[⏯️] Jicheol Collection

By fallforhoon

88.4K 9K 901

Kumpulan short story tentang jicheol! Ini nih, buat yang lagi nyari ff jicheol yang udah mulai punah 😂 Baca... More

Personal Doctor
What's Different?
5 Petals of Flower
Unexpected (Sequel of Personal Doctor)
How To Be Manly
Ex Rival
Way Back
Teacher Choi
Trapped
Blue Sweater
Mine
HEARD YOU : PART 1
HEARD YOU : PART 2
HEARD YOU : PART 3
Teacher Choi (Sequel)
Rest
HEARD YOU : PART 4
Called It Anything
The Diary
Check it out!
HEARD YOU : PART 5 [END]
Tease
Black Umbrella
Sick
Gift
Signal
Brave Enough
Story Of Someone I Know
What Is Love
Red Carnation
Pretty U
It Wasn't Me : Part 1
It Wasn't Me : Part 2
It Wasn't Me : Part 3
It Wasn't Me : Part 4 (END)
Last Year
You Pervert! | Arranged Side Story
Partners? [ Part 1 ]
You Have a Terrible Taste! | Arranged Side Story
Partners? [ Part 2 ]
< Fict Fest 2018 >
Silent Autumn
Save Me
Christmas' Bad Memory
Move On
Paper Planes, Boats, and Birds

Cold Ramen

6K 419 32
By fallforhoon

Cold Ramen

By

Fallforhoon

Disclaimer :

Semua karakter tokoh, kata-kata, dan perilaku tokoh di dalam FF tidak bermaksud menjelek-jelekkan tokoh dari segi manapun. FF ini murni dari pemikiran otak saya. Jadi, jika ada kesamaan mungkin hanya sebuah kebetulan^^

Warning:

Kind of weird , Typo(s), BoyxBoy.

It's Jicheol!

Don't Like! Don't Read!

Don't be a Basher!

HAPPY READING!^^









Jihoon menguap untuk yang kesekian kalinya saat ia membuka pintu apartmennya. Ini pukul 1 dini hari. Terlalu larut untuk melakukan aktivitas tapi beginilah ia, mengerjakan tugas kuliah hingga larut seperti ini.

"Aku pulang." Ia menyalakan saklar lampu dalam apartemennya dan seketika ia menghela nafas berat. Ini adalah salah satu alasannya mengapa ia tidak ingin punya roomate. Keadaan apartment nya selalu kacau seperti ini karena roomatenya yang jorok dan tidak suka bersih-bersih.

"Sabar, jihoon. Sabar." Ia memunguti jaket dan baju yang berserakan di lantai. Ia merutuki dirinya yang menghabiskan uangnya untuk membeli peralatan kebersihan yang cukup menguras dompet jika akhirnya tidak terpakai seperti ini.

"Uh? Kau pulang?" Nah, ini dia yang dibicarakan jihoon. Roomate nya yang benci kebersihan.

"Ya. Dan karena kau disini itu berarti kau yang harus membereskan ini, oke?"

"Hey, language, jihoon. Language! " Jihoon hanya memutar bola matanya malas. "Dasar tidak sopan. Katakan hyung, oke? Hyung."

"Aku akan memanggilmu begitu saat kau selesai merapikan sarangmu ini." Kemudian ia beranjak menuju dapur.

Ini sudah terlalu larut untuk makan, ia tahu itu. Beberapa temannya mengatakan makan di malam hari sama saja seperti menumpuk lemak tubuh. Tapi persetan dengan itu, perut jihoon berbunyi meminta diisi. Jadi ia tidak punya pilihan selain mengambil sebuah panci, dan merebus ramyun didalamnya.

Selama ia menghabiskan 10 menit memasak, ia bisa mendengar suara gaduh dari ruang tv. Tempat roomatenya, seniornya, choi seungcheol, membersihkan kekacauan.

