[As Aurora in media]
Author's POV
"Huh!" Kendra langsung bangkit terduduk dan dengan napas terengah-engah, seolah dirinya kehausan akan udara. Matanya menyipit berusaha melihat jam dinding kamarnya.
Lagi, lagi Kendra terbangun karena mimpinya.
Sejak kejadian hari itu, bayangan tentang kecelakaan pesawat jatuh terus saja terputar dalam mimpinya.
Entah apa yang salah dengan dirinya belakangan ini.
Dengan langkah beratnya, ia melangkah keluar dari kamarnya hendak mengambil air minum karena kehausan.
Saat ia membuka pintu kamar, perhatian Kendra tertuju pada Aaron dan Aurora.
Sudah hampir jam sepuluh, tapi kedua orang itu masih saja bercanda dan tampak sedang membicarakan sesuatu,
"Apa yang kalian bicarakan?" Tanya Kendra sambil menguap.
👑
Gadis itu melirik jam tangannya dan mengerucutkan bibirnya. "Kau selingkuh ya, kak?" Bisik Aurora ketika ia mendekati telinga Aaron.
"Apa-apaan! Tidak, Aurora." Aaron terkekeh sembari mengelus rambut hitam panjang milik Aurora. Merasakan helai per helai rambut hitam legam yang lembut itu.
"Tidak apa-apa, kak. Beritahu aku dan aku akan segera melaporkannya kepada istri tersayangmu!" Ancam Aurora dengan nada yang pelan namun terdengar sangat menyengkak.
"Kau bahkan berada dipihaknya sekarang!" Desis Aaron pelan.
Keduanya tertawa, sudah lama mereka tidak tertawa bersama karena Aurora tetap masih harus menyelesaikan studinya di Brooklyn.
"Apa yang kalian bicarakan?" Tanya Kendra yang baru saja bergabung bersama mereka.
Keduanya tersentak lalu tertawa menatap Kendra yang memakai sleep shirt putih, dengan wajah dan penampilannya yang sama-sama kusut.
"Kau bisa tertawa juga ternyata," lanjut Kendra dengan langkah berat, hendak mengambil air.
"Kau belum tidur?" Tanya Aaron, ia sedikit merasa bersalah karena sudah meninggalkan wanita itu tadi. Untung saja Aurora datang dan menemaninya.
"Kau tidak bertanya kepadaku, kak?" Tanya Aurora dengan bibirnya yang manyun.
Belakangan ini, perhatian kakaknya yang biasanya berlebih itu jarang lagi tertuju padanya, dan Aurora yakin perhatian itu pasti lari kepada Kendra sekarang.
Meskipun tidak ditunjukkannya langsung, ia tahu betul kakaknya ini pasti sangat menyayangi Kendra.
"Aurora, tinggallah disini lebih lama lagi," pinta Kendra, ia menyodorkan botol air dingin kepada Aurora dan mengajaknya duduk di sofa empuk itu.
Aurora hanya tersenyum melirik kakaknya itu. Berharap kakaknya itu iri dengannya yang sedang diajak Kendra duduk dan mengobrol bersama.
"Aku ingin tidur memeluk kakakmu lagi," bisik Kendra.
Keduanya tertawa melirik Aaron yang masih sibuk mencari botol air dingin di kulkas, mengira Kendra akan memberikannya tadi. Tapi Kendra malah memberikan botol air dingin menyegarkan itu kepada Aurora.
"Apa yang kalian tertawakan?" Tanya Aaron galak.
"Itu rahasia!" Sahut Kendra, cepat. Ia kemudian mendekati Aaron yang sibuk membuka tutup pintu kulkas untuk mencari botol air itu.
"Apa yang rahasia?" Aaron yang mengetahui Kendra datang mendekatinya, ia langsung memojokinya di dinding polos di dekat kulkas sambil tersenyum menyeringai, berusaha menggoda wanita itu.
Dugaan Aurora benar, ia mengenal betul kakaknya yang pasti cemburu ingin diperlakukan sama dengannya. Akhirnya, yang hanya bisa kakaknya lakukan hanyalah bertindak agresif.
