Di Antara Hujan [Terbit]

By AgnesWiranda

2.9K 171 23

[ Diterbitkan oleh Pena Borneo, Juni 2020] Ada sesuatu yang romantis tentang hujan. Entah itu suara guntur, a... More

Prolog
SATU
DUA
TIGA
EMPAT
LIMA
ENAM
TUJUH
SEMBILAN
SEPULUH
Vote Cover
OPEN PRE ORDER

DELAPAN

39 6 2
By AgnesWiranda

I didn't choose you, my heart did.

Setelah mereka yang kutinggalkan jauh di belakang sana, aku kena imbasnya. Dapat balasan yang lebih dari sekadar setimpal. Kamu yang pergi. Dari titik ini, yang bisa kulakukan hanya diam membisu. Tidak ada kata yang sanggup mewakili perasaanku.

Aku selalu merindukanmu, dan ini terasa begitu menyesakkan. Kupikir, rindu hanya bereaksi pada seseorang yang telah ditinggalkan lama. Namun, sama halnya seperti cinta, rindu tidak mengenal waktu. Bertambah terus, tidak mau kalah sampai berujung temu.

***

Katanya, setiap orang memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Maka dari itu ketika Shilla lagi-lagi mendapat nilai 60 di mata pelajaran Biologi, dia enggak sedih-sedih banget. Dia bukan Einstein, Habibie atau siapapun orang cerdas di dunia yang bisa menghapal fungsi dan organ sistem eksresi dalam waktu beberapa menit.

"Ya, tapi gue harus belajar," putus Shilla saat jam pelajaran terakhir, matematika, selesai. Saat ini pun Shilla enggak mengerti cara menurunkan fungsi trigonometri dan sebagainya itu. Sepertinya sekarang ini Shilla butuh tenaga ekstra keras untuk mengejar pelajaran. Ia mendesah. "Benar-benar harus belajar."

Ify yang mendengarnya lantas kaget, "Lo mau belajar apa lagi?"

"Belajar ini," kata Shilla sambil menunjuk buku teks Biologi miliknya yang putih bersih. "Kayak pelajar biasa."

"Ngapain lo belajar biologi, sedangkan lo pemenang debat bahasa indonesia? Jurusan sastra udah terbuka lebar kali buat lo."

"Menang debat pun enggak banyak berguna kalau nyatanya gue bego di pelajaran jurusan sendiri."

Ify berhenti berkomentar. Seperti Shilla yang biasanya. Susah diajak berdebat. Dia lagi-lagi pamit pulang lebih dulu karena enggak mau ketinggalan serial drama koreanya meski hujan kembali turun. Sementara itu Shilla memutuskan untuk bersemayam di kafe dekat sekolah. Tempatnya nyaman dan jauh dari gangguan. Harga minuman favorit Shilla di sana juga terjangkau kantung anak SMA.

Shilla memilih duduk di dekat jendela yang menghadap ke jalan raya karena tempat itu memberi ruang untuk konsentrasi. Dengan minuman hangat di sisi kanan, handphone sisi kiri, dan kedua telinga yang tersumpal headset, Shilla sudah siap belajar. Tadinya sih begitu.

Tapi ada cowok yang tiba-tiba datang, duduk di hadapannya, lalu mengamatinya.

Shilla melihat ke arah cowok itu dengan tatapan kaget, lalu mencabut headsetnya.

"Ya?"

"Hai, kita ketemu lagi," cengir Cakka seolah mereka sangat amat akrab. "Kalau hujan enggak boleh pakai headset, bahaya," katanya lagi.

Dulu waktu masih pacaran Cakka sering banget mengingatkan dan menegur Shilla soal ini dan itu. Seperti jangan lupa sarapan, jangan mandi kemalaman, enggak boleh ngomong kasar, sampai hal-hal remeh seperti enggak boleh pakai headset atau earphone waktu hujan petir yang sebenarnya hampir semua orang juga tahu kalau itu berbahaya.

