Lonely Angel

Bởi Dilahsyawal

956 73 5

Cover by @syuuble Aira meminta bantuan Adit untuk jadi pacar pura-puranya agar bisa lepas dari Cakra. Aira me... Xem Thêm

Prolog
(1) Cinta Diam-Diam
(2) Pacar Pura-Pura
(3) Dia, 9 Tahun Lalu
(4) Membuatnya Tertawa
(5) They Would Just Be Jealous of Us
Trailer!
(7) Markas Rahasia, 9 Tahun Lalu
(8) Modusnya Cakra

(6) Adit Punya Pacar

83 6 2
Bởi Dilahsyawal

BAGIAN 6

Adit Punya Pacar?

“Ngga, lo sama sekali gak serem dengan ekspresi begitu. Lagian  lo kenapa sih, masih aja kesel. Gue aja lupa, gara-gara tadi Caca ngasih tugasnya banyak banget mana PORSENI kita udah kurang dua bulan lagi.”

Angkasa Rayhan semakin menyipit-nyipitkan matanya mendengar dumelan sahabatnya. Sekarang ia menghentikan langkah. Membuat Adit ikut berhenti dan berbalik ke arahnya.

“Apa? Apaan lagi sekarang?” Tanya Adit sabar.

“Sekarang gue lagi ngitung untung rugi lo jadi cowok Aira.” Angga menjawab sok serius, atau sok bercanda? Entah, hanya dia yang paham. “Lo emang bisa deket-deket dia, tapi lo jadi bulan-bulanan anak-anak, man. Ini Aira, ratu es yang punya banyak fans. Lo ini, bisa dibilang fans beruntung sekaligus sial.

Adit meringis. “Terserah.” Angga punya sisi menyebalkan juga ternyata. Apa pula itu menghitung untung rugi? Memangnya mereka sedang berdagang? Oh, harusnya Angga mengeluarkan pemikirannya ini saat rapat tadi. Saat dibahas cara mendapatkan dana tambahan untuk berbagai kegiatan OSIS ke depannya.

“Dit, gue serius lo ini.” Angga mengikuti langkah panjang Adit.

“Hmm.” Hanya itu balasan yang ia terima dari sahabat jerapahnya itu. Angga berdecak.ia sekitar 55% ingin menyuruh Adit menghentikan hubungan pura-pura Adit dengan Aira. Lagipula, jika Aira tidak suka Adit dan hanya Adit yang berharap, kan kasihan sahabatnya. Tapi di sisi lain Adit juga kelihatan senang bisa bersama Aira.

Angga masih berkutat dengan pemikirannya, saat ia hampir saja menabrak Atha. Pemuda itu—Atha—melemparkan tatapan kesal pada Angga terang-terangan. Padahal Angga tidak jadi menabraknya. Tuh orang kenapa kayak mau perang, coba?

“Ngobrol apa sama Atha? Kayaknya serius banget.” Adit bertanya pada Aira saat Atha sudah semakin menjauh. Angga menatap punggung tegap itu sekali lagi, dan Atha juga berbalik dan menatapnya sok seram lagi.

“Dia aneh.”

“Emang!” Angga langsung menyahut ucapan Aira. Atha memang aneh. Atau cowok itu memang mengajaknya perang tentang Caca? Kita biarkanlah saja Angga berpikir sendiri soal ini.

“Ya… dia ngomong ini itu walau gak nyambung. Udahlah.” Aira mengangkat bahu, bingung harus menjelaskan apa. “Jadi sekarang, pulang?”

Adit mengangguk, “Iya.”

“Yuk.” Aira melangkah duluan menuruni koridor.  Adit mengikuti di belakangnya.

Angga memperhatikan dua orang itu sambil merogoh sakunya untuk mencari kunci motor. Ia menjaga jarak cukup jauh dari keduanya. Mereka berdua, Adit dan Aira, hanya terlihat berjalan bahkan tidak beriringan, dan tidak ada yang membuka pembicaraan. Tapi Angga bisa lihat senyum Adit di belakang Aira.

----Lonely Angel----

Adit bukan anak yang jenius. Ia tidak seperti Caca, teman sekolahnya yang kata anak-anak selalu bisa bahkan tanpa belajar. Adit tidak seperti itu. Sejak kecil, Adit hanya terbiasa belajar karena suka dengan aroma buku. Makanya ia termasuk jajaran siswa terpintar dan diperhitungkan di Cakrawala. Di jajaran itu, juga termasuk Angga dan Aira.

