LOVE YOU, PRILLY ( COMPLETED )

By AyaStoria

189K 13.4K 501

Cerita ini saya private acak. Adegan dewasa dan part 20-ending! Perpisahan kedua orang tuanya membuat seorang... More

⏩ Satu
⏩ Dua
⏩ Tiga
⏩ Empat
⏩ Lima
⏩ Enam
⏩ Tujuh
⏩ Delapan
⏩ Sembilan
⏩ Sepuluh
promo
⏩ Sebelas
⏩ Duabelas
⏩ Tigabelas
⏩ Empatbelas
⏩ Limabelas
⏩ Enambelas
⏩ Tujuhbelas
⏩ Delapanbelas
INFO
⏩ Duapuluh Empat

⏩ Sembilanbelas

9.3K 678 45
By AyaStoria

⏩⏩⏩

Prilly memilih diam di dalam mobil Ali. Sudah hampir setengah jam Ali membujuk Prilly agar mau menemui Rizal tapi usahanya tidak membuahkan hasil.

Ali menghela nafas dalam-dalam dan membuangnya dengan cepat. "Ya udah semua terserah lo. Yang penting gue udah jelasin semuanya. Inget. Papa di sana butuhin lo!"

Ali langsung keluar dari mobil tanpa mempedulikan Prilly yang masih diam di tempatnya. Prilly menolehkan kepalanya, menatap punggung Ali yang semakin menjauh dan akhirnya menghilang dari pandangannya.

Ali menghentikan langkahnya sejenak, menatap ke belakang. Di sana ada mobilnya dan di dalamnya ada Prilly. 1 menit ia menunggu tapi tak ada perubahan dan Ali kembali melanjutkan langkahnya.

Ia semakin mempercepat langkahnya dan menuju ruang rawat inap. Di sana sudah ada Dian.

"Ma, gimana Papa? Katanya tadi kritis?" Tanya Ali langsung.

"Alhamdulillah Ali...Papamu sedikit membaik. Untung saja Dokter bertindak cepat. Kau boleh melihatnya. Jangan lupa pakai baju sterilnya!" Jelas Dian.

Ali menghela nafas lega. Ia pikir terjadi hal yang buruk terhadap Rizal. Ali langsung masuk ke ruang rawat Rizal dan tak lupa memakai baju berwarna hijau. Ali mendekat ke ranjang Rizal dengan langkah pelan.

"Pa..!" Panggilnya pelan. Tak ada sahutan. Hanya terdengar suara alat pemacu jantung. "Maaf kalo Ali gagal menjalankan amanat Papa. Ali udah berusaha meyakinkan Prilly tapi Papa tau kan dia kayak apa?"

"Ali juga minta maaf. Gara-gara Ali, Papa jadi kayak gini. Tapi Ali gak bisa bohongin perasaan Ali Pa. Entah sejak kapan Ali mulai menyukainya. Dia beda. Dan sekali lagi maaf...!"

Ali menghentikan kalimatnya sejenak. "Ali berbuat hal di luar batas. Ali bener-bener gak mau kehilangan dia Pa. Dan bodohnya Ali ngelakuin hal itu!"

Ali menatap sendu ke arah Rizal. Berharap Rizal akan membuka matanya. "Maafin Ali Pa!" Ucapnya lagi dengan nada lemah.

Setelah di rasa cukup, Ali keluar dengan langkah pelan. Menutup pintu itu dan seketika mendapati wajah Dian yang tampak marah. Dian melipat kedua tangannya di depan dadanya.

"Ada yang pengen kamu jelasin sama Mama, Aliandra?"

Ali mendesah pelan dan mengangguk. Ia mulai menceritakan semuanya. Kejadian di apartemennya malam itu. Kejadian yang membuat keperawanan Prilly terenggut.

Dian menatap tajam ke arah Ali yang memasang wajah lesunya. "Trus apa benar Prilly hamil?"

Ali seketika menatap wajah Dian. Ia menggelengkan kepalanya pelan. "Soal itu Ali gak tau Ma. Lagian gak mungkin Prilly hamil--!"

