VALERIE

By CandiceHardjoPawira

203K 16.2K 1.2K

Nora : "Kepenak rak kepenak Darling, mati urip barengan selawase." (Enak nggak enak Darling, hidup mati bersa... More

Longass Prolog
Nora - Beautiful Miss Bubble Bun
Valerie - Another Extra Routine Things To Do
Alibi : Adikku Ulang Tahun Minggu Depan
She's an Angel, she's the Angel of my life
We Stood Still While the World Turned
Meet Another Part of Abraham Family
What Should I Do?
Just Talk Me Down...
Would You Still Love Me The Same?
This Is It...
Seseorang Tolong Jelaskan Padaku-
Benarkah Aku Sudah Berusaha Terlalu Keras?
My Prince Dicky In an Army Jeep
Aku Tak Ingin Jadi Dewasa
Mati Urip Barengan Selawase
Oh No, they're shout!!!!
My Cheerleader
1 jam untuk 1 bulan
Nope, Don't Wanna Go Without You!!
I Swear That Was an Accident!!!
You're The Sun That Warming Up My Frozen Heart
Tentu Kita Akan Masuk Ke Dalam Daftar Hitam..
Yeah, They Were All Yellow.
I Didn't Know That I Was Starving 'Til I Tasted You
Lalu Yang Sedang Kita Jalani Ini Kau Sebut Apa?
When It Happened, But You Can Only Do Nothing
When It Happened, But You Can Only Do Nothing pt.2
Gemma - Just Another Same Night. No?
Hangover - God's Way of Telling You That You Had Too Much.
Something Just Like This
Valerie Gemma Evangeline Abraham
I will tell you a story.
I Don't Know What's Happening
Happy Little Pill
Unexpected
Bagas
The Plan
Sugar High
I Lava You
Cause We're Young and We're In Love
Toh Aku Akan Menikahimu Juga Cepat atau Lambat
Kurasa Kita Telah Dikenali
Nora Darmawan, Istri Dari Valerie Abraham
Masalah Yang Timbul Dengan Hadirnya Gemma
Stop!! It hurts...
Untitled
Gue Denger Lu Baru Aja Keluar Dari Rumah Sakit
Gimana Caranya Putus Sama Pacar
Wait What?
The Ending
Longass Epilog

Mangga vs. Swallow

2.3K 233 27
By CandiceHardjoPawira

Kalau dari judul chapter ini, apa kalian udah bisa menduga siapa yang bakal menangin battle diantara dua itu?

Btw, mau tanya. Gimana menurut kalian kalo semisal cerita ini nantinya jadi panjang? Yaaahh sekitar lebih dari 50 chapter gitu? Just let me know.

Udah baca aja sana...(baca pake nada iklan mie sedaap)

C out

---

"Aku tak percaya ini. Mustahil. Tak masuk akal." gerutuan Emmy membuat Nora memicing dan melihatnya dengan pandangan aneh.

Bagaimana tidak? Nora baru saja datang, ia baru saja duduk. Bokokngnya bahkan belum membiasakan diri kembali dengan bangku sekolah yang keras, ia sudah mendengar nada sumbang dari teman sebangkunya itu. Nora hanya perlu menaikkan sebelah alisnya untuk membuat Emmy kembali berceloteh dengan kecepatan yang sama seperti kereta ekspres di Italia, menjelaskan mengapa wajahnya terlihat masam dan mulutnya mengeluarkan muntahan lava pijar yang membara.

"Kau tahu kita baru saja masuk semester genap kan?" Emmy menggeser bangkunya hingga kini ia duduk menghadap Nora dan mulai berorasi. "Kau kita berada di kelas C. Kelas ketiga. Yang aku tak habis pikir, kenapa tugas Mading Mingguan justru jatuh pertama kali pada kelas kita??

