II.8 Deskripsi

3.1K 451 98
                                    

Pernah baca fiksi yang isinya dialog semua?

Biasanya cepat bosan karena alur terasa lambat dan cenderung berisik. Kita seakan disuruh mendengarkan orang mengobrol tanpa dilibatkan, tanpa diberi kesempatan berpikir dan mencerna. Kesannya asyik, ringan, lincah, tapi kalau dialog semua, cerita jadi kayak kebanyakan vetsin, atau dangkal.

Sebaliknya, pernah baca fiksi yang padet det dari margin ke margin, teksnya penuh, isinya deskripsi semua?

Rasanya kayak baca textbook, buku pelajaran, baru sebentar pasti jadi ngantuk, atau kalau maksain, mata berair dan belekan.

Dialog dan deskripsi adalah unsur fiksi yang harus ada dan seimbang untuk mendapatkan cerita yang baik, dalam, enjoyable. Dialog menjadi tempat istirahat mata, dan deskripsi memberi kedalaman sehingga pembaca dapat menyelam lebih jauh.


Aku Sudah Menulis Sampai Selesai, Ada Deskripsi Tapi Enggak Menarik, Gimana Dong?

Endapkan 1-2 jam, atau bahkan sehari, kalau waktunya memungkinkan. Kerjakan yang lain. Lupakan dulu naskah itu.

Sudah?

Ok, sekarang kita bisa membacanya lagi dengan mata dan hati lebih jernih. Kepala pun siap bekerja. Kita akan menyunting. Bukan typo atau kaidah kebahasaannya. Itu bisa belakangan. Kita akan melihat, benarkah deskripsinya terasa tidak meyakinkan, datar, sangat biasa.

Cerita kita akan menarik (engaging ) jika kita melibatkan pembaca di dalamnya. Pembaca yang tidak diasingkan dari cerita, akan bisa merasakan keterkaitan dengan cerita; tokoh-tokohnya, settingnya, konflik, dan penyelesaiannya.

Satu contoh yang sederhana saja, bandingkan:

a. Kue itu enak.

b. Kue di depannya masih berasap. Aroma wangi dan manis memenuhi udara. Bagian tengahnya merekah, memunculkan cairan ungu kental. Bagian bawahnya agak keras dan gosong.Tapi dibandingkan roti yang rasanya seperti kardus itu, kue ini mampu menerbitkan liur.

Terasa bedanya kan? Alternatif (b) menggunakan kata-kata yang merangsang mata, hidung, telinga, peraba, dan pengecap.

Pancaindra pembaca digerakkan dan diaktifkan, sehingga teks lebih bermakna, lebih hidup. Memang tidak semua deskripsi dan narasi harus dipanjang-panjangkan seperti itu, penulis harus bisa mencari celah yang tepat, dengan cara yang tepat, dan cocok untuk audiens-nya.

Coba saja bayangkan, kalau kita menulis model (a) sepanjang naskah. Boring ya.

Penulisan (b) menggunakan prinsip SHOW, DON'T TELL. Penulis membantu pembaca mengaktifkan indra penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap, dan perabanya.


CARA MENUNJUKKAN KESAMAAN (SHOW RESEMBLANCE)

Cara paling efektif menyajikan gambaran hidup di benak pembaca adalah dengan metafora, simile, analogi, personifikasi, simbolisme, dan alusi (aku enggak bahas detail satu satu ya, bisa googling atau lihat buku pelajaran Bahasa Indonesia saja). Kita enggak perlu repot-repot menggunakan deskripsi panjang, alih-alih meminjam pengalaman pembaca untuk membuat koneksi.

Contoh 1, dari PELIK, karyaku untuk beliawritingmarathon:

"Rayn! Kamu sudah di TKP?" Ardi berteriak. Rayn menjauhkan ponsel dari telinga. "Sori. Sori. Sori. Aku belum bisa berangkat, nemani Jihan dulu sampai Ibu datang. Bentar lagi katanya. Tunggu ya. Jangan panik. Ingat saja trik yang kuajarkan. Kamu bakal baik-baik saja. Sudah ya, aku harus ngawasi Jihan. Itu anak apa bola bekel sih .... Hei ... hei, JIHAN! Jangan lompat-lompat! Aduh ...."

A Sweet Treat For Wattpad AuthorsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang