Bagai Angin Berhembus

By indirapramesti02

42.2K 1.3K 77

Namanya Gita, Gita Putri Hendrawan. Gita adalah gadis blasteran antara Belanda dan Indonesia yang sudah menur... More

PROLOG
BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
BAB 10
BAB 11
BAB 12
BAB 13
BAB 14
BAB 15
BAB 16
BAB 17
BAB 18
BAB 20
BAB 21
BAB 22
BAB 23
BAB 24
BAB 25
EPILOG
Terimakasih

BAB 19

876 26 0
By indirapramesti02

Hari ke 21


Aku bangun dari tidurku dan segera duduk di kasur. Tidak terasa kalau aku sedang keringat dingin. Tiba-tiba ada suatu bayangan yang melintas di kepalaku. Bayangan ayah dan ibuku, kakakku, bibiku, dan sahabat-sahabatku. 'Apakah mereka mencari ku ? Aku sudah ada di dunia ini 21 hari yang artinya aku 21 menit di dunia nyata. Apa Bibi akan panik jika dia pulang tidak bertemu aku ?'

Aku tiba-tiba menangis. Rasanya lama tidak bertemu dengan mereka, 21 menit berasa 21 hari. Aku menangis tambah kencang, betapa sakit hatiku saat merindukan mereka. 'Apa mereka baik-baik saja ?'

Pintu kamarku tiba-tiba terbuka dan Lavis berlari ke kasurku. Dia memeluk aku, "Kenapa kamu menangis ?" Dia mengelus rambutku. "Kamu tahu ini pukul 04.00 pagi. Kenapa kamu bangun pagi." Aku hanya menggenggam baju tidurnya dengan erat.

"Sudah janganlah menangis Gita." Dia mengelus punggungku.

"Aku rindu." Aku berbisik.

Lavis terdiam sebentar, "Aku tahu jika kamu merindukan mereka. Aku akan terus ada di sisimu sampai kamu berhenti menangis."

"Apa mereka akan baik-baik saja ?" Aku berkata dengan pelan.

"Iya, mereka akan baik-baik saja." Dia melepaskan pelukannya dan menatap lurus mataku. "Aku tidak suka melihatmu bersedih." Dia menghapus air mataku dengan ibu jarinya. "Lebih baik kamu kembali tertidur. Aku akan disini." Dia berbisik.

Aku mengangguk dan menaruh kepalaku di bantal dan memejamkan mata. Lavis mengelus rambutku dengan lembut.

Beberapa jam kemudian setelah tertidur kembali, aku terbangun dan melihat ke sampingku. Terdapat Lavis yang tertidur kepalanya bersandar di bagian kepala tempat tidur. Dia menggenggam tanganku dengan erat. Aku melihanya sambil tersenyum kecil.

Aku duduk pelan-pelan agar tidak membangunkan Lavis. Saat aku duduk Lavis terbangun. "Kamu sudah bangun ?" Dia tersenyum.

"Iya." Aku menatapnya. "Jadi kamu tidur di sampingku ?"

"Iya, aku menemani kamu."

"Apa yang Peter lakukan disini semalam ?" Aku bertanya.

"Orang tuanya punya urusan bisnis dengan ayahku." Dia menjawab. "Kamu tidak perlu khawatir terhadap Peter yang akan melakukan sesuatu kepadamu karena disini ada aku."

Pintu terbuka dengan kencang dan Travis memasang wajah sedikit panik. "Ups, lebih baik aku beri kalian ruang."

"Tidak usah." Kataku. "Ada apa ?" Aku bertanya.

"Stephanie. Stephanie datang kesini untuk mencari Lavis." Travis berkata.

"Sialan." Lavis berkata.

Travis menatapku sebentar dan tersenyum. Mereka berdua keluar dari ruanganku untuk bersiap-siap.

Aku memakai gaunku setelah mandi dan menata rambutku. Aku keluar dari ruanganku dan disambut oleh Travis.

"Apa mereka sedang berduaan ?" Aku bertanya.

"Iya, mereka berdua ada di taman." Travis membuang nafas, "Aku benci gadis itu."

