LOVE YOU, PRILLY ( COMPLETED )

By AyaStoria

189K 13.5K 501

Cerita ini saya private acak. Adegan dewasa dan part 20-ending! Perpisahan kedua orang tuanya membuat seorang... More

⏩ Satu
⏩ Dua
⏩ Tiga
⏩ Empat
⏩ Lima
⏩ Enam
⏩ Tujuh
⏩ Delapan
⏩ Sembilan
promo
⏩ Sebelas
⏩ Duabelas
⏩ Tigabelas
⏩ Empatbelas
⏩ Limabelas
⏩ Enambelas
⏩ Tujuhbelas
⏩ Delapanbelas
⏩ Sembilanbelas
INFO
⏩ Duapuluh Empat

⏩ Sepuluh

6.1K 487 7
By AyaStoria

⏩⏩⏩

ALIANDRA

Ya Allah paringi sabar.

Aku mengusap wajahku setelah membaca chatnya. Baru kali ini aku mengenal cewek seagresif ini. Apa karena faktor usia? Atau karena kurang kasih sayang?

Entahlah...

Aku biasanya langsung ilfil saat bertemu dengan cewek type agresif. Tapi kenapa yang ini beda?

Aku kembali menatap chat dari Prilly yang di kirim beberapa hari yang lalu. Senyumku mengembang dan sesekali aku menggelengkan kepalaku pelan. Dasar cewek gila.

Apesnya dia adalah saudara tiriku.

Aku meraih tas ranselku dan melangkah keluar kelas. Untuk hari ini aku tak ada rencana menemui Prilly. Padahal dari tadi pagi ponselku tak henti-hentinya berbunyi. Notif linechat dari Prilly, siapa lagi?

Aku sama sekali tak membalasnya. Kesannya nanti aku memberinya harapan. Padahal sudah jelas kalau dia kakak tiriku.

"Halo sayaaang! Cerah banget mukanya?" Sapa Syifa yang baru saja datang dari belakang. Aku kembali tersenyum.

"Di jemput sopir?" Tanyaku. Syifa mengangguk dengan lemas.

"Padahal aku pengen pulang bareng kamu!" Rengeknya.

"Ya udah. Besok kan juga bisa. Lagian aku mau ke toko buku. Nyokap nitip buku resep masakan!" Terangku.

"Ya udah deh. Yuk!"

Syifa mengaitkan tangannya ke lenganku dan kamipun melangkah beriringan. Saat sedang menikmati indahnya waktu bersama Syifa, tiba-tiba hpku berbunyi. Ada notif lagi. Aku bisa menebaknya. Prilly.

Dan benar saja. Dia mengirimi aku chat yang begitu banyak dan panjang. Aku sampai lupa isinya apa. Tapi yang membuatku kaget setengah mati isi pesan yang seperti ini..

Prilly.Al
Keluar lo
Gw di depan.

Aku menelan ludahku gugup.  Bagaimana ini? Ada Syifa. Aku takutnya dia salah paham.

"Kamu kenapa? Kok mukanya tegang gitu?" Tanya Syifa. Aku menghela nafas pelan dan kembali melangkah.

"Gak apa-apa. Kamu pulang duluan aja ya. Aku masih ada urusan!"

Syifa mengangguk lalu melepaskan kaitan tangannya. Ia lalu melangkah berjalan menjauh dari pandanganku. Langkahku langsung menuju gerbang sekolah.

Di sana sudah ada Prilly sedang bersandar di body mobilnya. Senyumnya merekah saat aku datang.

"Ngapain lo kesini?" Tanyaku ketus. Prilly terlihat mencembikkan bibirnya.

"Gak boleh ya gue apelin cowok sendiri?"

"Cowok dari mana? Gak usah ngarang cerita!"

"Lo lupa 3 hari yang lalu lo nembak gue?"

Aku tertawa kecil mendengarnya. "Gak usah terbang terlalu tinggi, ntar jatuhnya sakit--!"

"Gak bakalan sakit kalo ada lo yang selalu ada di samping gue!" Selanya.

Aku memutar bola mataku. Jengah dengan sikapnya. Apa aku langsung bilang saja siapa aku sebenarnya?

"Ada hal penting yang mau gue omongin sama lo!" Kataku lagi. Prilly menaikkan sebelah alisku sambil menggigit bibir bawahnya.

Oh astaga....aku baru sadar jika dia terlihat imut saat melakukan hal itu. Dengan segera aku menggelengkan kepalaku. Mengusir pikiran anehku.

"Kalo boleh gue tebak nih. Biasanya kalo ada cowok yang ngomong kayak gini. Biasanya.....doi mau nembak ceweknya!" katanya sambil nyengir gak jelas.

"Serah lo deh. Ini lebih penting dari hal itu!"

Prilly mengangguk pelan. "Apa?"

Aku menatap matanya dan sedikit mendekatkan tubuhku ke arahnya. Aku terdiam sejenak. Berpikir.

Jujur. Enggak. Jujur. Enggak? kalau aku ngomong sekarang apa dia akan langsung menjauhiku? Kalau dia pergi? Bagaimana aku bisa membawanya pulang ketemu Papa?