"Ck," Jihoon tidak bisa menahan itu ketika ia tahu seungcheol yang membersihkan apartment sama saja seperti merusaknya. Ia mematikan kompor dan membawa ramyunnya ke ruang tv.

"Wow," Ia melihat seungcheol duduk di sofa dengan bermandikan peluh. "Ini rapih sekali." Jihoon berbicara dalam nada sarkastis.

"Yeah, thanks." Ia mengelap keringatnya dengan baju bagian bawahnya. Itu membuat perut atletis dengan abs itu terlihat. Dan shit, itu membuat jihoon merona.

Jihoon duduk dihadapan seungcheol dengan kaki yang di silangkan. Panci yang berisikan ramyun itu ia letakkan pada meja yang memisahkan mereka berdua. "Insomnia lagi?"

"Ani." Seungcheol menggeleng. "Menunggu tuan puteriku pulang." Jihoon memutar matanya malas.

Seungcheol adalah seniornya yang mengambil jurusan bisnis. Ia dua tahun lebih tua dari jihoon. Hampir semua orang mengenalnya karena ia aktif dalam kegiatan sosial yang diadakan kampus mereka. Plus, ia tampan dan menarik. Itu yang membuatnya mudah untuk mendapatkan wanita wanita cantik di sekolahnya. Tidak heran jihoon sangat sering menemukan cokelat, bunga, vitamin, dan barang lainnya dikotak surat kamar apartmentnya. Itu untuk seungcheol, tentu saja, bukan untuknya.

Dan setelah tiga tahun tinggal bersama seungcheol, bukan berarti ia tidak pernah melihatnya dengan cara seperti itu.

"Jadi," Seungcheol menatap jihoon yang sedang meniup ramyunnya. "Siapa yang mengantarmu pulang malam ini?"

Dan sama seperti seungcheol, jihoon cukup populer di kampusnya. Well, tidak seperti seungcheol yang populer karena ketampanannya dan apapun itu. Ia manis dan ramah. Juga, ia selalu menadapat peringkat teratas di jurusannya. Ia ahli dalam komposing. Itu membuatnya banyak tampil dalam berbagai pentas di kampus. Tidak heran jika banyak pria maupun wanita yang mengajaknya kencan.

"Bukan siapa siapa." Dan sayangnya, jihoon selalu menolak untuk menjalin hubungan serius dengan mereka. Bukan karena apa apa, mereka yang mengajak jihoon kencan memang tampan, tetapi ia punya alasan lain. Ia telah lama jatuh pada orang lain.

"Ah, namja pirang itu?"

Jihoon mengangkat alisnya. "Namja siapa?" Dan seungcheol tahu kemampuan akting jihoon yang sangat payah. Ia bahkan sudah tahu jawabannya tanpa harus bertanya terlebih dahulu pada jihoon.

"Namja sipit dari klub tari?"

"Hey, ia tidak sipit. Matanya memang berbentuk seperti itu." Seungcheol tertawa masam pada jihoon yang melangsungkan protes.

"Apa katanya? Tiger gaze? Such a shit."

Jihoon tidak ambil pusing soal itu. Ia meniup ramyun panasnya dan memakannya cepat. "Urusi keperluanmu sendiri, hyung."

Seungcheol tertawa pelan. Ia mengambil sumpit di dapur kemudian  kembali duduk di depan dan ikut memakan ramyunnya.

"Kau menungguku pulang untuk ini." Jihoon memukul kepala seungcheol pelan dengan sumpit. "Membuatkanmu makanan."

"Aku berbaik hati padamu, jihoon. Jika aku mencoba memasak, kau akan berakhir dengan membersihkan dapur sepanjang malam."

"Ck, bodoh." Ia menatap seungcheol yang memakan ramyun miliknya dengan lahap, seolah ini adalah makanan pertama yang ia makan setelah seminggu. "Bisa apa kau tanpa aku, hyung."

