A Sweet Treat For Wattpad Aut...

By AryNilandari

170K 26.4K 7K

Hanya untuk kamu yang ingin selalu meningkatkan keterampilan menulis. Karena tulisanmu menunjukkan siapa d... More

Daftar Isi
I. Sajian Pembuka
I.1. Empty Your Plate
I.2. Jadi, Intinya Wattpad Itu....
I.3. Niat
I.4. Modal
I.5. Ide
I.6. Genre
1.7. Just Write!
1.8. Outline, Perlukah?
II. Sajian Utama
II.1 Karakter
II.2. Setting
II.3 Konflik dan Penyelesaian
II.4 Emosi
II.5. POV (Point of View)
II.6 Dialog
II.7 Alur, Plot, dan Struktur
II.8 Deskripsi
II.10 Judul
II.12 Etika, Moral, dan Budaya
Kelas Membuat Outline (Pemula)
Kelas Membuat Outline (Advance)
Konfirmasi Kelas Outline
Kelas Teknik Outline Kembali digelar!
Konfirmasi Kelas Outline 25 dan 27 April 2018
III. Sajian Penutup
III.1a. Study Case: Edit Revise Rewrite WMHS
III.2. Cover, Sinopsis, dan Blurb
III.6 Dari Wattpad ke Paper-Book (Penerbitan)
Pelatihan Offline
WORKSHOP MENULIS WATTPAD

II.9 Logika Cerita

2.5K 347 85
By AryNilandari


Fiksi Versus Kehidupan Nyata

Pernah dengar ungkapan "Sometimes, life is stranger than fiction"  atau dalam bahasa Indonesia, "Hidup ini kadang lebih aneh daripada fiksi"  ketika terjadi sesuatu yang aneh, tidak bisa dijelaskan secara logis, dalam kehidupan nyata?

Sungguh itu ungkapan yang tidak berdasar. Karena, tidak seperti anggapan umum, fiksi merupakan sistem yang sangat masuk akal. Setiap unsur pembangun fiksi (karakter, setting, alur, plot, dll.) dianyam mengikuti hubungan sebab akibat, di dalamnya ada keterkaitan dan sekuensi logis, sehingga kisah yang dipaparkan dapat diterima dan dipercaya.

Bahkan fantasi, sci-fi, supranatural, werewolf/vampire, mitos, legenda, dll. yang mengandung unsur-unsur fantastis, dengan makhluk dan tatanan hidupnya yang tidak ada di dunia nyata, cerita harus mengikuti struktur yang logis.

Dua kemungkinan kenapa ungkapan di atas muncul. Pertama, gara-gara orang membaca fiksi yang buruk, yang tidak masuk akal, merusak definisi/standar fiksi yang baik. Kisah karangan kacau balau yang ditulis dengan dalih ini kan fiksi, fantasi, imajinasi, enggak harus masuk akal.

Kedua, mungkin mereka sama sekali tidak membaca fiksi dan berprasangka bahwa fiksi adalah buah karya imajinatif, yang isinya pasti aneh, bohong, tidak masuk akal.

Kalau dipikir-pikir, di kehidupan nyata, keanehan tanpa ada penjelasan memadai justru lebih mungkin terjadi.

Misalnya, ada tiga murid bernama Susan dalam satu kelas. Ada pasangan Jawa-Padang bertetangga dengan pasangan yang juga Jawa-Padang, dan sama-sama punya tiga anak seumuran. Ada guru yang sudah empat tahun mengajar seorang siswa, tapi tidak juga hapal namanya. Ada ular berkepala dua. Ada makhluk pengisap darah. Ada mutasi sel. Ada fenomena alam yang ajaib. Dst. Contohnya banyak.

Jika sampel-sampel dari kehidupan nyata itu dimasukkan ke dalam cerita:

Misalnya di sebuah kelas ada tiga siswi bernama Susan. Penulis merasa tidak perlu menjelaskan "kebetulan" itu karena begitulah di dunia nyata. Apa yang terjadi dalam cerita? Bagaimana penulis membedakan karakter Susan A, Susan B, dan Susan C? Cerita mereka jadi membingungkan. Jangan salahkan pembaca kalau menanggap penulisnya tidak kreatif menciptakan nama tokoh.

Bagaimana dengan guru yang tak hapal nama muridnya? Kenalanku mengalami itu dan terpaksa memindahkan anaknya ke sekolah lain. Coba masukkan ini ke dalam fiksi. Tapi kamu tidak memberikan justifikasi (alasan/penyebab) kenapa si guru bisa begitu. Justifikasi bisa berupa latar belakang/karakter si guru, bisa juga setting sekolah yang memang menyulitkan kedekatan. Tanpa justifikasi itu, meskipun penulis beteriak bahwa ini cerita nyata, logika ceritanya tetap akan dipertanyakan.

