabatnya yang tidak bisa diam. Alana memasuki pintu yang ada di sebelah kiri, dan saat di buka pintu tersebut ternyata menuju ke toilet.
Berhubung Alana tidak berminat untuk menjelajahi toilet yang ada diruangan Sean tersebut, maka ia langsung menuju ke pintu yang ada di sebelah kanan. Saat pintu tersebut sepenuhnya terbuka, "Wahhh..."
***
To be continue
Jangan lupa vote dan comment yaa
Follow instagram : itsviy_
Terima kasih.
Love,
Itsviy (26.07.2018)