[As Aaron in media]
Kendra's POV
Dia bilang dia membenciku, kami sudah tidak berbicara seminggu ini.
Dan aku sangat-sangat tidak berniat berbicara padanya, apalagi menatapnya. Karena setiap aku mulai menatapnya, aku akan tergoda untuk memulai percakapan dengannya.
Aku membencinya? Entahlah sepertinya aku lebih membenci diriku sendiri yang tak pernah mendapat tempat di hatinya.
Berbahagialah Aaron, tidak ada yang mengganggumu lagi kali ini.
Aku menatap kotak berisi botol Gin yang sampai saat ini belum kuberikan padanya.
Kau sangat payah Kendra!
Lebih baik aku menghabiskan malam ini di High Line Park sendiri, menikmati keindahan kota New York. Lagian Aaron juga tidak sedang di rumah.
Mobilku masih tertinggal di agensi, aku memilih untuk menggunakan taxi daripada harus mengendarai mobil Aaron yang satunya.
Seperti biasanya, taman itu tidak berubah. Hanya saja malam ini lebih dingin dari biasanya. Entah bagaimana aku bisa menemukan tempat sebagus ini, aku merasa tidak kesepian meskipun hanya duduk sendirian disini.
Aku memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar, sebentar lagi musim dingin, tidak akan ada waktu lagi untuk keluar ke taman dimalam hari seperti malam ini. Lalu, aku melepas scarf rajut yang menutupi sebagian wajahku di tempat yang lebih sepi, tidak biasanya High line park menjadi sesepi ini.
"Terserah kalian! Sudah kubilang, Aku tidak punya uang!" Suara teriakan di balik semak-semak taman bermain itu kini terdengar olehku.
Ada dua gadis pelajar sedang mengganggu seorang gadis lainnya. Dengan gaya berpakaian mereka, tidak diragukan lagi mereka adalah punk atau preman jalanan.
Bagaimana ini? Aku meraih masker yang sering kubawa kemana-mana dari sakuku dan menutup sebagian wajahku.
"Hey! Pelajar! Apa yang kau lakukan pada gadis itu!" Teriakku ketika aku berjalan menghampiri mereka.
Aku berusaha terlihat berani meskipun sebenarnya aku sangat-sangat takut dan kakiku gemetar, Ayo Kendra! Kau seorang wanita berkarir dan mereka masih pelajar.
"Mau apa, kau?! Dasar sok pahlawan!" Tanya kedua gadis itu sembari memberikanku tatapan yang tajam.
Oh Astaga, aku belum pernah berada dalam situasi seperti ini. Apa yang dirasakan gadis yang sedang diperas itu?
"Tenang saja, aku sudah memangil 911, mungkin mereka akan segera datang," Ucapku kepada gadis yang tersungkur dilantai.
Tidak memerlukan waktu yang lama, terdengar suara sirine. Kedua pelajar itu langsung ketakutan dan segera melarikan diri, meninggalkan kami disana.
Aku menahan tawa melihat mereka berlari ketakutan, sembari memamerkan layar ponsel yang menampilkan tampilan pemutar musik ringtone sirine yang baru saja ku download.
Gadis cantik itu tersenyum lega dan segera mengemasi barang-barangnya yang berserakan di lantai.
Aku menolong gadis cantik itu untuk mengemasi barangnya dan membantunya bangkit berdiri.
"Apa kau baik-baik saja?" Tanyaku.
👑
"Astaga Aar, kau memaksaku ke sini hanya untuk setangkai popsicle?" Sergah Luke.
Luke terpaksa datang jauh-jauh kesini mengikuti keinginan Aaron dan kini pria itu sedang berdiri di depan gerobak dengan tidak sabaran menanti setangkai es yang sedang diambilkan oleh sang penjual.
"Bukan hanya popsicle, kau akan lihat sendiri nanti," Ucapnya sembari memandang pemuda yang menyodorkan popsicle pesanannya.
"Biar kutebak, pasti kau belum baikan dengannya? Dan sekarang kau sedang kesepian, bukan?" Luke mengusik temannya yang sedang fokus menikmati popsicle.
Luke dan Aaron bersahabat sejak lama, mereka mendapat kecocokan begitu saja ketika bertemu pertama kali saat mengikuti tes penerbangan di Damar Airlines.
Luke yang selalu saja banyak berbicara mampu membuat Aaron, si dingin itu juga akhirnya melakukan komunikasi dengan lingkungan sekitarnya.