Jadi, mungkin ungkapannya harus dibalik ya. Kalau kamu baca fiksi yang enggak masuk akal, bisa bilang, ini kok kayak real life saja sih, banyak hal-hal ajaib yang enggak clear ujung pangkalnya. Karena bagaimanapun, kisah-kisah nyata masih berlangsung. Pengetahuan masih berkembang. Apa yang tidak terjelaskan sekarang, mungin kelak akan terkuak misterinya.

Sementara pada fiksi, semua unsur diadakan lengkap dengan alasan keberadaannya, dan semua benang sudah harus disimpul rapi dan kuat sebelum kamu menulis TAMAT. Pembaca tidak mau digantung  seumur hidup dengan alasan, cerita nyatanya memang enggak jelas kok. Mereka sudah mengeluarkan uang untuk membeli buku dan waktu berharganya untuk membaca. Dan bukan itu saja yang seharusnya diapresiasi penulis. Melainkan juga bahwa pembaca mempunyai pengetahuan dan pengalaman sendiri. Itulah yang akan menjadi acuan mereka dalam menalar bacaan. 


Logika Cerita

Fiksi ibarat aliran sungai dari hulu ke hilir. Penulis membuat peta untuk pembaca yang ikut melayari sungai. Pada peta itu ada tanda-tanda, misalnya akan ada belokan atau pelebaran atau penyempitan, juga patahan dan air terjun. Pembaca pun bersiap, mengantisipasi perjalanan mengasyikkan. Inilah yang disebut foreshadowing, clues. Dan pada waktunya, pembaca akan mendapati, oh ternyata belokannya cantik banget, penyempitannya mengerikan, air terjunnya bikin perut terjungkal.

Tidak ada spoiler, tapi pembaca dituntun ke arah yang jelas untuk menemukan apa yang penulis inginkan. Untuk itu, tanda-tandanya harus diberikan pada waktu yang tepat, dalam jumlah yang tepat, sesekali disisipkan clues  untuk elemen surprise dan twist.

Reaksi pembaca di akhir cerita yang logis bisa seperti ini: Oh, pantas dia tidak mau lewat tangga, harus pakai lift, ternyata ini sebabnya. Oh, ternyata ucapan sambil lalu itu penting banget untuk menjelaskan kejadian ini.  Ah, ternyata sifat slengean dia untuk menutupi kelemahan ini. Dst.

Sebaliknya, reaksi di akhir untuk cerita yang tidak logis: Sudah jelas itu rumah hantu, masuk pula ke sana. Sudah tahu lelaki itu brengsek, mau saja ditinggal berdua dengannya. Tadi dibilang dia pemberani, kenapa jadi penakut begini? Katanya, kekuatannya tidak ada yang menandingi, kenapa kalah? Untuk raja dengan bala tentara sebanyak itu, masa sih menangkap pencuri kecil saja enggak bisa? Rahasia sepenting  itu kok enggak dijaga, mudah banget diketahui orang.


Bagaimana Agar Ceritaku Logis?

Fiksi terbagi menjadi dua aspek besar: Kebahasaan dan Konten.

Aspek kebahasaan ibarat mobil pengantar es krim. Dan konten/ceritamu adalah es krim yang diangkut oleh mobil tersebut. Kalau mobil pengantar tidak dilengkapi sistem pendinginan yang baik, maka es krim akan rusak di sepanjang jalan. 

Ide sebagus apa pun kalau tidak diantarkan dengan kebahasaan yang baik, maka ceritamu tidak akan sampai sesuai dengan yang kamu inginkan. Pembaca kecewa.

Aspek Kebahasaan

Pada segi kebahasaan, logika cerita dibangun dari unsur terkecil, yaitu pilihan kata. Harus tepat (tidak salah kata, tidak ambigu) dan efektif (mengena).

Lalu kata-kata itu dirangkai menjadi kalimat yang masuk akal.

Dan setiap kalimat dialirkan dalam struktur yang pas untuk membentuk paragraf yang padu. (strukturnya bisa kronologis, komparatif, sekuensial, kausal, dll.)

Antarparagraf kemudian dihubungkan dengan kalimat transisi yang memuluskan penyampaian gagasan.

Tahu-tahu saja, halaman demi halaman, bab demi bab, dibaca tanpa hambatan. Flowing. Mengalir. Pembaca menikmati ceritamu, bukan hanya karena isinya yang bagus, mudah dipahami, tapi juga ada keindahan, bahkan pesan-pesan implisit!