"Liburan baru saja usai, semester genap baru saja mulai. Jika sesuai dengan aturan yang berlaku, seharusnya tugas Mading Mingguan akan jatuh pada kelas A terlebih dahulu. Yah, kecuali kalau memang semester ini sistemnya berdasarkan undian. Dan entah apa yang menimpa Danang sampai-sampai kita bisa kalah undian dan harus mengerjakan proyek mading mingguan di awal semester ini."

"Heii, ini bukan salahku. Tidak ada yang namanya sistem undian Mading Mingguan." Danang yang juga baru saja tiba dan mendengar namanya disebut-sebut merasa tak terima dan mengatakan pembelaannya.

"Jika memang begitu, maka semua ini pasti ada campur tangan dengan mbak Wati. Apa kau menolak cinta mbak Wati?" Emmy menyipitkan matanya dan menunjuk Danang dengan bolpoin yang ada di tangannya.

"Tentu saja tidak!!! Aku tak sehina dan terlampau putus asa sampai-sampai menjadikan pegawai Tata Usaha sekolah sebagai gebetan." Danang menghempaskan tas sekolahnya di atas meja mereka membuat Emmy segera berdiri dan menepuk pundak Danang pelan untuk menenangkannya, menjelaskan kalau ia hanya bercanda. Ia terlalu emosi karena minggu awal semester genap yang seharusnya bisa mereka jalani dengan tenang dan santai harus diawali dengan tugas Mading Mingguan yang cukup membuat mereka sibuk.

"Kita tak bisa menerima semua ini begitu saja, ketidakadilan sedang berjalan. Dan kita yang menjadi korbannya, kita memerlukan penjelasan--" orasi Emmy yang sedetik lalu terdengar bersemangat dan menggebu-gebu kini lenyap. Danang dan Nora sama-sama melihat Emmy lalu saling tatap dengan bingung. Akhirnya mereka beralih ke arah pandangan Emmy, pasti sesuatu telah terjadi, membuat Emmy membisu, membeku dan membuka mulutnya dengan lebar. Nora mengingatkan dirinya sendiri untuk segera menutup mulut Emmy sebelum seluruh meja mereka basah oleh liurnya.

EW.

Dan disanalah sumber segala kebekuan yang menerpa Emmy.

Bagas.

Nora memutar matanya jengah. Tentu saja. Siapa lagi?

Nora kembali menatap Bagas yang berdiri di ambang pintu dengan bingung, kemudian menatap Val dengan tajam. Seakan mengirimkan pesan singkat di udara lewat tatapan mata tajamnya, 'Kenapa Bagas sekelas dengan kita?!' yang tentu saja hanya mendapat bahu yang diangkat oleh Val sebagai jawabannya.

Tapi mungkin Nora seharusnya tahu, kelas mereka adalah kelas dengan jumlah murid paling sedikit dibanding kelas yang lain. Jadi jika ada tambahan murid baru, sudah bisa dipastikan murid itu akan masuk ke kelas mereka.

"Emmy!" gertak Nora, saat dilihatnya Emmy masih menatap Bagas dengan mulut yang terbuka lebar. Bahkan saat akhirnya Bagas duduk di bangkunya.

"Ya?" tanya Emmy dengan wajah yang masih terlihat bodoh. Ia mengalihkan wajahnya menghadap Nora tapi matanya masih tetap terpaku pada Bagas. "Siapa itu, Nou?"

Nora akan memekik dan mengoceh tentang walaupun ia anak seorang guru di sekolah ini, ia tentunya tak mempunyai informasi tentang siapa murid baru itu dan dari mana asalnya dan mengapa ia pindah sekolah saat semester genap sama seperti Val. Andai ia tak mengenal Bagas sebelumnya, ia akan memuntahkan semuanya di hadapan Emmy. Malangnya ia telah mengenal Bagas selama liburan semester mereka.

"Itu Bagas. Teman masa kecil Valerie."Nora menjelaskan tanpa minat dengan bergumam, "Ia pindah kesini karena ia kangen sama Val." tambah Nora sebelum Emmy bertanya lebih lanjut.