"Maka dari itu," Seungcheol menelan ramyunnya sebelum melanjutkan. "Berhentilah pergi kencan dengan soonyoung."

"Ini tidak ada hubungannya dengan itu."

"Bagaimanapun, kau akan menolaknya di akhir. Sama seperti yang lain."

Jihoon menghentikan makannya dan meletakkan sumpitnya disamping panci dengan kasar. "Kubilang, urusi urusanmu sendiri." Ia melipat tangannya di depan dada. "Kau hanya cemburu, iyakan?"

Seungcheol tersedak ramyun yang dikunyahnya. "M-Mwo?" Kemudian ia buru buru mengambil air mineral milik jihoon.

"Mengakulah."

Seungcheol mengangkat alisnya santai dan menjawab, "Well, aku rasa begitu." Yang membuat jihoon membulatkan matanya.

"Aku kelaparan. Tidak ada yang memasak lagi untukku karena kau makan bersama soonyoung. Kamarku kotor dan berantakan. Tidak ada yang merapikan apartment karena kau selalu pergi kencan setelah pulang kuliah dan pulang larut malam. Dan aku harus pulang menggunakan bus sendiri dimalam hari karena kau diantar oleh mobil mewah si pirang itu."

Jihoon menghembuskan nafas kesal. "Apa aku terlihat seperti itu untukmu?"

"Apa?" Seungcheol ikut meletakkan sumpitnya. Meninggalkan ramyun mereka yang setengah termakan.

Jihoon mengehela nafas. "Aku memang seharusnya pergi kencan dengan soonyoung." Tidak ada kesungguhan dalam ucapan jihoon. "Agar kau tidak memanfaatkanku seperti ini."

"Oh hey, ayolah, kita kan roomate." Seungcheol memohon padanya dengan puppy eyes yang membuat mata jihoon sakit. "Kita membantu satu sama lain."

"Atau mungkin tepatnya aku yang membantumu karena kau tidak bisa apa apa."

"Hey, itu menyakitkan." Seungcheol menekuk alisnya. "Siapa yang mengajarimu untuk tidak sopan seperti itu pada seniormu? Soonyoung?"

"Ck," jihoon melempar bantal kecil dari sofa ke arah seungcheol. "Berhenti menyalahkannya."

"Berhenti bersikap seolah kau menyukainya."

Jihoon mematapnya jengah. "Dan berhenti bersikap seolah kau mengerti diriku."

"Aku tidak?" Seungcheol melihat bagaimana wajah jihoon perlahan memerah. Menurutnya, ini bisa jadi dua kemungkinan. Ia emosi, atau merona. "Katakan padaku apa yang tidak aku ketahui tentangmu."

Jihoon gugup untuk menjawabnya. "A-Akuㅡ" Seungcheol menaikkan alisnya menanti jawaban jihoon. "Sesuatu tentangㅡ" Jihoon menekuk alisnya berpikir. "Ah, nevermind. Untuk apa juga aku beritahu."

Seungcheol tersenyum kecil, membuat jihoon bingung sendiri karenanya. "Apa ini tentang aku?"

"Eiy m-mwoya!" Jihoon memukulnya pelan di bahu. "Itu bukan seperti itu. Ini hanya tentangㅡ"

Mendengar jihoon berbicara seperti itu, seungcheol tersenyum lebih lebar. "Tentang?" Jihoon memutar matanya malas. Ini hanya trik seungcheol untuk membuatnya berbicara.

"Tentang alasan mengapa aku selalu menolak teman kencanku." Mata seungcheol membulat dan bibirnya membentuk huruf O. Tapi tidak ada raut terkejut dalam wajahnya.

"Jadi kenapa?"

"Karena akuㅡ" Jihoon menggantungkan kalimatnya dengan jarinya yang mengetuk pinggiran meja. Kebiasaannya saat sedang gugup.

"Karena aku ㅡehm, menyukaioranglain."
Ia menyelesaikan kalimat terakhir hanya dalam satu detik.