INI KUNCI YANG MEMBUAT PEMBACAMU STAY

Banyak penulis hanya berfokus pada ide besar mereka. Ice-cake tujuh tingkat. Tapi tidak memperhatikan kendaraan pengangkutnya. Alias tidak peduli dengan aspek kebahasaan. Kosakata miskin, sering salah pilih/tulis pula. Kalimat tidak bisa dipahami karena keliru atau boros kata. Paragraf tidak padu karena gagasan di dalamnya tanpa struktur yang jelas, berulang-ulang, melompat-lompat, tidak runut, tidak efektif, tidak logis.

Bukan Ice cake tujuh tingkat, pembaca hanya mendapati lelehan yang tidak keruan bentuknya.

Catatan: Aspek Bahasa dan Kebahasaan akan dibahas lebih mendetail di bagian terpisah.


Aspek Konten

Ide cerita bisa apa saja. Silakan. Kamu boleh menulis tentang cewek polos yang pergi ke kota besar kemudian tertipu lelaki hidung belang dengan rayuan gombal sampai akhirnya ternoda. Atau tentang bad boy beku yang jadi CEO dan ternyata keturunan vampir. Whatever.

Tapi jangan menyinggung kecerdasan pembaca dengan menggampangkan.

Kok bisa hari gini ada cewek dengan mudahnya ketipu lelaki? Mau saja dikasih minuman?

Kan dia polos.

Cuma gitu? Seakan dengan satu kata polos bisa menjawab semuanya? Halo ... polos itu gimana sih? Berapa umurnya? Gimana didikan orangtuanya? Apa sebabnya dia ke kota? Kotanya sebesar apa? Emangnya dia enggak pernah terpapar berita, televisi, radio, dll.?

Ah, kan nanti penjelasannya. Katanya enggak boleh information dump.

Oh my! Itu cewek sudah keburu diperkosa dan dijual. Detail pula proses persebadanannya dengan menyebutkan nama-nama bagian badan yang privat. Itu bukan menunda informasi namanya, tapi memang menggampangkan. Tokoh cewek cuma dijadikan boneka bagi penulis untuk menyampaikan adegan erotis. Enggak dikasih otak untuk berpikir dan merasa sejak awal.

Justifikasi! Logiskan setiap unsur pembangun cerita. Ingat sebab akibat. Setiap kejadian ada sebab yang mendahului. Tidak perlu banyak-banyak penjelasannya, tapi cukup menjadi argumen buat penulis, kenapa si cewek sampai berada di situasi itu. Adegan sepenting itu, menyangkut kesucian, atau bahkan hidup dan mati, perlu didahului sebab dan penjelasan memadai. Polos saja tidak cukup.

Bagaimana dengan fantasi?

Oh ya, kamu boleh menulis tentang cowok berekor, makhluk gurun pasir, patung yang hidup dan meneror kota, jerapah yang ikut bersekolah bareng anak manusia, dll.

Paling mudah, kamu membuat setting yang sesuai untuknya, yaitu dunia fantasi. Tapi genre fantasi pun punya aturan main sendiri yang juga menjunjung logika cerita. Jika kamu menggabungkannya dengan dunia yang kita huni, berhati-hatilah, karena mungkin kamu perlu justifikasi ilmiah, misalnya untuk cowok yang tumbuh ekor dan si jerapah.

Jangan sampai ada bentrokan dengan fakta ilmiah.

Ambil contoh jerapah di atas. Kita tahu jerapah adalah binatang berleher panjang, mampu menjangkau dedaunan tinggi, tapi tidak cukup panjang untuk menjangkau tanah. Alhasil, jerapah harus merentangkan kaki depan agar bisa minum air sungai. Jika, ada cerita atau ilustrasi yang menokohkan jerapah dengan kepala blusukan ke lubang-lubang kelinci tanpa diceritakan susah payahnya, berarti si penulis tidak tahu fakta ini. Lalu berkilah, ini kan fabel. Kukatakan itu flaw. Penulis yang cerdas justru memanfaatkan fakta ilmiah untuk membuat ceritanya lebih menarik. Kalau tidak menggunakan fakta ilmiah, buatlah si jerapah sekalian pakai baju, berdiri dengan dua kaki, dan pergi ke sekolah naik sepeda (antropomorfisme).

Jangan jatuh pada generalisasi.

Peri selalu dianggap cute, bertongkat sihir, punya bubuk peri. Lalu dibuatlah cerita tentang peri. Setting lokasi tidak dideskripsikan dengan jelas, si peri juga tidak diberi karakterisasi kuat, karena penulis menganggap pembaca sudah tahu dunia peri ya seperti itu.