Aku tertawa melihatnya, "Sudahlah jangan seperti itu. Berikan gadis itu kesempatan untuk bersama Lavis."

"Lebih baik kamu dari pada Stephanie." Travis menjawab dengan sedikit sebal.

"Jadi hari ini kamu mau kemana ?" Aku bertanya.

"Aku akan mengajakmu ke suatu tempat." Dia memegang tanganku dan berjalan. "Sebenarnya Lavis yang menyuruhku. Dia menyuruhku agar kamu tidak kesepian karena tidak ada dia. Untungnya ada aku." Dia tersenyum.

"Aku senang kamu bisa menerimaku walau sebenarnya aku masih hidup." Aku berkata.

"Kita semua pasti pernah hidup dan semuanya sama, betul ?"

"Iya." Aku menatapnya sebentar. "Bagaimana cara agar kalian bisa kembali ke Tuhan ?"

"Gampang sekali. Satu kata amat sederhana yaitu bahagia."

"Kalau itu gampang, kenapa kau tidak dengan cepat kembali ke Tuhan ?" Aku bertambah penasaran.

"Aku bahagia saat melihat Lavis bahagia. Selama ini dia belum pernah bahagia. Aku belum bisa kembali karena itu." Dia menjelaskan. "Saat hidup, dia kehilangan semua yang ia cintai termasuk aku dan Ibu." Dia mengambil nafas sejenak dan duduk di bangku di taman desa.

"Aku meninggalkannya karena aku terbunuh saat ada pemberontakan. Aku melindungi dia dari tusukkan seorang musuh, aku berhasil menembaknya, tapi tombaknya menusuk tepat di jantungku. Aku melakukan itu untuk menyelamatkan Lavis." Dia menatap langit. "Pesan terkhirku untuknya adalah 'Teruslah berbahagia tanpaku.'"

"Bagaimana dengan ibu kandung kalian ?" Aku bertanya.

"Dia meninggal saat usia kita 10 tahun karena penyakit yang bernama TBC. Saat itu TBC belum ada obatnya maka saat usia kita sekitar 10 tahun dia sering ke sanatorium." Dia mengambil nafas. "Itu hanya untuk pencegahan saja." Dia memelukku. "Dia berpesan padaku untuk terus menjaga Lavis dan buat dia bahagia. Aku gagal membuat dia bahagia. Aku tidak tahu cara membuat dia bahagia."

Aku mengelus rambut Travis. "Kamu pasti bisa membuat dia bahagia." Aku tersenyum kecil. "Saat aku sudah pergi nanti, aku ingin kalian bahagia." Aku memeluknya erat. "Waktuku disini tinggal 9 hari. Sembilan hari itu waktu yang pendek bagiku. Maka dalam waktu 9 hari aku akan membuat kalian semua bahagia. Aku janji."

"Kamu bagaikan ibu kandungku." Travis memelukku tambah erat. Dia melepaskan pelukkannya dan menggenggam tanganku.

Dia menggeretku berjalan-jalan sampai sore hari datang. Kita ke bermacam tempat-tempat indah yang belum pernah aku lihat di desa ini.

"Apakah kau sadar bahwa desa ini adalah masa lalu desa yang kamu tinggali di dunia nyata ?" Travis bertanya.

"Aku sadar. Tapi aku belum pernah mendatangi tempat seindah ini." Aku kagum. Kita berjalan-jalan menikmati desa sampai menjelang malam. 'Memang ya... waktu disini berjalan lebih cepat.' Kita kembali ke rumah sebelum Mama mulai khawatir.

Sampai di rumah, kita segera makan malam. Stephanie ikut makan malam dengan kita semua. Suasana sepi saat kami makan. Ditengah-tengah menyelesaikan makanan Stephanie memulai pembicaraan, "Kalian tahu, bahwa aku ingin sekali Lavis segera melamarku ?" .

Mama, aku, dan Travis tersedak sedangkan Lavis memasang senyumnya. "Oh, ya ?!" Mama mencoba menahan jijik.

"Kalian tahu bahwa Lavis akan bahagia denganku. Iyakan Lavis ?" Lavis hanya diam tidak menjawab. "Lavis ?"