Seungcheol memicingkan matanya. "Apa?"

"Aku sudah mengatakannya! Jangan membuatku mengulang." Jihoon menutupi wajahnya yang merah.

"Katakan dengan benar, aku tidak dapat menangkapnya."

"Aku bilangㅡ" Jihoon menghela nafasnya. "Karenaakumenyukaioranglain."

Seungcheol mengusap wajahnya kasar. "Ya, lee jihoon! Bicaralah yang benar."

"Aku bilang," jihoon memejamkan matanya sesaat. Choi seungcheol adalah cobaan terberat untuknya. "Itu karena aku menyukai orang lain."

Seungcheol tersenyum seolah ia sudah mengharapkan untuk mendengar jawaban ini. "Aku benar. Ini tentang aku."

Mata jihoon membulat kaget. "M-Mwo?" Ia mengipasi wajahnya yang memerah. "Kapan aku pernah bilang padamu kalau aku menyukaiㅡ"

"Itu terlihat jelas." Seungcheol mengedikkan bahunya. Berusaha terlihat percaya diri di depan jihoon.

"Apa yang terlihat jelas, huh?"

"Kau yang suka memperhatikanku saat kita menghabiskan waktu bersama, kau yang cemburu saat menemukan cokelat dan bunga di kotak surat, dan kau yang selalu peduli padaku tidak peduli seberapa sering kau memakiku dan mengatakan aku ini beban."

Speechless, jihoon hanya menundukkan kepalanya malu. "A-Apa sejelas i-itu?"

"Oh? Jadi itu benar?" Seungcheol tertawa geli dihadapannya. Jihoon bisa melihat pipi seniornya itu yang perlahan memerah. "Padahal aku hanya bercanda."

Jihoon menggigit bibir bawahnya. Sial! Seniornya ini hanya menggodanya. Bagaimana bisa ia mengaku dengan begitu mudah tentang perasaannya? Ia telah menahan ini selama dua tahun terakhir. Tapi apa boleh buat, seungcheol telah mengetahui itu dan tidak ada gunanya lagi ia menyangkal.

"Itu benar." Jihoon menggumam. "Maaf."

"Maaf untuk?" Oh, choi seungcheol sialan.

"Untuk mengagumimu. Maaf untuk merusak pertemanan kita dengan perasaan bodoh ini. Maaf untuk membuang semua cokelat dan hadiah yang mereka titipkan padaku untukmu. Maaf untuk berbohong soal kencan terakhirmu, maaf aku tidak bermaksud untuk mempermalukanmu saat itu. Aku hanyaㅡ"

"Jadi itu kau?" Seungcheol menunjuknya tepat di wajah. "Orang yang menambahkan obat sakit perut dalam makanan?"

"Aku hanya ingin agar kau cepat pulang, oke? Aku tidak ingin kau berlama lama dengan siyeon nuna atau siapapun itu. Dan maaf untuk meninggalkanmu akhir akhir ini." Jihoon menghela nafas pelan. Ia harus menjelaskan semuanya sekarang atau tidak sama sekali. "Aku harus pergi kencan dengan siapapun itu untuk melupakan perasaanku padamu. Tapi kau tahu, hyung?" Seungcheol menaikkan alisnya. "Aku selalu gagal dalam itu. Dan kau benar, pada akhirnya aku akan menolak mereka untukmu."

"Ji, akuㅡ"

"Well, kau bisa membenciku setelah ini atau mungkin meminta pindah kamar. Tapi aku tidak tahu harus bagaimana lagi. Kau roomateku. Dan melihatmu setiap saat membuatku bahagia sekaligus tersiksa dengan perasaanku ini. Jadi aku pikir ini saatnya aku mengaku setelah dua tahun aku memendamnya."