"Gak mungkin apanya? Kalian kan udah--!" Dian terdiam. Ia lalu menghela nafas pelan dan membuangnya dengan cepat. "Gak seharusnya kamu lakuin ini Ali. Dia kakak kamu. Kalian sodara!"

"Ya Ali tau kok Ma. Tapi gak tau kenapa Ali bener-bener gak bisa kehilangan dia Ma. Ali cinta sama Prilly Ma!"

Dian tak bisa berkata-kata lagi. Ia memilih diam. Di satu sisi ia begitu khawatir dengan keadaan Rizal tapi di sisi lain ia bingung dengan permasalahan anak mereka.

"Yang Ali tau...Ali boleh nikahin Prilly Ma karena dia cuman sodara tiri Ali!"

⏩⏩⏩

Prilly mendesah pelan lalu menundukkan kepalanya. Ia menggigit bibir bawahnya. Mengingat penjelasan Ali beberapa menit yang lalu.

"Om Rizal dan bokap gue temenan udah bertahun-tahun. Mereka bisa di bilang sahabat. Keluarga gue dulunya tinggal di Paris. Kehidupan gue awalnya bahagia. Tapi semenjak gue masuk SMA semuanya berubah. Bokap gue sering marah-marah gak jelas. Pulang malem kadang juga gak pernah pulang. Sekalinya pulang malah bawa wanita lain!"

Dan yang lebih menyakitkan lagi saat mengetahui Rizal menikah lagi saat dia dan Mamanya dalam keadaan sulit.

"Om Rizal bermaksud membawa gue sama nyokap ke Indonesia. Tapi ternyata bokap gue tau dan berusaha menggagalkan rencana Om Rizal. Mobil bokap terus mengejar mobil Om Rizal. Dan saat itu hampir aja gue sama nyokap ke tangkep. Tapi...!"

"Saat mobil bokap tiba-tiba berhenti mendadak, Om Rizal yang berada di belakangnya gak bisa ngendaliin mobilnya dan langsung menabrak mobil bokap. Dalam insiden itu banyak korban tapi yang paling parah adalah mobil bokap. Karena kejadian itu bokap langsung meninggal dan Om Rizal mengalami cidera parah sampai akhirnya Dokter menyatakan Om Rizal lumpuh!"

"Sekarang lo tau kan alasan Om Rizal pergi ninggalian kalian? Om Rizal mengurus perusahaannya dan ketemu keluarga gue secara gak sengaja. Dan soal nyokap lo, Om Rizal baru tau setelah kalian berada di Paris. Mama yang cerita ke gue!"

"Keputusan ada di tangan lo Prill. Papa lo, Papa kita sedang butuhin kita. Dia sekarang lagi kritis. Apa lo tetep diam dan mengingat dendam lo? Dendam untuk ngancurin hidup bokap lo?"

Entah sejak kapan air mata Prilly luruh begitu derasnya. Ia mengangkat kepalanya. Menatap ke arah bangunan megah di depannya. Sebuah Rumah Sakit.

"Maafin Prilly Pa!" Katanya pelan dengan memejamkan kedua matanya dan membiarkan airmatanya jatuh semakin deras.

⏩⏩⏩

"Jangan ngomongin pernikahan Ali. Papa kayak gini itu karena kalian. Masih berani mikirin pernikahan?"

Ali hanya terdiam. Ia tau ini bukan waktu yang tepat membicarakan soal pernikahan.

"Ali tau Ma. Ali ngerti kondisi Papa. Tapi sampe kapanpun Ali gak akan bisa ngelepasin Prilly. Apapun yang terjadi!"

Dian mendesah pelan sambil menggelengkan kepalanya pelan. "Semoga Papa segera membaik. Dengan begini masalah kalian akan segera terselesaikan!"

⏩⏩⏩

1 bulan kemudian...

Ali saat ini sedang menghadapi UNBK. Sementara keadaan Rizal sedikit membaik tapi sejak Rizal di rawat Prilly sama sekali tak pernah menjenguknya.

