Author's POV
"Kendra?"
Suara serak dan wajah tampan pria itu adalah hal yang paling pertama dilihat dan didengarnya saat Kendra bangun.
Berusaha membuka kelopak mata, sementara sinar yang menyilaukan itu penuh dalam suatu ruangan yang banyak sekali jendela di sekelilingnya.
Lingkaran hitam di sekitar mata Aaron, kemeja putih yang semalam rapi kini kusut tidak beraturan. Rambutnya juga mengalami hal yang sama.
Baru saja ia bangun dan duduk, pria yang tadinya berdiri di depan kasur lalu ikut duduk di depannya dan memeluknya erat, seolah sedang memeluk seseorang yang akan pergi meninggalkannya.
"Ada apa, Aaron?" Tanya Kendra dengan suara yang serak, membuat Aaron melepas pelukan eratnya dan memegang kedua bahu Kendra.
"Maafkan aku, Kendra!" Jawabnya.
"Kita dimana?" Kendra melihat sekitarnya, mendapati mereka berada di ruangan yang asing.
Ruangan berdominasi warna putih dan coklat, hanya terdapat satu kasur besar, TV, dan sofa, sehingga tempat yang terlintas dipikirannya hanyalah sebuah kamar hotel.
"Itu tidak penting sekarang." Aaron menyahut kemudian.
Kendra terbelalak setelah melihat dirinya memakai jubah tidur lalu memandang Aaron lurus-lurus, "Aaron! kau yang mengganti bajuku semalam?!"
"Tidak!" Aaron mengelaknya dengan cepat. Segera bangkit dan meninggalkan kasur tempat Kendra duduk, tidak ingin nantinya wanita itu menangkap basah telinganya yang mulai memerah jika sedang malu.
"Lalu?"
"Layanan spa, aku meminta mereka menggantikan bajumu," Jawab Aaron ragu, ia meraih brosur layanan spa dan memperlihatkannya kepada Kendra.
"Layanan spa? Berapa orang?"
"Dua, wanita pastinya, satunya masih muda, dan satunya sekitar empat puluhan," Jelas Aaron.
"Kenapa tidak kau saja?" Goda Kendra sambil terkekeh melihat pria itu salah tingkah dan gugup sedari tadi.
"Kenapa memangnya aku?" Tanya Aaron, berpura-pura tidak tahu. Langsung melangkah pergi untuk menghindari tatapan aneh dari sepasang mata coklat milik Kendra.
"Biarku tebak, pasti wanita dari layanan spa itu menertawakanmu habis-habisan," Ledek Kendra yang lalu memeluk Aaron dari belakang.
Aaron berbalik, baru saja akan membuka mulut menanggapi ledekan Kendra, ponselnya bergetar.
Kendra memanyunkan bibirnya, panggilan-panggilan seperti ini yang paling sering menggangu waktu mereka berdua.
"Baiklah, aku akan segera kesana," Ucap Aaron setelah semenit mendengarkan suara dari ponsel itu. Entah apa saja yang dibicarakan, tapi sebenarnya panggilan itu cukup mendadak.
"Kau mau kuantar ke agensi? Aku harus segera ke airport, ada hal yang mendesak," Tanya Aaron buru-buru.
Melihat bibir Kendra yang cemberut, Aaron lalu mencubit pipinya dengan pelan, "Aku akan pulang awal nanti!" Ucapnya.
"Really?"
Aaron mengangguk, ia sangat senang ketika bisa membuat wanita itu kembali tersenyum seperti sebelumnya.
"Jadi mau kuantar?"
"Ini terlalu awal, agensi baruku juga sangat jauh. Jeremy mungkin--" Kendra menutup mulutnya rapat-rapat, ia baru sadar akan nama yang barusan keluar dari mulutnya.
"Haruskah, Jeremy lagi?" Aaron menghela napas panjang, ia meyambar jas hitam yang terlipat di atas meja lalu memakainya.
