[As Kendra in media]
Author's POV
Aaron mengerang lalu mengacak-acak rambutnya. Bayangan dan kata-kata yang keluar dari mulut Kendra hari itu terus saja muncul dipikirannya, secara tiba-tiba pula.
Ia bahkan belum bisa melupakan wajah kesal Kendra saat wanita itu secara tidak langsung menusuk hatinya dengan kata-kata tajam itu.
"Hey, bos! kau kenapa dari tadi?" Tanya Luke yang baru saja datang menghampirinya, bertopang dagu didepan meja Aaron.
"Enyahlah, sialan!" Rutuknya. Luke tertawa, sudah biasa bagi mereka bersikap kasar seperti ini.
Melihat kondisi teman satunya ini, Luke sepertinya sudah bisa menebak siapa yang telah membuat Aaron sekacau ini, "Kau mau bertemu dengannya? Aku ada ide yang brilliant!" Goda Luke.
"Tidak" begitu Aaron melontarkan penolakannya, ia menatap Luke ragu, seolah menunggu temannya itu membuka mulut.
"Katanya tidak, kenapa kau menatapku seperti itu, eh?" Ledek Luke.
Saat Aaron baru saja membuka mulut ingin menjawabnya, tiba-tiba saja ponselnya bergetar. Ia merogoh saku bagian dalam jas seragamnya dan mengeluarkan ponselnya.
Setelah melirik layarnya, ia berdeham, lalu dengan cepat menempelkannya ke telinga.
"Hmm?" Ucapnya berusaha bersikap tenang.
"Begini, nona, ia sakit lagi. Kali ini ia tak berkunjung sembuh. Kau bisa mampir sebentar?" Tanya suara itu.
"Apa? Aku akan kesana!" Tukasnya, Aaron segera meraih kunci mobilnya diatas meja dan bangkit dari kursinya.
Setelah menyadari apa yang telah ia lakukan, Aaron lalu terdiam sejenak, "Maaf, Hmm... Sepertinya aku akan sedikit sibuk hari ini. Kau bisa menjaganya untukku?" Ucapnya sembari melirik Luke yang sedang mengacungkan jari jempolnya ke bawah.
Setelah memutuskan panggilan itu. Ia melemparkan dirinya kembali ke kursi itu dengan tatapan kosong. Bertanya-tanya ada apa dengan dirinya ini.
Aku salah, aku memulai hal yang salah, begitu pikirnya. Jika saja Aaron tidak menciumnya malam itu, hal ini tidak akan pernah terjadi.
Biarkan aku menyalahkan Gin and Tonic, benak Aaron.
👑
Hari ini datang, Musim panas berganti menjadi musim gugur. Dimana pemandangan menjadi sangat indah. Daun dari pohon-pohon banyakan gugur dan melayang-layang jatuh ke tanah.
Musim ini berkesan romantis dan hangat, karena jalanan kini tampak sedikit kecoklatan. Namun sebenarnya, hawa dingin mulai menggigit kulit.
Hari ini akhirnya tiba juga.
Kendra sedikit kagum, pria itu sedang bekerja di bandara tapi ia mengorbankan setengah jam dari waktunya istirahatnya itu untuk menjemput Kendra dan kemudian kembali lagi ke bandara JFK bersama.
Tenang saja, Kendra tidak akan berbicara macam-macam lagi. Lihatlah kecanggungan dan kekacauan yang ia buat ini. Kendra berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya lagi kali ini.
Mereka melewati perjalanan dalam keheningan, tidak ada satupun dari mereka yang mengatakan apapun dari tadi.
Kendra dari tadi hanya terus mengulangi kata 'Maafkan aku' di dalam hatinya. Ia tidak seberani itu memulai pembicaraan dengan pria yang dari tadi sedang fokus menyetir.
Sesampainya mereka, Kendra berjalan jauh di belakang Aaron. Pria pun tidak terlalu peduli dan terus saja melangkah menuju gerbang kedatangan untuk menyambut kedua orangtua Kendra.
Tidak membutuhkan waktu yang lama, kedua orang itupun akhirnya muncul, ayah Kendra, Abercio. Ia tampak sangat segar, apalagi dengan kemeja hijau bermotif bunga-bunga khas Hawaii dan Olivia yang tampak cantik mengenakan topi jerami.
"Hey, anakku!" Olivia memeluknya erat.
Kendra benar-benar merindukan kedua orangtuanya. Sedangkan Aaron, ia sedang sibuk mendengar cerita perjalanan yang sedang diceritakan pria paruh baya itu dengan antusias.