Dan hari ini Rizal sudah di perbolehkan pulang. Dian tampak mengemasi semua barang-barang Rizal. Rizal tersenyum lembut melihat Dian yang tampak sibuk mondar mandir di ruangannya.

"Mama seneng deh..akhirnya Papa bisa pulang juga!" Seru Dian sambil terus membereskan barang-barang Rizal.

"Apa Prilly pernah kesini Ma?"

Mendengar pertanyaan itu membuat Dian menghentikan aktifitasnya. Ia menatap sebentar ke arah Rizal dan kembali melanjutkan aktifitasnya. Tak mempedulikan pertanyaan Rizal.

Tapi Rizal tau. Melihat bahasa tubuh Dian dia sudah tau jawabannya.

"Mungkin aku memang pantas di benci Ma!" Lanjutnya pelan. Dian kembali menoleh ke arah Rizal dan langsung menghampirinya. Meninggalkan pekerjaannya.

"Papa jangan mikirin itu dulu ya. Mungkin Prilly juga butuh waktu. Tapi Mama yakin suatu saat nanti Prilly pasti sadar!" Bujuknya lembut. "Semarah-marahnya seorang anak tidak akan sampai hati melihat Papanya menderita--!"

"Jujur. Papa kangen sama Prilly!" Potong Rizal dengan mata berkaca-kaca. Dian terdiam ia lalu merogoh saku celananya.

"Sebentar ya Pa. Mama ngabarin Prilly dulu kalo Papa pulang hari ini!"

"Dimana Ali?"

"Ali sekarang ujian Pa. Makanya Ali gak bisa jemput Papa!"

"Papa pengen ketemu Prilly!"

Lagi-lagi Dian terdiam. Ia lalu membuka aplikasi chatnya dan langsung memberitahu berita tentang Rizal.

Selama sebulan ini Dian selalu memberi kabar tentang kondisi Rizal. Walaupun tak ada satupun pesannya yang di balas oleh Prilly tapi Dian cukup senang. Hanya dengan melihat pesan-pesannya terbaca itu sudah jawaban yang cukup. Jika sebenarnya Prilly juga mengkhawatirkan keadaan Rizal.

"Sudah siap. Ayo pulang Pa!" Dian membantu Rizal berdiri dari tempat tidurnya. "Papa kuat jalan kan?"

"Kuat Ma. Mama tenang aja!"

Dian tersenyum dan langsung mengaitkan tangannya di lengan Rizal. Mereka keluar kamar dan langsung melangkah menyusuri koridor Rumah Sakit.

Keadaan Rizal sudah sepenuhnya membaik. Ia tampak berjalan pelan sambil menebarkan senyumnya ke beberapa orang yang lewat di depannya.

Saat tiba di lobby Rumah Sakit. Pandangan mata Rizal tertuju pada sosok wanita muda yang berdiri di depannya. Tak ada senyum dalam wajah cantik itu. Rizal benar-benar sangat merindukannya.

"Prilly..!" Panggilnya lirih dengan senyum mengembang. Prilly melepas kacamatanya dan berjalan pelan menghampiri Rizal dan Dian.

Saat Prilly berdiri di depan Rizal, tanpa membuang waktu Rizal langsung merengkuh tubuh mungil itu dan mendaratkan ciumannya di pucuk kepala Prilly beberapa kali.

Respon dari Prilly?

Ia hanya berdiri diam. Sama sekali tak membalas pelukan Rizal.

"Papa kangen kamu sayang...!" Ucap Rizal lirih lalu melepaskan pelukannya. Air matanya sudah tumpah membasahi kedua pipinya yang seidikit berkeriput. "Gimana kabar kamu? Kamu sehat?"

Prilly tersenyum kecil dan menganggukkan kepalanya. Dian hanya diam menatap kedua sosok di depannya. Tenggorokannya terasa tercekat. Kedua matanya sedikit berkaca-kaca. Ia begitu terharu melihat kejadian pagi ini.

"Aku antar pulang!"