"Whoaa!!" Emmy berbisik.

"Dan dunia semakin aneh." komentar Danang. "Seseorang pindah sekolah hanya karena kangen dengan teman masa kecilnya. Dan tak satu orang pun benar-benar berusaha menjaga dan menyayangi bumi dengan mengurangi pemakaian plastik, dan berusaha mendaur ulang sampah yang mereka hasilkan setiap hari."

Nora menatap Danang tak percaya, cowok ini memang cocok dengan jabatan ketua kelas yang lagi-lagi dipercayakan padanya tahun ini. Dan Nora tak akan heran jika nantinya Danang akan menjadi salah satu duta PBB ketika mereka dewasa nanti.

TOK TOK TOK

Danang mengetuk ujung papan tulis dengan pinggiran penghapus untuk meminta perhatian teman-temannya, "Kalian tentu tahu, tugas Mading Mingguan pertama semester ini jatuh pada kelas kita. Jadi weekend nanti kita harus masuk sekolah untuk menyiapkan Mading Mingguan kita.

"Dan sebelum kalian semua protes, aku sendiri tak tahu kenapa Mading Mingguan pertama semester ini jatuh pada kelas kita. Aku tahu mbak Wati pasti punya alasan khusus, atau mungkin memang nasib kita sedang buruk karena kalah undian." tambah Danang sebelum gumaman sumbang berdengung di seluruh penjuru kelas.

"Jadi, kuminta kalian semua masing-masing mempersiapkan bahan yang mungkin bisa kita masukkan dalam Mading Mingguan. Akhir minggu harus sudah kalian serahkan pada sekretaris kita Via, dan hari Minggu kita sama-sama masuk untuk mengerjakan Mading Mingguan."

Gumaman berdengung di seluruh penjuru kelas saat Danang mengakhiri kalimatnya. Ia segera menambahkan tepat saat ia melihat Ichsan mengangkat tangannya, "Bagi yang ingin mangkir di hari Minggu, diminta untuk menyerahkan 2 artikel besok sebagai gantinya." hal ini membuat Ichsan pelan-pelan menurunkan tangannya tanpa sempat mengeluarkan sepatah kata-pun.

"Aturan itu juga berlaku untukmu, Val." tunjuk Danang pada Val yang sedari tadi menunduk menatap ponselnya. Ia mengalihkan tatapan dari ponsel yang ada di tangannya dengan bingung. "Tak ada alasan untuk tak datang hari Minggu, atau kau besok harus membawa dua artikel yang siap terbit pada kami."

"Oh, aku memang tak bisa menjanjikan akan datang karena besok ada acara Charity. Akan kubawakan artikelnya besok." ujar Val ringan.

"Jangan tentang bisnis ya." ingat Danang.

"Hmmm tentu." hanya itu, sebelum Val kembali sibuk dengan ponselnya.

Danang hendak melanjutkan untuk mengutarakan pendapatnya soal Mading Mingguan, tapi urung karena Bu Padjar sudah berdiri di ambang pintu, siap untuk mulai mengajar Bahasa Indonesia. Akhirnya Danang hanya bisa mengangguk dan kembali ke kursinya dengan wajah tertunduk. Ia pasti tak mendengar saat bel tanda dimulainya pelajaran berbunyi beberapa saat yang lalu.

---

"Nou! Akhirnya kau datang!" Danang berlari tergopoh-gopoh ke arah Nora yang baru saja memasuki ruang kelas mereka.

"Baru selesai kerja bakti." ujar Nora seadanya sambil menyerahkan artikel yang ia buat pada Via. "Kan aku sudah bilang tempo hari."

"Yah, tetap sajaaa..." Danang beralasan. "Kau kan sebagai ketua Mading Mingguan kelas kita. Harusnya kau datang lebih awal."

Nora seketika mematung dan menyentakkan lengan Danang yang melingkari lengannya, "Hei hei hei... sejak kapan keputusan itu ada? Seja kapan aku setuju untuk menjadi ketua Mading Mingguan?!" suara Nora meninggi.