Enggak bisa dipungkiri, saat ini Shilla agak speechless. Kalau dulu, Shilla akan menanggapi teguran Cakka sebagai angin lalu. Tapi sekarang, dia enggak tahu harus bereaksi seperti apa. Walaupun dalam hati luar biasa senang karena sudah lama enggak dikasih perhatian sama Cakka, Shilla yang introvert enggak bisa seekspresif Erika atau selantang Ify dalam menggambarkan perasaannya.

Pada saat-saat seperti ini, Shilla cenderung memilih diam. Dia bakalan berpikir matang-matang, memaksa otaknya untuk memilih sikap apa yang akan dia tunjukkan terhadap lawan bicaranya. Kadang Shilla juga lelah karena sifatnya ini, orang-orang jadi malas bergaul sama dia karena dianggap terlalu cuek.

"Lo ngapain di sini?" tanya Shilla akhirnya setelah lama dia terdiam.

"Gue?" tanya Cakka balik dengan wajah pura-pura kaget. Dia menunjuk ke luar jendela. "Lo pasti ingat ajakan gue sebelumnya. Ayo ketemu setiap kali hujan turun, apapun yang terjadi."

"Cowok aneh." Shilla bersiap-siap pindah tempat ketika Cakka melirik buku paket Biologinya.

"Nomor yang lo lingkarin itu jawabannya A."

"Oh, ya?" tanya Shilla mengurungkan niat. Cakka memang aneh belakangan ini, tapi kayaknya dia semakin pintar. Bahkan cowok itu bisa baca buku Shilla yang terbalik. Mungkin akibat sekarang Cakka dekat sama Erika yang terkenal karena kepintaran akademiknya enggak kalah sama kemampuan seninya.

Sangsi, Shilla melihat kunci jawaban dan ternyata benar. Dia melihat ke arah Cakka lagi. Cowok itu sudah tersenyum-senyum ke arahnya, entah karena apa.

"Lo udah baca buku ini, kan? Makanya lo tahu jawabannya," selidik Shilla.

"Enggak, kok. Itu kan buku dari sekolah. Kelas gue pake buku lain," mata Cakka mengerjap. Shilla diam. Matanya melihat Cakka dengan tatapan enggak percaya.

"Lo remed biologi lagi, ya?" tanya Cakka setelah melirik kertas ulangan Shilla. "Bab Ekskresi?"

Shilla mengangguk. Cakka menjentikkan jarinya, "Oh, gue bisa bantu! Bu Rini, 'kan? Tipe-tipe soal dia gampang ditebak, kok. Oh iya, ulangannya kapan?"

"Lusa kemarin."

Shilla sebenarnya enggak mau mengikutsertakan Cakka dalam urusannya lagi. Tapi cowok itu tulus membantu dan Shilla bukan orang yang tega menolak mata berbinar Cakka. Apalagi dia memang membutuhkan.

"Hm ...," Shilla menyesap minumannya, lalu bertanya, "Jadi?"

Tanpa Shilla tahu, detak jantung Cakka meningkat. Cowok itu berusaha keras menetralkan ritme jantung.

"Lo keren pas lagi debat, Shill."

"Cuma itu yang gue bisa."

"Eng ... Shill?"

"Hm."

"Hape lo mati?" tanya Cakka sambil melirik handphone Shilla yang ditelungkupkan.

"Enggak. Cuma mode pesawat."

"Oh. Tadi Kak Sadewa nelpon."

"Oh, gitu." Shilla langsung meraih handphone lalu menggantinya ke mode normal.

Tanpa Shilla tahu, cowok di hadapannya sangat bahagia karena mendapatkan perhatian Shilla lagi. Dan tanpa Shilla tahu, begitu besar rasa sayang yang masih Cakka simpan kepadanya. Sudah cukup basa-basinya, Cakka akan membuat Shilla kembali lagi kepadanya.