Jadi seperti malam-malam sebelumnya, Adit duduk di depan meja belajarnya. Berkutat dengan soal fisika yang begitu menarik dan membuatnya larut hampir 2 jam semenjak selesai makan malam. Adit juga bukan siswa yang spesialis di satu bidang, ia bisa dan suka-suka saja mempelajari semuanya. Bukan hanya sekedar untuk nilai tinggi, tapi untuk ilmu pengetahuan luas yang bisa didapatkannya.

Smartphone yang tenggelam di bawah buku-buku Adit itu bergetar dan berkedip 2 kali. Adit hampir mengabaikannya karena hanya chat dari Angga yang selalu diterimanya, selain chat grup yang itupun notifikasinya ia biarkan nonaktif. Namun saat Adit mengangkat buku dan melihat layar smartphonenya, nama ‘Aira’ langsung membuatnya cepat-cepat menggeser layar.

Aira: Lo udah tidur belum?
Aira: Gue ada di taman deket rumah lo. Mau ke sini?

Adit seketika bangkit dari duduknya dan bergerak dengan cepat ke arah lemari. Ia melempar beberapa baju yang dirasanya tidak cocok dan memilih sweater hitam kesayangannya. Ia sudah hampir keluar kamar, saat menyadari celananya juga terasa kurang pas dan perlu diganti. Oh ya, dan kali ini ia juga menyemprotkan sedikit pewangi, tidak kebanyakan seperti tempo hari, karena Aira tidak suka. Lalu berlari menuruni tangga.

Di lantai bawah, ia bertemu Bunda yang langsung menghadang langkahnya.

“Kamu mau kemana, Dit?” Tanya Bunda, menginterogasi.

“Keluar bentar Bunda. Boleh dong, ya?”

“Kemana? Jemput Angga?” Bunda menggeleng sendiri, “Angga udah selesai siaran daritadi.” Lanjut Bunda pada dirinya sendiri lagi. “Ini udah hampir jam 10, Aditya! Awas aja itu Angga! Bunda jewer nanti!”

“Bukan, bukan sama Angga, Bundaa..”

“Terus sama siapa? Emang kamu punya teman lain?”

“Ih Bunda kok malah jahat.” Adit menyahut dengan bibir cemberut. Ia punya banyak teman kok. Teman sekelas.

“Ya jadi… terus kamu mau kemana?”

“Ke taman doang kok, Bunda. Gak bawa motor. Deket kan. Boleh ya?” Adit memamerkan jejeran gigi dengan telapan tangan mengatup di depan wajahnya. Cara andalannya saat memohon pada Pamela, Bundanya.

“Ada apa sih ini? Seru banget kayaknya.” Fariz datang menengahi anak dan istrinya.

“Ini Yah, anak kamu, masa jam segini mau ke taman?” Adu Bunda. Ayahnya kini ikut menatap Adit, siap mengintrogasi—juga.

“Di taman ngapain? Nangkep nyamuk? Bantu nangkep nyamuk di kamar nenek aja deh. Kasian kalo pagi suka ngeluh banyak nyamuk katanya. Padahal di kamar kita enggak, ya Bunda?”

Pamela menepuk bahu suaminya dengan tampang datar sebagai jawaban.

“Gak boleh.” Kali ini Ayah serius. “Kamu gak takut dibegal? Sekarang ini bahaya loh. Ini udah malem.”

“Please deh Yah, ini Adit gak keluar kompleks loh. Masa dibegal?” Adit melirik jam dinding, uh… hampir 10 menit berlalu dan bagaimana kalau Aira akhirnya memutuskan pulang? Gagal dong Adit melihat Aira untuk membingkainya ke dalam mimpi malam ini? Ceilah.

“Yak an gak ada jaminan kompleks kita gak ada premannya. Atau bahkan emang bener nih, preman-preman yang nyuruh kamu keluar? Kamu dipalakin yah, Dit? Ayo ngaku. Biar Ayah laporin mereka. Gak baik jadi kebiasaan. Kamu juga jangan takut. Bilang aja sama Ayah.”