"Sejak aku memutuskannya." ujar Danang sekenanya.

"Enak aja!! Nggak bisa! Aku menolaknya! Memangnya pengambilan suara sudah dilakukan? Benar aku terpilih menjadi ketua dengan perolehan suara mutlak? Pengambilan suaranya adil dan bebas?" Nora masih belum bisa menerimanya.

Danang mengedipkan matanya dengan cepat, mulutnya terbuka kemudian mengatup beberapa saat kemudian saat tak ada suarapun yang keluar dari sana. Sedangkan Nora yang memang sudah tahu betul bagaimana watak Danang hanya memutar matanya dan berlalu untuk duduk di samping Via yang tengah memilah artikel yang menumpuk di meja di hadapannya.

"Woiii, gw bosen nih. Gaada apa-apa gitu yang bisa dimakan?" Ichsan menyeletuk dari tempatnya duduk di sudut kelas.

"Kalian kan seksi perlengkapan. Pastikan alat buat nempel artikel kita di mading tersedia." ujar Nora sambil berkacak pinggang. Kepalanya sedikit nyeri karena ia harus berpikir keras, memutuskan artikel mana yang akan ia masukkan untuk Mading Mingguan ini. Ia tak ingin harus memikirkan hal lain yang sepertinya tak terlalu penting untuk otaknya yang tengah mengeluarkan asap, atau kepalanya akan segera mengeluarkan kobaran api seperti ujung kepala Hades. "Kalau kalian mau kalian bisa ke ruang TU dan nonton TV sama pak Bon."

Ichsan dan gerombolannya segera saja saling berebut untuk sampai ruang TU terlebih dahulu dan membuat kegaduhan singkat di depan kelas. "Awas kalau kalian pulang yaa!!!" pekik Nora tepat sebelum Eko, orang terakhir dari gerombolan Ichsan keluar dari ruang kelas.

"Hai Nou." sapa Bagas. Entah bagaimana cowok ini bisa tiba-tiba duduk di samping Nora. Ia membalik kursinya dan menggunakan punggung kursi tempatnya menumpukkan kedua tangan dan menempatkan dagu di atasnya.

"Oh, kau datang." ucap Nora ketus. Well, ini sepenuhnya bukan karena sakit kepala yang menyerangnya. Ia masih belum bisa menerima kenyataan bahwa ada satu orang lagi yang dekat dengan Val. Apakah seorang yang setiap hari ada di rumah Val, berteman dengan kedua adiknya dan bernama Reyansh itu saja belum cukup?

Yah, Bagas pernah bilang jika ia cemburu ketika mengetahui bahwa Val memiliki Nora sebagai kekasih. Tapi entah mengapa, kenyataan bahwa Bagas dan Val merupakan teman masa kecil juga menyulut api cemburu dalam hati Nora. Dan kini tubuhnya bisa tiba-tiba memanas dan ia berubah menjadi kesal tanpa tahu apa sebabnya ketika melihat Bagas atau mendengar nama Bagas disebut.

Oke kini ia tahu apa sebabnya.

Bagas.

Nora menarik nafas dan menghitung sampai sepuluh dalam hati sebelum menghembuskannya pelan lewat mulutnya.

"Aku tak punya artikel." sambung Bagas seolah tak pernah ada jeda sebelumnya, "Jadi aku bermaksud untuk menyumbangkan tenaga yang kupunya, dan juga kue Terang Bulan yang kubawa."

Bagas menyerahkan kantung plastik berwarna hitam yang mencetak jelas bentuk balok yang merupakan kotak pembungkus kue tersebut pada Nora. Namun belum sampai Nora mengulurkan tangan untuk mengambilnya, Danang sudah menyambarnya dan membukanya dengan antusias. Ia memekik tentang bagaimana bisa Bagas mendapatkan kue yang notabene sangat mudah didapatkan di malam hari karena banyak gerai di tepi jalan yang menjualnya, bukan sebaliknya.