Kata-kata Prilly membuat airmata Dian langsung tumpah. Ia menatap ke arah Rizal dan menganggukkan kepalanya. Prilly berjalan di sebelah kanan Rizal sementara Dian berjalan di sebelah kirinya.

Hari ini Rizal sangat bahagia. Selain karena ia sembuh, hari ini Prilly sedikit menerimanya.

Prilly duduk di balik kemudinya sementara Rizal dan Dian duduk di jok belakang. Tanpa basa basi lagi Prilly langsung melesat. Meninggalkan area rumah sakit.

Begitu tiba di rumah, Prilly langsung keluar dari mobil dan membantu Rizal. Lagi-lagi Rizal tersenyum dan menatap ke arah Prilly dengan penuh kerinduan.

"Makasih sayang!" Ungkap Rizal dan sama sekali tak ada sahutan dari Prilly. Tapi Rizal tau jawabannya dari semua perhatian yang Prilly berikan.

Rizal berbaring di atas tempat tidurnya di bantu oleh Prilly. Dian meletakkan barang-barang Rizal di meja sudut ruangan. Prilly lalu menarik selimut dan menutupi sebagian tubuh Rizal. Saat Prilly akan beranjak dari kamarnya, Rizal langsung menahan lengan Prilly. Prilly menoleh dengan kening mengernyit.

"Papa mau ngomong sama kamu. Bisa di sini sebentar?"

Prilly tak menjawab tapi ia kemudian duduk di tepi tempat tidur Rizal. Dian yang sedari tadi hanya melihat kini tersenyum bahagia. Dian lalu keluar dari kamar Rizal dengan langkah pelan.

"Yang pertama Papa mau minta maaf sama kamu. Walaupun kata ini mungkin gak berarti buat kamu tapi Papa benar-benar minta maaf sama kamu sayang. Papa bersumpah tidak ada niatan meninggalkan kalian ataupun menghilang dari kehidupan kalian. Semuanya terjadi begitu saja!"

"Kenapa Papa gak pulang dan nyariin kami? Kenapa Papa malah nikah lagi dengan Mama Dian?" Suara Prilly terdengar cukup lirih dan penuh luka. Airmatanya mengalir begitu saja.

Jemari Rizal lalu terulur dan menyentuh pipi Prilly yang basah. "Seandaikan Papa sanggup, saat itu juga Papa akan pulang ke Indonesia sayang. Tapi keadaan Papa waktu itu benar-benar buruk. Kamu bisa lihat sendiri kan? Papa hanya bisa duduk di kursi roda!"

Rizal menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan cepat. "Papa sangat menyesal atas keadaan Mama. Papa merasa sangat berdosa sama kalian. Papa bukan kepala keluarga yang baik buat kalian. Entah dengan cara apa Papa bisa menebus dosa-dosa Papa!"

Prilly terdiam dengan airmata terus membanjiri pipinya. "Papa menyuruh Ali untuk mencari keberadaan kalian dan setelah Papa bertemu denganmu, rasanya Papa tidak bisa berkata-kata lagi. Papa sangat merindukan kamu!"

Rizal lalu menggenggam jemari Prilly dan mengecupnya. Tak ada penolakan dari Prilly. Prilly menatap Rizal cukup lama lalu ia teringat sesuatu. Mungkin kali ini ia harus bertanya pada Rizal.

"Sebenarnya ada satu hal yang pengen aku tanyain sama Papa!" Ucapnya dingin.

"Soal apa sayang?"

"Soal butik aku!"

"Butik? Oh iya gimana perkembangan butik kamu? Lancar?"

Kening Prilly kembali mengernyit. "Kenapa Papa tanya gitu seolah-olah Papa emang gak tau semuanya? Bukannya Papa yang nyuruh Bani buat handle butik aku?"

Kini ganti Rizal yang mengernyit heran. "Kamu ngomong apa sih? Papa aja gak kenal sama Bani. Papa malah gak tau apa-apa soal butik kamu!" Jelasnya sambil mengulas senyum.