Adit menepuk jidat. “Ayah, Bunda, bukan kayak gitu. Apaan sih pake teori preman segala.”

“Wah… bunda makin curiga  nih, Yah. Berarti bener nih. Anak kita kasian banget Yah, dipalakin preman.”

Adit meringis dan berputar di tempatnya, Ayah Bundanya memang overprotektif, tapi Adit gak punya banyak waktu kali ini. Lagipula Aidt tahu orang tuanya begitu menyayangi dirinya, tapi ayolah, pemikiran mereka terlalu jauh sekarang.

“Adit mau ketemu cewek bukannya preman.”

Satu kalimat Adit itu berhasil menarik perhatian Ayah dan Bundanya. Keduanya yang sejak tadi masih melanjutkan pemikiran-pemikiran tentang preman dan cerita anak temen ayah yang dulu korban pemalakan, kini menatap Adit seolah salah dengar.

“Cewek? Cewek apa? Kuntilanak?”

Adit mengembus napas gemas. Untung Bundanya cantik, jadi Adit gak tega marah-marah. “Ya cewek… anak perempuan.”

“Perjelas!” Ayah menatapnya penuh selidik—lagi. “Ceweknya siapa?”

Adit mengerjap. Jantungnya tiba-tiba berpacu cepat. Ini kali pertamanya Adit sedge-degan ini menjawab pertanyaan Ayahnya selain tentang ranking yang ia raih. “Ceweknya… aku.” Ucap Adit dengan sebelah mata terpejam. Takut dengan reaksi Ayahnya tentang ia yang sekarang malah main cinta-cintaan bukannya fokus sekolah.

“Ceweknya kamu?”

“Bun, Adit punya pacar?” Ayah dan Bunda saling pandang. Lalu detik berikutnya tawa mereka meledak. “Masa sih kamu punya pacar?” Ayah memandangnya meledek. Adit tidak tahan untuk tidak tersenyum salah tingkah.

“Ciyee… ada juga yang mau sama anak Bunda hahahah.” Seperti biasa, Bundanya suka jahat soal pemilihan kata.

“Yaudah. Sana buruan. Ngomong daritadi kek. Kan kasian ceweknya kalo sampai digodain preman, kuntilanak, atau digigit nyamuk di taman.”

“Ayah apaan sih.” Adit takut beneran loh dengernya. Serius.

----Lonely Angel----

“Sorry ya, lama.” Aira tersenyum kecil untuk cowok bersweater hitam yang duduk di ayunan di sebelahnya. Ia sudah menguap beberapa kali dan hampir memutuskan untuk pulang tadinya, terlebih Adit tidak membalas lagi pesan yang ia kirim setelah cowok itu mengirimkannya kata wait untuk 2 pesan pertamanya.

Tapi akhirnya Adit datang. Dengan berlari dan napasnya kini terdengar masih terengah. Aira menampilkan senyumnya untuk itu. “Gak papa. Gue juga gak kira-kira ngajakin elo jam segini. Pasti orang tua lo ngelarang keluar deh.”

“Oh enggak kok. Enggak.” Tidak setelah Adit mendengar tentang nyamuk, begal, preman, hingga kuntilanak. “Mereka emang suka larang-larang. Tapi ngebolehin kalau gue mau ketemu teman.” Bagian ini hampir tidak bohong. Kecuali jika kata terakhirnya diganti. “Gue sering kok keluar demi Angga.” Adit menambahkan lagi.

Aira mengangguk-angguk lalu mengadah menatap langit berbintang di atasnya. “Gue lagi berantem sama adek gue. Dan gue sering ke sini hampir tiap malam.”

Adit tahu itu. Makanya ia sering dimarahin Bunda. Karena ia suka keluar untuk mengamati Aira yang duduk di ayunan ini dari jauh. Dan Aira juga tahu itu. Bahwa Adit selalu menjaganya, bahkan mengikutinya sampai rumah untuk memastikan Aira selamat sampai tujuan. Aira hanya pura-pura tidak tahu agar Adit tidak kabur.

“Lo suka bintang?” Tanya Adit menunjuk langit yang ditatap Aira. Gadis itu mengangguk.

“Gue suka bintang, dan ayunan. Makanya, ini tempat favorit gue.”

“Hehe. Untung ya, di kompleks kita ad ataman ini.”