"Warung Kesiangan tentu saja." Nora tampak tak terkejut saat Bagas menyebutkan nama warung makan yang dibesut oleh Maya dan Al itu.

Warung Kesiangan dan Warung Kemalaman adalah sebuah warung makan yang dirintis oleh Maya dan Al dengan uang tabungan yang mereka miliki yang menyajikan jenis makanan yang berbanding terbalik dengan makanan yang dijual oleh kebanyakan warung di luar sana.

Misalnya saja kue Terang Bulan yang dibawa oleh Bagas. Mereka menyediakan menu itu justru pada siang hari. Hampir semua jenis makanan yang biasa kau temui dijual di malam hari, warung itu akan menyajikannya pada siang hari. Begitupun sebaliknya. Nora sempat kebingungan saat ia kesana sepulang sekolah bersama Val dan ingin memesan gorengan untuk teman mereka mengerjakan tugas tapi tak menemukannya di daftar menu. Ia justru menemukan Martabak, Terang Bulan, Kebab dan sebagainya disana.

Nora bahkan masih melongo bingung saat Val menjelaskan konsep warung makan itu yang menyajikan makanan siang di malam hari dan makanan malam di siang hari. Dan warung itu bahkan buka selama 24 jam. Nora bahkan masih bingung sampai sekarang.

Via mengambil sepotong kue dari kotak dan memakannya sebelum kembali melanjutkan tugasnya untuk memilah-milah artikel. Sementara Danang dengan hebohnya membawa kotak yang lain dan meletakkannya di teras di depan kelas sambil berteriak-teriak memanggil Ichsan dan gerombolannya yang ada di ruang TU di seberang lapangan untuk kemari dan memakan kue yang dibawa oleh Bagas. Yang mana gerombolan itu langsung melesat dan menyerbu Danang ketika mendengar kata makanan. Dasar cowok.

Dan ketika mereka selesai dengan kue itu yang mana habis dalam waktu 15 menit saja, mereka langsung menuju kelas dan meminta artikel yang sudah selesai disusun oleh tim Nora dan Via untuk segera ditempel di papan mading. Nora bersyukur karena artikel itu sudah siap dan menyerahkan semuanya pada Ichsan.

Nora memastikan artikel ditempel sesuai pada tempatnya sebelum mereka akhirnya duduk bersantai di teras kelas sambil menghabiskan sisa kue yang dibawa oleh Bagas.

"Mangga itu sepertinya sudah masak." gumaman Nora membuat mereka yang berkumpul disana sama-sama menengadahkan wajah melihat pohon mangga yang ada di depan kelas mereka.

Jika kalian belum tahu, kelas di sekolah mereka dibangun mengelilingi sebuah lapangan luas, dengan salah satu sisi pinggiran yang ditanami dengan pohon mangga. Pohon mangga yang setiap kali musim berbuah selalu membuat para murid envy dan mendongak setiap kali mereka lewat di bawahnya dan membuat fokus mereka saat upacara teralihkan. Membuat mereka berkumpul duduk di teras depan kelas mereka setiap kali istirahat, berharap salah satu mangga masak dan jatuh dengan sendirinya di hadapan mereka. Merekah dan ranum.

Ketika itu terjadi, salah satu dari mereka akan berlarian ke kantin untuk meminta sejumput garam dan meminjam pisau. Dah mereka akan berpesta mangga selama jam istirahat.

Karena hanya mangga tersebut yang bisa mereka nikmati, sejak pihak sekolah akan menjual semua mangga yang ada pada tengkulak saat sudah masak.

"Nggak ada galah." gumam Siska.

"Nggak ada tangga." Ichsan menimpali.

"Cabangnya nggak bisa dipanjat." Danang mendekat dan meraba batang pohon mangga yang kasar dan dikerumuni semut api.