Walau mungkin plotnya tidak sampai berlubang, barangkali ada baiknya penulis melakukan riset literatur bahwa peri di negeri asalnya muncul dalam berbagai jenis, nama, karakteristik, habitat, dan legendanya masing-masing. Dengan demikian, kamu terhindar dari menulis kisah usang/klise.

Contoh lain: anggapan umum tentang anak-anak jalanan, generalisasi tentang anak kota dan anak desa, dll.

Jika kamu punya pengalaman pribadi, galilah. Jika tidak, lakukan riset, riset, riset. Agar kisahmu bisa diterima akal, unik, personal.

Tapi cerita rakyat atau dongeng yang tidak "logis" kok tetap disukai pembaca? Bahkan di Wattpad, banyak juga cerita seperti itu yang pembacanya mencapai M.

Benar, dalam cerita rakyat, logika seperti diabaikan.Tak ada justifikasi untuk keajaiban. Sihir ada tanpa penjelasan. Tokoh hitam putih begitu mencolok meskipun mereka bersaudara kandung. Binatang bisa berbicara dengan manusia. Tapi itu karena cerita rakyat biasanya disampaikan secara lisan turun-temurun, tidak jelas siapa yang menulis, dan karena itu dimasukkan ke dalam genre tradisional.

Sementara kamu sedang menulis fiksi. Iya kan?

Kalau menulis fiksi, jangan lupakan logika cerita. Karakter, lokasi, objek, semuanya harus "alami" dan "masuk akal" untuk dunia tempat cerita itu terjadi.


Realistis versus Unrealistis

Jadi, apakah berarti fiksi harus semuanya realistis?

Tidak.

Kan sudah jelas ada unsur-unsur fantastik untuk genre fantasi dkk. Unsur yang tidak ada/tidak terjadi di dunia nyata. Ini berbeda dengan logika cerita. Logika cerita adalah keharusan agar fiksi (apa pun genre-nya) bisa diterima/dinikmati. Tapi di dalamnya, boleh ada unsur-unsur yang tidak nyata (unrealistis):

1. Tokoh dengan fisik sempurna

Ini tidak realistis. Tapi tergantung genre ceritamu sih, misalnya untuk epic fantasy, kamu boleh menampilkan protagonis dengan tubuh sempurna. Walaupun agar cerita mengalir logis, berilah ia kelemahan dalam hal lain. Karena kalau semuanya serba sempurna, enggak akan ada cerita dong. Hercules, Achilles, Edward Cullen, Dumbledore, semua punya kelemahan.

2. Dialog dalam kehidupan nyata

Nyatanya, orang berbicara dengan banyak eh, mm, ng, anu, apa namanya ... dst. Jarang sekali orang berbicara dengan kata-kata cerdas, lancar, sempurna. Tapi akan jadi menyebalkan kalau semua itu diwujudkan pada setiap dialog. Kamu boleh menyimpang sedikit,  buatlah dialog yang tidak serealistis di dunia nyata. Lihat bab dialog.

3. Budaya dan tradisi

Kalau mengambil setting budaya dan tradisi dari dunia nyata, be realistic. Jangan ngarang. Riset. Kamu bisa diprotes orang kalau asal tulis tentang ngaben, misalnya.

4. Sejarah

Sama dengan budaya dan tradisi, kamu harus merujuk pada fakta kalau menjadikan sejarah sebagai settingmu. Riset. Tokoh-tokoh sejarah yang sudah wafat, kemungkinan punya keturunan yang masih hidup. Jangan ambil risiko men-twist sejarah yang berpotensi melukai perasaan dan nama baik orang.

5. Isu sensitif

Karyamu akan dibaca orang dengan macam-macam latar belakang. Sebagian dari mereka mungkin mempraktikkan pengetahuan yang diperoleh dari bacaan. Jadi, untuk hal-hal sensitif, jangan berikan pemaparan detail dan realistis. Misalnya:

- cara membuat bom,

- percobaan bunuh diri, pembunuhan,

- meracik narkoba/racun berbahaya,

- praktik pelacuran,

- terorisme,

- bullying,

- perkosaan, pelecehan seksual, dll.

Jangan sampai, karena ingin membuat ceritamu senyata mungkin, kamu melupakan tanggung jawab moral pada pembaca, yang mungkin masih muda dan mengidolakanmu. 

6.  Setiap tindakan ada konsekuensinya

Ini nyata baik di kehidupan sehari-hari maupun di dalam fiksi. Jangan mengusik rasa keadilan dengan membiarkan pelaku kejahatan lolos begitu saja. Kecuali kalau kamu merencanakan sekuel. Tapi kalau tidak, minimal kamu beri clues, bahwa pelakunya tidak akan lolos begitu saja.