"Ali lo mau ngomong apa sih?" Tampaknya Prilly mulai tak sabar.

Oke. Mungkin ini saatnya. Peduli setan apa responnya nanti. Yang jelas aku harus mengatakannya sekarang. Agar ia tidak terus-terusan mengejarku seperti ini.

"Sebenarnya kita ini--!"

Tin. Tin.

Aku dan Prilly langsung menoleh. Ada sebuah mobil berhenti tepat di sebelahku. Kaca belakang mobil itu turun perlahan dan aku melihat Syifa menatap bingung ke arahku.

"Ali? Belum pulang? Kamu sama siapa?"

Hah?

Aku malah melongo dan seketika menoleh ke arah Prilly. Prilly menaikkan kedua alisnya sebentar. Seperti sedang bertanya 'siapa dia?'

"Oh..dia-dia--!"

"Lo sendiri siapanya Ali?" Sambar Prilly.

"Gue ceweknya. Itu sodara lo Li?" Tanya Syifa lagi. Aku mengangguk pelan. Aku tidak berbohong. Memang Prilly saudaraku. "Ooh ya udah ya Li. Aku balik duluan. Nanti kamu kabarin ya kalo udah di rumah!"

"He-em. Kamu hati-hati ya!"

Syifa melambaikan tangannya ke arahku dan akupun membalasnya. Syifa kembali menutup kaca mobilnya dan mobil itupun perlahan melaju.

Huuft...syukurlah.

Aku kembali menatap Prilly. Wajahnya sedikit kusut tapi sedetik kemudian ia berubah.

"Ciye ciyeee...aku kamu ngomongnya. Itu tadi cewek lo?"

Aku hanya menaikkan kedua alisku sebentar. Sebagai jawaban. Prilly terlihat manggut-manggut. Bagus deh sekarang dia tau kalau aku sudah punya pacar. Aku yakin setelah ini dia akan mundur cantik.

"Masih pacar sih gak masalah..selama janur kuning belum melengkung. Ya lo masih milik umum!"

Hah....gila. Perkiraanku salah. Aku kira dia akan menyerah setelah tau aku mempunyai pacar.

"Pulang sana. Ngapain lo masih di sini?" Kataku ketus.

"Ck. Ngusir lo? Gak sopan banget lo sama gue? Eh...siang ini lo sibuk gak?"

"Sibuk!"

"Kemana?"

"Kenapa?" Tanyaku dengan alis terangkat sebelah.

"Ikut gue!" Katanya seraya menyerahkan kunci mobilnya ke arahku. Aku menatapnya dengan kening mengkerut.

"Kemana?"

"Ke toko buku bentar!" Jawabnya dan langsung masuk ke kursi penumpang. Mataku sempat mendelik sesaat. Bagaimana bisa kebetulan seperti ini?

⏩⏩⏩

Aku sibuk memilih buku di rak resep. Pesenan Mama. Setelah selesai mengambil beberapa buku aku langsung membawanya ke kasir.

Sekilas aku melihat Prilly tampak sibuk di deretan rak fiksi remaja. Senyumku tersungging. Sudah sebesar itu tapi bacaannya novel remaja?

Dia tampak serius dengan buku di tangannya. Membaca bagian belakang buku. Tanpa sadar aku terus menatapnya.

Hampir 5 menit aku terpaku di tempatku, menatap ke arahnya. Dan kini ia berjalan ke arahku dengan setumpuk buku di gendongannya. Buku-buku itu kemudian ia letakkan di meja kasir.

"Bayarnya jadi satu ya Mas!" Katanya sambil menyerahkan sebuah kartu debit ke kasir.

"Eh gak usah. Gue bayar sendiri aja!" Kataku dan langsung mengeluarkan dompet.

"Apaan sih? Gak usah...gue bayarin aja. Anggap aja sebagai ucapan rasa terima kasih gue karena lo mau nemenin gue!"

"Ya udah deh besok gue ganti!" Aku kembali memasukkan dompetku dan menunggu Prilly menyelesaikan pembayarannya.

⏩⏩⏩

"Hah....panasnya!" Keluhnya sambil menyalakan AC mobilnya. Prilly membuka bungkusan plastik itu. Ia tampak tersenyum senang melihat beberapa buku yang ia beli.

Aku perlahan melajukan mobilnya dan tujuanku adalah kembali ke sekolah. Motorku masih ada di sana.

"Makan dulu ya. Gue laper banget nih...!" Titahnya tanpa menatap ke arahku. Ia sibuk dengan buku-buku di tangannya. "Akhirnyaaaaa....gue nemuin buku ini juga!"

Aku hanya meliriknya sekilas. Novel remaja di tangan kanannya, di tangan kirinya juga ada buku.

"Eh lo hobi masak ya?" Tanyanya saat ia mengambil buku pesanan Mama.

"Itu bukan punya gue, itu punya nyokap!"

Prilly seketika menoleh ke arahku sambil meringis. "Oooh punya camer rupanya. Mau dooonk ketemu sama camer!"