Jihoon menarik nafas pelan dan melihat seungcheol tepat dimatanya. "Aku menyukaimu, hyung. Aku sudah jatuh terlalu dalam sehingga aku pikir aku tidak akan pernah bisa bangkit dari lubang itu. Aku jatuh terlalu dalam sehingga meskipun aku mencari jalan memutar untuk keluar, aku akan selalu berakhir dengan jatuh pada tempat yang sama. Dan aku minta maaf dengan tidak sopannya aku memiliki perasaan seperti itu padamu."

Itu semua yang dapat jihoon katakan. Ia tidak dapan menahannya lagi. Semua hal yang ia simpan rapat-rapat selama dua tahun. Semua hal yang membuat tidurnya tidak nyaman setiap malam. Semua hal yang menyebabkannya bahagia sekaligus sedih. Semua tentang seungcheol.

Jihoon menundukkan wajahnya dalam dan memejamkan matanya. Ia takut untuk mendengar respon dari seungcheol. Sedangkan seungcheol hanya terdiam dan menatap kosong.

"Ramyun nya dingin."

"M-Mwo?" Jihoon mengangkat kepalanya dan menemukan seungcheol yang juga menatapnya.

"Aku bilang, ramyun nya dingin."

Jihoon melebarkan matanya, menatap seungcheol tidak percaya. "Apa hanya itu yang ingin kau katakan?"

"Memangnya aku harus mengatakan apa?" Oh, shit. Seungcheol masih menyebalkan sampai akhir. "'Terimakasih telah mengagumiku selama ini' ?"

"B-Bukan itu maksudku!" Jihoon menggelengkan kepalanya cepat. "Maksudku sepertiㅡ"

"Seperti 'aku juga menyukaimu'?" Seungcheol tertawa, membiarkan jihoon merasakan pipinya yang memanas sekali lagi. "Seharusnya kau tahu itu."

Jihoon menatap kosong meja dihadapannya. Tangannya bergetar hebat. "Seharusnya.....kau......tahu?"

Seungcheol beranjak bangun dan mendekati jihoon. Ia meraih pundaknya dan meninggalkan kecupan singkat di dahi. Kemudian ia pergi menuju dapur, meninggalkan jihoon yang membeku di tempat.

"Aku akan buat ramyun yang baru." Katanya.

Jihoon mengerjapkan matanya beberapa kali dan menggelengkan kepalanya pelan. Ia kemudian memukuli pipinya pelan, berusaha meyakinkannya jika ini bukan mimpi.

"K-Kita masih punya ramyun disini, h-hyung!"

"Ramyun nya dingin, aku akan buat ramyun baru yang lebih hangat!" Seungcheol berteriak dari arah dapur.

"Y-Ya! Jangan membuang-buang makanan!" Tidak peduli seberapa besar ia menyukai seungcheol, ia benci seseorang yang membuang makanan dengan sia-sia.

Jihoon hendak beranjak bangun dan memarahi seungcheol yang mungkin sedang memasak ramyun, tapi kemudian ia tersadar akan sesuatu yang mungkin membuat seungcheol menaruh perhatian padanya.

Seungcheol bergantung padanya.

Seungcheol membutuhkannya.

Seungcheol membutuhkannya, dan akan selalu membutuhkan bantuannya karena ia adalah bayi besar yang payah dalam hal pekerjaan rumah tangga. Dan jihoon tidak bisa menahan senyumnya agar tidak lebih lebar lagi saat ia mendengar teriakan senior tampannya itu dari arah dapur.

"Jihoon, bantu aku!"




- FIN -

Continue Reading

You'll Also Like

164K 8K 28
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
80.9K 12K 28
Renjun mengalami sebuah insiden kecelakaan yang membawa raganya terjebak di dalam mobil, terjun bebas ke dalam laut karena kehilangan kendali. Sialny...
90K 7.9K 81
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
58.6K 9.6K 14
Yang publik ketahui, kedua pemimpin perusahaan ini sudah menjadi musuh bebuyutan selama bertahun-tahun lamanya, bahkan sebelum orang tua mereka pensi...