When Social Media Comes Alive

expellianmus tarafından

350K 67.3K 14.5K

Tidak ada yang salah dengan media sosial. Yah, setidaknya, itu pendapatku sebelum tiga remaja asing seumurank... Daha Fazla

0. prakata
i. kalau foto di instagram likes-nya sedikit, berarti fotonya jelek. hapus aja!
ii. cerita bagus itu berbanding lurus dengan banyaknya reads, votes, comments
iii. satu dua tiga cek line. satu dua tiga cek cek cek
iv. duh, apa kabar gebetan, endorse, followers, dan chapter baru? aah! bencana!
vi. kehilangan ponsel, eh, dapat tiga teman baru
vii. medsos ingin jalan-jalan denganku, tapi aku pakai baju apa?!
viii. cowok 'payah' menurut line
ix. kalau orang-orang suka, aku juga pasti suka!
x. sendiri? tidak kok, aku ditemani teman-temanku (walaupun tidak terlihat)
xi. aku tidak butuh kegilaan lain dalam hidupku!
xii. lebih baik seperti anak kecil daripada seperti lumut!
xiii. followers-ku tersaingi. apakah ini akhir dari dunia?
xiv. satu dua tiga halo, satu dua tiga halo halo!
xv. metode pdkt ala line ternyata manjur untuk keysha. bisa dicoba kalau cocok
xvi. layar putih kosong itu menyeramkan
xvii. ketika king kong melawan cinderella
xviii. misi terakhir yang oke, kuakui, tidak terlalu gila
maaf ceritanya mandek 5 tahun (wkwk)

v. aku ingin ponselku, bukan anak-anak 'mama'

21.9K 4.5K 768
expellianmus tarafından

Sepertinya hari ini aku sedang sangat sial.

Tadi, sewaktu aku sampai di perpustakaan, penjaga perpustakaan bilang, tidak ada yang menugaskanku untuk berjaga di sana.

Mendengarnya, aku sudah nyaris melompat-lompat bahagia dan memeluk penjaga perpustakaan itu. Yah, setidaknya itu sebelum penjaga perpustakaan tersebut berkata, "Tapi kalau emang ada guru yang nyuruh kamu jaga di sini, ya udah, sini aja, bantuin saya."

Dan beberapa jam berikutnya adalah beberapa jam yang paling membosankan dalam hidupku. Maksudku, beberapa jam tidak penting itu kan, bisa saja kugunakan untuk mengedit foto yang harus aku post di Instagram malam ini.

Kalau itu belum terdengar cukup sial, saat bel pulang sekolah berbunyi dan aku akhirnya bisa keluar dari perpustakaan, Wanda—teman sekelasku—bertanya, "Lo tadi ke mana, Key?"

"Perpustakaan, ada guru yang nyuruh jaga di sana, enggak jelas banget," keluhku. "Eh, tapi tunggu. Emang enggak ada surat dispen buat gue?"

Wanda menggeleng, bingung. "Enggak ada. Gue kira lo kabur," jawabnya.

Aku melongo. "Tapi tadi gurunya bilang bakal ngurusin surat dispen gue!"

"Guru siapa?" tanya Wanda.

"Gue enggak tahu namanya," jawabku. "Nah, parahnya lagi, guru itu ngambil ponsel gue!"

"Coba sebutin ciri-cirinya, siapa tahu gue tahu namanya," kata Wanda.

Aku berusaha mengingat-ingat. "Agak gendut, tapi tinggi. Pakai kacamata yang ujungnya lancip gitu, terus rambutnya dicepol."

Wanda menggeleng. "Gue enggak pernah tahu ada guru kayak gitu. Rata-rata kacamatanya kalau enggak oval ya persegi gitu, enggak ada yang ujungnya lancip."

Aku mendesah kesal. "Ya udah, gue mau cari dia dulu. Gue enggak bisa pulang sebelum ponsel gue balik ke tangan gue lagi."

Wanda menepuk-nepuk bahuku. "Good luck, Key."

[.]

Kenyataannya, hari itu aku terpaksa pulang tanpa membawa ponsel, karena sampai sekolah nyaris ditutup, aku masih belum bisa menemukan guru itu.

Aku bahkan pergi ke ruang guru dan bertanya kepada setiap guru yang kutemui apakah mereka bisa membantuku menemukan guru sesuai ciri-ciri yang kusebutkan. Tapi mereka semua berkata, tidak ada guru dengan ciri-ciri seperti itu.

Dengan berat hati, aku pulang ke rumah. Yang menyebalkannya lagi, aku tidak bisa mengadu ke orangtuaku karena aku yakin sekali, mereka justru akan senang dengan tidak adanya ponsel di genggamanku. Aku benar-benar tidak mengerti jalan pikiran mereka.

Begitu aku sampai di rumah, aku langsung masuk kamar dan mendesah kesal. Kalau begini caranya, bagaimana aku bisa post foto untuk Instagram? Semua foto dan aplikasi untuk mengedit foto kan ada di ponselku!

Aku duduk di atas kasur sambil memejamkan mata, berharap, begitu aku membukanya lagi, ponselku sudah ada di sebelahku.

Oke, aku tahu itu tidak mungkin. Tapi... sedikit berharap tidak ada salahnya, kan?

Begitu aku membuka mata lagi, aku benar-benar terkejut.

Bukan, bukan karena ponselku tiba-tiba muncul seperti yang kuharapkan.

Melainkan, karena di depanku, kini berdiri tiga remaja asing—dua cowok, satu cewek—dan mereka menatapku sambil tersenyum lebar.

Aku sudah siap untuk menjerit sampai salah satu di antara dua cowok di depanku berkata, "Hai, Keysha. Lo enggak boleh teriak, kalau lo teriak, ponsel lo bakal terus ditahan sama Mama."

Sebelum aku sempat bereaksi, cowok yang tadi berbicara bertanya ke remaja cewek yang berdiri di sebelahnya, "Eh, bagusan 'hai' atau 'hei', ya?"

Kurasa aku akan pingsan.[]

25 Juni 2017

Okumaya devam et

Bunları da Beğeneceksin

86.7K 361 5
ONE SHOOT 21+ If you found this story, u clearly identified as a horny person. So find ur wildest fantasy here and just let's fvck, yall.
1.7M 125K 57
Ini tentang Jevano William. anak dari seorang wanita karier cantik bernama Tiffany William yang bekerja sebagai sekretaris pribadi Jeffrey Alexander...
285K 2.2K 15
one-shot gay ⚠️⚠️⚠️ peringatan mungkin ada banyak adegan 🔞 anak anak d bawah umur harap jangan lihat penasaran sama cerita nya langsung saja d baca
205K 898 14
masih lanjutan dari oneshoot yang di hapus lagi dan lagi 😌 Karina X All Mature content 🔞🔞🔞