"Gue langsung balik aja!" Aku sengaja membelokkan setir kemudi menuju sekolahku.

"Ck. Gak sopan lo. Tadi udah gue bayarin harusnya lo mau nemenin gue--!"

"Ya udah gue balikin uang lo!"

"Jangan!" Cegahnya sambil memegang tanganku. Aku refleks menoleh ke arahnya. Ia tampak tersenyum lebar. "Canda doang. Gue ikhlas kok. Mana mungkin sih gue gak ikhlas beliin camer sendiri?"

Aku memutar bola mataku dan menggeleng pelan.

"Makan dulu ya. Bentaaaar aja. Gue laper pake banget nih!"

Aku menghela nafas pelan. "Oke!" Kataku singkat. Prilly tampak tersenyum senang.

⏩⏩⏩

Aku dan Prilly duduk berhadapan di sebuah cafe dekat dengan sekolahku. Makanan sudah tersaji di depan kami. Tanpa malu-malu Prilly langsung melahapnya. Sepertinya dia sangat kelaparan.

Aku mengunyah makananku dengan pelan sambil sesekali mencuri pandang ke arahnya.

"Lo udah lama ya pacaran sama dia?" Tanyanya sambil mengunyah makanannnya. Aku tak menjawab dan asik dengan makananku.

"Gak pa-pa deh lo pacaran sama dia. Yang penting ntar lo gak nikah sama dia!" Ucapnya lagi dengan memamerkan senyumnya. "Soalnya gue yang bakalan jadi istri lo!"

"Buruan habisin makannya. Gue mau pulang!"

"Ck. Gak asik banget lo di ajak ngobrol. Gue heran deh, cewek lo napa bisa betah pacaran sama muka triplek kayak lo?" Cibirnya.

Kalau bukan karena Papa, aku sudah meninggalkannya sekarang juga.

"Hehe..canda lagi. Tapi lo cakep kok walaupun lo kaku gitu!" Lanjutnya.

Aku melirik sebentar dan kembali fokus dengan makananku. "Em, Prill!" Panggilku pelan.

"Apa?" Sahutnya cepat.

"Lo....nyokap lo meninggal karena apa?"

Seketika raut wajahnya berubah. Ia lalu meraih segelas air dan meneguknya. Prilly balik menatapku dan tak melanjutkan makannya. Aku jadi ikut terdiam dan menatap balik ke arahnya.

"Mama sering sakit-sakitan. Depresi karena Papa tiba-tiba menghilang dan sampai sekarang aku gak tau Papa ada dimana--!"

"Lo gak berusaha nyari?" Selaku.

"Nyari? Nyariin bokap gue? Yang bener aja!" Tawanya hambar. Matanya sedikit berkaca-kaca. "Dalam hidup. Saat lo merasa tersakiti oleh seseorang yang paling lo sayang. Apa yang akan lo lakuin?"

Aku tak bisa menjawab. Prilly kembali tertawa. "Apa gue harus memaafkan orang yang udah membuat nyokap gue meninggal? Apa gue harus nyari dia dan memaafkan kesalahannya? Tidak akan pernah!".

"Kenapa lo gak coba denger alasan bokap lo ninggalin lo?"

"Apapun alasannya..seorang kepala keluarga tidak akan melepaskan tanggung jawabnya dan ngilang gitu aja. Seandainya lo ada di posisi gue? Apa lo akan diam?"

Prilly menyusut air matanya. Lagi-lagi ia tertawa hambar. "Sori. Kenapa gue jadi curhat gini sih? Mewek kan jadinya..lo sih pake nanya-nanya segala!"

"Apa lo benci sama bokap lo?" tanyaku lagi. Prilly tersenyum kecil dan menggeleng pelan.

"Gak. Gak salah lagi maksud gue. Hehe...ya kalo seandaikan aja gue ketemu sama Papa gue---gue gak akan maafin dia. Tapi selama ini gue berharap gak ketemu sama dia sih. Ketemu sama lo aja deh...hehhe!"

Di saat seperti ini dia masih bisa tertawa. Setelah dia mengetahui semuanya, apa dia masih akan tertawa seperti ini?

⏩⏩⏩


Continue Reading

You'll Also Like

144K 11.2K 86
AREA DILUAR ASTEROID🔞🔞🔞 Didunia ini semua orang memiliki jalan berbeda-beda tergantung pelakunya, seperti jalan hidup yang di pilih pemuda 23 tahu...
84.4K 11.1K 37
Jake, dia adalah seorang profesional player mendadak melemah ketika mengetahui jika dirinya adalah seorang omega. Demi membuatnya bangkit, Jake harus...
675K 4.1K 5
Savira dan Xavier sudah berpacaran selama dua tahun hingga akhirnya memutuskan untuk menikah. Namun dua hari sebelum pernikahan di laksanakan, Xavier...
14.3K 140 14
Mia Jhonson 30 tahun tidak mengira jika laki-laki seperti Williams Poulter, pewaris dari perusahaan retail multinasional yang mengoperasikan rantai p...