"Hah? Trus siapa yang nyuruh Bani buat handle butik aku kalo bukan Papa?"

Rizal mengangkat kedua pundaknya. "Kenapa kamu gak tanya Bani langsung?"

"Males. Liat mukanya aja eneg!"

"Kamu selalu mendahulukan emosi. Sebaiknya kamu dengerin dulu penjelasan Bani. Mungkin saja Bani tidak berniat mengambil alih butik kamu. Bisa jadi dia malah bantuin kamu!"

Prilly terdiam dan merenungi perkataan Rizal. Lalu siapa yang menyuruh Bani handle butik aku? Batinnya.

Tidak mungkin jika Bani bertindak sendiri karena Prilly tau betul siapa itu Bani. Saat ia asik dengan pikirannya, mendadak perutnya terasa mual dan kepalanya juga terasa pusing.

"Huweek.....huwek...!" Prilly menutupi mulutnya. Entah kenapa perutnya terasa di aduk-aduk. Dan dengan langkah cepat ia masuk ke dalam kamar mandi yang ada di dalam kamar Rizal.

"Prill kamu kenapa sayang?" Teriak Rizal panik. Rizal hendak bangun dari tempat tidurnya tapi Dian muncul dari balik pintu kamarnya. Rizal menghentikan pergerakannya dan menyuruh Dian melihat kondisinya.

Dian langsung berlari ke kamar mandi dan mendapati Prilly sedang berdiri di depan wastafel sambil mengelap mulutnya. Prilly menoleh sebentar ke arah Dian lalu kembali muntah.

"Huweeek...huweeek!!"

Dian dengan cepat menghampiri Prilly dan memijit pelan tengkuknya. "Masih mual?"

Prilly hanya menggeleng pelan. Ia kembali membasuh tangannya dan mengelap kedua sudut bibirnya. Ia heran, tak ada apapun yang ia keluarkan tapi perutnya terasa mual dan kepalanya terasa berat.

"Kamu harus jaga kondisi kamu. Jangan terlalu banyak pikiran dan jangan terlalu capek!" Pesan Dian sambil mengusap lengan atas Prilly.

Prilly semakin bingung dengan sikap Dian. "Kenapa emangnya Ma?"

Dian sendiri bingung harus bahagia atau sedih. Hal yang ua takutkan benar-benar terjadi.

"Apa kamu udah menstruasi?"

Prilly terdiam dan berpikir. Ia bingung kenapa perutnya mual tapi Dian malah menanyakan perihal datang bulan. Prilly menggeleng pelan.

"Kapan terakhir kamu datang bulan?"

Prilly kembali berpikir. Mengingat kapan terakhir kali ia datang bulan. "Kalo gak salah sebulan yang lalu Ma!"

Dian menghela nafas berat dan membuangnya dengan cepat. "Besok kita ke Dokter ya!"

"Aku cuman capek aja Ma. Gak perlu ke Dokter segala. Buat istirahat juga baikan!" Sahut Prilly sambil terkekeh pelan.

"Bukan Dokter biasa Prill. Tapi Dokter kandungan. Kayaknya kamu hamil!"

⏩⏩⏩

Maaaaaaaf banget karena lama upnya. Makasih yang udah nungguin part ini.

Byak kesibukan akhir2 ini. Hehehe
Semoga suka ya

Continue Reading

You'll Also Like

112K 7.4K 31
Cho Kyuhyun Seorang arsitek muda yang jenius dengan segala tingkahnya. Dingin dan hangat secara bersamaan. Jahil saat merasa nyaman. Pemuja keindaha...
217K 9K 18
Gadis belia yang baru lulus SMA ditengah sulitnya mencari pekerjaan di Jakarta hanya mengandalkan ijazah SMA dia mencari pekerjaan sebagai maid di se...
153K 15.3K 39
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...
97.9K 533 5
WARNING 18+ "Shhhhh,,,,ahhhh" "Hey suara mu" "Ah aku tak mampu menahan nya" Kisah persahabatan yang berujung dengan kenyamanan dan saling membutuhkan...