Kini ia tahu alasan keduanya mempercepat perpindahan warisan. Mereka juga merasa lelah dan ingin menghilang dari kesibukan dunia ini sementara.
Kendra tidak yakin perjodohan mereka akan berjalan lancar-lancar saja. Ia sedikit iri melihat ayah dan ibunya saling mencintai dan saling menguatkan.
Mereka pergi bersama-sama menghilang dari kesibukan mereka, kedengarannya saja sangat menyenangkan.
"Dad" lirihnya sembari memeluk ayahnya itu. Rasa kecewanya benar-benar lenyap begitu saja saat bertemu langsung dengan kedua orangtuanya.
Setidaknya jika bukan ia yang bahagia, ia akan ikut senang melihat kedua orangtuanya bahagia seperti ini.
Banyak pasang mata yang memperhatikan mereka, Aaron cukup mencolok, ia masih mengenakan seragam kerjanya sambil membawakan koper-koper besar milik Olivia dan Abercio yang dikenal sebagai CEO di kawasan ini.
Aaron terlihat sangat tampan, tapi Kendra memilih untuk menutup mata jika melihat yang satu itu.
Sampai kapanpun pria itu tidak mungkin mencintainya.
👑
Kendra's POV
Kata dad, kami akan segera menikah.
Kenapa dad harus mengatakan hal itu saat kami sedang duduk di meja makan bersama? Membuatku tambah tidak berselera saja.
Kami sama-sama membutuhkan, dia butuh jabatan yang tinggi. Dan aku perlu dia untuk menjalankan mesin uangku, bagus sekali.
Mari hidup mengikuti arus, karena punya kekuatan untuk melawannya saja aku tidak punya. Jika aku terus saja mengikuti arus seperti ini, semoga saja ada saat dimana aku dibawa ke air yang tenang. Ketika kekuatanku sudah terkumpul sepenuhnya, aku akan melawan arus berikutnya yang datang padaku.
"Ada sesuatu terjadi, bukan?" Suara dad kemudian membuyarkan lamunanku.
"Tidak, semuanya baik-baik saja" aku megelak dengan cepat, semoga saja hal itu tidak terlalu mencurigakan.
"Apa yang terjadi? Sesuatu terjadi, bukan?" Tanyanya lagi, tetapi kali ini terdengar lebih serius.
Astaga, aku tenggelam dalam lamunanku lagi dan Dad pasti mulai curiga denganku.
"Kurasa kau harus mempertimbangkan keputusan Kendra, sir" Aaron mendadak berbicara formal dengan dad.
Dengan panggilan 'sir' itu, Aaron seolah berbicara sebagai bawahan Abercio saat ini. Hal itu membuat mom dan dad memandangku heran dan menunggu jawaban dariku.
Oh tidak, aku tidak tahan lagi. Mataku pasti berair sekarang.
Aku bangkit dan pergi meninggalkan mereka, aku tidak peduli harus menangis di depan kedua orangtuaku.
Tapi aku tidak ingin terlihat lemah di hadapan Aaron, aku sudah menuduhnya yang tidak-tidak tapi sekarang malah aku yang menangis.
Sialnya, kenapa Aaron malah menyusulku? Kenapa aku tidak pernah sekalipun terlihat baik di depannya?
Tenanglah, Kendra. Kau mau meminta maaf, bukan? Dalam waktu yang singkat, aku berusaha mengumpulkan keberanian dan berbalik menatapnya.
"Tenang saja, aku tidak akan bilang apapun pada mereka" Tukasku. Tidak lupa memberi senyuman manis padanya.
Ya, aku mengerti, ia pasti hanya berakting didepan dad dan mom seolah-olah ia menghargai keputusanku, padahal tidak.
Sial, disaat begini aku malah memikirkan tentang harga diri. Maaf Aaron, aku terlalu egois. Minta maaf-nya lain kali saja.
"Aku hanya ingin tahu bagaimana pendapatmu" Ucapnya, tatapannya masih saja datar dan dingin, seperti biasanya.
Aku masih terikat dengan sumpahku sendiri, pendapatku mungkin tidak penting lagi.
"Baiklah, ayo menikah! Mari kita tampak selalu baik-baik saja didepan mereka," Jawabku sedang berusaha memamerkan senyuman palsu.
Ya, lebih baik begitu. Cukup aku saja yang tidak bahagia, karena mereka berdua pantas bahagia.
TBC
👑