“Yoi.”

Lalu tidak ada percakapan lagi. Adit terlalu bingung memilih bahan pembicaraan, sementara Aira memang lebih suka suasana hening. Mereka hanya duduk di sana berpuluh-puluh menit tanpa ada yang membuka suara. Tapi Aira tidak mengerti kenapa ia merasa sesenang ini dan lagi-lagi tersenyum saat Adit mengantarnya sampai depan rumah.

Ini pertama kalinya Adit mengantarnya sepulang dari taman secara langsung. Bukan secara sembunyi-sembunyi. Dan lagi-lagi, sepanjang perjalanan kaki mereka, tidak ada percakapan.

Aira melambaikan tangan sebelum menutup pagar rumahnya. Lalu sosok Adit yang tinggi tidak terlihat lagi, walau Aira yakin cowok itu masih berdiri di sana. Tersenyum-senyum dan ingin berteriak sendiri saking senangnya. Adit membekap mulutnya sebelum ia benar-benar melakukan itu.

Aira bergerak menjauhi gerbang dan melangkah memasuki istananya. Setelah ratusan purnama berlalu, ia bisa duduk bersama Adit menatap bintang, lagi.

----Lonely Angel----

Epilog

“Itu cewek beneran, Bun.”

“Yaiyalah, Yah. Masa kuntilanak cantik begitu.” Pamela menyahut seraya menepuk nyamuk yang menggigit kulit betisnya. Lalu juga di pipinya, di lengan, telapak tangan, juga hidung Ayah. “Banyak nyamuk, Yah.” Desisnya.

Sekarang ini mereka tengah bersembunyi di balik semak-semak di pinggir taman kompleks Permata Indah. Memberi putra sulung mereka izin untuk keluar, tidak membuat mereka serta-merta percaya bahwa Adit ingin ketemu ceweknya. Jadi, di sinilah mereka sekarang. Mengintip interaksi sepasang remaja yang duduk di dua ayunan di depan sana.

“Gak nyangka, anak orang cantik-cantik, kok mau sama si Aditya.” Pamela bersuara lagi sambil menggelengkan kepala.

Fariz mendelik. “Dia punya bakat yang nurun dari aku. Bisa dapat cewek cantik.” Pria yang hampir berusia setengah abad ini menaik-naikkan kedua alisnya. Membuat Pamela mendorong pipi suaminya itu dengan dua jari.

“Kayak dia anak kandung kita aja.”

“Bunda, kita kan udah sepakat ya, gak bahas soal itu. Adit anak aku aja kalo gitu.”

“Enak aja! Anak aku! Aku yang selalu bikinin dia makanan makanya Adityaku tumbuh tinggi dan cerdas.”

“Bunda kayak yang di iklan susu tau gak.” Desis Fariz.

“Emang nyontek dari situ.” Jawab Pamela cuek, dan kembali fokus untuk mengamati Adit dan gadis manis yang duduk di sebelah putranya.

“Eh, tapi dia emang ngewarisin sifat dari kamu deh kayaknya.”

“A?” Kali ini Fariz tidak mengerti ucapan istrinya.

“Itu,” Pamela menunjuk Adit dengan gerakan dagu, “Kaku di deket cewek cantik. Gak peka. Gak bisa ngomong. Huh.” Fariz benar-benar gagal paham atau memang tidak peka ketika istrinya terus ngedumel di perjalanan mereka pulang ke rumah.

Mereka membiarkan Adit dan Aira berdua. Toh mereka sudah mendidik Aditya dengan sangat baik. Tidak mungkin putra mereka itu macam-macam ke anak gadis orang walau Cuma berduaan di tempat sepi.

Sekarang, Fariz hanya harus mendengar ocehan Pamela tentang cowok gak peka dan terlalu malu-malu yang tidak ia paham bahwa tengah menyinggung dirinya.

-Lonely Angel Eps 6-

Đọc tiếp

Bạn Cũng Sẽ Thích

1.6M 113K 47
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
5.7M 317K 35
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
3.4M 278K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...
GEOGRA Bởi Ice

Teen Fiction

2.4M 100K 57
Pertemuan yang tidak disengaja karena berniat menolong seorang pemuda yang terjatuh dari motor malah membuat hidup Zeyra menjadi semakin rumit. Berha...