"Lo belum cerita ke orang rumah kalau kita udah putus beberapa bulan yang lalu?"

Pertanyaan Cakka barusan entah kenapa membuat Shilla tertegun. Hatinya mendadak berjengit ngilu. Benar. Dia baru sadar kalau enggak pernah bilang ke orang rumah kalau udah putus sama Cakka, jadi wajar saja kalau ada apa-apa kakaknya masih mencari Cakka.

"Nanti gue bilang. Makasih."

"Nope. Gue punya solusi yang lebih bagus." Cakka menatap Shilla lekat, lalu meneguk ludah. "Ayo mulai dari nol. Gue enggak akan seperti dulu lagi."

Shilla tertegun. Cewek itu berusaha mencerna serangan mendadak dari cowok di depannya. Posisi duduk mereka juga mendadak canggung−sibuk dengan pikiran masing-masing, dengan emosi yang tengah ditahan agar terlihat wajar. Meski keduanya tahu, ada ribuan kalimat yang siap meruntuhkan pertahanan.

Sesekali Cakka melihat cewek di depannya itu menunduk dalam, lalu mengembuskan napas gusar. Sampai akhirnya Cakka memantapkan hati untuk meluncurkan sebuah kalimat yang mungkin akan menjadi kesalahan lain di kemudian hari.

"Ayo ketemu setiap kali hujan turun." Cakka menembak tepat sasaran.

"Apa lo akan menghilang lagi saat hujan reda?" Shilla menyahut kelewat cepat. Mungkin pertanyaan itu sudah bercokol di kepalanya jauh sebelum Cakka mengutarakan maunya.

Selama beberapa menit keduanya terdiam, sampai sayup-sayup Shilla mendengar sebuah jawaban di sela deru hujan yang melebat.

"Mungkin."

Saat itu juga Shilla benar-benar sadar. Dia enggak bisa mengelak lagi, kalau kisah mereka ternyata belum berakhir ketika hujan berhenti beberapa bulan yang lalu. Kisah mereka belum berakhir, meski Cakka berkata dia akan menghilang bersama hujan, lagi.

Kisah mereka belum berakhir sampai nanti, ketika mereka bertemu lagi di bawah derai hujan yang berirama. Diiringi lagu Perfect milik Ed-Sheeran dan kerlipan remang lampu tumbler, sekali lagi, Cakka mengajarkannya cara jatuh cinta paling sederhana. Meski saat ini Shilla enggak merasa memiliki luka terlalu banyak yang disebabkan oleh Cakka di masa lalu, tapi jelas kelak di antara Shilla atau Cakka, juga akan ada yang terluka lagi sebegitu dalamnya.

Namun Shilla, cewek yang enggak mudah jatuhcinta, kecuali pada sepasang mata gelap yang membuat jantungnya berhentiberdetak ketika mereka bertemu, sudah memutuskan untuk mengikuti kata hatinyasaat ini. Keputusan untuk memberikan kesempatan kedua untuk Cakka.
Ada sebuah proses panjang yang harus Cakka laluiuntuk membuat cewek keras kepala itu membuka pintu hatinya dengan perlahan, takterlalu lambat, namun juga enggak terlalu cepat. Baik-baik Shilla mencobamembenahi sudut-sudut hatinya, menyediakan kembali ruang untuk cowok yang senyumnya sehangatmentari di pagi hari itu tinggal.

Continue Reading

You'll Also Like

2.3M 124K 53
[PART MASIH LENGKAP] "Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua!" Baginya yang terbiasa dibandingkan den...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

310K 15.9K 46
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
341K 26.6K 23
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
228K 30.4K 62
Lift yang Caine naiki tiba tiba jatuh, dan ia masuk ke portal dunia lain. Apa yang harus Caine lakukan.... CERITA INI 100 % HANYA KHAYALAN. JANGAN C...