Demikian juga perilaku-perilaku lainnya yang bertentangan dengan norma. Bahkan kejailan yang tampaknya sederhana, lucu, akan mengundang konsekuensi. Kalau kamu membaca Wynter, ada konsekuensi yang didapatnya dengan menjadi Master Jail, dan ada kesadaran untuk berubah.

7. Timeline (linimasa)

Dalam kehidupan nyata, perang tidak terus-menerus terjadi, ada waktu-waktu dua pihak saling diam, menunggu. Lamaaaaaaa.

Sepasang kekasih yang merencanakan pertemuan di akhir pekan juga punya waktu seminggu untuk melakukan hal-hal lain yang tidak relevan dengan cerita.

Dalam ceritamu, mampatkan linimasa, skip saja hal-hal yang tidak relevan. Dan lakukan pengguntingan waktu ini dengan elegan, artinya pembaca tahu berapa lama waktu yang dilewatkan.

8. Hati-hati dengan pengetahuan/pengalaman yang terlalu personal

Di satu sisi, penulis harus menggali pengalaman sendiri untuk menghadirkan cerita dengan orisinalitas tinggi. Tetapi di sisi lain, penulis juga perlu hati-hati untuk tidak menjadikan hal-hal personal sebagai basis generalisasi.

Setiap orang memiliki pengalaman, pengetahuan (wisdom) yang unik, dan belum tentu orang lain memahaminya. Contoh, seorang penulis punya pengalaman buruk waktu kecil, diledek teman-temannya karena ayahnya bekerja sebagai tukang pos. Lalu itu dituangkan ke dalam cerita. Tokohnya malu karena berayahkan tukang pos, sehingga ia menyembunyikan fakta itu.

Ini realistis bagi penulis, dan masih oke kalau ia bisa menunjukkan emosi dan alasan personalnya kenapa ia malu. Tapi tidak oke, kalau semua itu cuma ada di benak penulis dan pembaca hanya disuruh menerima sebagai fakta bahwa pekerjaan tukang pos memalukan.

Haloo, lihatlah pembacamu. Di era apa mereka hidup. Lihat tontonan mereka yang menokohkan postman, builder, masinis, dll. dengan hebatnya.

Penutup

Demikian tentang logika cerita, yang merupakan syarat mutlak untuk membuat ceritamu mengalir, bergerak, dari elemen terkecil hingga keseluruhan cerita. Ini untuk menjawab banyak pertanyaan dari kalian, "Gimana sih biar ceritaku menarik? Mengalir, enggak macet?"

Atau, "Gimana menghindari plot hole dan writer's block?"

Tapi seperti yang sering aku sebutkan sebelumnya, cara paling ampuh adalah dengan membaca. Baca, Baca, Baca. Cari karya yang menerapkan semua teori menulis, yang nyaris tidak ada flaws. Pelajari.

Di lain pihak, kalau kamu baca satu karya dan menemukan plot hole, atau mempertanyakan kelogisannya, maka kamu sudah belajar, untuk tidak melakukan hal yang sama.

Perhatian untuk pembaca

Aku sering menemukan pembaca yang tidak sabar. Baru satu dua kalimat dibaca sudah bertanya, kenapa begini, itu kenapa, dst.

Penulis punya cara membuka informasi, pelan-pelan, sedikit-sedikit. Itu bukan flaws. Kamu akan menemukan penjelasan sejalan cerita berkembang. Pertanyaanmu bisa terjawab di paragraf berikutnya atau di bab baru, atau bahkan di akhir cerita. Itu yang namanya seni bercerita.

Tapi jika sampai cerita berakhir, penjelasan yang kamu tunggu-tunggu tidak ada juga, barulah itu namanya plot hole.

So, jadilah pembaca yang sabar. Jadilah pembelajar yang tidak mudah menyerah.

Salam kreatif.

Ary



Continue Reading

You'll Also Like

901K 71.3K 51
Rifki yang masuk pesantren, gara-gara kepergok lagi nonton film humu sama emak dia. Akhirnya Rifki pasrah di masukin ke pesantren, tapi kok malah?.. ...
538K 35.1K 56
Cover by: google Entah dosa apa yang Tania lakukan sampai-sampai dunia mencampakkan Tania sesuka hati ke dunia asing yang bahkan Tania tidak tahu te...
461K 42K 94
Takdir kita Tuhan yang tulis, jadi mari jalani hidup seperti seharusnya.
169K 13.5K 17
🐇🐇🐇