"Iya, aku akan bahagia denganmu." Lavis menjawab dengan senyum kecil sambil menatap wajah Stephanie.

Aku dan Travis tersedak kaget. "Lavis ! Maksudmu ap-" Travis berdiri dari kursi dan memukul meja makan.

"Travis, lebih baik kamu tenang sejenak." Aku berkata sambil menatapnya.

"Tenang bagaimana ?! Otak dia itu sudah dipengaruhi oleh Stephanie !" Travis berkata. "Lavis tolong bilang jika ini bercanda !"

"Ini serius." Dia menjawab dengan datar.

"Dasar kamu idiot." Travis berbisik dan keluar dari ruang makan.

Tanpa sadar aku mengeluarkan air mata. "Lavis ?" Aku memanggilnya dengan suara yang sangat lemah. Dia menatapku sebentar. "Selamat tinggal." Aku berdiri dan meninggalkan ruang makan. Sekarang diruang makan hanya ada Mama, Lavis, dan Stephanie. Lavis terkejut dengan perkataanku.

Aku pergi menuju taman belakang untuk mencari ketenangan sebentar. Aku duduk di bangku taman sambil menikmati angin malam yang dingin mengenai wajahku. Air mataku semakin banyak keluar. Entah kenapa rasanya sedih saat mendengar dia bersama orang lain padahal aku hanya sahabatnya.

Tiba-tiba ada tangan merangkulku dan menyenderkan kepalaku ke bahunya. "Sudah, semuanya akan baik-baik saja." Mama mengelus rambutku. "Mama tahu jika kamu mencintai Lavis walau kamu tidak bilang apa-apa masalah itu." Mama memelukku tambah erat.

"Andai saja aku tidak pernah ke dunia ini." Aku berkata dengan pelan.

"Jangan bilang begitu. Sebelum kamu ada disini, Lavis tidak pernah sebahagia ini. Kamu kunci kebahagiaan untuk dia tapi sayangnya dia memilih orang yang salah." Mama mengelus rambutku.

"Stephanie bisa membuat dia bahagia." Aku berkata.

"Bahagia yang hanya bersifat sementara. Dia bersama Stephanie hanya akan mendapat kebahagiaan yang bersifat sementara. Jika dia bersamamu dia mendapat kebahagiaan yang sebenarnya dan abadi. Mama bisa melihat dari ekspresinya saat bersamamu." Mama berbisik.

"Kamu sebenarnya adalah orang yang tepat untuk Lavis." Mama memelukku tambah erat. "Mama tahu bahwa cintamu ke Lavis sangat besar."

"Aku benar-benar mencintai Lavis dan mendengar dia bahagia dengan orang lain rasanya sangat sakit." Aku menangis tambah kencang. Mama hanya berdiam sementara menenangkanku.

"Ini sudah malam. Kembalilah ke kamar." Mama berkata. Aku menangguk dan kembali ke kamar.

Aku mengganti pakaianku jadi baju tidur dan duduk di kasur sambil memeluk bantal. Aku menangis pelan-pelan agar tidak ada yang mendengar.

Sudah satu jam aku menangis dan aku tertidur dengan perasaan yang sangat sakit.



Continue Reading

You'll Also Like

272 78 10
sebelum membaca, lebih baik follow dulu akun ini, biar gak ketinggalan semua informasi terbaru. Namanya Selesa Taksa. Biasa dipanggil Selesa. Seoran...
1.4M 132K 73
NOT BL! (Follow biar tahu cerita author yang lain ok!) Update sesuai mood 🙂 Seorang remaja laki-laki spesial yang berpindah tubuh pada tubuh remaja...
30.3M 1.6M 58
SUDAH TERSEDIA DI GRAMEDIA - (Penerbitan oleh Grasindo)- DIJADIKAN SERIES DI APLIKASI VIDIO ! My Nerd Girl Season 2 SUDAH TAYANG di VIDIO! https:...
Figuran? By mooOowwwra

Mystery / Thriller

198 69 5
Suatu hari kejadian aneh menimpanya, saat ia terbangun ia mendapati dirinya berada di kamar asing. Belum lagi orang-orang memanggilnya dengan nama Am...