"Batu?" Nora mengangkat bahunya. Seketika itu juga Eko berlari mengambil batu dan membuat ancang-ancang untuk melemparkannya, memastikan ia tepat mengenai mangga dengan pangkal berwarna kekuningan yang menjadi incarannya.

"Aaahhhh!!!!" serentak mereka mengerang karena batu yang dilempar Eko hanya sempat menyambar mangga dan membuatnya bergoyang pelan. Justru yang menjadi perhatian mereka adalah batu lemparan mereka yang mendarat di genteng kelas, menimbulkan suara berkeletuk keras yang mengkhawatirkan.

"Pake sendal aja!" ujar Bagas.

"Sini sendalmu." Eko menyambar sendal Ichsan dan membidik sasaran dengannya.

"Oi oi oii. Kalo nyangkut gimana?" Ichsan hendak merebut sendal miliknya namun Eko berkelit dengan mudah dan melemparkan sendal milik Ichsan yang ada di tangannya.

Dan benar apa yang dikatakan Ichsan. Sendal miliknya tepat mengenai mangga, namun belum cukup keras dan membuatnya terjatuh. Sendal itu justru terus melaju menuju ranting-ranting lain yang menunggu dengan mengancam.

"Aaaaaahhhh!!!" lagi-lagi mereka mengerang dengan serentak karena mangga belum juga berhasil di dapatkan. Semua kecuali Ichsan yang justru menghela nafas lega karena sendal kesayanganya tak tersangkut di ranting.

"Tuh! Hampir aja nyangkut. Pake sendalmu ajaa." Ichsan merebut sendal miliknya namun Eko lagi-lagi berhasil menghindar. Kali ini ia beralih ke sisi lain pohon, memastikan tak ada ranting yang bisa membuat sendal kesayangan Ichsan tersangkut dan kembali membidik.

"Sendalmu yang paling murah. Sendal Swallow kan cuman 10 ribu aja." Eko kembali berdalih.

"Itu sendal Swallow kesayangan begok. Temen gue sejak masuk SMP, dia setia. Gapernah ilang, ga pindah ke lain hati." tepat saat Ichsan selesai merengek, sendal itu lagi-lagi dilempar oleh Eko. Lagi-lagi hanya bisa membuat si mangga bergoyang dan berputar pelan di tangkainya. Hanya itu, tak lebih.

"Aaaahhh!!!" mereka lagi-lagi membuat paduan suara.

Mereka kini sibuk mencari benda apapun yang lebih berat dari sendal Ichsan yang bisa mereka gunakan untuk menjatuhkan si Mangga, tapi perhatian Ichsan masih tertuju pada nasib sendal kesayangannya.

Sendal itu terbang terlalu tinggi. Ingat cerita seekor burung yang terbang terlalu tinggi dan akhirnya ia hangus terbakar matahari? Begitulah nasib sang sendal. Bukan hangus terbakar matahari sebenarnya, ia hanya melayang terlalu tinggi hingga akhirnya ia jatuh di atas genting kelas dan tetap disana.

"Whoaa!!" Eko memekik dan segera mengambil langkah seribu, sedangkan si empunya Swallow masih terbengong selama beberapa detik sebelum akhirnya menyadari apa yang sebenarnya terjadi. Ketika itu terjadi, ia berlari mengejar tersangka penyangkut Swallow keliling lapangan. Memberikan tontonan yang kurang menghibur bagi yang lain hingga mereka memutuskan untuk membereskan kelas mereka dan langsung pulang.

Continue Reading

You'll Also Like

194K 3.4K 32
In one lifetime, you will love many times but one love will burn your soul forever.
949K 43.7K 42
(BUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA) Warning! Mengandung unsur kata kasar! Harap bijak dalam memilih bacaan! Suatu hal yang paling buruk bagi Atlantik...
10.2K 660 47
"Bersamamu memang tak mudah. Tapi aku tak sanggup jika tanpamu" -Mauria Mahardika Sadewa. By: Riska Pramita Tobing.