High line park tampak lebih sepi dari biasanya, mungkin karena cuaca dingin yang mulai mengigit kulit.
"Kau harus segera meminta maaf padanya, Aar!" Ujar Luke, ia terus menatap popsicle milik Aaron, bertanya-tanya kenapa pria satu ini tidak juga merasa dingin makan es di cuaca sedingin ini.
"Baiklah, baiklah" Aaron mengangguk, berusaha hanya menjawab temannya yang bawel ini dengan anggukan saja.
"Lihatlah pemandangan ini, tidak berubah sama sekali!" Ucap Luke, mereka berdiri di ujung pagar itu dan melihat keindahan kota New york pada malam hari.
"Aaron?" Luke menoleh kepada temannya yang tidak memberinya respon apa-apa.
"Luke, Luke, apa itu Kendra?" Tanya Aaron terbata, ia menurunkan popsicle-nya dan menepuk-nepuk pundak Luke.
"Gadis dengan scarf merah? Untuk apa dia ke--" Luke menyipitkan matanya untuk memastikan ucapan Aaron.
"Itu Kendra, Luke!" Serunya lagi.
Luke terkekeh, "Aku baru tahu seorang Aaron yang selalu tampak cool punya sisi imut begitu. Kau takut dengan istrimu sendiri, huh?" Godanya.
Aaron berdeham. Berusaha menyembunyikan raut wajah paniknya tanpa berkomentar, ia lalu meraih tangan Luke dan memindahkan es tangkai itu ke tangan Luke.
"Kendra!" Teriak Luke melambaikan tangan satunya kepada Kendra yang sedang berjalan di tempat yang berjarak cukup jauh dengan mereka.
"Kau! Baiklah aku akan pulang duluan!" Ucap Aaron dan Luke berusaha menahan dirinya yang hendak melarikan diri dari sana.
"Kendra!!" Teriaknya lagi lebih keras.
Wanita itu terus berjalan mendekati mereka, "Luke?" Tanya Kendra dengan semangat.
"Kau sendiri saja?" Tanya Luke, ia melirik Aaron yang mendadak diam karena kehadiran wanita itu.
"Bagaimana denganmu? Sendiri saja?" Tukas Kendra, ia sengaja tidak memandang Aaron yang berdiri tepat disamping Luke itu.
"Hey, berhenti bersikap kekanak-kanakan! Kau tidak bisa melihatku disini?" Sahut Aaron gugup, ia tidak terlalu berani menatap mata hazel milik wanita itu.
Secara tidak langsung, Aaron telah mengatakan dirinya sendiri kekanak-kanakan karena pernah tidak menganggap keberadaan Kendra hari itu.
Luke tertawa melihat tingkah keduanya, "Oh iya, aku lupa, aku harus menjemput Poppy! Sudah jam segini," Dustanya sembari memperlihatkan angka yang menunjukkan jam sembilan lewat yang tertulis di ponselnya.
"Oh, baiklah, hati-hati, Luke!" Kendra melambaikan tangannya, Aaron menatap Luke tajam sembari memperlihatkan kepalan tangannya.
Saat Kendra baru saja hendak melangkah, seseorang berteriak dari kejauhan dan datang menghampirinya.
"Huh, kak sirine! ini ponselmu tertinggal!" Ucapnya terengah-engah, habis berlari mencari Kendra di taman yang luas itu.
Kendra tersenyum melihat gadis itu, ia masih tidak mengira seseorang akan mengembalikan ponsel mahal itu kepada pemiliknya.
"Hey! Kau!" Teriak Aaron, ia menatap gadis itu lurus-lurus dan menunjuknya tepat di depan matanya.
Kendra segera menarik tangan gadis itu dan berdiri di depannya seolah menjaga gadis itu dari serangan pria arrogant, yang tak lain adalah Aaron.
"Jangan ganggu dia, kau pria jahat!" Seru Kendra sembari memberi Aaron tatapan yang tajam.
Ketika jiwa kepahlawanannya itu masih ada sedangkan Aaron hanya memberinya tatapan heran, menunjukkan kedua alisnya yang kini saling bertaut.
Gadis yang sedang berdiri dibelakang Kendra menahan tawa sekaligus menatap Aaron dan tertawa geli.
"Kak, aku tidak apa-apa. Dia kakakku, Aaron."
TBC
👑