"Tidak, jangan khawatir. Hati-hati di jalan, Aaron" Kendra merapikan kera kemejanya lalu menyapu membersihkan jasnya yang terlihat sedikit kusut.
"Apa kau tahu berapa banyaknya taxi di kota ini? Tidak terhitung!" Sindir Aaron.
Kendra diam tak berkomentar.
Benar, Aaron tidak pernah tahu apa perlakuan tidak mengenakkan hati yang hampir menimpa Kendra saat ia terlalu dekat dengan publik.
Bahkan Kendra sendiri tidak tahu kenapa seiring berjalannya waktu muncul banyak anti-fans yang sering menjatuhkan namanya.
👑
"Pemotretan sebentar lagi, jangan menyia-nyiakan kesempatan emas itu, Kendra" Ujar Jeremy semangat.
Lagi-lagi ia berbohong kepada Aaron soal tumpangan, bagaimana lagi, jika Kendra memang sangat membutuhkan tumpangan dari Jeremy untuk menghadiri pemotretan penting hari ini.
"Apa aku bisa?" Tanya Kendra gugup. Berusaha menghilangkan rasa groginya dengan menatap jalanan dari kaca mobil.
"Kemana perginya Kendra yang selalu bersemangat?" Canda Jeremy.
"Aku bisa jadi bahan ejekan nanti. Kasihan sekali merek yang sudah memberikanku kontrak jauh-jauh hari!" Sahut Kendra tidak bersemangat.
"Jangan berkata begitu, tidak mungkin seisi dunia ini membencimu!"
"Aku akan jadi pembeli pertama," bisik Jeremy lagi.
Kendra tergelak, setidaknya rasa gugupnya itu sedikit tertolong karena canda-candaan Jeremy barusan.
Satu jam kemudian, setibanya mereka di lokasi pemotretan. Sudah banyak model lainnya yang didandani untuk pemotretan besar-besaran peluncuran model baju terbaru musim dingin.
Mereka mencari model dengan kualitas yang sama tingginya dengan produk dan merek mereka yang sangat-sangat terkenal.
"...Kenapa mereka mengundang model sampah sepertinya?"
"...Lihatlah apa ia masih bisa sombong seperti dulu"
"...tidak tahu malu"
Kendra menghela napas, berusaha tetap tenang walaupun ia tidak mungkin bisa menolak untuk mendengar sindiran-sindiran busuk dari beberapa model yang mungkin sedang iri dengannya.
Beruntung, Jeremy tetap bersamanya dan berusaha menanamkan kata-kata positif dalam otaknya.
"Model yang produknya berhasil terjual paling banyak selama tiga puluh menit kedepan, dia yang akan mendapat kontrak musim semi," Jelas Jeremy sambil membolak-balik kertas yang sedang dipegangnya.
"Mereka tentu akan mempostingnya secara bersamaan, bukan?" Tutur Kendra cemas. Berharap ia masih punya kesempatan untuk memperbaiki karirnya.
Jeremy menepuk pundaknya pelan, "Jangan dipikirkan, habis ini giliranmu"
"Itu Edward? Dia juga datang?" Seru Kendra ketika perhatiannya tertuju pada sosok pria bertubuh tinggi yang sedang berdiri di depan kamera.
Berhubung habis ini gilirannya, Kendra mendekati area pemotretan, sambil menunggu Ed dan gilirannya. Tidak membutuhkan waktu yang lama, bagian Edward telah selesai.
"Ed--" Ucapan Kendra terhenti saat sapaannya diabaikan begitu saja.
Wajahnya yang ceria langsung berubah ketika Edward memperlakukannya seolah tidak ada.
Edward jelas melihatnya, tapi ia hanya melewati Kendra begitu saja. Berniat mengejar pria itu, tapi beberapa orang sudah menunggunya untuk dipotret.
TBC
❣️Vomment please❣️