Sedikit berlebihan.
"Ada aku disini" Sindir Aurora sambil berdecak pelan melihat tingkah kakaknya itu.
Jika tidak mengingatkan mereka tentang keberadaannya disini, takutnya kedua orang itu terus melanjutkan hal yang belum pantas ia lihat dan melupakan dirinya begitu saja.
Kendra mendorongnya dengan sekuat tenaga kemudian mengambilkan botol air dingin itu di laci kulkas dan memberikannya kepada Aaron, "Tidak perlu berpura-pura mesra di depan adikmu. Dia sudah tahu semuanya," Ucap Kendra santai.
Kendra kembali duduk disamping Aurora. Karena Aurora sudah menemani malamnya yang membosankan ini, Kendra jadi tidak tahan ingin berbagi cerita dan sedikit bercurhat dengannya.
Anehnya, Aurora tidak sekalipun terkejut mendengar cerita dari sepihak itu bahwa hubungan mereka tidak sebaik yang orang-orang kira. Dia pendengar dan juga adik yang sangat baik.
Suara bel pintu menyentakkan ketiga orang itu, Kendra segera berlari membukakan pintu untuk siapapun itu.
"Mom, dad!" Kendra langsung memeluk kedua orangtuanya itu dengan erat setelah pintu baru saja terbuka.
Setelah peluk-peluk rindu, kedua orangtuannya-pun masuk kedalam rumah dan meramaikan suasana rumah, "Hey dad!" Sapa Aaron, keduanya lalu saling bertukar pelukan akrab.
"Sudah siap, Rora?" Tanya Abercio ketika melepas pelukannya dengan Aaron.
"Aku ingin memanggil uncle dengan dad juga, seperti kakak!" Seru Aurora sembari memeluk kakaknya dan juga Abercio.
Meskipun usia Aurora yang hampir mendekati kepala dua itu, Anak gadis itu masih saja bersikap manis dan terlihat menggemaskan. Mungkin karena sudah dianggap sebagai anak bungsu oleh keduanya.
"Kau boleh, Rora!" Olivia mendekatinya.
"Hey, memangnya kalian memang sedekat itu?" gerutu Kendra lalu bergantian menatap kedua orang yang masih asik berpelukan itu. Iri kenapa Aurora lebih dipedulikan kedua orangtuanya itu dibandingkan dirinya.
Sayangnya semua orang terus saja mengabaikannya.
"Kenapa tidak berangkat besok pagi saja?" Tanya Aaron heran, ia melirik jam yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.
"Tidak apa-apa kak, besok aku sudah harus ke kampus. Mereka akan mengantarku sampai ke Penn Station," Jawab Aurora.
👑
Keesokan harinya, dengan tidur yang sangat cukup, Kendra akhirnya kembali bekerja.
"Ed! Ed! Ed!" Seru Kendra sembari bergabung dengan Edward yang sedang berjalan memasuki lokasi shooting mereka.
"Sepertinya mood-mu sedang baik," tebak Edward, kedua orang itu berjalan di atas jembatan kayu itu bersama dengan jaket tebal melindungi mereka dari gigitan dinginnya cuaca.
Tibanya di ujung jembatan, disana sudah banyak orang yang mempersiapkan alat-alat kamera dan sebagainya, "Let's make it fast. Sudah mendekati musim dingin dan akan sangat dingin nantinya," jelas sutradara.
Keduanya berusaha untuk melakukan yang terbaik, terutama untuk Kendra.
Ia sudah dapat mengendalikan dirinya, tidak lagi kaku karena belakangan, ia sudah menemukan seseorang yang mampu menggetarkan dan mencuri seluruh bagian dari hatinya.
Selesainya, Kendra berlari mencari manager dan penata riasnya, ia sudah sangat kedinginan disana dengan kostum yang cukup tipis pada cuaca seperti ini.
"Here!"
Kendra mendongak, menatap siapa pria yang memberikannya segelas minuman hangat kesukaannya dengan gelas kertas spesial yang harus mengantre panjang untuk mendapatkannya, apalagi pada cuaca sedingin ini.
TBC
👑